Anda di halaman 1dari 123

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan anak didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi sebelum anak

mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara fisik, fisiologis, dan

psikologis untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan dan anak yang

dihasilkan dari pernikahan tersebut. Analisis survei penduduk antar sensus dari

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2014) didapatkan

angka pernikahan di perkotaan lebih rendah dibanding di pedesaan, terutama pada

kelompok umur 15-19 tahun. Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak wanita

usia muda di pedesaan yang melakukan perkawinan pada usia yang belum

matang. Hal ini dapat menimbulkan masalah bagi fungsi kesehatan, terutama

fungsi fisiologis, alat reproduksi, psikologis dan faktor sosial. Dampak dari

pernikahan dini antara lain: dapat mengakibatkan resiko besar dalam komplikasi

kehamilan, dampak psikologis sebagai salah satu pemicu terjadinya perceraian

karena ketidaksiapan dari masing-masing remaja dan dampak ekonomis dorongan

untuk mencari atau memenuhi kebutuhan menjadi meningkat sehingga memicu

stres karena penghasilan yang belum tetap (Subekti, et al. 2014).

Dari segi mental dan jiwa, pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab

secara moral, oleh karena itu mereka mengalami kegoncangan mental, karena

masih memiliki sikap mental dan tingkat emosi yang tinggi. Prinsip kedewasaan

dalam rumah tangga sangat diperlukan, karena salah satu manfaatnya dapat

menghasilkan rumah tangga yang bahagia, harmonis, serta menimbulkan

1
2

kesetaran kedudukan antara suami dan istri dalam rumah tangga, maupun dalam

lingkungan sosial masyarakat (Nur Alyssa, 2017).

Menurut dari BKKBN (2005), menyatakan bahwa usia perkawinan pertama

diijinkan, apabila pihak pria telah mencapai usia 25 tahun dan wanita telah

mencapai usia 20 tahun. Fakta yang terjadi adalah masih banyak kasus

perkawinan pada usia muda atau dibawah umur. Perkawinan yang sukses

membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental, untuk

mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga. Keluarga

adalah tempat pertama bagi tumbuh kembang anak sejak lahir hingga dewasa,

untuk itu peranan orang tua sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak.

Perkawinan pada usia dini adalah tindakan merenggut kebebasan masa anak-anak

atau remaja untuk memperoleh haknya, sesuai dengan pasal 1 ayat 2 UU No 23

Tahun 2002 mengatakan bahwa hak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Subekti, et al.

2014).

Studi yang dilakukan United Nation Childern’s Find (UNICEF), fenomena

kawin pada usia dini (early marriage) masih sering dijumpai masyarakat di Timur

Tengah dan Asia Selatan dan beberapa kelompok masyarakat di Sub Sahara

Afrika (Landung, dkk 2009 dalam jurnal Triningtyas dan Muhayati 2017).

Indonesia termasuk negara dengan prosentase pernikahan usia muda yang tinggi

di dunia yakni menduduki rangking ke 37 dan tertinggi kedua ASEAN setelah

Kamboja (BKKBN, 2012). Dari data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
3

(SDKI) 1997, diketahui bahwa sekitar 52,6% wanita pernah melakukan

perkawinan pertama pada kelompok umur 15-19 tahun dengan tingkat pendidikan

hanya tamat Sekolah Dasar (SD). Sejumlah 5,8 juta remaja pernah menikah pada

umur kurang dari 16 tahun dan 25% diantaranya bahkan menikah dibawah usia 14

tahun (Subekti, et al. 2014)

Laporan BKKBN pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2018, dari 20

Kecamatan di Kabupaten Tuban terdapat 5 Kecamatan tertinggi masalah

pernikahan dibawah usia 20 tahun pada perempuan yakni Kecamatan Kerek

sebesar 442 wanita yang sudah menikah (41,40%), Plumpang sebesar 566 wanita

yang sudah menikah (27,74%), Soko sebesar 584 wanita yang sudah menikah

(27,40%), Palang sebesar 568 wanita yang sudah menikah (20,60%), Semanding

sebesar 741 wanita yang sudah menikah (20,38%).

Laporan Usia Pengantin Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kerek

didapatkan hasil dari 17 Desa terdapat 5 Desa tertinggi dengan jumlah perkawinan

87 di Desa Gaji, Gemulung dengan jumlah 65, Wolutengah 60, Jarorejo 45 dan

Desa Margomulyo 40. Selain data penunjang tersebut, pada saat pengambilan data

awal di kantor BKKBN peneliti mendapat arahan untuk menentukan lokasi

penelitian di Desa Jarorejo karena memerlukan edukasi seputar kesehatan dan

pernikahan dini. Desa Jarorejo masih tergolong mempunyai anak SMA yang

masih melanjutkan sekolah dan ada yang dirumah membantu orang tua ini

menjadi salah satu alasan peneliti mengambil desa Jarorejo.


4

Hasil survei awal yang sudah dilakukan oleh peneliti di Desa Jarorejo

Kecamatan Kerek, dari 5 orangtua yang masih mempunyai anak Sekolah

Menengah Atas (SMA) menyatakan bahwa setelah anak lulus 3 diantaranya

menginginkan untuk langsung menikah dan 2 menginginkan anak untuk bekerja.

Hal ini dikarenakan ada kebiasaan atau adat-istiadat masyarakat sekitar yang

memiliki keyakinan bahwa menikah pada usia muda menunjukkan bahwa mereka

telah “laku”, ketika berusia 20 tahun belum menikah dianggap “tidak laku” dan

mendapat julukan perawan tua. Terdapat beberapa faktor penyebab pasangan

muda melangsungkan pernikahan di usia dini, diantaranya pengaruh sosial dan

budaya, lingkungan tempat tinggal, termasuk keluarga yang memicu terjadinya

pernikahan dini. Hal ini menunjukkan orangtua memiliki peranan yang cukup

dominan dalam pelaksanaan pernikahan dini (Subekti, et al. 2015).

Perkawinan usia muda menjadi sebuah fenomena yang terulang dan tidak

hanya terjadi di daerah pedesaan yang dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran dan

pengetahuan, namun juga terjadi di wilayah perkotaan yang secara tidak langsung

juga dipengaruhi oleh “role model” dari dunia hiburan yang mereka tonton

(Priyo, et al. 2014). Sebuah pernikahan tidak hanya didasari oleh rasa cinta,

namun juga dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental dari masing-masing

pasangan. Tidak sedikit pasangan yang kurang menyadari perlunya kesiapan yang

matang.

Menurut Roumali dan Vindari (2011), dalam jurnal Triningtyas dan Muhayati

(2017), menyebutkan faktor penyebab pernikahan dini antara lain, tingkat

pendidikan, semakin rendah tingkat pendidikan semakin mendorong cepatnya


5

perkawinan pada usia muda, sikap dan hubungan dengan orang tua, perkawinan

ini dapat berlangsung karena adanya kepatuhan atau menentang dari remaja

terhadap orang tuanya, sebagai jalan keluar dari berbagai kesulitan, misalnya

kesulitan ekonomi, pandangan dan kepercayaan di berbagai daerah yang salah,

faktor masyarakat atau lingkungan. Masalah dan dampak dari pernikahan dini

antara lain, secara fisiologis alat reproduksi masih belum siap untuk menerima

kehamilan sehingga dapat menimbulkan berbagai bentuk komplikasi. Ditinjau

dari fungsi psikologis, pasangan usia muda masih belum matang, hal ini akan

mengakibatkan kejadian perceraian. Melihat dari fungsi ekonomi, semakin

bertambah usia seseorang kemungkinan untuk kematangan dalam bidang sosial

ekonomi juga akan semakin meningkat. Pihak yang merasakan akibat dari fungsi

sosial dan ekonomi yang rendah adalah remaja putri atau perempuan, karena tidak

mempunyai kesempatan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Faktor sosial yang mempengaruhi masyarakat untuk memutuskan menikah di

usia dini sebab terdapat pola kekerabatan yang sangat kuat di masyarakat yang

menganut sistem budaya kolektif, keluarga besar, kerabat bahkan tetangga

memiliki pengaruh dan peranan yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan

individu. Hal ini menyebabkan pelaku pernikahan usia dini belum siap menikah

namun mereka tidak sanggup untuk menolak akibat dari pengaruh budaya dan

lingkungan. Beban psikologis yang tinggi menyebabkan masyarakat tidak mampu

untuk menolak keputusan bersama yang beresiko. Salah satu resiko yang ingin

dihindari adalah pengucilan oleh keluarga ataupun masyarakat secara sosial

(Subekti, et al. 2014).


