Anda di halaman 1dari 7

Mata Kuliah : Psikologi Keluarga

Dosen Pengampu : Dr. Haerani Nur, S. Psi., M. Si.

Eka Sufartianinsih Jafar, S. Psi., M. Psi., Psikolog.

TUGAS ANALISIS KASUS DALAM PERCERAIAN

Kelompok 1 Kelas D

Andi Lutfi Kasmir (200701501122)

Asrini (200701502112)

Nurul Fitriana Ahmad ( 200701501074)

Lula Muchlisya Ramadhani (200701500068)

Farida. S ( 200701500028)

Andi Fatimah Azzahra (200701500036)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
PERCERAIAN
A. PENDAHULUAN
Perceraian merupakan situasi berakhirnya suatu hubungan suami dan istri
yang diputuskan oleh hukum atau agama (talak) karena sudah tidak ada saling
keterkaitan, saling percaya dan juga sudah tidak ada kecocokan satu sama lain
sehingga menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Setiap rumah tangga
memiliki kondisi idealnya masing-masing yang mengarah pada keharmonisan.
Perceraian juga merupakan suatu perubahan kondisi dari keluarga yang sebelumnya
statusnya menikah. Dalam kondisi ini ada dinamika perubahan terkait Intimacy,
Streng, dan Diversity.
Dalam kondisi keintiman antara suami dan istri ketika sudah bercerai tentunya
memiliki masalah, dan dalam kondisi perceraian tersebut ketika muncul individu yang
bercerai tentunya akan membutuhkan inner streng atau mencari sesuatu yang dapat
membuat individu ini bangkit dari kondisinya itu. Dan dalam hal tersebut
kemungkinan yang akan terjadi yaitu remarriage dimana individu akan mungkin
menikah kembali ataupun rujuk kembali dengan pasangan sebelumnya. Disinilah akan
muncul beberapa kondisi diversity, khususnya ketika individu yang sudah bercerai itu
menikah dengan orang lain, bukan rujuk dengan pasangan yang sebelumnya.
Dalam kasus yang diangkat merupakan kasus yang fakta terjadi disekitar kita.
Dalam kasus ini, terjadi karena adanya konflik atau kejadian yang memang
mengharuskan keduanya menjalani pernikahan. Kemudian setelah menikah, ditambah
dengan munculnya banyak konflik yang terjadi dikarenakan suaminya memiliki
kelakuan yang tidak baik dan suka mengonsumsi sabu-sabu, disamping itu
ekonominya juga kurang baik. Maka dari semua hal tersebut timbul konflik-konflik
yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang
dilakukan suami kepada istrinya, sehingga pada akhirnya mereka memilih untuk
bercerai.
Alasan untuk menelusuri kasus ini, karena kami ingin mengetahui sebab dan
akibat yang menjadi awal konflik dan bagaimana pasangan suami-istri memutuskan
untuk bercerai, apakah mereka memang sudah tidak mampu mengatasinya ataupun
seperti apa. Kami juga ingin mengetahui lebih lanjut, siapa sebenarnya yang menjadi
korban dalam kasus ini, dan kenapa hal itu bisa terjadi. Dari hal ini semua, kita
mampu mengetahui dan mempelajari kasus-kasus perceraian yang ada disekitar kita,
dan juga mencari tahu apa saja bentuk strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya perceraian dan mengatasi konflik-konflik yang dapat mempengaruhi
hubungan harmonis dalam keluarga. Di era sekarang ini status pacaran sudah
dianggap hal biasa, sehingga kita sebagai kaum milenial dapat menjadikan kasus ini
sebagai pembelajaran, agar hal serupa tidak terjadi dikemudian hari dan angka
perceraian dapat diminimalisir.
B. METODE
Untuk kasus ini sendiri, kami melakukan mini riset dengan mengumpulkan
data secara langsung atau melakukan wawancara terhadap pihak yang terkait, serta
nantinya dibantu dengan data pendukung seperti jurnal dan artikel.
C. HASIL
1. FAKTOR PENYEBAB
Faktor penyebab terjadinya perceraian sejak awal dapat dilihat dari
awal mula terbentuknya hubungan pernikahan ini karena adanya kasus hamil
diluar nikah yang terjadi awalnya karena mereka telah berpacaran, sehingga
pernikahan cenderung terjadi dengan tidak adanya kesiapan perekonomian
dalam hubungan mereka. Suami sebagai kepala rumah tangga yang seharusnya
menanggung semua kebutuhan keluarganya tidak memiliki penghasilan karena
perasaan malas untuk mencari pekerjaan yang dimilikinya. Selain itu, suami
juga sedang mengonsumsi obat-obatan terlarang sehingga perekonomian
mereka yang awalnya tidak stabil semakin tidak stabil. Di saat sang suami
ingin mengonsumsi dan tidak memiliki biaya untuk memiliki obat-obatan
terlarang, ia kemudian melampiaskan kemarahannya kepada sang istri. hal ini
menyebabkan timbulnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Istri
seringkali mendapatkan perlakuan kekerasan ini dari suaminya, mereka sudah
beberapa kali melakukan komunikasi antar keluarga dari kedua belah pihak
namun suami tidak mengindahkan dan tetap melakukan KDRT. Sehingga,
keluarga istri dan istrinya menggugat cerai suaminya dengan kasus KDRT
pada pengadilan agama.
Bisa disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadi perceraian antara DIP
dengan suaminya adalah karena KDRT yang disebabkan oleh faktor ekonomi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Radithya dkk., (2020) yang mengatakan
bahwa perekonomian dapat memicu adanya pertengkaran dalam rumah tangga
apabila perekonomian dalam rumah tangga berkurang.

