PENDAHULUAN
Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar
yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.
Penataan sumber daya manusia perlu diupayakan secara bertahap dan
berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas baik pada jalur
pendidikan formal, informal, maupun non formal, mulai dari pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi (Mulyasa 2004:4). Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa
tentang pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih
ditekankan, karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada
belum mampu menghasilkan sumber daya sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan kebutuhan pembangunan.
Sardiman (2005:125) mengemukakan guru adalah salah satu komponen
manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha
pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh
karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus
berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional,
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru
tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transformasi ilmu
pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transformasi nilai-nilai
sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahkan dan menuntun
siswa dalam belajar.
Guru bertanggung jawab sebagai medium agar anak didik dapat mencapai
tujuan pendidikan. Oleh karena itu guru harus memiliki kepribadian yang matang
dan berkembang, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik, dan mengembangkan
profesinya yang berkesinambungan. Ditinjau dari jenjang pendidikan, maka
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenjang pendidikan yang akan
mengantarkan atau mempersiapkan peserta didiknya terjun ke dunia kerja.
Syah ( 1999:229) menyatakan bahwa “Guru yang berkualitas adalah guru
yang berkompetensi, yang berkemampuan untuk melaksanakan kewajiban-
kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak”. Tanggungjawab guru adalah
mendidik siswanya menyangkut berbagai aspek yaitu menyangkut tujuan,
pelaksanaan, penilaian termasuk umpan balik dari penyelenggaraan tugas tersebut.
Sedangkan Ani. M Hasan (2003:5) menjelaskan bahwa guru yang profesional
harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : (1) mempunyai komitmen
terhadap siswa dan proses belajarnya, (2) menguasai secara mendalam bahan/
mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3)
bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
(4) mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
lingkungan profesinya. Penilaian kinerja seseorang menurut Scuhuler dan
Jackson (1999:11) salah satunya dapat dilihat bardasarkan hasil (output).
1
2
Berdasarkan pendapat tersebut maka kinerja guru juga dapat dilihat melalui hasil
(output) yang salah satunya adalah hasil prestasi siswa berupa nilai ujian atau
sejenisnya. Bahkan SMK Negeri di kabupaten Kuningan belum menunjukan hasil
yang memuaskan jika ditinjau dari nilai hasil Ujian Nasional karena belum
menempati ranking teratas. Data (Bappenas, 2001) juga menunjukkan bahwa
masih banyak guru yang memiliki kemampuan yang rendah dalam memahami
mata pelajaran yang diajarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan
pemahaman guru untuk tiap mata pelajaran masing-masing sekitar 57 % sampai
77 %, dan 45 % sampai 63 %.
Salah satu yang menjadi faktor penyebab rendahnya kemampuan guru
dalam memahami mata pelajaran adalah masih rendahnya tingkat kualifikasi guru
pada setiap jenjang pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut Jalal dan Supriadi
(2001:262) mengemukakan bahwa : “Dalam kenyataannya, mutu guru amat
beragam. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa tingkat penguasaan bahan
ajar dan keterampilan dalam menggunakan metode mengajar yang inovatif masih
kurang. Dilihat dari tingkat pendidikannya, sebagian besar guru SD, sekitar
separuh guru guru SLTP dan sekitar 20% guru SLTA masih berpendidikan kurang
(underqualified) dari yang dituntut (penelitian Sumiati :2001).
Dalam pelaksanaan tugas mendidik, guru memiliki sifat dan perilaku yang
berbeda, ada yang bersemangat dan penuh tanggung jawab, juga ada guru yang
dalam melakukan pekerjaan itu tanpa dilandasi rasa tanggung jawab, selain itu
juga ada guru yang sering membolos, datang tidak tepat pada waktunya dan tidak
mematuhi perintah. Kondisi guru seperti itulah yang menjadi permasalahan di
setiap lembaga pendidikan formal. Dengan adanya guru yang mempunyai kinerja
rendah, sekolah akan sulit untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan dan guru.