6

Fenomena di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang pengaruh multi step flow of communication terhadap faktor sosial

pendewasaan usia perkawinan, lewat model komunikasi ini masyarakat bisa

menerima pesan dari media massa secara langsung dan tidak langsung.

Masyarakat dapat menerima pesan melalui media massa, pemimpin opini atau

melalui individu lain. Model ini menyatakan ada hubungan timbal balik dari

media ke masyarakat, yang secara langsung bisa terjadi proses interaksi satu sama

lain.

1.2 Identifikasi Masalah

Survei awal yang diakukan oleh peneliti pada bulan Januari tahun 2019, di

masyarakat Desa Jarorejo Kecamatan Kerek didapatkan bahwa dari masyarakat

yang masih mempunyai anak SMA, 3 diantarannya mempunyai anggapan bahwa

setelah anak mereka lulus sekolah mereka menginginkan untuk langsung menikah

para orang tua berpendapat menurut mereka wanita tidak perlu berpendidikan

tinggi, dapat membantu merawat orang tuanya yang sakit, ada yang berpendapat

karena teman dan kerabat keluarga mereka banyak yang sudah menikah, dan

membantu untuk meringankan beban keluarga dalam hal ekonomi. Dari beberapa

pendapat yang disampaikan oleh masyarakat di Desa Jarorejo faktor yang paling

mendukung dalam pelaksanaan pendewasaan usia perkawinan adalah faktor sosial

yang bisa dinilai dari lingkungan, peran orangtua, banyaknya kerabat keluarga dan

teman sekitar yang menikah.

Tujuan dari multi step flow communication untuk mencegah bertambahnya

atau mengurangi pernikahan dini karena sebuah pernikahan memerlukan kesiapan


7

fisik, psikologis dan emosional. Komunikasi multi step flow ini adalah seorang

individu menerima pesan dari kelompoknya tetapi individu juga bisa

mendapatkan informasi lain dari kelompok yang lain pula. Model ini menyatakan

bahwa hubungan timbal balik dari media ke khalayak (yang juga berinteraksi satu

sama lain), kembali ke media kemudian kembali lagi ke khalayak dan seterusnya.

Melalui model ini audien dapat menerima pesan langsung dari media ataupun

tidak, audiens bisa menerima pesan melalui media massa, melalui pemimpin opini

ataupun melalui individu lain. Cara ini merupakan salah satu alternatif untuk

audiens yang buta huruf atau tidak bisa membaca karena komunikasi ini bisa

disampaikan dari mulut ke mulut.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut: “Adakah Pengaruh Multi Step Flow Of

Communication Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa

Jarorejo Kecamatan Kerek ?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor

Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan sebelum

dilakukan Multi Step Flow Of Cummunication


8

2. Mengidentifikasi Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan sesudah

dilakukan Multi Step Flow Of Cummunication

3. Mengetahui Pengaruh Multi Step Flow Of Cummunication Terhadap

Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Memberikan tambahan referensi ilmiah dalam ilmu Keperawatan

Komunitas yaitu membuat inovasi penggunaan metode eksperimen dalam

penanganan masalah pendewasaaan usia perkawinan.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Bagi Komunitas

Masyarakat dapat mengetahui masalah dan dampak yang terjadi dari

Pendewasan Usia Perkawinan.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan

program dan mutu pelayanan ke masyarakat berbasis komunitas.

3. Bagi Peneliti Lainnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu wawasan dan

menambah pengetahuan untuk menerapkan ilmu yang didapatkan

selama masa perkuliahan kedalam praktik nyata. Sebagai bahan

perbandingan dan informasi untuk penelitian lebih lanjut tentang


9

pengaruh multi step flow of communication terhadap faktor sosial

pendewasaan usia perkawinan.

4. Bagi Institusi

Memberikan referensi bagi kurikulum terutama dalam bidang

Keperawatan Komunitas.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang keilmuan keperawatan

komunitas. Lingkup masalah penelitian keperawatan komunitas adalah pengkajian

tentang kondisi kesehatan dari suatu masyarakat yang meliputi: pemeliharaan

kesehatan di masyarakat, peran serta masyarakat dalam kesehatan, penigkatan

kesehatan lingkungan, pendekatan multisektoral, dan pengembangan teknologi

tepat untuk masyarakat (Nursalam, 2016)

1.7 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Pengaruh Multi Step Flow Communication


Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan Desa
Njarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban Tahun 2019.
NO JUDUL PENULIS & DESAIN SAMPLING INSTRU- HASIL
TAHUN MEN
Konseling Diana Kualitatif Purposive - Konseling
Pranikah: Ariswanti deskriptif Sampling pranikah
Sebuah Upaya Triningtyas efektif dapat
Mereduksi , Siti Observasi memberikan
Budaya Muhayati Pastisipasif pemahaman
Pernikahan (2017) kepada
Dini di Wawancara remaja
Kecamatan tentang
Pulung makna
Kabupaten pentingnya
Ponorogo pendewasaan
uisa
perkawinan
10

ImplementaLukiati Kuantitatif DanRandom Kuisioner dan Model


si Model Komala, Kualitatif sampling wawancara komunikasi
Komunikasi Hanny kesehatan
Kesehatan Hafiar, Trie Two step flow
Two Step Damayanti, communicatio
Flow Lilis n cukup
Communic puspitasari efektif dalam
ation (2014) Menyebarkan
Dalam informasi
Menyebark kesehatan ibu
an dan janin
Informasi Melalui para
Kesehatan dukun
Ibu Dan beranak
Janin
Melalui
Para Dukun
Beranak
Social And CulturalFrecilia Kuantitatif Random - Ada hubungan faktor
Factors That Agustina, Analitik sampling sosial budaya
Inflience Early Drs. Eddy dengan
Marriage At Syahrial, pernikahan dini di
The Age Of 15- Lita Sri Kelurahan
19 Year The Andayani Martubung
Village Harbor(2014) Kecamatan
Town Medan Labuhan
Martubung
Subdistrict
Field

Pengaruh lama Pntun Bukit Kuantitatif Stratified Kuisioner Sosial budaya


pernikahan, (2017) Analitik random memiliki
Pendidkan, sampling pengaruh positif
Status Ekonomi terhadap usia
dan Sosial kawin pertama,
Budaya semakin baik
Terhadap Usia sosial budayanya,
Kawin Pertama maka semakin
Di Kabupaten tinggi usia kawin
Muaro Jambi pertama.

5 Komunikasi M. Ali - - - Komunikasi


Sebagai Syamsudin, bersifat
Penyebab Dan Amin konsisten
Solusi Konflik(2017) terhadap
Sosial norma sosial
11

tertinggi.
Dapat
membantu
menyelesaik
an
ketegangan
konflik
sosial
6 Strategi Ariny Sartika Deskriptif - Wawancara dan KPA
Komunikasi (2015) Kualitatif Observasi melakukan
Komisi pendekatan
Penggulangan secara
AIDS Dalam psikologis
Melakukan dengan tokoh
Sosialisasi masyarakat
HIV/AIDS di (opinion
kota Samarinda leaders)
sebagai
bentuk
strategi untuk
memudahkan
penyampaian
informasi

7 Faktor-Faktor YangEka Yuli Kuantitatif Systematic - Variabel


Berhubungan Handayani Analitik Random yang
Dengan (2014) Sampling mempunyai
Pernikahan hubungan
Usia Dini Pada sebab akibat
Remaja Putri Di dengan
Kecamatan pernikahan
Tambusai Utara usia dini
Kabupaten adalah
Rokan Hulu
pekerjaan
orang tua,
pendidikan,
pengetahuan,
dan
lingkungan.