2. DAMPAK
Dampak dari perceraian:
a. Dampak terhadap pasangan
DIP (Istri) mengalami perasaan trauma karena hubungan yang
dibangun berakhir dalam sebuah perceraian, dimana DIP merasa malu,
kecewa, tidak tentram, dan merasa khawatir secara berlebih didalam
dirinya. Hal ini didukung oleh Dariyo (2003) menyatakan bahwa
perceraian yang disadari ataupun tidak disadari akan membawa
dampak negatif berupa perasaan traumatik. Selain perasaan trauma,
dampak yang dirasakan oleh pasangan adalah ketidakstabilan ekonomi.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Seifert dan Hoffnung (1991) bahwa
salah satu dampak bagi perceraian adalah membuat keluarga
menghadapi tekanan ekonomi yang semakin besar.
b. Dampak bagi anak
Kurangnya kasih sayang yang didapatkan dari kedua orang
tuanya. Hal ini didukung dari penelitian yang dilakukan oleh Listyani
(2020), bahwa perceraian sangat berdampak pada kesejahteraan
anak-anak dan juga orang dewasa disekitarnya. Dampak pada
kesejahteraan seperti kebutuhan sehari-hari anak tidak terpenuhi, dan
juga kurangnya kasih sayang penuh dari orang tuanya.
c. Dampak bagi keluarga
Keluarga DIP juga mengalami perasaan malu dan mengalami
kerenggangan dan keretakan persaudaraan karena mantan suaminya
merupakan keluarganya sendiri. Hal ini didukung oleh penelitian
Awaliyah (2021) dimana dampak perceraian tidak hanya dialami oleh
pasangan tetapi juga oleh keluarga besar akan mengalami keretakan
persaudaraan.
3. STRATEGI
Strategi yang dilakukan oleh si korban pada awalnya sebenarnya ingin
menyelesaikan konfliknya dengan cara yang baik-baik. Dimana sebelum si
istri memutuskan bercerai dia selalu melakukan cara yang terbaik untuk
mempertahankan rumah tangganya yaitu dengan berbicara baik-baik untuk
mencari solusi bersama-sama, dan istrinya selalu sabar melihat kelakuan
suaminya. Namun, semua usaha yang dilakukan istrinya tersebut tidak
memberikan hasil yang baik, maka si istri ini memutuskan untuk mengakhiri
hubungan rumah tangganya dengan bercerai. Alasan si korban melakukan
perceraian karena telah terjadi KDRT yang berulang kali kepada sang istri,
dimana sang istri ini menyatakan bahwa dirinya sudah lelah dan capek karena
selalu bersabar, kemudian karena sang suami disini sudah tidak peduli lagi
kepada keluarganya dan tidak mengurusi serta menafkahi anak-anaknya,
sehingga istri dan orang tua dari istrinya ini mengambil tindakan untuk
perceraian tersebut agar tidak terjadi lagi KDRT yang pastinya akan
berdampak pada psikisnya. Dan juga si suami dan istri ini memiliki hubungan
keluarga sehingga perceraian ini merupakan salah satu jalan keluarnya agar
tidak terjadi konflik antara keluarga si istri dengan suami. Resolusi konflik
yang dilakukan dalam keluarga ini tidak memberikan penyelesaian yang baik
melainkan berakhir dalam perceraian, karena salah satu pihak dari keduanya
memang sudah tidak memperdulikan dan tidak ingin merubah perilakunya.
Dari hal ini, sangat memberikan dampak yang negatif bagi individu yang
terkait, anak, dan keluarganya sendiri. Hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh McCullough (2000) tentang pemaafan yang dimiliki
seseorang untuk mengurangi motivasi dan menghindari balas dendam dengan
bersikap baik.
Selain itu adapun strategi yang dilakukan untuk mengatasi dampak dari
perceraian adalah sebagai berikut.
a. Strategi untuk dampak terhadap pasangan
Strategi yang ditawarkan untuk pasangan yang merasakan
trauma adalah DIP (istri) menikah kembali untuk memenuhi kebutuhan
finansial dan kestabilan ekonomi serta untuk menghilangkan perasaan
traumanya. Hal ini didukung oleh pernyataan dari McCullough (2001)
bahwa adanya feeling hurt perceive attack berupa perasaan takut dan
khawatir akan menimbulkan avoidance motivation seperti menghindari
pelaku, dan righteous indignation yaitu perasaan marah dan jijik akan
membuat korban memiliki revenge motivation yaitu keinginan
membalas dendam.
b. Strategi untuk dampak bagi anak
Strategi yang dapat dilakukan yaitu orang tua memberikan
kasih sayang yang seutuhnya dan tidak berkurang ketika bercerai
sehingga walaupun bercerai anak tidak merasakan kehilangan salah
satu dari kedua orangtuanya (Khodijah dan Dewi, 2018).
c. Strategi untuk dampak bagi keluarga
Strategi untuk dampak bagi keluarga yakni dengan memaknai
dan menjalankan simbol torang samua basudara, sehingga akan
membuka keterbukaan pemikiran dan komunikasi antara keluarga
secara lebih intensif sehingga akan memperbaiki hubungan yang
awalnya terputus atau terjadi kerenggangan (Rajafi, 2016).