Dari hasil wawancara terhadap teman sejawat sesama guru SMK Negeri di
Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa pada umumnya guru-guru SMK di
Kabupaten Kuningan belum menunjukkan kinerja, kreativitas, dan produktivitas
kerja. Kinerja guru SMK masih rendah , apalagi jika mengacu pada standar kerja
minimal yang dituntut para guru khususnya guru-guru SMK Negeri di Kabupaten
Kuningan. Fenomena yang terjadi pada guru-guru di SMK Negeri Kabupaten
Kuningan , bahwa terdapat kecenderungan melemahnya kinerja bisa dilihat antara
lain gejala-gejala guru yang sering membolos/mangkir mengajar sekitar 3%, guru
yang masuk ke kelas yang tidak tepat waktu atau terlambat masuk ke sekolah
sekitar 18%, guru yang mengajar tidak mempunyai persiapan mengajar atau
persiapan mengajar yang kurang lengkap sekitar 14 %.
Menurut Djamarah (2002), guru adalah salah satu unsur manusia dalam
proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas
ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas
menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan
sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar
menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Disamping itu
Djamarah juga berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan
tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas
yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh
guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
3
KAJIAN PUSTAKA
Kinerja Guru
Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan
tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran,
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Kinerja guru
yang dicapai harus berdasarkan standar kemampuan profesional selama
melaksanakan kewajiban sebagai guru di sekolah.
Berkaitan dengan kinerja guru dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, terdapat Tugas Keprofesionalan Guru menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20 (a) Tentang Guru dan Dosen
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Kinerja Guru yang baik tentunya tergambar pada penampilan mereka baik
dari penampilan kemampuan akademik maupun kemampuan profesi menjadi guru
artinya mampu mengelola pengajaran di dalam kelas dan mendidik siswa di luar
kelas dengan sebaik-baiknya. Unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam
proses penilaian kinerja guru menurut Siswanto (2003: 234) adalah sebagai
berikut :
1) Kesetiaan
5
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sifat individu seseorang sehingga seseorang
mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai
yang berlaku pada dirinya. Hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan pada
masing-masing individu yang terlibat dalam suatu organisasi.
Kepuasan kerja merupakan sikap seorang karyawan (anggota) terhadap
jabatan (pekerjaan) (Nawawi 2003:36).
8
Menurut Blum dalam Anoraga (2005: 82). Kepuasan kerja adalah sikap
umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor
perkerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja.
Menurut Tiffin dalam Anoraga (2005:82). Kepuasan kerja berhubungan
dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja,
kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan.
Menurut Anoraga (2005:82). Kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang
positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap
kondisi dan situasi kerja.
Menurut Howell dan Dipboye dalam Munandar (2004:350) memandang
kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya
tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya.Dengan kata lain
kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.
Menurut Wexley dan Yukl dalam Shobaruddin (2003:129). Kepuasan
kerja adalah cara seseorang pekerja merasakan pekerjaannya.
Sedangkan menurut Gibson dkk dalam Djarkasih (1995:67). Kepuasan
kerja merupakan sikap yang dikembangkan para karyawan sepanjang waktu
mengenai berbagai segi pekerjaannya, seperti upah, gaya penyeliaan dan rekan
sekerja..
Kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya, sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerja (Hasibuan 2005:202). Sedangkan menurut Anaroga (2004:180),
kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dan
segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerja.
Menurut Strauss dan Sayles dalam Hasibuan (2004:180), kepuasan kerja
penting untuk aktualisasi diri, pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja
tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan
menjadi frustasi dan stress, stress yang terlalu besar akan mengancam kemampuan
seseorang untuk menghadapi lingkungan dan sebagai hasilnya akan mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Mathis & Jackson (2001:98), kepuasan kerja adalah keadaan
emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan
muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Sedangkan menurut Wexly &
Yukl (2003:129) kepuasan kerja adalah cara pekerja merasakan pekerjaannya.
Kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang didasarkan
atas aspek-aspek pekerjaannya bermacam-macam.
Kepuasan karyawan/anggota adalah kepuasan yang diterima karyawan atas
balas jasa hasil kerjanya, kepuasan ini paling penting bagi organisasi, karena jika
para anggota tidak puas maka mereka akan keluar (Hasibuan 2003:77).
Dari teori para ahli tersebut dapat disimpulkan kepuasan kerja merupakan
perasaan dan penilaian seseorang atas pekerjaannya dalam hubungan apakah
pekerjaannya memenuhi harapan dan keinginannya.
Banyak yang berpendapat bahwa kepuasan kerja timbul karena faktor gaji
dan upah. Tetapi ada faktor-faktor lain yang mendukung tumbuhnya kepuasan
kerja. Sepeti komentar Witson yang dikutip oleh As’ad (2004:112) “bahwasanya
memberikan gaji yang cukup tinggi belum tentu menjamin adanya kepuasan kerja
9
bagi karyawan”. Jadi gaji atau upah bukan merupakan satu-satunya faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja. Menurut As’ad (2004:115) kepuasan kerja terbagi
menjadi beberapa faktor yaitu :
1) Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan yang meliputi :
Minat yaitu sikap yang membuat orang senang akan obyek situasi
atau ide-ide tertentu.