8 Pernikahan Dini Esti Yunitasari,Research was Purposive Kuisioner From the


Berbasis Retnayu cross Sampling result we
Transkultural Pradanie, sectional Techniqu conclude that
Nursing Di Ayu approach e factors
12

Desa Kara Susilawati associated


Kecamatan (2016) with early
Torjen marriage is a
Sampang cultural,
Madura family
support,
economic
level, and
technology,
knowledge
was not
significantly
assosiated
with early
marriage

9 Pengaruh Syafaruddin Z,Kuantitatif Purposive - Variabel


Komunikasi Suharyono, Sampling komunikasi
Electronicword Srikandi EWOM
Of Mounth Kumadji berpengaruh
terhadap (2016) signifikan
Kepercayaan dan positif
(Trust) dan Niat terhadap
Beli (Purchase kepercayaan
Intention) Serta dan niat beli
Dampaknya
Pada Keputusan
Pembeli

10 Multi Step Flow OfKatherine Eksperimental Ekonometric Stochastic The multistep


Communication Ognyanova design are models Actor- flow
: Network (2017) a classic oriented paradigm
Effects opproach models describes the
to (SAOM) way media
establishin and
g causality interpersonal
influence
shape public
opinion.
Works in that
tradition
explore the
diffusion of
13

media
messages and
the complex
patterns of
behavioral
contagion in
social
networks.
Sociometric
approaches
provide a way
to identify
influencers
based on
their
structural
position or
ability to
trigger
information
cascades.
Advances in
network
methodology
allow us to
model
diffusion
processes and
study the
interplay
between
interpersonal
ties and
individual
behavior.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi


Istilah komunikasi berasal pada bahasa Latin yaitu communis yang berarti

membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau

lebih, sedangkan menurut Cherry dalam Stuart (1983) komunikasi berasal dari

kata communica yang artinya membagi. Untuk lebih jelasnya definisi komunikasi

oleh para ahli dapat dilihat pada uraian dibawah ini:

1. Harrold D. Lasswell yang dikutip Cangara, 11 (2004), menerangkan

tindakan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “siapa yang

menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada

siapa, dan apa pengaruhnya”.

2. Book dalam Robbins dan Jones (1982), mendefinisikan komunikasi

adalah suatu transaksi proses simbolik yang menghendaki orang-orang

mengatur lingkungannya dengan cara membangun hubungan antar

sesama, melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan

tingkah laku orang lain, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku

itu.

3. Roger dan D. Lawrence Kincaid (1981), menjelaskan komunikasi

sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau

melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya yang pada

gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

14
15

4. Duldt-Berry yang dikutip Suryani (2006), mendefinisikan komunikasi

sebagai sebuah proses penyesuaian dan adaptasi yang dinamis antara dua

orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka dan terjadi

pertukaran ide, makna, perasaan dan perhatian.

2.1.2 Unsur-Unsur Dalam Komunikasi

Komunikasi dapat terjadi apabila didukung dengan unsur-unsur dalam

komunikasi yang meliputi sumber, pesan, media, penerima, efek serta umpan

balik. Unsur ini biasanya disebut sebagai komponen atau elemen dari komunikasi.

Perkembangan terakhir adalah timbulnya pandangan dari Joseph de Vito, dkk

yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya

dalam mendukung terjadinya proses komunikasi sehingga secara lengkap unsur

dalam komunikasi meliputi: Source, Message, Channel, Receiver, Efek, dan

Lingkungan (Priyanto dan Agus, 2009).

1. Source/Pengirim/Encoder/Sender

Sumber atau komunikator merupakan pemrakarsa atau orang yang pertama

memulai terjadinya proses komunikasi. Hal ini disebakan karena semua

peristiwa komunikasi akan melibatkan dan tergantung dari sumber sebagai

pembuat atau pengirim informasi. Sumber inilah penentu keberhasilan

sebuah proses komunikasi sehingga diperlukan kiat-kiat tertentu dalam

menyampaikan sebuah informasi. Sumber dapat berasal dari individu,

kelompok maupun organisasi. Sumber pengirim pesan bisa dikatakan

sebagai pusat stimulator (Priyanto dan Agus, 2009).


16

2. Message/Pesan/Content atau Information

Pesan adalah produk utama komunikasi. Komunikasi dapat terjadi dalam

diri seseorang, antara dua orang diantara beberapa orang, atau banyak

orang. Komunikasi mempunyai tujuan tertentu artinya komunikasi

dilakukan sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya

(Priyanto dan Agus, 2009).

3. Channel/Media

Merupakan sarana yang digunakan oleh komunikator untuk memindahkan

pesan dari pihak satu ke pihak lainnya. Adanya komunikasi antarpribadi,

banyak ahli komunikasi berpendapat bahwa pancaindra pun merupakan

media komunikasi sehingga dalam komunikasi antar pribadi seorang

komunikator bertindak sebagai sumber dan media. Pada komunikasi

massa, media yang digunakan paling tepat adalah media cetak dan media

eletronik, contoh media cetak antara lain surat kabar, majalah, buku,

leaflet, brosur, stiker, buletin, poster, spanduk, hand out dll. Sedangkan

contoh media elektronik antara lain: radio, televisi, komputer, electronic

board, film, video recording, audio casette dll.

4. Receiver/Penerima/Decoder/Audience/Komunikan

Merupakan objek sasaran pesan yang dikirim oleh pengirim pesan. Dalam

proses komunikasi keberadaan penerima pesan tergantung adanya sumber

berita, mungkin tidak ada penerima pesan jika tidak ada sumber berita.

Untuk mencapai keberhasilan dalam komunikasi sebaiknya sumber berita

harus mengenali penerima. Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai


17

berikut: karakteristik, budaya, teknik/cara penyampaian, tingkat

pemahaman, waktu, lingkungan fisik dan psikologis, tingkat kebutuhan.

5. Efek/Pengaruh

Merupakan perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan

dilakukan penerima pesan sebelum dan sesudah menerima pesan.

Efek/pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku

seseorang (Cangara H dalam De Fluer, 2004). Sasaran pengaruh yang

diharapkan adalah tidak hanya penerima pesan itu tahu dan mengerti isi

pesan yang disampaikan, melainkan penerima pesan mencapai tahap

aplikasi yaitu melaksanakan pesan dengan benar.

6. Lingkungan

Merupakan situasi tertentu yang dapat mempengaruhi proses komunikasi

mulai dari sumber yang menyampaikan pesan sampai pada efek atau

pengaruh pesan terhadapt penerima pesan. Hal ini dimungkinkan karena

situasi-situasi tertentu dapat mengganggu jalannya penyampaian pesan

karen faktor-faktor antar lain: lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik,

lingkungan psikologis, dimensi waktu. Kesimpulannya ke enam unsur

tersebut saling berpengaruh, apabila salah satu dari unsur tersebut tidak

berfungsi maka proses komunikasi tidak berjalan dengan efektif (Priyanto

dan Agus, 2009).

2.1.3 Tipe Komunikasi

Ada beberapa tipe komunikasi yang sering digunakan oleh seorang

komunikator dalam berkomunikasi. Klasifikasi tipe komunikasi didasarkan atas


18

sudut pandang pengalaman dan bidang studinya, akan tetapi dari beberapa macam

tipe/bentuk komunikasi yang paling sering digunakan menurut Cangara, H (2004),

terdiri atas empat macam antara lain:

1. Komunikasi dengan Dirinya Sendiri (Intrapersonal Communication)

Merupakan komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri yang terdiri atas

sensasi, persepsi, memori, dan berpikir (Rahmad J, 1996), komunikasi

intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di

dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan

keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan

simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus

penerima pesan dan memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam

proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat

menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Komunikasi

intrapersonal terjadi akibat seseorang yang memberi arti terhadap suatu

objek yang diamatinya atau tercetus dalam pikirannya. Objek dalam hal

ini bisa saja dalam bentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman,

atau fakta yang mengandung arti bagi manusia, baik yang terjadi di luar

maupun dalam diri seseorang (Cangara H, 2004).

2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)

Merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang

atau diantara kelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan

balik (Sendjaya, 1994) komunikasi interpersonal juga merupakan suatu

pertukaran yaitu tindakan menyampaikan dan meneriman pesan secara


19

timbal balik. Komunikasi interpersonal memiliki sifat-sifat yaitu bersifat

dua arah yang berarti melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, ada

unsur dialogis dan ditujukan kepada sasaran terbatas dan dikenal.