D. KESIMPULAN
Suatu perceraian merupakan hal yang tidak diinginkan terjadi di dalam
keluarga, namun karena adanya konflik ataupun hal-hal yang mampu membuat hal ini
terjadi didalam keluarga yang mengharuskan antara pihak yang ada di dalam keluarga
ini memutuskan untuk bercerai. Diantara penyebab terjadinya perceraian yang paling
banyak terjadi karena adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami.
Kesadaran maupun keadaan akan semakin membuat para pasangan dalam rumah
tangga mampu mengambil sikap atas apa yang terjadi dalam pernikahannya. Maka
sangatlah penting untuk memberikan pendidikan pranikah yang hadir bukan
semata-mata hanya untuk menjadi sebuah proses menuju pernikahan. Namun
sayangnya, banyak pihak yang memaknai pendidikan pranikah sebatas formalitas
saja. Hingga akhirnya pada saat menjalani rumah tangga mereka menemukan
masalah, para pihak tersebut tidak mampu menanggulanginya dan berujung dengan
perceraian. Sejalan dengan hasil mini riset yang telah dilakukan, didapatkan seorang
korban kekerasan rumah tangga yang berujung pada perceraian. Sudah banyak hal-hal
yang dilakukan dalam menangani masalah atau konflik keluarga yang terjadi
kepadanya, namun kurangnya komunikasi dan itikad baik di antara pihak untuk
memperbaiki dan menyelesaikan konflik yang ada, membuat resolusi konflik yang
dilakukan tidak berjalan dengan baik, sehingga memilih untuk melakukan perceraian
sebagai akhir dari segalanya.
E. SARAN
Saran untuk peneliti kedepannya yaitu agar mampu menggali lebih dalam lagi
informasi-informasi yang ada dalam korban kasus perceraian yang ada, dan tidak
hanya berfokus pada satu orang, melainkan kedepannya sudah lebih mampu mencari
banyak kasus perceraian untuk menambah informasi terkait hal tersebut.
Berdasarkan kasus diatas terdapat beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya
perceraian, maka berangkat dari hal tersebut terdapat banyak hal yang perlu
disarankan oleh kelompok kami adalah sebagai berikut:
1. Untuk pasangan yang telah bercerai, hendaknya menjalin hubungan yang baik
untuk keperluan anaknya, agar anaknya mendapatkan kasih sayang oleh dua
belah pihak tanpa adanya batasan, di samping itu dengan hal ini maka
silaturahmi antara dua keluarga kembali terjalin dengan baik, agar tidak timbul
rasa dendam atau saling menjelekkan yang sedang mengalami masalah.
2. Untuk kedua keluarga seharusnya saling menahan ego dan harus bisa melihat
bagaimana masalah yang telah dialami oleh pasangan yang bercerai.
3. Untuk masyarakat hendaknya bersikap bijaksana, dengan adanya perceraian
yang terjadi dapat menjadi pelajaran agar dapat berhati-hati dalam menjaga
rumah tangganya.
4. Untuk kaum milenial hendaknya menjaga dirinya masing masing, agar
terhindar dari faktor penyebab terjadinya pernikahan dini karena keadaan yang
memaksakan atau hamil diluar nikah, karena telah kita ketahui bahwa salah
satu faktor terjadinya perceraian yaitu hamil diluar nikah atau pernikahan dini.
DAFTAR PUSTAKA

