Anda di halaman 1dari 9

PAPER

MATA KULIAH PSIKOLOGI BELAJAR

CHAPTER 4
EDWARD LEE THORNDIKE

KELAS D

Farida S. (200701500028)
Nurul Fitriana Ahmad (200701501074)
A. Lutfi Kasmir (200701501122)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
A. RISET HEWAN SEBELUM THORNDIKE
Descartes mengemukakan bahwa tubuh manusia dan hewan yang bukan manusia
memiliki fungsi yang sesuai dengan prinsip mekanis yang akan membantu merangsang
penyelidikan anatomi hewan bukan manusia. Kemudian, Menurut Darwin (1872) tentang
The Ekspression of Emotions in Man and Animals pada umumnya dianggap sebagai teks
pertama tentang psikologi komparatif, ia menganggap bahwa manusia dan bukan manusia
serupa secara anatomis, emosional, dan kognitif. George John Romanes (1848-1894)
memublikasikan Animal Intelliegence (1882), Mental Evolution in Animals (1884) dan
Mental Evolution in Man (1885). Margaret Floy Washburn (1871-1939), wanita pertama
yang meraih gelar Ph.D bidang psikologi, membawa studi nonmanusia selangkah lebih dekat
ke laboratorium. Buku Washburn, The Animal Mind, pertama kali terbit pada 1908, dan edisi
barunya terbit secara reguler sampai 1936. Dalam teks ini, Washburn me-review dan
mengkaji eksperimen indra, perseptual, dan belajar pada nonmanusia, dan mengambil
kesimpulan tentang kesadaran berdasarkan hasil dari studi ini. Cara ini tidak banyak bedanya
dengan yang dilakukan oleh banyak psikolog kontemporer (Hergenhahn, 2005). Meskipun
Washburn mengambil kesimpulan dari studi eksperimen, bukan dari observasi naturalistis,
dia tidak mengidentifikasi, mengontrol, dan memanipulasi variabel-variabel penting yang
terkait dengan belajar. Adalah E. L. Thorndike yang melakukan langkah penting ini.

B. KONSEP TEORITIS UTAMA

Teori belajar dari thorndike dikenal sebagai koneksionisme (Connectionism), karena


belajar itu merupakan suatu proses pembentukan koneksi atau hubungan-hubungan antara
Stimulus (S) dan Respon (R). Teori beliau juga sering di sebut dengan Trial and Error yang
digunakan untuk menilai respon yang ada bagi stimulus tertentu. Teorinya ini, didasarkan
atas berbagai hasil penelitian termasuk eksperimen yang dia lakukan pada tahun 1890-an
yang menggunakan hewan terutama kucing mengetahui fenomena belajar.

Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak berjeruji yang
dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang
menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa
sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di depan
sangkar tadi.

Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (teka-teki) itu merupakan situasi
stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan
yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakardan berlari-larian,
namun gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya,
entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah
pintu sangkar tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan
nama instrumental conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai
instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.

Dari eksperimen diatas, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar merupakan hubungan


antara stimulus dan respon. Itulah mengapa teori koneksionisme ini disebut juga dengan S-R
Bond Theory dan S-R Psychology of Learning. Selain itu, teori ini juga terkenal dengan
“Trial and Error Learning”. Istilah ini merujuk pada waktu yang dibutuhkan atau banyaknya
jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan. Apabila kita perhatikan secara seksama
dalam eksperimen Thorndike tadi, akan kita dapati 2 hal pokok yang mendorong timbulnya
fenomena belajar:

a. Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, maka kucing itu
tidak akan berusaha untuk keluar, bahkan akan lebih memilih untuk tidur. Sehubung
dengan hal ini, hampir dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan
hal yang sangat vital dalam belajar.
b. Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif atau
memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum
belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek yang
memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula
hubungan stimulus dan respon tersebut.
Ciri-ciri Belajar dengan Trial and error adalah :

a. Ada motif pendorong aktivitas


b. Ada berbagai respon terhadap situasi
c. Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah
d. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan

Thorndike menyimpulkan bahwa belajar itu bersifat incremental (inkremental/bertahap),


bukan insightful (langsung ke pengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-
langkah kecil yang sistematis, bukan langsung melompat ke pengertian mendalam. Thorndike
(1898) juga menyimpulkan bahwa belajar adalah bersifat langsung dan tidak dimediasi oleh
pemikiran atau penalaran. Selain itu, thorndike juga menyatakan bahwa mamalia juga belajar
melalui proses yang sama dengan manusia.