3. Komunikasi Publik (Public Communication)

Cangara, H (2004), berpendapat bahwa komunikasi publik merupakan

suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan yang disampaikan oleh

pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar

dengan tujuan menumbuhkan semangat kebersamaan, memberikan

informasi, mendidik, serta mempengaruhi orang lain dalam upaya

menumbuhkan semangat. Pada komunikasi publik tidak pernah/jarang

dijumpai proses feed back karena komunikasi bersifat searah. Namun ada

perbedaan antara komunikasi interpersonal dengan komunikasi publik

diantaranya:

1) Cara penyampaian pesan pesan berlangsung kontinu

2) Dapat diidentifikasi siapa pembicaranya dan siapa pendengarnya

3) Interaksi antara sumber dan penerima terbatas

4) Sumber sering kali tidak dapat mengidentifikasi satu persatu

pendengarnya

5) Pesan yang disampaikan sudah dipersiapkan sejak awal

6) Pesan yang disampaikan terbatas pada segmen tertentu

4. Komunikasi Massa (Mass Communication)

Komunikasi massa merupakan pengiriman informasi kepada khalayak

untuk penyebarluasan informasi yang mengandung kaidah-kaidah


20

kearifan dalam rangka perbaikan perilaku masyarakat yang bersifat

informatif sehingga khalayak mengetahui tanpa mendatangi sumber

informan. Untuk itu dalam memberikan informasi melalui media massa

yang merupakan salah satu bentuk dari komunikasi massa, sebaiknya

mengandung unsur yang memberikan dorongan/motivasi untuk berubah

menjadi lebih baik, menampilkan isu yang mendorong masyarakat untuk

mendiskusikan, memberikan pencerahan, ada upaya untuk menampilkan

ragam budaya dengan menjangkau seluruh budaya bangsa sebagai

tampilan khasanah budaya nasional yang bermartabat dan otonomi, serta

ada upaya untuk menjaga stabilitas keamanan nasional melalui publikasi

dengan menekan perbedaan antar sesama warga masyarakat.

2.2 Konsep Multi Step Flow Communication

Model komunikasi massa ini sebenarnya merupakan gabungan dari model satu

tahap. Model komunikasi massa ini telah dipopulerkan oleh Paul Lazarsfeld yang

merupakan seorang sosiologis pada tahun 1944, dan dilanjutkan oleh Elihu Katz

dan Lazarsled pada tahun 1955. Model komunikasi massa banyak tahap telah

menyampaikan bahwa pesan kepada masyarakat melalui interaksi yang kompleks.

Model komunikasi ini bisa secara langsung bisa juga melalui beranting seperti

melalui pemuka pendapat terlebih dahulu, lalu dilanjutkan ke masyarakat umum.

(https://pakarkomunikasi.com/model-komunikasi-massa diakses pada tanggal 07

februari 2019, pukul 10:10 WIB)

Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition), teori pengaruh komunikasi

massa dalam perkembangan telah mengalami perubahan yang berliku-liku


21

dalam abad ini. Dari awalnya, para peneliti percaya pada teori pengaruh

komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory). Individu-individu percaya dipengaruhi

langsung dan secara besar oleh pesan media karena media dianggap berkuasa

dalam membetuk opini publik. Pada tahun 1950-an, ketika aliran hipotesis dua

langkah (two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai

sesuatu yang memiliki pengaruh yang minimal.

Model aliran dua tahap ternyata tidak begitu efektif pada masyarakat yang

tingkat buta hurufnya kecil. Masyarakat dengan kemampuan membaca dan

memahami pesan yang didengar dan dilihat sangat memungkinkan untuk

menerima pesan-pesan dari media massa secara langsung. Meskipun itu tidak

berarti mereka tidak menerima pesan-pesan dari opinion leader. Oleh karena itu

untuk menyempurnakannya, muncul model aliran banyak tahap (multi step flow

model). Model ini mengatakan bahwa hubungan timbal balik dari media ke

khalayak (yang juga berinteraksi satu sama lain), kembali ke media, kemudian

kembali lagi ke khalayak dan seterusnya (Nuruddin, 2004).

2.2.1 Tahap-tahap Mengaplikasikan Multi Step Flow Communication dalam

Masyarakat

Pada tahap pertama, opinion leader bisa mengakses informasi dari media

massa atau sari sumber lainnya. Dalam proses tahap pertama opinion leader akan

mengumpulkan dan mempelajari dari informasi yang didapatkan, kemudian

informasi tersebut disampaikan dengan opinion receiver. Dalam tahap pertama ini

opinion leader harus memahami dan menyadari (awarness), apa saja dampak

yang akan terjadi dari pendewasaan usia perkawinan (Fatiyani, 2014).


22

Tahap kedua, opinion leader mulai menyebarkan atau menyampaikan

infromasi yang sudah dipelajari dan didapatkan kepada opinion receiver. Opinion

leader harus membuat opinion receiver tertarik (interest) dengan informasi yang

disampaikan sehingga opinion receiver nanti akan mampu menyebarluaskan

informasi yang didapatkan pada kelompok sosial (information receiver) (Fatiyani,

2014).

Sebelum tahap ketiga dilakukan kelompok sosial harus sudah terbentuk

dalam 3 kelompok, tugas dari opinion receiver adalah menyebarluaskan informasi

yang sudah didapatkan dari opinion leader. Pada tahap ini, selain menerima

informasi dari opinion receiver kelompok sosial juga diperbolehlan mencari

informasi dari sumber lain, yang nantinya hasil informasi yang didapatkan bisa

disampaikan dalam bentuk pendapat.

Diskusi dengan keluarga atau orang lain mungkin akan membuat

seseorang itu mempertimbangkan kembali keyakinannya. Setiap tahapan dalam

proses pengaruh sosial dimodifikasi oleh norma-norma dan kesepakatan dari

setiap lingkaran sosial baru itu. Opini-opini ini akan dicampur dengan opini-opini

lain yang asli dari sumber elit lainnya dan secara perlahan melebihi informasi

yang disampaikan oleh media massa (Fatiyani, 2014).

Apabila variasi volume informasi dari opinion leader menyebabkan efek

yang positif pada khalayak, maka akan menguntungkan pihak sumber, namun jika

variasi dari opinion leader bersifat negatif, maka hal ini akan menyebabkan

terjadinya pengikisan volume informasi. Para opinion leader menjadi kunci atau

penjaga gawang.
23

Jadi model aliran multi tahap ini sangat berbeda dengan model aliran satu

tahap yang menganggap individu tidak ada hubungan antara satu dengan yang

lain. Sehingga terpaan media massa dianggap begitu besarnya. Intinya adalah,

model alir banyak tahap ini merupakan gabungan dari beberapa model (model alir

satu tahap dan model alir dua tahap). Model aliran multi tahap ini tampaknya lebih

akurat dalam menjelaskan apa yang terjadi dalam pembentukan opini dan sikap.

Model ini penting untuk mengilustrasikan bahwa setiap orang itu dipengaruhi baik

oleh media itu sendiri atau komunikasi antar pribadi dan mempengaruhi media dan

orang lain (Fatiyani, 2014).

Source RII

Massage

RI RII RII
Channel

RII

Tahap
Tahap 1 Tahap 2 3

Gambar 2.2 Langkah-langkah dalam pelaksanaan Multi Step Flow Of


Communication
24

Keterangan :

Source : Sumber

Yang dimaksud sumber di sini adalah sumber informasi yang bisa

didapatkan atau diakses dari manapun.

Massage : Pesan

Pesan yang akan disebarluaskan pada information receiver atau

kelompok sosial.

Channel : Media

Media yang akan digunakan untuk menyebarluaskan informasi

tentang pendewasaan usia perkawinan. Misalnya: LCD, Brosur dll.

RI : Opinion Leader

RII : Opinion Receiver

RIII : Information Receiver atau kelompok sosial

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Multi Step Flow Of Communication

Penggunaan model komunikasi alir banyak tahap ini ternyata masih

memiliki sejumlah kekurangan dan dianggap kurang efektif. Hal ini dikarenakan

dalam proses penyampaian pesan dari media kepada khalayak luas, terdapat

banyak hambatan. Penyampaian pesan dari sumber ke media hingga ke khalayak,

dan khalayak kepada khalayak lain merupakan suatu proses interaksi yang

kompleks. Bisa saja terjadi kesalahpahaman dalam penyampaian pesan. Waktu

pesan untuk sampai kepada khalayak juga cukup lamban karena harus melewati

banyak tahapan.
25

Kelebihan dari model ini adalah terdapat beberapa jaringan yang bekerja

diantara media dan khalayak yang berfungsi untuk meneruskan pesan dari yang

satu kepada yang lain dalam penyebaran pesan-pesan media khalayak. Model ini

efektif bila pesan ditujukan ke banyak khalayak, dimana pemuka pendapat cukup

satu kali menyampaikan pesan, lalu pesan akan diolah dan diteruskan oleh lebih

banyak pihak. Model ini pun bisa diterapkan ketika saluran-saluran komunikasi

mengalami masalah (https://www.academia.edu/12408558/Komunikasi Model

Alir Banyal Tahap Multi Step Flow Model communication diakses pada tanggal

20 Februari 2019, pukul 14:35 WIB).

2.2.3 Indikator Multi Step Flow Of Communication Menurut Teori Roger

(1962)

Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951), tentang tiga tahap

perubahan dengan menekankan latar belakang individu yang terlibat dalam

perubahan dan lingkungan dimana perubahan tersebut dilaksanakan. Roger

(1962), menjelaskan lima tahap dalam perubahan yaitu:

1. Awareness (kesadaran) yakni individu menyadari adanya stimulasi

yang datang terlebih dahulu.