Awaliyah, R., & Darmalaksana, W. (2021). Perceraian akibat dampak covid-19 dalam
perspektif hukum islam dan perundang-undangan di Indonesia. Khazanah Hukum,
3(2), 87-97. https://doi.org/10.15575/kh.v3i2.12018

Dariyo, A., & Esa, D. F. P. U. I. (2003). Memahami psikologi perceraian dalam


kehidupan keluarga. Jurnal Psikologi, 2(2), 94-100.

Khodijah, S., & Dewi, N. F. K. (2018). Dampak Perceraian Orangtua Terhadap


Kemampuan Berbicara Pada Anak Usia 6 Tahun. Ceria: Jurnal Program Studi
Pendidikan Anak Usia Dini, 6(2), 37-49.

Manna, N. S., Doriza, S., & Oktaviani, M. (2021). Cerai Gugat: Telaah Penyebab
Perceraian Pada Keluarga di Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri
HumaniorA, 6(1), 11-21.

McCullough, M. E., Pargament, K. I., & Thoresen, C. E. (Ed). (2001). Forgiveness:


Theory, research, and practice. Guilford Press.

Radhitya, T. V., Nurwati, N., & Irfan, M. (2020). Dampak pandemi Covid-19 terhadap
kekerasan dalam rumah tangga. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 2(2), 111-119.

Rajafi, A. (2016). Resolusi Konflik Keluarga Berbasis Local Wisdom. Jurnal Pemikiran
Hukum dan Hukum Islam, 7(1), 1-16.

Rizky, A. I., & Listyani, R. H. (2020). Motif Perceraian Keluarga TKI (Studi Pasa
Kasus Perceraian Di Pengadilan Agama Tulungagung). Jurnal Perspektif, 4(2),
107-116.

Untari, I., Putri, K. P. D., & Hafiduddin, M. (2018). Dampak Perceraian Orang Tua
Terhadap Kesehatan Psikologis Remaja. Profesi (Profesional Islam) : Media
Publikasi Penelitian, 15(2), 106. https://doi.org/10.26576/profesi.272

Anda mungkin juga menyukai