Anda di halaman 1dari 9

TEORI KONEKSIONISME

TEORI KONEKSIONISME THORNDIKE


Percobapan Thorndike menggunakan seekor kucing yang lapar
ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak beruji yang dilengkapi dengan
peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan
pengungkit dengan gerendel tersebut. Keadaan bagian dalam sangkar yang
disebut puzzle box (peti teka-teki) itu merupakan situasi stimulus yang
merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh
makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong,
mencakar, melompat, dan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk
memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhimya entah bagaimana,
secara kebetulan kucing itu berhasil menekan mengungkit dan terbukalah
pintu sangkar tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan
nama instrumental conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari
berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau
ganjaran yang dikehendaki (Hintzman, 1978).
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar
adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya teori
kon"eksionisme muncul, selain itu teori ini juga disebut dengan sebutan
"Trial and Error Learning". Istilah ini menunjukkan pada panjangnya waktu
atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan (Hilgard &
Bower, 1975).
Selain itu, dari eksperimen yang Thomdike lakukan ia mengemukankan
3 hukum tentang eksperimen yang ia lakukan dengan seekor kucing sebagai
alat percobaannya, antara lain:
1. Hukum Pengaruh (Low of effect)
Menurut hukum ini, jika suatu tindakan (perilaku) menghasilkan
perubahan yang memuaskan, maka terdapat kemungkinan tindakan tersebut
akan diulangi lagi dalam situasi serupa dan akan semakin meningkat
intensitasnya. Tetapi jika tindakan (perilaku) tersebut menghasilkan
perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan tersebut kemungkinan
tidak diulangi lagi.

Ganjaran dan hukuman berkaitan dengan hukum pengaruh ini. Ganjaran


merupakan sesuatu yang diperoleh siswa atas keberhasilan atau usaha yang
dilakukaknnya. Misalnya, nilai baik (tinggi) yang diperoleh pada hasil
tesnya. Sedangkan hukuman berkaitan dengan sesuatu yang diperoleh siswa
akibat dari kegagalan atau pelanggaran yang dilakukan. Misalnya, nilai jelek
atau teguran kepada siswa atas hasil tesnya. Menurut Thomdike, hukuman
tidak selalu melemahkan hubungan S-R, dan juga tidak mempunyai akibat
yang berl.awanan dengan ganjaran. Menurut Hudoyo (1988), jika S dan R
terjadi serentak, maka hubungan ini disebut sebagai "kontingusi". Ganjaran
menjadi penguat, jika rasa puas mengiringi respon siswa. Disamping itu juga
ada kecenderungan meningkatkan R dan hal ini dapat memudahkan dan
memperlancar cara belajar Berta mengubah tingkah laku. Misalnya ucapan
seperti: "bagus", "benar", dan sebagainya merupakan penguatan.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada
dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan
antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartiannya.
Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan
terjadi secara mekanis (Suryobroto, 1984:123).
2. Hukum Kesiapan (Law of readiness)
Hukum ini menjelaskan kesiapan individu untuk melakukan sesuatu.
Hukum kesiapan melukiskan syarat-syarat yang menentukan keadaan yang
disebut "memuaskan" atau "menjengkelkan" (Thorndike, 1913). Secara
singkat pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu impuls yang
kuat menimbulkan kepuasan, sedangkan menghalang-halangi pelaksanaan
tindakan atau memaksakannya terjadi dalam syarat-syarat lain yang akan
menjengkelkan. Ciri-ciri berlakunya hukum kesiapan adalah sebagai berikut:
a. Misalkan seseorang memiliki kecenderungan bertindak. Jika orang
tersebut bertindak, maka akan menimbulkan kepuasan dan ia tidak
akan dilakukan tindakan lain.
b. Misalkan seseorang memiliki kecenderungan bertindak. Jika orang
tersebut tidak bertindak, maka akan muncul rasa ketidakpuasan dan ia
akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk menghapus rasa tidak
puasnya.
c. Misalkan seseorang tidak mempunyai kecenderungan bertindak.
Tetapi orang tersebut bertindak, maka akan muncul rasa
ketidakpuasan dan ia akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk
menghapus rasa tidak puasnya.
Menurut hukum ini, keberhasilan individu dalam melaksanakan sesuatu
sangat tergantung pada kesiapannya. Belajar akan berhasil jika siswa telah
siap untuk belajar.
3. Hukum Latihan (Law of exercise)
Hukum ini merupakan generalisasi atas law of use dan law of disuse.
Menurut Hilgard dan Bower (1975), jika perilaku (perubahan hasil belajar)
sering dilatih atau digunakan, maka eksistensi perilaku tersebut akan
semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika perilaku tersebut tidak sering
digunakan atau dilatih, maka ia akan terlupakan atau sekurang-kurangnya
akan menurun (law of disuse).

