Anda di halaman 1dari 5

Laporan Konseling Perkawinan

“Konflik Perkawinan Pasangan Muda”

Dosen Pengampu

Disusun Oleh :

Kelompok 7 : 1. Dwi Agus Setiyaningsih (30702000065)

2. Fauziya Shabrina (30702000080)

3. Fera Nur Hidayah (30702000081)

4. Ika Yuliana Putri (30702000087)


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Konflik Perkawinan

Secara fitrah, manusia diciptakan untuk bersosialisasi dan berpasang- pasangan agar
manusia dapat tolong menolong dalam hal kebaikan. Manusia tidak dapat memenuhi segala
kebutuhan lahir dan batin tanpa bantuan oranglain. Perwujudan dari pemenuhan kebutuhan
tersebut dalam Islam diatur dalam sebuah konsep yang disebut pernikahan. Pernikahan
merupakan perintah agama yang diatur dalam syariat agama islam untuk jalan penyaluran
seks sebagai kebutuhan biologis pada manusia (Gelar et al., 2022).

Pernikahan yang baik dibangun individu berdasarkan perasaaan yang berarti dan
identitas yang jelas dalam hidup mereka. Berbagai studi menegaskan bahwa orang akan lebih
bahagia dan lebih sehat dengan menikah (Grandon 2004). Butuh kesiapan untuk dapat
melangsungkan perkawinan, antara lain kesipan mental dan fisik, selain itu adapula
ketentuan batasan usia dalam menikah. Pasal 7 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan
bahwa untuk melangsungkan pernikahan seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun
harus mendapat ijin dari kedua orang tua. Namun kenyataannya masih banyak ditemukan
pasangan yang menikah di usia muda yaitu usia kurang dari 18 tahun (Tri Handayani, 2018).

Sadarjoen (2005) konflik perkawinan adalah konflik yang melibatkan pasangan suami
istri di mana konflik tersebut memberikan efek atau pengaruh yang signifikan terhadap relasi
kedua pasangan. Lebih lanjut lagi Sadarjoen (2005) juga menyatakan bahwa konflik tersebut
muncul karena adanya persepsi-persepsi, harapan-harapan yang berbeda serta ditunjang oleh
keberadaan latar belakang, kebutuhan- kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut sebelum
memutuskan untuk menjalin ikatan pernikahan. Kemudian Abigael Wohing Ati (1999)
menjelaskan bahwa konflik perkawinan merupakan ketidaksesuaian tendensi- tendensi
perilaku, tujuan atau ketidakseimbangan pertukaran antara suami istri. Konflik tidak selalu di
manifestasikan ke dalam perilaku yang dapat diamati. (Ii, 2005)

Menyelesaikan dan menghadapi konflik di dalam rumah tangga terutama bagi pada
pasangan muda sangat penting untuk memahami kapan dan bagaimana konflik muncul. Jika
konflik dikelola dengan baik, maka suatu hubungan akan menjadi baik pula dan dapat
menjadi suatu potensi yang baik. Tetapi jika konflik tidak dikelola dengan baik dan benar,
maka suatu hubungan akan semakin memburuk dan biasanya dianggap sebagai suatu hal
yang negatif serta dapat menurunkan produktivitas (Eko Sudarmanto et al., 2021). Tidak
sedikit pasangan yang menikah dini tidak bahagia dalam menjalani rumahtangganya. Hal itu
dikarenakan berbagai konflik yang muncul dan ketidaksiapan pasangan tersebut dalam
menghadapi konflik. Akibatnya timbul perasaan tidak nyaman dan ego masing-masing
pasangan tersebut memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dengan jalan
perceraian.(Gelar et al., 2022).

