SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
OLEH
RIZKA MUSTIKA ROZA
NIM. 11261204054
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM
PEKANBARU
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tugas seorang individu yang berada pada tahap dewasa awal menurut
Erikson (Desmita, 2005) adalah adanya keinginan untuk melakukan pembentukan
hubungan intim dan akrab yang mengarah pada perkembangan hubungan seksual. Di
berbagai masyarakat, hubungan seksual dan keintiman dapat diperoleh melalui
lembaga pernikahan.
Menurut Sarwono (2009), pernikahan merupakan sebuah komitmen yang diakui
secara sosial untuk menjadi pasangan suami istri. Duvall dan Miller (Sarwono, 2009),
juga menyatakan bahwa pernikahan adalah hubungan antara pria dan wanita yang
diakui secara sosial untuk dapat melakukan hubungan seksual, membesarkan anak,
serta membagi peran di antara pasangan.
Pernikahan di Indonesia merupakan satu-satunya hubungan legal yang diakui
antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk mengekspresikan kebutuhan
seksual, ekonomi, pengasuhan anak, dan membagi peran diantara pasangan.
Indonesia yang masih kental menganut budaya tradisi filsafat Timur, pemuasan
spiritual dan bertahannya hidup spesies dianggap penting diatur dalam pernikahan
sehingga menambah penting arti ideal penyatuan antara sepasang laki-laki dan
perempuan (Gardiner & Kosmitzky dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009 ).
Pentingnya pernikahan membuat individu mendambakan pernikahan yang
memuaskan. Kepuasan dalam pernikahan ditentukan oleh sejauh mana pasangan
suami istri dapat merasakan kepuasan pernikahan dengan saling memenuhi
kebutuhan fisik, ekonomi, emosional, dan psikologis ( Lavner dkk, 2013). Kepuasan
pernikahan adalah sesuatu yang dicari dan diharapkan oleh setiap pasangan yang
menikah. Kepuasan pernikahan sendiri dapat diartikan sebagai suatu perasaan akan
kesenangan dalam suatu pernikahan dalam hubungan suami dan istri (Nawaz, 2014).
Perasaan senang ini muncul berdasarkan evaluasi subjektif terhadap kualitas
pernikahan secara keseluruhan. yang berupa terpenuhinya kebutuhan, harapan dan
keinginan suami isteri dalam pernikaha (Azeez, 2013). Pernikahan yang memuaskan
juga ditandai dengan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi, pemuasan seksual,
keamanan ekonomi, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional (Papalia, Olds &
Feldman, 2009).
Kepuasan dalam pernikahan memegang peranan penting dalam keberlangsungan
pernikahan itu sendiri. Levenson dkk (1993) mengungkapkan bahwa kepuasan dalam
pernikahan membuat pernikahan itu bertahan lama dan mengurangi kemungkinan
berakhirnya ikatan pernikahan (perceraian). Individu yang puas dalam pernikahannya
cenderung akan merasa lebih bahagia dan memiliki kualitas kehidupan yang baik
(Levenson, 1993). Berdasarkan hal ini maka para ahli berusaha untuk merumuskan
berbagai macam faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan. Dahuji
dkk(2014) meneliti bahwa komunikasi interpersonal memiliki pengaruh yang besar
terhadap kepuasan dalam pernikahan pada wanita. Begitu juga Azeez (2013) yang
melakukan penelitian terhadap wanita pekerja yang menemukan bahwa kepuasan
pernikahan sangat dipengaruhi oleh keterampilan interpersonal dalam berkomunikasi
dengan pasangan. Tentunya komunikasi interpersonal tidak hanya harus dimiliki oleh
wanita saja. Keterampilan komunikasi merupakan keterampilan diadik yang perlu
pemicu
hadirnya
orang
ketiga
dalam
pernikahan
mereka
yang
penting pada setiap tahapan hubungan, karena komunikasi adalah inti dari sebuah
hubungan, komunikasi ini menciptakan dan berbagi pengertian diantara individu
dalam hubungan tersebut. Marksman, Stanley, dan Blomberg menambahkan bahwa
komunikasi yang baik merupakan gambaran dari hubungan yang berhasil.