Ketentraman dalam kerja, yakni merasakan kenyamanan dan
ketenangan dalam kerja.
Sikap terhadap kerja merupakan sikap atau prilaku dalam
melakukan pekerjaan.
Bakat ialah kemampuan dasar yang menentukan sejauhmana
kesuksesan individu untuk memperoleh keahlian atau pengetahuan
tertentu, apabila individu itu diberi latihan-latihan tentu.
Keterampilan
Keterampilan menurut Gibson dkk dalam Djarkasih (1995:55)
adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki
dan dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat.
2) Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun dengan
karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
3) Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, waktu
istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan,
pertukaran udara, kondisi kesehatan Umur
4) Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji,
jaminan sosial.
Menurut Munandar (2004:357-363) ada beberapa faktor kepuasan kerja yaitu :
1) Ciri-ciri intrinsik pekerjaan
Menurut Locke ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentukan
kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan jumlah pekerjaan, tangggung
jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
Sedangkan berdasarkan survei diagnostic pekerjaan, ciri-ciri tersebut untuk
berbagai pekerjaan adalah :
Keragaman keterampilan
Jati diri tugas (task identity)
Tugas yang penting (task significanse)
Otonomi
Pemberikan balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat
kepuasan kerja
2) Gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil (equittable reward)
Dari berbagai penelitian yang sudah ada dengan menggunakan teori
keadilan yang dikemukan oleh Adams dalam Munandar (2004:361),
menghasilkan orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil
atau terlalu besar akan mengalami distress atau ketidakpuasan.
10
3) Penyeliaan.
Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan
tenaga kerja dengan penyelia, ia menemukan dua jenis hubungan atasan dan
bawahan yaitu :
Hubungan fungsional yaitu sejauhmana penyelia membantu tenaga kerja,
untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.
Hubungan keseluruhan yaitu hubungan keseluruhan didasarkan pada
ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilainilai
yang serupa.
4) Rekan-rekan sejawat yang menunjang
Kepuasan kerja akan ada karena mereka dalam jumlah tertentu berada
dalam satu ruangan kerja yang nanti akan tercipta komunikasi yang memenuhi
kebutuhan sosial mereka.
Kerangka pemikiran
Setiap kepala sekolah mempunyai cara dan kemampuan kompetensi yang
berbeda-beda dalam menjalankan kepemimpinannya. Perbedaan tersebut
tergantung pada tingkat pendidikan, pemahaman terhadap bawahan, dan situasi
serta kondisi yang dihadapinya.
Kepemimpinan ialah kemampuan seseorang dalam menggerakkan bawahan
agar mereka mau bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan.
Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang
mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan (Yukl, 1998:102).
Indikator dalam gaya kepemimpinan partisipatif: (1) konsultasi, (2) pengambilan
keputusan bersama, (3) membagi kekuasaan, (4) desentralisasi dan manajemen
yang demokratis
Kepuasan kerja adalah perasan dan penilaian seorang atas pekerjaannya,
khususnya mengenai kondisi kerjanya, dalam hubungannya dengan apakah
pekerjaanya mampu memenuhi harapan, kebutuhan, dan keinginannya (Umar
2003:213). Indikator kepuasan kerja : (1) Skill Variety (Variasi tugas), (2) Task
Identity (Identitas tugas), (3) Task significance (Signifikansi tugas), (4) Autonomy
(Otonomi), (5) Feedback from the job it self (Umpan balik dari hasil
pekerjaan), Hocham dan Oldam dalam Kushadiwijaya (1996) dalam Munthohar
(2006:37).
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara 2004:67). dengan indikator : (1) Kualitas
11
kerja, (2) Kuantitas kerja, (3) Ketepatan waktu, (4) Efektifitas, (5) Kemandirian,
(6) Komitemen kerja, Bernardin dalam Robbins (1993 : 26).
Pidarta (1995) dalam Saerozi (2005: 2) mengemukakan ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya
yaitu :(1) Kepemimpinan kepala sekolah, (2) Fasilitas kerja, (3) Harapan-harapan,
dan (4) Kepercayaan personalia sekolah. Menurut Lower dan Porter (1968) dalam
Indra Wijaya (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut adalah:
(1) Faktor motivasi, (2) Faktor kepuasan kerja, (3) Faktor kondisi fisik pekerjaan
dan (4)Faktor kemampuan kerja karyawan.