Konsep Sekunder Thorndike Sebelum dan Saat 1930


Selain konsep hukum yang dibahas dalam sub bab di atas, Thorndike
mempunyai konsep tambahan yang terbagi atas dua masa antara lain:

1. Konsep Sebelum tahun 1930


Konsep hukum yang dikemukakan oleh Thorndike pada masa ini, antara
lain:
a. Hukum multiple respon atau varied reaction (Respons Jamak)
Multiple respon menurut Thorndike adalah langkah pertarna dalam
semua proses belajar. Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali
oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam
respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah
yang dihadapi.
b. Hukum set atau attitude (Latar Belakang atau Sikap)
Hukum set atau attitude menjelaskan bahwa organisme akan melakukan
aksi dalam satu situasi yang diberikan, sesuai dengan keadaan dan sikap
untuk membuat respon tertentu. Dengan kata lain hukum ini menjelaskan
bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan
stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam
diri individu baik kognitif, emosi, sosial , maupun psikomotomya.
c. Hukum Prepotency of elements (kualitas elemen)
Lingkungan yang dihadapi organism begitu kompleks, sehingga tidak
mungkin memperhatikan semua aspek dari stimulus secara sama penting.
Jadi dapat dibedakan antara aspek-aspek yang sangat diperhatikan, dan
aspek-aspek yang diabaikan sama sekali. Respons individu tergantung dari
aspek-aspek apa yang diperhatikannya. Contoh: reaksi laki-laki dalam
memperhatikan seorang wanita bisa berbeda-beda, karma aspek dari wanita
yang diperhatikan berbeda pula. Ada yang memperhatikan kualitas daya
tarik seksualnya sehingga menatap dengan nafsu, ada yang mementingkan
nilai keindahannya sehingga menatap dengan kekaguman, d1l.
d. Hukum assimilation atau analogy
Dalam menghadapi situasi yang baru, organisme akan menggunakan
pengalaman lamanya. Karma itu situasi baru yang mirip dengan situasi yang
sudah biasa ditemui akan lebih akrab (familiar) dan lebih mudah dihadapi.
Dalarn hukum ini biasanya dicontohkan apabila seorang individu dalam
mempelajari situasi problem baru, individu mendasarkan pada pengalaman
belajarnya yang sudah ada. la akan mengaitkan antara situasi lama dan
situasi baru.
Bagi para pendidik, hal khusus yang menarik ialah deskripsi Thomdike
mengenai lima hukumnya yang merupakan tambahan berkenaan dengan
belajar di sekolah. Hukum-hukum tersebut merupakan usaha pertama untuk
menerangkan bagaimana kompleksnya belajar yang terjadi pada manusia.
Dipercayai bahwa hukum-hukum ini ada kaitannya dengan hukum pengaruh
dan hukum latihan yang menjelaskan belajar pada manusia. Hukum-hukum
tambahan ini dan denerapannya dirangkum dalam tabel berikut:

NoHukum Deskripsi Contoh

1. Respons ganda Berbagai respons Lafal bahasa


atau mula-mula asing ,
reaksi beragam sering terjadi pada keterampilan
stimulus-stimulus main tennis, keterampilan dalam
karangan