Berdasarkan data yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti ingin mengetahui
hal tersebut secara lebih dalam dan ilmiah. Bagaimana hubungan antara kemampuan
komunikasi interpersonal dan kepuasan pernikahan, dengan judul Hubungan Antara
Kemampuan Komunikasi Interpersonal Dengan Kepuasan Pernikahan Di Usia Awal
Pernikahan
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah apakah ada
hubungan antara kemampuan komunikasi interpersonal dengan kepuasan pernikahan
di usia awal pernikahan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kemampuan
komunikasi interpersonal dengan kepuasan pernikahan pada masa pernikahan awal
pernikahan.
D. Keaslian Penelitian
Satisfaction Scale. Pada peneliti ini ditemukan bahwa 11 subjek memiliki kepuasan
pernikahan yang sangat tinggi dan tidak ada suami yang memiliki tingkat kepuasan
pernikahan yang rendah.
Penelitian yang ingin dilakukan oleh penulis juga mengangkat tema kemampuan
komunikasi interpersonal dengan kepuasan pernikahan. Perbedaannya, peneliti
menggunakan skala kepuasan pernikahan menurut Fowers& Olson (1989) dan skala
komunikasi interpersonal menurut Devito (1997). Selain istri sebagai subjek
penelitian, penulis mengikutsertakan suami dalam penelitian agar data yang akan
didapatkan juga lebih komprehensif.
E. Manfaat Penelitian
Berikut ini adalah manfaat yang diperoleh dari penelitian ini.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah keilmuan Psikologi khususnya
pada bidang kajian Psikologi Keluarga dan Psikologi Perkembangan, terkait
hubungan antara kemampuan komunikasi interpersonal dengan kepuasan
pernikahan.
2. Manfaat Praktis
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
a. Bagi subjek penelitian, hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi untuk
menjaga dan meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal pada
pasangan suami-istri dalam kehidupan pernikahan.
b. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat khususnya pasangan
suami istri tentang pentingnya memaksimalkan kemampuan komunikasi
interpersonal dalam pencapaian kepuasan pernikahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Pernikahan
1. Pengertian
Menurut Walgito (2004) dalam pernikahan terdapat ikatan lahir dan batin, yang
berarti bahwa dalam pernikahan itu perlu adanya ikatan secara fisik dan psikologis
pada dua individu. Ikatan lahir adalah ikatan yang tampak, seperti ikatan fisik pada
saat individu melangsungkan pernikahan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada.
Ikatan ini adalah nyata, baik yang mengikat dirinya yaitu suami dan istri, maupun
bagi orang lain yaitu masyarakat luas. Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang
tidak tampak secara langsung atau merupakan ikatan psikologis. Antara suami dan
istri harus ada ikatan lahir dan batin, harus saling mencintai satu sama lain dan tidak
adanya paksaan dalam pernikahan. Bila pernikahan dilakukan dengan paksaan, tidak
adanya cinta kasih satu dengan yang lain, maka salah satu hal yang tidak dapat
terpenuhi adalah kepuasan dalam pernikahan.
Kepuasan pernikahan adalah perasaan yang bersifat subjektif dari pasangan
suami istri mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap
pernikahannya secara menyeluruh (Olson, dkk, 2010). Sejalan dengan itu Gullota,
Adams dan Alexander (dalam Aqmalia, 2009) mengatakan bahwa kepuasan
pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan
pernikahannya. Hal ini berkaitan dengan perasaan bahagia yang pasangan rasakan
dari hubungan yang dijalani.
Adapun kepuasan pernikahan menurut Pinson dan Lebow (dalam Rini dan
Retnaningsih, 2008) mengatakan bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu
pengalaman subjektif, suatu perasaan yang berlaku, dan suatu sikap, dimana semua
itu didasarkan pada faktor dalam diri individu yang mempengaruhi kualitas yang
dirasakan dari interaksi dalam pernikahan. Hal tersebut sejalan dengan pengertian
Chapel dan Leigh (dalam Sumpani, 2008) yang menyebut kepuasan pernikahan
sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas pernikahan secara keseluruhan. Arti
kepuasan pernikahan menurut Clayton (dalam Sititi, 2014) menyatakan kepuasan
pernikahan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang
berhubungan dengan kondisi pernikahan atau evaluasi suami istri terhadap seluruh
kualitas kehidupan pernikahan.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pernikahan adalah evaluasi subyektif seseorang terhadap kualitas pernikahannya
yangberhubungan erat dengan perasaan bahagia terhadap pernikahannya.
Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Fowers dan Olson (1989), aspekaspek kepuasan pernikahan terdiri dari:
a. Komunikasi
Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap
komunikasi dalam hubungan mereka sebagai suami istri. Aspek ini berfokus pada
tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam membagi dan
menerima informasi emosional dan kognitif.
b. Aktivitas Waktu Luang
Aspek ini mengukur pada pilihan kegiatan yang dipilih untuk
menghabiskan waktu senggang. Aspek ini merefleksikan aktivitas sosial versus
aktivitas personal, pilihan untuk saling berbagi antar individu, dan harapan dalam
menghabiskan waktu senggang bersama pasangan.
c. Orientasi Keyakinan Beragama
Aspek ini mengukur makna kepercayaan agama dan praktiknya dalam
pernikahan. Nilai-nilai yang terkandung dalam agama merupakan bagian yang
penting dalam pernikahan. Nilai-nilai moralitas, interaksi antara suami istri,
pengasuhan anak, serta urusan rumah tangga lainnya diatur oleh agama untuk
kehidupan
pernikahan.
Pengimplementasian
nilai-nilai
tersebut
akan
menciptakan pergaulan yang baik antara suami istri serta sebuah keluarga yang
tenteram dan harmonis. Kepercayaan terhadap suatu agama serta beribadah
cenderung memberikan kesejahteraan secara psikologis, norma prososial dan
dukungan sosial diantara pasangan.
d. Pemecahan Masalah
Aspek ini mengukur persepsi pasangan mengenai eksistensi dan resolusi
terhadap konflik dalam hubungan mereka. Aspek ini berfokus pada keterbukaan
pasangan terhadap isu-isu pengenalan dan penyelesaian, dan strategi-strategi
yang digunakan untuk menghentikan argument, serta saling mendukung dalam
mengatasi masalah bersama-sama dan membangun kepercayaan satu sama lain.
e. Pengaturan Keuangan
Aspek ini berfokus pada sikap yang berhubungan dengan bagaimana cara
pasangan mengelola keuangan. Aspek ini mengukur pola bagaimana pasangan
e. Agama
Orang yang memandang agama sebagai hal yang penting, relatif jarang
mengalami masalah pernikahan dibandingkan orang yang memandang agama
sebagai hal yang tidak penting.
f. Dukungan Emosional
Kegagalan dalam pernikahan ini terjadi karena ketidakcocokan serta
kurangnya dukungan emosional termasuk kekerasan pada pasangan.
g. Perbedaan Harapan
Faktor yang mendasari konflik dan kegagalan dalam pernikahan adalah
perbedaan harapan antara pria dan wanita dalam apa yang diharapkan dari
pernikahan. Bagi wanita, intimasi pernikahan menuntut berbagai perasaan dan
kepercayaan. Sedangkan pria cenderung mengekspresikan intimasi melalui seks,
bantuan praktis pendampingan dan aktivitas dan pendapatan, dukungan
emosional serta perbedaan harapan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan pernikahan Menurut Papalia,Olds & Feldman (2008) terdiri
dari komunikasi, usia saat menikah, latar belakang pendidikan dan pendapatan,
agama, dukungan emosional dan perbedaan harapan.
B. Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal maupun nonverbal Mulyana(2008). Salah satu tipe
komunikasi interpersonal yang digunakan dalam berinteraksi pada pasangan suami
istri adalah yang bersifat diadik yaitu melalui komunikasi dalam situasi yang lebih
intim, lebih dalam dan personal. Komunikasi interpersonal yang terjalin antar suami
istri mempunyai peranan yang penting untuk menjaga kelangsungan berumah tangga.