C. THORNDIKE SEBELUM 1930


Dari hasil percobaan yang dilakukan oleh Thorndike, maka muncullah 3 hukum pokok dalam
belajar, yaitu:
1. Hukum Kesiapan atau The Law of Readiness
Menjelaskan tentang kesiapan individu saat melakukan sesuatu. Kesiapan yang dimaksud
disini adalah kecenderungan untuk bertindak sehingga proses belajar mencapai hasil yang
memuaskan. Ada 3 keadaaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini:
• Bila pada organisme ada kesiapan untuk bertindak atau berprilaku, dan bila
organisme itu dapat melakukan kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami
kepuasan.
• Bila pada organisme ada kesiapan untuk bertindak atau berperilaku, dan organisme
tersebut tidak dapat melaksanakan kesiapan tersebut, maka organisme akan
mengalami kekecewaan.
• Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu dipaksa
untuk melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak
memuaskan.
2. Hukum Latihan atau Law of Exercise
Hukum ini mengandung dua hal:
• The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi
antara stimulus dan respon akan menjadi kuat bila sering digunakan. Dengan kata lain
bahwa hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi kuat semata-mata
karena adanya latihan.
• The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau
koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi lemah bila tidak ada latihan atau
dihentikan.
3. Hukum Akibat atau Law of Effect
Berisikan dua hal:
1. Suatu tindakan/perbuatan yang menghasilkan rasa puas (menyenangkan) akan
cenderung diulang, sebaliknya suatu tindakan (perbuatan) menghasilkan rasa tidak
puas (tidak menyenangkan) akancenderungtidakdiulanglagi. Hal inimenunjukkan
bagaimana pengaruh hasil perbuatan bagi perbuatan itu sendiri.
2. Dalam pendidikan, hukum ini diaplikasikan dalam bentuk hadiah dan hukuman.
Hadiah menyebabkan orang cenderung ingin melakukan lagi perbuatan yang
menghasilkan hadiah tadi, sebaliknya hukuman cenderung menyebabkan seseorang
menghentikan perbuatan, atau tidak mengulangi perbuatan.

D. KONSEP SEKUNDER
Selain ketiga hukum pokok di atas, Thorndike mengemukakan adanya 5 hukum tambahan,
yaitu :

1. Law of Multiple response, yaitu individu mencoba berbagai respon sebelum mendapat
respon yang tepat.
2. Law of attitude, yaitu proses belajar dapat berlangsung bila ada kesiapan mental yang
positif pada siswa.
3. Law of partial activity, yaitu individu dapat bereaksi secara selektif terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu. Individu dapat memilih hal-
hal yang pokok dan mendasarkan tingkah lakunya kepada hal-hal yang pokok, dan
meninggalkan hal-hal yang kecil.
4. Law of response by analogy, yaitu individu cenderung mempunyai reaksi yang sama
terhadap situasi baru, atau dengan kata lain individu bereaksi terhadap situasi yang mirip
dengan situasi yang dihadapinya waktu yang lalu.
5. Law of assciative shifting, yaitu sikap respon yang telah dimiliki individu dapat melekat
stimulus baru.