2. Aspek-Aspek Konflik Perkawinan


1. Ekonomi
Dalam hal ini ada dua jenis penyebab krisis keluarga yaitu, kemiskinan dan gaya
hidup. Dalam hal ini ekonomi bisa menjadi penyebab ketidakharmonisan
keluarga. Jika kehidupan emosional suami istri tidak dewasa, maka akan timbul
pertengkaran. Sebab istri banyak menuntut sedangkan suami berpenghasilan tidak
seberapa.
2. Pendidikan
Pendidikan sering merupakan penyebab terjadinya disharmonis keluarga. Jika
pendidikan agak lumayan pada suami istri, maka wawasan tentang kehidupan
keluarga dapat dipahami oleh mereka (Amanah & Karneli, 2022).
3. Komunikasi
Komunikasi yaitu perasaan dan sikap individu dalam komunikasi dalam
hubungannya, hal ini fokus pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh
pasangan dalam berbagi dan menerima informasi emosional dan kognitif Fowers
& Olson (1989) (Novia, 2022)
4. Sosial Budaya
Adanya bias afektif pada pasangan antar-budaya yang memprediksikan
kecenderungan prasangka dan tindakan diskriminatif sehingga pasangan antar-
budaya sangat dimungkinkan untuk menghadapi suatu hubungan yang
mengandung prasangka dan tindakan diskriminasi dalam relasi perkawinannya
Skinner dan Hudac (2017)(Pramudito, 2017).
5. Perselingkuhan
Perselingkuhan merupakan prediktor yang kuat dan konsisten menentukan suatu
pernikahan mengalami perceraian (Previti & Amato, 2004) (Amalia, 2017).
B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini berupa survey karena
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Pernyataan dalam kuesioner yang
berhubungan dengan pernyataan tentang konflik perkawinan pasangan muda. Kuesioner memuat
pertanyaan yang berguna untuk melihat sejauh mana responden setuju atau tidak setuju dengan
pertanyaan tersebut. Terdiri dari “Hampir tidak pernah”, “sangat jarang”,”kadang-kadang”,
”sangat sering”,”hampir selalu”. Dalam kuisioner terdapat lampiran identitas responden dan
arahan mengenai cara menjawab, responden diwajibkan untuk memilih salah satu dari alternatif
jawaban.

Tahapan dalam membuat laporan paper

1. Tahap pertama dimulai dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk krisis yang terjadi dalam
keluarga.pada tahap ini melibatkan pencarian literatur jurnal terkait dengan di bidang
psikologi, dan kajian keluarga untuk memahami kerangka kerja dan variabel-variabel
yang relevan.
2. Tahap kedua adalah menentukan aspek-aspek yang akan menjadi dasar pembuatan
indikator survei. Hasil diskusi dan kesepakatan dalam kelompok, 5 aspek utama yang
dipilih adalah komunikasi, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, perselingkuhan.
3. Selanjutnya pada tahap ketiga pada aspek ini kemudian dianalisis lebih lanjut untuk
memperoleh hasil yang signifikan dan relevan.
4. Tahap keempat setelah menentukan aspek-aspek tersebut, tahapm berikutnya adalah
membuat aitem pernyataan yang dapat mengukur setiap aspek secara objektif.
Selanjutnya aspek dibagi menjadi masing-masing 2 pernyataan dalam bentuk favorable
dan unfavorable, sehingga totalnya ada 30 pernyataan dalam kuesioner.
5. Tahap terakhir kelima setelah pembuatan kuesioner selesai, metode yang dipilih adalah
menggunakan Google Form. Dan menyebarkan kuesioner secara online kepada
responden dengan kriteria yang ditentukan yaitu responden laki-laki atau perempuan
yang sudah atau pernah menikah.
Daftar Pustaka

Amalia, V. (2017). Kepuasan Pernikahan Berhubungan dengan Kecenderungan Berselingkuh.


Jurnal Ilmu Perilaku, 1(1), 45. https://doi.org/10.25077/jip.1.1.45-57.2017

Amanah, S., & Karneli, Y. (2022). Intervensi Krisis Keluarga Menggunakan Pendekatan
Multikultural. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 15305–15310.

Gelar, G. M., Sosial, S., Sos, S., Bimbingan, J., Islam, P., Iyas, O. :, & Khotimah, K. (2022).
MANAJEMEN KONFLIK PADA PASANGAN MENIKAH DINI DI KECAMATAN SRAGI
KABUPATEN PEKALONGAN (Analisis Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat.

Ii, B. A. B. (2005). Konflik Perkawinan pada Pasangan…, Lintang Febriana, Fakultas Psikologi
UMP, 2019. 14–28.

Novia, S. T. (2022). Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan yang Menikah di Usia
Remaja Akhir. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 12508–12514.

Pramudito, A. A. (2017). Merenda Cinta Melintas Budaya Hingga Senja Tiba (Studi Literatur
tentang Perkawinan Antar-Budaya). Buletin Psikologi, 25(2), 76–88.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.27233

Tri Handayani, R. (2018). Manajemen Konflik Pasangan Muda yang Menikah karena Hamil Di
Luar Nikah.

Anda mungkin juga menyukai