2. Interest (perhatian/tertarik) yakni individu mulai tertarik dengan

adanya stimulus yang masuk.

3. Evaluation (menilai) yakni individu mulai menimbang-nimbang baik

dan buruknya apabila mengikuti stimulus tersebut.

4. Trial (mencoba) yakni individu mulai mencoba perilaku baru


26

5. Adoption (menerima) yakni individu telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulasi.

Roger percaya bahwa proses penerimaan terhadap perubahan lebih

kompleks daripada tiga tahap yang dijabarkan Lewin (1951). Setiap individu yang

terlibat dalam proses perubahan dapat menerima atau menolaknya. Meskipun

perubahan dapat diterima, mungkin saja suatu saat akan ditolak setelah perubahan

tersebut dirasakan sebagai hal yang menghambat keberadaannya.

Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif bergantung pada

individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang dan maju

serta mempunyai suatu komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya

(Nursalam, 2014).

2.3 Konsep Teori Pendewasaan Usia Perkawinan


2.3.1 Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia

pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia

maksimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan usia ini

dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan

emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. PUP bukan sekedar

menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga mengusahakan

agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa. Apabila seseorang

gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan

kelahiran anak pertama. Penundaan kehamilan dan kelahiran anak pertama ini

dalam istilah KIE disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi

tahun madu (Masri, et al. 2010).


27

Pendewasaan Usia Perkawinan merupakan bagian dari program Keluarga

Berencana Nasional. Program PUP akan memberikan dampak terhadap

peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total

Fertility Rate (TFR). Tujuan Program Pendewasaan Usia Perkawinan adalah

memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar di dalam

merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek

berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan, fisik, mental, emosional,

pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan

PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya dalam program Keluarga Berencana

(KB) bertujuan meningkatkan usia kawin perempuan pada umur 21 tahun serta

menurunkan kelahiran pertama pada usia ibu di bawah 21 tahun (Masri, et al.

2010).

2.3.2 Faktor Penyebab Pendewasaan Usia Perkawinan

Menurut Afifah (2010), ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya

pendewasaan usia perkawinan yang sering ditemukan di lingkungan masyarakat

yaitu :

1. Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena adanya keluarga yang hidup digaris

kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya

dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.


28

2. Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan

masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya

yang masih dibawah umur.

3. Faktor Orang Tua

Orang tua khawatir terkena aib karena anak perempuannya berpacaran

dengan laki-laki yang sangat melekat sehingga segera mengawinkan

anaknya.

4. Media Massa

Gencarnya expose seks di media massa sehingga menyebabkan remaja

modern semakin permisif terhadap seks.

5. Faktor Adat

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tua takut anaknya dikatakan

perawan tua sehingga segera dikawinkan.

6. Keluarga Cerai (Broken Home)

Banyak anak-anak korban perceraian terpaksa menikah secara dini karena

berbagai alasan, misalnya: tekanan ekonomi, untuk meringankan beban

orang tua tunggal, membantu orang tua, mendapatkan pekerjaan dan

meningkatkan taraf hidup.

Dalam lokasi penelitian yang dilakukan, pada umumnya masyarakat yang

melakukan pernikahan dini karena faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor

paksaan orang tua dan faktor adat atau kebiasaan masyarakat setempat. Hal ini

ditemukan dari hasil observasi dan wawancara awal dengan masyarakat setempat.
29

2.3.3 Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga

Menurut Masri, et al (2010) Pendewasaan Usia Perkawinan dan

Perencanaan Keluarga merupakan kerangka dari program pendewasaan usia

perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi antara lain: masa

menunda perkawinan, masa menunda kehamilan, masa mengatur jarak kehamilan.

Masa menunda perkawinan bertujuan untuk mempersiapkan fisik dan

mental pada remaja. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

yang utuh bukan bebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara

mental sosio dan kultural. Salah satu prasyarat untuk menikah adalah kesiapan

secara fisik, yang sangat menentukan adalah umur untuk melakukan pernikahan.

Secara biologis, fisik manusia tubuh berangsur-angsur sesuai dengan pertambahan

usia.

Menurut Masri, et al (2010), mengungkapkan bahwa pada laki-laki, organ-

organ reproduksi pada usia 14 tahun baru sekitar 10 persen dari ukuran matang.

Setelah dewasa, ukuran dan proporsi tubuh berkembang, juga organ-organ

reproduksi terjadi pada uisa 20 atau 21 tahun. Pada perempuan, organ reproduksi

tumbuh pesat pada usia 16 tahun. Pada masa tahun pertama mentruasi dikenal

dengan tahap kemandulan remaja, yang tidak menghasilkan ovulasi atau

pematang dan pelepasan telur yang matang dari folikel dalam indung telur. Organ

reproduksi dianggap sudah cukup matang di atas usia 18 tahun, pada usia ini

rahim (uterus) bertambah panjang dan indung telur bertambah berat.

Seorang perempuan yang telah memasuki jenjang pernikahan maka perempuan

tersebut harus mempersiapkan diri untuk proses kehamilan dan melahirkan.


30

Sementara itu jika perempuan menikah pada usia di bawah 20 tahun, akan banyak

resiko yang terjadi karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal.

Hal ini dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian yang timbul selama

proses kehamilan dan persalinan, yaitu:

1) Resiko pada Proses Kehamilan

Perempuan yang hamil pada usia dini atau remaja cenderung memiliki

berbagai resiko kehamilan dikarenakan kurangnya pengetahuan dan

ketidaksiapan dalam menghadapi kehamilan. Resiko yang mungkin terjadi

selama proses kehamilan adalah :

(1) Keguguran (aborsi) yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia

kurang dari 20 minggu

(2) Preeklampsia yaitu ketidakteraturan tekanan darah selama

kehamilan dan Eklampsia yaitu kejang pada kehamilan

(3) Infeksi yaitu peradangan yang terjadi pada kehamilan

(4) Anemia yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah

(5) Kanker rahim yaitu kanker yang terdapat dalam rahim, hal ini erat

kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding

rahim

(6) Kematian bayi yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari

1 tahun

2) Resiko pada Proses Persalinan

Melahirkan mempunyai resiko kematian bagi semua perempuan. Bagi

seorang perempuan yang melahirkan kurang dari usia 20 tahun dimana


31

secara fisik belum mencapai kematangan maka resikonya akan semakin

tinggi. Resiko yang mungkin terjadi adalah:

(1) Prematur yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu

(2) Timbulnya kesulitan persalinan yang dapat disebabkan karena

faktor dari ibu, bayi dan proses persalinan

(3) BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) yaitu bayi yang lahir dengan

berat dibawah 2.500 gram

(4) Kematian bayi yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari

1 tahun

(5) Kelainan bawaan yaitu kelainan atau cacat yang terjadi sejak

dalam proses kehamilan

Masa menunda kehamilan, Perempuan yang menikah pada usia kurang dari 20

tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya sampai usianya minimal 20 tahun.

Untuk menunda kehamilan pada masa ini ciri kontrasepsi yang diperlukan adalah

kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas dan efektifitas tinggi (Masri, et al.

2010).

Masa mengatur jarak kehamilan pada masa ini usia istri antara 20-35 tahun

merupakan periode yang paling baik untuk hamil dan melahirkan karena

mempunyai resiko paling rendah bagi ibu dan anak. Jarak ideal untuk

mejarangkan kehamilan adalah 5 tahun, sehingga tidak terdapat 2 balita dalam 1

periode. Ciri kontrasepsi yang dianjurkan pada masa ini adalah alat kontasepsi

yang mempunyai reversibilitas dan efektifitas cukup tinggi, dan tidak

menghambat Air Susu Ibu (ASI) (Masri, et al. 2010).