2. Sikap, Keadaan siswa yang Seseorang berlomba lempar bola


disposisi, atau Mempengaruhi paling jauh atau merobohkan
peri keadaan belajar; pemain dalam permainan bisbol.
termasuk sikap yangMengajarkann soal hitung
mantap dan faktor-menambah atau mengurangi dari
faktor situasi yang7 dan 6
sementara sifatnya
3. Aktifitas Kecendrungan untuk Respons terhadap kualitas bentuk,
persial atau merespons terhadap warns, jumlah, kegunaan, maksud
sepotong- unsur atau hal-hal dan sebagainya. Respons terhadap
sepotong tertentu dari suatu hubungan-hubungan ruang,
dalam suatu situasi stimulus (juga waktu, sebaba darn sebagainya
situasi disebut belajar
analitik)
4. Asimilasi Kecenderungan situasi Orang asing melafalkan kata-kata
respons untuk sebagaian bahasa Indonesia
dengan analogi menimbulkan respons
sama
seperti situasi A
5. Pergantian Secara berurutan diganti menjadiabce
asosiatif menggantiAbcd menjadi abcfg dan seterusnya
stimulus sampai
responsnya
terikat oleh stimulus
yang
bare

Hasil penelitian Thorndike yang penting bagi pendidikan adalah


mengenai pengaruh jenis kegiatan belajar tertentu pads belajar befflwtnya.
Pertama, serangkaian studi yang dilakukan oleh Thorndike dan Woodworth
(1901) menemukan bahwa berlatih dalam tugas tertentu memudahkan
belajar diwaktu kemudian hanya untuk tugas yang serupa tidak untuk tugas
yang tidak serupa. Hubungan ini dikenal dengan alih latihan, transfer of
training. Kedua, Thorndike (1924) menyelidiki konsep "disiplin mental"
yang popular yang mulamula diuraikan oleh Plato. Menurut penganjur
pfaham disiplin mental, mempelajari kurikulum tertentu, terutama
matematika dan bahasa-bahasa klasik, dapat meningkatkan fungsi intelek.
Artinya, mats pelajaran-mata epelajaran sekolah semacam itu dipercayai
dapat melatih fikiran. Thorndike (1924) menguji konsep ini dengan cars
membandingkan hasil belajar siswa-siswa sekolah menengah setelah
mengikuti pelajaran dalam kurikulum klasik dan kurikulum vokasional dan
menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti. Dalam tahun-tahun
berikutnya, penelitian Thorndike ini disebut sebagai pembawa pengaruh
yang penting dalam mengalihkan pandangan pars perancang kurikulum dari
konsep disiplin mental dan mengarahkan peleksanaan penyusunan
kurikulum ke tujuan kegunaan masyarakat (Cushman dan Fox, 1983; Gates,
1938).