Sastropoetro (1986) menyatakan bahwa dengan komunikasi yang baik berarti
memelihara hubungan yang telah terjalin sehingga menghindari diri dari situasi yang
dapat merusak hubungan. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif,
yang mempunyai ciri saling terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif dan
kesetaraan Devito (1997). Hasil penelitian Defrain dan Olson menyimpulkan bahwa
90% pasangan suami istri merasa bahagia dalam hubungannya dengan berkomunikasi
satu dengan lainnya sehingga mereka dapat merasakan dan mengerti keinginan dan
perasaan pasangan, dan apabila terdapat suatu perbedaan atau masalah dapat
diselesaikan dengan saling berkomunikasi (dalam Pratiwi, 2006).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,
baik secara verbal maupun nonverbal.
2. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal
Devito (1997) menguraikan aspek-aspek komunikasi interpersonal antara lain,
yaitu:
individu adalah:
C. Kerangka Berpikir
Pernikahan adalah dasar pertama bagi pertahanan suatu rumah tangga dalam
masyarakat. Pasangan suami istri yang bersangkutan tentu menginginkan pernikahan
yang langgeng seumur hidup dan memperoleh kepuasan dalam pernikahan mereka.
Kepuasan dalam pernikahan tidak akan muncul dengan sendirinya, tetapi harus
diusahakan dan diciptakan oleh kedua individu tersebut. Di dalam suatu pernikahan
setiap pasangan suami istri akan berusaha untuk mencapai kepuasan pernikahan,
diantara berbagai macam faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan
diantaranya adalah komunikasi interpersonal yang baik di antara pasangan.
Olson dan Fower (1993) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan
evaluasi subjektif suami atau istri atas kehidupan pernikahannya yang berdasarkan
pada perasaan puas, bahagia, dan pengalaman menyenangkan yang dilakukan
bersama pasangan. Kepuasan pernikahan dapat terjadi apabila individu mampu
berkomunikasi dengan baik terhadap pasangan, melakukan aktivitas bersama,
menerapkan hal-hal keagamaan dalam kehidupan sehari-hari, mampu memecahkan
masalah dengan baik, mengelola keuangan keluarga dengan baik, menjalin
kemesraan dengan pasangan, hubungan dengan anggota keluarga dan teman baik,
mengasuh dan membesarkan anak, menerima kebiasan-kebiasaan yang dilakukan
pasangan, dan mampu bekerja sama dengan pasangan (Olson dan Fower, 1993).
Kecakapan berkomunikasi interpersonal merupakan salah satu faktor yang sangat
penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Jika terjadi konflik dalam
kehidupan rumah tangga akan sulit untuk diselesaikan, jika salah satu pasangan atau
Berkorelasi
Komunikasi Interpersonal
Kepuasan Pernikahan
(Y)
-
(X)
Kerangka Berfikir
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada Hubungan Antara
Kemampuan Komunikasi Interpersonal Dengan Kepuasan Pernikahan Di Usia Awal
Pernikahan. Semakin baik kemampuan komunikasi interpersonal maka semakin
tinggi kepuasan pernikahan pada usia awal pernikahan. Sebaliknya semakin buruk
kemampuan komunikasi interpersonal maka semakin rendah pula kepuasan pada usia
awal pernikahan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan
korelasional yang bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel
berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien
korelasi (Azwar, 2013).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal
dengan kepuasan pernikahan. Adapun identifikasi variabel adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas (X)
: Komunikasi interpersonal
: Kepuasan pernikahan
C. Definisi Operasional
1. Komunikasi interpersonal
Kepuasan Pernikahan
Kepuasan pernikahan adalah perasaan subyektif pasangan suami istri terhadap
interpersonal dari Devito (1997) yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap
positif, kesetaraan.Skala penelitian ini terdiri dari 28 aitem pertanyaan yang
menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak
Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). yang terdiri dari pernyataan favorabel dan