32

2.4 Konsep Faktor Sosial

Faktor sosial merupakan faktor yang dipengaruhi oleh orang-orang disekitar

lingkungan. Meliputi tempat tinggal, peran orang tua, peran keluarga dan

masyarakat. Berikut adalah penjelasan mengenai faktor-faktor sosial sebagai salah

satu faktor pendorong terjadinya pendewasaan usia perkawinan: (Febriyanti dan

Dewi, 2017).

1. Faktor Daerah Tempat Tinggal

Tempat tinggal merupakan lokasi dimana seseorang bernaung. Daerah

tempat tinggal ini juga dapat mempengaruhi keputusan perempuan

menikah muda. Daerah tempat tinggal dibagi menjadi dua yaitu daerah

pedesaan dan daerah perkotaan. Masyarakat yang tinggal di daerah

pedesaan cenderung memiliki pengetahuan yang lebih sempit

dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan

sehingga pengetahuan tentang buruknya pernikahan dini masih sangat

kurang. Masyarakat pedesaan juga masih cenderung memegang teguh adat

istiadat daerahnya. Dampak pernikahan usia muda lebih berdampak pada

remaja putri dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal ini dikarenakan

kaum perempuan yang akan melahirkan keturunan-keturunan baru.

Dampak nyata dari pernikahan usia muda adalah terjadinya abortus atau

keguguran karena secara fisiologis organ reproduksi (khususnya rahim)

belum sempurna. Kehamilan yang tidak diharapkan serta belum siap

secara fisik dan mental menyebabkan calon ibu merasa tidak ingin dan

tidak siap untuk hamil, adanya kasih sayang yang tulus dan kuat sulit
33

diharapkan, sehingga masa depan anak yang dilahirkan dapat terlantar dan

calon ibu cenderung mengakhiri kehamilannya dengan cara aborsi

(Febriyanti dan Dewi, 2017).

2. Faktor orang tua dalam pembentukan konsep diri remaja yang menikah

dini. Berdasarkan hasil dari wawancara mendalam terhadap 3 informan

dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja yang sudah melakukan pernikahan

dini hampir semuanya disetujui oleh orangtua mereka masing-masing.

Pandangan orang tua masing-masing berbeda, salah seorang orang tua

informan beranggapan apabila calon suami yang ingin menikah dengan

anaknya sudah mapan lahir batin dan sudah sanggup untuk berumah

tangga, sehingga apa salahnya kalau menikah dini dan ada yang

beranggapan selama satu iman atau satu agama maka orang tua

membolehkan anaknya menikah dini ditambah kehidupan ekonomi calon

yang sudah mencukupi (Febriyanti dan Dewi, 2017).

1) Faktor Kekhawatiran Orang tua.

Kekhawatiran orang tua bisa menjadi faktor terjadinya pernikahan di

usia muda yang disebabkan karena adanya rasa cemas yang dirasakan

oleh orang tua terhadap pergaulan anaknya. Selain beberapa faktor

yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini, beberapa dampak yang

bisa ditimbulkan, baik itu dampak positif maupun negatif seperti:

(1) Dampak Positif

Bagi remaja yang memilih untuk menikah di usia dini, pola

fikirnya akan lebih cepat berubah, serta berhati-hati dalam


34

bertindak serta dalam mengambil keputusan. Lebih mandiri, bagi

pasangan yang telah menikah, baik itu seorang istri maupun

seorang suami, akan melakukan sesuatu untuk menciptakan

keluarga yang bahagia tanpa mengharapkan belas kasihan dari

orangtua maupun orang lain (Nur Alyssa, 2017).

(2) Dampak Negatif

Bagi pasangan yang menikah pada usia muda, mereka akan

kehilangan masa remaja. Dari segi kesehatan terutama pada

perempuan sangat berisiko, hamil pada usia muda sangat berisiko

pada proses persalinan dan kesehatan rahim. Selain itu pasangan

yang melakukan pernikahan di usia muda akan berpengaruhi pada

kesehatan anak dan ibunya. Karena bagi perempuan yang

melahirkan di bawah usia 20 tahun akan mengalami resiko yang

tinggi dan menyebabkan tingginya angka kematian pada ibu dan

anak. Perempuan yang hamil di bawah usia 20 tahun cenderung

melahirkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan, oeh karena itu

banyak anak yang lahir dengan keadaan yang tidak sempurna.

seperti cacat mental kebutaan dan lain sebagainya. Pernikahan

dini biasanya dilakukan oleh pasangan yang masih sangat muda

dan akibatnya harus mengorbankan pendidikan. Pernikahan dini

biasanya dilakukan oleh pasangan yang belum tamat SMA. Dari

Segi mental dan jiwa, pasangan usia muda belum siap

bertanggung jawab secara moral karena belum mampu


35

bertanggung jawab pada setiap yang menjadi tanggung jawabnya,

oleh karena itu kadang mereka mengalami kegoncangan mental,

karena masih memiliki sikap mental, karena masih memiliki sikap

mental yang masih lebih serta tingkat emosionalnya belum

matang. Dari segi kelangsungan rumah tangga, perkawinan usia

muda sangat rentang terjadinya perceraian, disebabkan tingkat

kemandiriannya masih sangat rendah (Nur Alyssa, 2017).

3. Faktor keluarga, peran orang tua dalam menentukan perkawinan anak-

anak mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah

remaja. Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi

masalah remaja, (misal anak gadisnya melakukan perbuatan zina),

anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini

dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau rasa bersalah.

4. Kepercayaan/adat istiadat yang berlaku dalam keluarga. Kepercayaan dan

adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya

perkawinan di usia muda. Sering ditemukan orang tua mengawinkan anak

mereka dalam usia yang sangat muda karena berkeinginan untuk

meningkatkan status sosial keluarga, mempercepat hubungan antar

keluarga atau untuk menjaga garis keturunan keluarga (Febriyanti dan

Dewi, 2017).
36

5. Faktor Ekonomi

Masalah ekonomi merupakan masalah yang paling utama dan

terbesar disetiap negara, terutama di negara Indonesia. Indonesia

merupakan negara dengan tingkat kemiskinannya sangat tinggi, banyak

hal yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia sulit untuk diobati atau

solusinya, begitu banyak cara yang sudah dilakukan oleh para petinggi

negara dengan kata lain sulit untuk dicari untuk menyelesaikannya, atau

total sampai sekarang kemiskinan semakin bertambah seiring dengan

perubahan dalam pola hidup masyarakat.

Menurut salah satu tokoh sosiologi yaitu Emil Durkhem dalam Nur

Alyssa (2017), mengatakan bahwa setiap masyarakat memerlukan

solidaritas, oleh karena itu masyarakat dibagi menjadi dua tipe solidaritas

yaitu, solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik

dijumpai pada masyarakat yang sederhana, dan diberi nama masyarakat

“segmental”. Pada mayarakat seperti ini pembagian kerjanya belum

berarti, maksudnya apa yang dilakukan oleh seseorang anggota masyarakat

lainnya. Dengan demikian setiap masyarakat tidak saling mengharapkan

atau tidak saling tergantungan dengan kelompok lain, karena masing-

masing kelompok dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Masing-masing

kelompok dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan masing-masing

kelompok terpisah satu dengan yang lain. Tipe solidaritas yang didasarkan

atau kepercayaan dan kesetiakawanan merata pada setiap anggota

masyarakat. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat sekarang


37

dinamakan “Diferensasi” spesialisasi semakin berkembang, sehingga

solidaritas mekanik berubah menjadi solidaritas organik. Masyarakat

dengan solidaritas mekanik, masing-masing anggota masyarakat tidak

dapat memenuhi kebutuhnya sendiri lagi, disebabkan adanya saling

ketergantungan satu sama lain yang besar, baik dengan individu atau

kelompok lain.

Hasil penjelasan di atas, dapat disimbulkan bahwa masalah

perekonomian dilihat dari dua tipe solidaritas yakni solidaritas mekanik

dan solidaritas organik membuat bangsa ini sulit sekali melakukan

perubahan atau kemajuan terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan

kemajuan teknologi. Masih banyak masyarakat yang belum bisa

menyelesaikan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan masih ada

mayarakat yang tidak pernah merasa duduk di bangku sekolah, terutama

masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pelosok. Bahkan untuk

berobat kerumah sakit pun kadang masyarakat tidak mampu dengan alasan

biaya yang sangat mahal, rata-rata pendidikan orang tua masih sangat

rendah sehingga pekerjaan yang bisa dilakukan hanya dalam bidang

pertanian dan perkebunan (Nur Alyssa, 2017).