E. THORNDIKE SETELAH 1930


Pada September 1929, Thorndike berpidato di International Congress of Psycholoy di
New Haven, Connecticut, dan mengawali kata-katanya dengan “Saya salah.” dan merevisi
beberapa pendapatnya.
1. Revisi Hukum Latihan/Penggunaan
Hukum ini kemudian di revisi karena penghentian repitisi atau pengulangan ternyata
tidak melemahkan koneksi dalam jangka waktu yang panjang serta latihan praktis akan
menghasilkan kemajuan kecil dan kurangnya latihan akan menyebabkan naiknya tingkat
lupa.
2. Revisi Hukum Efek
Hukum ini juga mengalami revisi karena hanya separuh dari pernyataannya yang benar.
Separuh dari yang benar itu adalah sebuah respons yang diikuti oleh keadaan yang
memuaskan akan diperkuat. Sedangkan untuk separuh yang lainnya bahwa menghukum
suatu respons ternyata tidak ada efeknya terhadap kekuatan koneksi. Revisi hukum efek
menyatakan bahwa penguatan akan meningkatkan strength of connection (kekuatan
koneksi), sedangkan hukuman tidak memberi pengaruh apaapa terhadap kekuatan
koneksi.
3. Belongingness
Thorndike mengamati bahwa dalam proses belajar asosiasi ada faktor selain kontinguitas
dan hukum efek. Jika elemen-elemen dari asosiasi dimiliki bersama, asosiasi di antara
mereka akan dipelajari dan dipertahankan dengan lebih mudah ketimbang jika elemen itu
bukan milik bersama.
4. Spread of Effect
Thorndike menambahkan konsep teoretis lainnya, yang disebutnya sebagai spread of
effect (penyebaran efek). Selama eksperimennya, Thorndike secara tak sengaja
menemukan bahwa keadaan yang memuaskan tidak hanya menambah probabilitas
terulangnya respons yang menghasilkan keadaan yang memuaskan tersebut tetapi juga
meningkatkan probabilitas terulangnya respons yang mengitari respons yang memperkuat
itu.
5. Pendidikan Menurut Thorndike
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari searah ilmiah. Praktek
pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Menurutnya mengajar yang baik
adalah tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi apa yang akan diberikan,
respon apa yang akan diharapkan dan kapan harus memberi hadiah/ reward. Ada
beberapa aturan yang di buat Thorndike berkenaan dengan pengajaran, yaitu:
• Perhatikan situasi murid.
• Perhatikan respon apa yang diharapkan dari respon tersebut.
• Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan
hubungan terjadi dengan sendirinya.
• Situasi – situasi lain yang sama jangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan
hubungan tersebut.
• Bilahendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan –
hubungan lain yang sejenis.
• Buat hubungan tersebut sedemikian rupa hingga dapat perbuatan nyata.
• Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam
kehidupan sehari – hari.
6. Ilmu Pengetahuan & Nilai Manusia
Thorndike dikritik karena ia mengasumsikan determinisme dalam studi perilaku manusia.
Para pengkritik mengatakan bahwa mereduksi perilaku manusia menjadi reaksi otomatis
terhadap lingkungan akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Thorndike (1940)
menjawab bahwa, sebaliknya, ilmu manusia ini menawarkan harapan yang paling besar
untuk masa depan manusia.
F. EVALUASI TEORI THORNDIKE
1. Kontribusi
Thorndike memberi alternatif tersendiri untuk mengkonseptualisasikan belajar dan
perilaku dan memberi pendekatan yang jauh berbeda dengan pendekatan yang ada
sebelum dia. Sebelum studi Thorndike, tidak ada pembahasan eksperimental yang
sistematis terhadap proses belajar. Dia bukan hanya menjelaskan dan mensintesiskan data
yang tersedia; dia juga menemukan dan mengembangkan fenomena belajar trial-and-
error dan transfer training, misalnya, yang akan mendefinisikan domain teori belajar
untuk masa-masa berikutnya.
Beliau adalah orang pertama yang mengamati bahwa konsekuensi dari perilaku akan
menghasilkan efek terhadap kekuatan perilaku. Salah satu peneliti yang pertama kali
meneliti mengapa individu bisa lupa dengan hukum latihannya. Meneliti pengekangan
perilaku lewat kajiannya terhadap hukuman. Orang pertama yang mempertanyakan
asumsi umum tentang praktik pendidikan pada saat itu (disiplin formal). Membantu
munculnya benih teori belajar kognitif kontemporer.
2. Kritik
Kritikan terhadap hukum efek menyatakan bahwa argumen Thorndike bersifat sirkular
(berputar-putar). Jika probabilitas respons meningkat, itu dikatakan karena adanya
keadaan yang memuaskan, jika tidak meningkat, itu dikatakan karena tidak ada unsur
pemuas (satisfier). Penjelasan teori semacam itu dianggap tidak memungkinkan untuk
diuji karena kejadian yang sama (peningkatan probabilitas respons) dipakai untuk
mendeteksi baik itu proses belajar maupun keadaan yang memuaskan.
Kritik kedua terhadap hukum efek Thorndike terkait dengan cara hubungan S-R di
perkuat atau diperlemah. Thorndike percaya bahwa belajar adalah fungsi otomatis dari
keadaan yang memuaskan dan bukan dari mekanisme keadaan seperti pemikiran atau
penalaran.
DAFTAR PUSTAKA

Olson, M. H., & Ramirez, J. J. (2020). An introduction to theories of learning. In An

Introduction to Theories of Learning. https://doi.org/10.4324/9781003014447

Boeree, George. (2005). Sejarah Psikologi. Jakatra: Prima Shopie.

Muhibbin, S. (2003). Psikologi belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 53.

Nunzairina. (2009). Diktat Psikologi Pendidikan. Medan.

Sarwono, S. W. (2020). Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta:


Bulan Bintang.

Soemanto, W. (2020). Psikologi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Winarsih, V. (2009). Psikologi Pendidikan. Medan: Latansa Pers.

Anda mungkin juga menyukai