2. Konsep Setelah 1930


Pada saat berdiri di depan International Congress of Psychology di New
Haven – Connecticut bulan September 1929, Thorndike berkata : "I was
wrong". Pengakuan ini merupakan aspek penting dari good scientific
practice: Scientists are obliged to change their conclusion if the data
require it. Untuk itu Thorndike merevisi beberapa konsepnya, yaitu :
a. Law of Exercise Discarded
Pada dasamya, Thorndike meninggalkan seluruh law of exercise.
Alasannya bahwa law of use tidak memperkuat hubungan dan sebalilknya
law of disuse tidak memperlemah hubungan
b. Law of Effect Revised
Alasan merevisi law of effect adalah hanya sebagian saja dari hokum ini
yang benar; dimana respon yang diikuti oleh satisfying state of affair dapat
memperkuat hubungan antara stimulus-respon, tetapi respon yang diikuti
oleh annoying state of affair tidak mempengaruhi hubungan stimulus-respon.
Revisi Thorndike terhadap hukum adalah :”reinforcement increases the
strength of a connection, whereas punishment does nothing to the strength of
a connection”.
c. Belonginess
Suatu materi pelajaran akan lebih mudah diberikan jika diatur dalam
susunan tertentu. Dalam hal ini organisms dapat belajar dengan baik jika ada
suatu contiguity dan susunan materi yang bagus. Menurut Thorndike bahwa
belajar dapat efektif jika ada hubungan yang alami antara kebutuhan
organisme dan efek dari respon yang dibuat oleh organisme
d. Spread Of Effect
Reinforcement tidak hanya memperkuat respon yang dibuat individu,
tetapi juga memperkuat respon-respon yang ada disekitar respon tersebut.
A satisfying state of affair = suatu kondisi dimana mahkluk tidak mau
menghindarinya, berusaha untuk memperoleh atau mempertahankannya.
Thorndike dan Pendidikan
Sebagai dosen pendidikan di Teachers College, Columbia
University, Thorndike menulis buku-buku yang membahas topik-topik
seperti tujuan-tujuan pendidikan , proses-proses pembelajaran, metode-
metode pengajaran , rangkaian-rangkaian kurikulum, dan teknik-teknik
untuk menilai hasil-hasil pendidikan1. Beberapa dari kontribusi Thorndike
antara lain:
1. Prinsip-prinsip Pengajaran;
Guru harus membantu siswa membentuk kebiasaan yang baik.
Thorndike mengatakan:
a. Bentuklah kebiasaan. Jangan berharap kebiasaan-kebiasaan itu
terbentuk sendiri.
b. Hati-hati jangan sampai membentuk suatu kebiasaan yang nantinya
harus diubah.
c. Jangan membentuk dua/lebih kebiasaan ketika satu kebiasaan saja
sudah cukup.
d. Jika hal-hal lainnya berjalan sesuai harapan, bentuklah kebiasaan
dengan cara yang sesuai dengan bagaimana ia nanti digunakan.
Prinsip yang terakhir merupakan peringatan agar jangan menghilangkan
materi ajar dari aplikasi-aplikasinya. Siswa perlu memahami bagaimana
menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka peroleh.
Penggunaan-penggunaan pengetahuan dan ketrampilan ini harus dipelajari
dalam hubungannya dengan materi ajar.
2. Rangkaian Kurikulum.
Sebuah ketrampilan harus diperkenalkan:
a. Pada saat atau sesaat sebelum ketrampilan tersebut dapat digunakan
dengan cara yang sesuai.
b. Pada saat siswa sadar bahwa mereka membutuhkan ketrampilan
tersebut sebagai sarana memenuhi beberapa tujuan yang bermanfat.

1
Schunk, Dale.H., Learning Theories; An Educational Perspective Ed. Bahasa
Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012) 106
c. Ketika ketrampilan tersebut paling cocok dengan kemampuan siswa dalam hal
tingkat kesulitn.
d. Ketika ketrampilan tersebut paling selaras dengan level dan tipe emosi, selera,
serta kecenderungan naluriah dan kecenderungan yang didasarkan atas
kemauan sendiri yang paling aktif pada saat itu.
e. Ketika ketrampilan tersebut ditunjang secara optimal oleh pembelajaran-
pembelajaran yang diperoleh tepat sebelumnya dan ketika ketrampilan tersebut
akan dapat menunjang pembelajaran yang akan terjadi tak lama setelahnya
secara optimal.
Prinsip-prinsip ini bertentangan dengan enempatan materi ajar yang umum di
sekolah di mana materi pelajaran dipisah-pisahkan menurut bidang studi (misalnya;
IPS, matematika, IPA). Tetapi Thorndike dan Gates 2 sangat merekomendasikan
supaya pengetahuan dan ketrampilan diajarkan dalam bidang studi yang berbeda-
beda. Contohnya; bentuk-bentuk pemerintahan adalah topik yang sesuai bukan hanya
dalam bidang studi pendidikan kewargangaraan dan sejarah, tetapi juga dalam bidang
studi bahasa Inggris (bagaimana pemerintah dicerminkan dalam literatur) dan bahasa
asing (struktur pemerintahan di negara-negara lain).

Rangkuman
Thorndike telah mengemukakan hukum-hukum dalam teori belajarnya melalui
eksperimen yang longitudinal yakni setiap hasil eksperimennya yang terbaru
digunakan untuk mengoreksi hasil eksperimennya terdahuku. Perhatian utamanya
terletak pada situasi yang ada untuk mendapatkan respon-respon. Sedangkan
individu, khususnya dalam hal motivasi diabaikan. Teori belajar Thorndike ini lebih
cocok pada pendidikan ketrampilan pravokasional.

Anda mungkin juga menyukai