6. Faktor Perjodohan

Perjodohan diartikan sebagai salah satu ikatan pernikahan, dimana

pengatin pria dan wanita dipilihkan oleh orang ketiga, bukan karena

pilihan sendiri. Perjodohan menurut agama islam merupakan hal yang sah

untuk dilakukan, karena bisa menghindari terjadinya hal-hal buruk yang


38

sangat dilarang oleh agama. Perjodohan pada awalnya hanya terjadi pada

zaman dahulu, seorang perempuan memiliki kedudukan yang sangat

rendah dibandingkan dengan laki-laki, pandangannya apa yang dilakukan

laki-laki belum bisa dilakukan oleh perempuan, sehingga untuk para laki-

laki setelah berusia belasan dan sudah merasa mampu mencari nafkah

untuk keluarganya, sudah menjadi tradisi untuk pergi merantau di negara

tetangga, sedangkan perempuan tidak bisa meninggalkan rumah, karena

pada saat itu perempuan hanya ditugaskan bekerja dirumah layaknya

sebagai ibu rumah tangga, sehingga pada saat itu orang tua kebanyakan

lebih memilih menikahkan anaknya sehingga dapat meringankan beban

orang tua dengan mengabdikan dirinya menjadi istri yang sholihah, oleh

karena itu terkadang perempuan yang sudah tamat SMP bahkan belum

tamat SMP sudah menikah (Nur Alyssa, 2017).

Tapi jika dibandingkan dengan zaman sekarang, semua serba

modern, kemajuan teknologi yang semakin maju, serta pendidikan yang

harus menjadi proritas utama untuk para masyarakat khususnya anak-anak

dan remaja serta tersedianya lapangan kerja yang semakin banyak. Ini

menjadi hal yang baik untuk mengubah kebiasaan yang dilakukan oleh

para lelaki untuk pergi merantau, serta untuk para perempuan sudah

memiliki kesempatan untuk berkarir sesuai dengan keinginannya. Namun

masih ada sebagian orang tua yang mengkhawatirkan masa depan anak

mereka, karena anggapan orang tua semakin majunya teknologi akan

merusak pola pikir anak-anak serta remaja saat ini (Nur Alyssa, 2017).
39

Kemajuan teknologi dapat dikatakan sangat baik untuk suatu

negara, masyarakat bisa melakukan sesuatu yang lebih mudah dengan

menggunakan alat-alat yang bisa membantu meringankan pekerjaan para

masyarakat, serta bisa menambah pengatahuan masyarakat, biasa melalui

internet televisi, radio dan alat teknologi lainnya, tetapi terkadang semakin

berkembangnya teknologi bisa membuat beberapa orang

mempergunakanya tidak dengan semestinya contoh kasus, seperti

penipuan secara online, penculikan mudahnya terjadi pergaulan bebas,

perzinaan serta kasus-kasus kejahatan lainya. Hal ini kadang membuat

para orang tua resah. Apa lagi masyarakat yang tinggal di pedesaan,

tingkat ketakutannya sangat tinggi, sehingga jarak orang tua melepaskan

anaknya untuk bersekolah jauh, apa lagi anak perempuan yang sangat

rentang diculik. Oleh karena itu kebanyakan anak perempuan yang tinggal

di desa yang terpencil, khususnya orang tua yang memiliki anak berusia

remaja 13-18 tahun memilih menjodohkan anaknya daripada

menyekolahkan anaknya, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya

hal-hal yang tidak diinginkan orang tua serta dengan menjodohkan

anaknya, bisa menjalin hubungan antara keluarga menjadi lebih baik lagi

(Nur Alyssa, 2017).

2.5 Konsep Teori Model Madeleine Leininger’s

2.5.1 Teori Madeleine Leininger (Cultural Diversity and Universality)

Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity and

universality, atau yang kini lebih dikenal dengan transcultural nursing. Awalnya,
40

Leininger memfokuskan pada pentingnya sifat caring dalam keperawatan. Namun

kemudian dia menemukan teori cultural diversity and universality yang semula

disadarinya dari kebutuhan khusus anak yang dilatarbelakangi oleh budaya yang

berbeda. Transcultural nursing merupakan subbidang dari praktik keperawatan

yang telah diadakan penelitiannya. Berfokus pada nilai-nilai budaya, kepercayaan,

dan pelayanan kesehatan berbasis budaya (https://docshare04.docshare.tips.files

diakses pada tanggal 20 Februari 2019, pukul 11: 05 WIB).

Bahasan yang khusus dalam teori Leininger, antara lain adalah :

1. Culture

Apa yang dipelajari, disebarkan dan nilai yang diwariskan, kepercayaan,

norma, cara hidup dari kelompok tertentu yang mengarahkan anggotanya

untuk berfikir, membuat keputusan, serta motif tindakan yang diambil.

2. Culture care

Suatu pembelajaran yang bersifat objektif dan subjektif yang berkaitan

dengan nilai yang diwariskan, kepercayaan, dan motif cara hidup yang

membantu, memfasilitasi atau memampukan individu atau kelompok

untuk mempertahankan kesejahteraannya, memperbaiki kondisi kesehatan,

menangani penyakit, cacat, atau kematian.

3. Diversity

Keanekaragaman dan perbedaan persepsi budaya, pengetahuan, dan adat

kesehatan, serta asuhan keperawatan.


41

4. Universality

Kesamaan dalam hal persepsi budaya, pengetahuan praktik terkait konsep

sehat dan asuhan keperawatan.

5. Worldview

Cara seseorang memandang dunianya

6. Ethnohistory

Fakta, peristiwa, kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, budaya,

lembaga, terutama sekelompok orang yang menjelaskan cara hidup

manusia dalam sebuah budaya dalam jangka waktu tertentu.

Untuk membantu perawat dalam memvisualisasikan Teori Leininger,

maka Leininger menjelaskan teorinya dengan model sunrise. Model ini adalah

sebuah peta kognitif yang bergerak dari yang paling abstrak ke yang sederhana

dalam menyajikan faktor penting teorinya secara holistik

(https://docshare04.docshare.tips.files diakses pada tanggal 20 Februari 2019,

pukul 11: 05 WIB).


42

Gambar 2.1 Grand Teori Model Madeleine Leininger’s (Nursalam, 2016)

Sunrise model dikembangkan untuk memvisualisasikan dimensi tentang

pemahaman perawat mengenai budaya yang berdeda-beda. Perawat dapat

menggunakan model ini saat melakukan pengkajian dan perencanaan asuhan

keperawatan, pada pasien dengan berbagai latar belakang budaya. Meskipun

model ini bukan merupakan teori, namun setidaknya model ini dapat dijadikan

sebagai panduan untuk memahami aspek holistik, yakni biopsikososiospiritual

dalam proses perawatan klien. Selain itu, sunrise model ini juga dapat digunakan

oleh perawat komunitas untuk menilai faktor cultural care pasien (individu,

kelompok, khususnya keluarga) untuk mendapatkan pemahaman budaya klien


43

tidak hanya melihat penyakit serta kondisi emosional yang dimiliki pasien.

Sebelum melakukan pengkajian terhadap kebutuhan berbasis budaya kepada

klien, perawat harus menyadari dan memahami terlebih dahulu budaya yang

dimilki oleh dirinya sendiri. Jika tidak, maka bisa saja terjadi cultural imposition

(https://docshare04.docshare.tips.files diakses pada tanggal 20 Februari 2019,

pukul 11: 05 WIB)

2.5.2 Tujuan Teori Madeleine Leininger

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan

sains dan pohon keilmuan yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan

pada kebudayaan yang spesifik dan universal (Leininger, dalam Ferry Efendi dan

Makhfudli, 2009). Dalam hal ini, kebudayaan yang spesifik merupakan

kebudayaan yang hanya dimiliki oleh kelompok tertentu. Misalnya kebudayaan

Suku Anak Dalam, Suku Batak, Suku Minang. Sedangkan kebudayaan yang

universal adalah kebudayaan yang umumnya dipegang oleh masyarakat secara

luas. Misalnya, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan merupakan perilaku

yang baik, untuk meminimalisir tubuh terkontaminasi oleh mikroorganisme ketika

makan. Dengan mengetahui budaya spesifik dan budaya universal yang dipegang

oleh klien, maka praktik keperawatan dapat dilakukan secara maksimal

(https://docshare04.docshare.tips.files diakses pada tanggal 20 Februari 2019,

pukul 11: 05 WIB)


44

2.5.3 Penerapan Teori Madeleine Leininger

1. Riset (Research)

Teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode penelitian dalam

berbagai budaya. Pada tahun 1995, lebih dari 100 budaya telah dipelajari.