unfavorabel. Penilaian yang diberikan pada pernyataan tersebut dijelaskan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 3.1
Rentang Skor Aitem Skala Komunikasi Interpersonal
Penilaian Jawaban
Alternatif Jawaban
Favorabel
Unfavorabel
Sangat Sesuai
4
1
Sesuai
3
2
Tidak Sesuai
2
3
Sangat Tidak Sesuai
1
4
N
o
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 3.2
Blue print Skala Komunikasi Interpersonal
Aspek Komunikasi
Nomor Aitem
Interpersonal
Indikator
F
UF
Keterbukaan
1, 2, 5
3, 4
Empati
6, 7, 9,11
8, 10, 12
Sikap Mendukung
13, 15
14, 16, 17
Sikap Positif
18, 19, 22 20, 21, 23
Kesetaraan
24, 25, 26
27, 28
15
13
Jumlah
Jumla
h
5
7
5
6
5
28
Tabel 3.4
Blue print Skala Kepuasan Pernikahan
Aspek Kepuasan
No
Nomor Aitem
Pernikahan
Indikator
F
UF
1 Komunikasi
1, 4, 5
2, 3, 6
Aktivitas
Waktu
2
7, 10, 11,12
8, 9
Luang
Orientasi Keyakinan
3
14, 15, 16, 18
13, 17
Beragama
4
5
6
7
8
9
10
Pemecahan Masalah
Pengaturan
Keuangan
Orientasi Seksual
Keluarga
dan
Kerabat
Peran
Menjadi
Orangtua
Kepribadian
Pasangan
Peran
dalam
Keluarga
Jumlah
Jumlah
6
6
6
21, 23
28, 30
31, 33, 36
32, 34, 35
37, 38, 41
39, 40, 42
44, 48
49, 50, 52
51, 53, 54
55, 57, 58
56, 59, 60
35
25
60
semakin tinggi mendekati angka 1,00 berarti pengukuran semakin reliabel, namun
dalam kenyataan pengukuran psikologi koefisien sempurna yang mencapai angka
rxx'= 1,00 belum pernah dijumpai.
b. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsinya. Suatu
tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan
fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan
maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes yang menghasilkan data yang tidak
relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki
validitas rendah. (Azwar, 2013).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi, dimana validitas
isi menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan
isi yang hendak diukur oleh tes itu. Pengujian validitas isi menggunakan analisis
rasional oleh para ahli, dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing dan
narasumber.
G. Teknik Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi product
moment. Menurut Sugiyono
DAFTAR PUSTAKA
Atwater, E. & Duffy, K. G (2005). Psychology For Living: Adjustment, Growth, and
Behavior Today (7th ed). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Aqmalia. (2009). Kepuasan Pernikahan pada Pekerja Seks Komersial (PSK).Jurnal
UniversitasGunadarma.http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate
/psychology/2009/Artikel_10503148.pdf. Diunduh Tanggal 10 Oktober
2015.
Azwar, Saifuddin. (2012). Penyusunan
Skala Psikologi.
Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2013). Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burleson, R. Brant, & Denton, H. Wayne. 1997. The Relationship Between
Communication Skill and Marital Satisfaction: Some Moderating Effects.
Jurnal Of Marriage and Family. 59 (4), 884.
Christensen, A. E. (2006). Cross cultural consistency of the demand / withdraw
interaction pattern in couple. Jurnal of marriage and family, nov. 2006 64, 4.
Proquest religion Pg. 1029.
Desmayanti, S. (2009). Hubungan antara Resolusi Konflik dan Kepuasan Pernikahan
pada Pasangan Suami Istri Bekerja Pada Masa Awal Pernikahan. Skripsi.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Duvall, E. M & B. C. Miller. 1985. Marriage and Family Development. 6th ed. New
York: Harper & Row Publisher, Inc.
Fauzia, Mutia Dani & Thobagus Moh Numan. (2008). Hubungan Kepercayaan pada
Pasangan dengan Kepuasaan Pernikahan. Yogyakarta: UII.
Fower, Blaine J & Olson, David H. (1989). Enrich Marital Inventory: A Discriminant
Validity and Cross Validity Assessment. Jurnal of Marital and Family
Therapy15, 1 65-79.
Hajizah, Yulida Nur. (2012). Hubungan Antara Komunikasi Intim dengan Kepuasan
Pernikahan pada Masa Pernikahan 2 Tahun Pertama. Skripsi. Depok:
Universitas Indonesia.
Hartley, P. (1999). Interpersonal Communication 2nd Edition: London., Routledge.
Hurlock, Elizabeth
(Edisi Kelima),
Komunikasi.
Skripsi.
Etd.Eprints.
Ums.
Ac.