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa kinerja guru dtentukan oleh banyak
factor, salah satu diantaranya adalah kepemimpinan partisipatif kepala sekolah
dan kepuasan kerja guru .
Dalam penelitian ini kerangka berfikir yang menggambarkan pengaruh
kepemimpinan partisipatif kepala sekolah dan kepuasan kerja guru terhadap
kinerja guru digambarkan sebagai berikut :
Gambar
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang nantinya akan
terkumpul (Suharsimi Arikunto 2002:64). Dalam penelitian ini dikembangkan
hipotesis sebagai berikut :
1. Ada pengaruh positif yang signifikan kepemimpinan partisipatif kepala
sekolah terhadap kepuasan kerja guru.
12
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain Explanatory survey dengan pengolahan
data melalui analisis korelasi yaitu dengan melihat besarnya pengaruh dari suatu
variabel penyebab ke variabel akibat (Sitepu, 1994;13). Dengan desain ini,
diharapkan dapat mengukur kontribusi kepemimpinan partisipatif kepala terhadap
peningkatan kinerja guru, kontribusi kepemimpinan partisipatif kepala terhadap
kepuasan kerja guru, dan kontribusi kepuasan kerja guru terhadap peningkatan
kinerjanya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMK Negeri se
Kabupaten Kuningan sebanyak 380 guru, dan sampel yang digunakan sebanyak
79 guru.
PEMBAHASAN
Pengaruh Kepemimpinan Partisipatif terhadap Kepuasan Kerja
Dari hasil pengujian di atas jelas tergambar pengaruh Kepemimpinan
Partisipatif Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja. Hal ini terungkap
berdasarkan perhitungan statistik ternyata Kepemimpinan Partisipatif Kepala
Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja berarti mempunyai pengaruh positif sebesar
13,6%, dengan demikian Ho tolak, hipotesis konseptual (H1) yang berbunyi
terdapat pengaruh positif Kepemimpinan Partisipatif Kepala Sekolah Terhadap
Kepuasan Kerja pada SMK Negeri Kabupaten Kuningan dinyatakan diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Akdon. 2006. Strategic Management For Educational Management; Manajemen
Strategi untuk Manajemen Pendidikan. (Bandung: Alfabeta)
Ali, Mohamad, 1987, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa,
Bandung.
Anaroga, Panji.2004. Manajemen Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta
As’ad, Mohamad. 1999. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka
Jakarta.
Dwi Priyanto, 2008, Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product And Service
Solution) untuk Analisis Data dan Uji Statistik, Mediakom, Jakarta.
Fiedler. F.E. & Chemer, M.M, 1974, Leadership and Effective
Management,Gleinview Scott, Foremen & Company,
Handoko, 1985–1994, Manajemen Personalia dan Kualitas Sumber Daya
Manusia, Yogyakarta, BPEE
Hasibuan, Malayu SP, Organisasi dan Motivasi, Jakarta : Bumi Aksara, 1999
Mangkunegara, A.A.P. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Angkasa
Mathis, Roberth, dan John He Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT. Salemba Empat
Permadi, Dadi, 1998, Kepemimpinan Mandiri (Profesional) Kepala Sekolah (Kiat
Memimpin Yang Mengembangkan Partisipasi), Bandung, PT
Sarana Panca Karya,
Prawirosentono, Suyadi, 1999,, Manajemen Sumber Daya Manusia, Kebijakan
Kinerja Karyawan, Yogyakarta, BPFE,
Robins, Stephen P , 1994, Essensiale of Organizational Behavior, New Jersey,
Prentice Hall,
Rowland K Virgil,1960, Managerial Performance Standar, New York, The
Haddon Craffsmen Inc,
Said, Chalinas. 1988, Pengantar Administrasi Pendidikan. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Siagian, Sondang P, 1977, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta Bumi
Aksara,
Supriadi, Dedi dan Jalal, Fasli. (2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks
Otonomi Daerah, Jakarta : Adicipta Karya Nusa
Wibowo, 2007, Manajemen Kinerja, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta.
Winardi, 1993, Pemimpin dan Kepemimpinan Dalam Manajemen, Bandung,
Alumni.
15
ARTIKEL
Oleh:
16