Selain itu, digunakan untuk menguji teori ethnonursing. Teori

transcultural nursing merupakan satu-satunya teori yang membahas secara

spesifik tentang pentingnya menggali budaya pasien untuk memenuhi

kebutuhannya. Kajian yang telah dilakukan mengenai etnogeografi pada

keluarga yang salah-satu anggota keluarganya mengalami gangguan

neurologis yang akut. Hal yang dilihat disini, adalah bagaimana anggota

keluarga yang sehat menjaga anggota keluarga yang mengalami gangguan

neurologis. Akhirnya, anggota keluarga yang sehat diwawancara dan

diobservasi guna memperoleh data.

Dari data yang diperoleh ternyata mereka melakukan penjagaan

terhadap anggota keluarga yang sakit, selama kurang lebih 24 jam. Hanya

satu orang saja yang tidak ikut berpartisipasi untuk merawat anggota yang

sakit. Setelah dikaji, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepedulian

anggota keluarga yang sehat untuk menjaga anggota yang sakit, dintaranya

adalah komitmen dalam kepedulian, gejolak emosional, hubungan

keluarga yang dinamis, transisi dan ketabahan. Penemuan ini menjelaskan

pemahaman yang nyata, bahwa penjagaan terhadap pasien merupakan

salah ekspresi dari sifat caring dan memberikan sumbangsih pada

pengetahuan tentang perawatan peka budaya


45

(https://docshare04.docshare.tips.files diakses pada tanggal 20 Februari

2019, pukul 11: 05 WIB).

2. Edukasi (Education)

Masuknya keanekaragaman budaya dalam kurikulum pendidikan

keperawatan bukan merupakan hal yang baru. Keanekaragaman budaya

atau dalam dunia keperawatan mulai diintegrasikan ke dalam kurikulum

keperawatan pada tahun 1917, saat komite kurikulum dari National

League of Nursing (NLN) mempublikasikan sebuah panduan yang

berfokus pada ilmu sosiologi dan isu sosial yang sering dihadapi oleh para

perawat. Kemudian, tahun 1937 komite NLN mengelompokkan latar

belakang budaya ke dalam panduan untuk mengetahui reaksi seseorang

terhadap rasa sakit yang dimilikinya (https://docshare04.docshare.tips.files

diakses pada tanggal 20 Februari 2019, pukul 11: 05 WIB).

Promosi kurikulum pertama tentang Transcultural Nursing

dilaksanakan antara tahun 1965-1969 oleh Madeleine Leininger. Leininger

tidak hanya mengembangkan Transcultural Nursing dibidang kursus,

tetapi juga mendirikan program perawat besama ilmuwan Ph-D (Doctor

Of Philosophy), pertama di Colorado School of Nursing. Kemudian dia

memperkenalkan teori ini kepada mahasiswa pascasarjana pada tahun

1977. Ada pandangan, jika beberapa program keperawatan tidak

mengenali pengaruh dari perawatan peka budaya, akan berakibat

pelayanan yang diberikan kurang maksimal. Teori Leininger memberikan

pengaruh yang sangat besar dalam proses pembelajaran keperawatan yang


46

ada di dunia. Namun, Leininger merasa khawatir beberapa program

menggunakannya sebagai fokus utama. Karena saat ini pengaruh

globalisasi dalam pendidikan sangatlah signifikan dengan presentasi dan

konsultasi disetiap belahan dunia.

3. Kolaborasi (Colaboration)

1) Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak

bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi

keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relavan,

misalnya budaya berolah raga setiap pagi

(https://docshare04.docshare.tips.files diakses pada tanggal 20

Februari 2019, pukul 11: 05 WIB).

2) Strategi II, Mengakomodasi/negosiasi budaya.

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan

untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang

lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat

memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung

peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai

pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan

sumber protein hewani atau nabati lain yang nilai gizinya setara

dengan ikan (https://docshare04.docshare.tips.files diakses pada

tanggal 20 Februari 2019, pukul 11: 05 WIB).


47

3) Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien

Budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status

kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang

biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang

dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan

keyakinan yang dianut (https://docshare04.docshare.tips.files diakses

pada tanggal 20 Februari 2019, pukul 11: 05 WIB).

4. Pemberi Perawatan (Care Giver)

Perawat sebagai care giver diharuskan memahami konsep teori

Transcultural Nursing. Karena, bila hal tersebut diabaikan oleh

perawat maka akan mengakibatkan terjadinya cultural shock atau

culture imposition. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu

kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan

nilai budaya. Culture imposition adalah kecenderungan tenaga

kesehatan (perawat), baik secara diam maupun terangterangan

memaksakan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang

dimilikinya pada individu, keluarga, atau kelompok dan budaya lain

karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada

budaya kelompok lain (https://docshare04.docshare.tips.files diakses

pada tanggal 20 Februari 2019, pukul 11: 05 WIB).

5. Manajemen

Implementasi keperawatan Transcultural Nursing bisa ditemukan

dalam manajemen keperawatan. Diantaranya ada beberapa rumah sakit


48

yang memberikan pelayanan menggunakan bahasa daerah yang

digunakan oleh pasien. Hal ini memungkinkan pasien merasa lebih

nyaman, dan lebih dekat dengan pemberi pelayanan kesehatan. Bisa

saja, tidak semua warga negara Indonesia fasih dan nyaman

menggunakan bahasa Indonesia. Terutama bagi masyarakat awam,

mereka justru akan merasa lebih dekat dengan pelayanan kesehatan

yang menggunakan bahasa ibu mereka. Hal ini dikarena nilai-nilai

budaya yang dipegang oleh tiap orang masih cukup kuat

(https://docshare04.docshare.tips.files diakses pada tanggal 20 Februari

2019, pukul 11: 05 WIB).

6. Sehat dan Sakit

Leininger menjelaskan konsep sehat dan sakit sebagai suatu hal yang

sangat bergantung dan ditentukan oleh budaya. Budaya akan

mempengaruhi seseorang dalam mengapresiasi keadaan sakit yang

dideritanya. Apresiasi terhadap sakit yang ditampilkan dari berbagai

wilayah di Indonesia juga beragam. Contohnya, “Si A, yang berasal

dari suku Batak mengalami influenza disertai dengan batuk. Namun,

dia masih bisa melakukan aktivitas sehari-harinya secara normal.

Maka dia dikatakan tidak sedang sakit. Di Suku Batak seseorang

dikatakan sakit bila dia sudah tidak mampu untuk menjalankan

aktivitasnya secara normal”. (https://docshare04.docshare.tips.files

diakses pada tanggal 20 Februari 2019, pukul 11: 05 WIB).


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual


Komunikasi Massa yg
berelasi dengan hasil
kebudayaan :
1. One Step Flow Of
Communicatio
2. Two Step Flow Of
Communication

3. 3. Multi Step Flow Of


Communication:
a. Awareness
b. Interest
c. Evaluation
d. Trial
e. e. Adoption

Dimensi Transcultural Care


1 1. Faktor Pendidikan
2. Faktor Teknologi
3. Faktor Politik & Hukum Banyak Remaja Usia 16-17
4. Faktor Ekonomi tahun sudah menikah. Budaya Remaja Dalam
5. Faktor Nilai Budaya Masalah Kesehatan melakukan
6. Faktor Religius Masyarakat Pendewasaan Usia
1. 1. Dampak Fisiologis Perkawinan :
4. 7. Faktor Sosial : a. Alat Reproduksi belum 1. Mempertahank
a. Lingkungan matang an budaya
gh b. Peran Anggota Keluarga b. Komplikasi kehamilan 2. Melakukan
c. Peran Orang Tua 2. 2. Dampak Psikologis: restruktur
d. Terhindar dari Aib Perceraian
3. Negosiasi
b 3. 3. Dampak Ekonomis:
Budaya
Dorongan mencari
nafkah sebagai
penompang keluarga
meningkat
Sumber : Madeleine Leininger’s
(1995) dalam Nursalam (2013)
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Multi Step Flow Communication Terhadap
Peran Orangtua Dalam Pendewasaan Usia Perkawinan Di Desa Jarorejo
Kecamatan Kerek

49
50

3.2 Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor

Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek.

H1 : Ada pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial

Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek.

3.3 Penjelasan Kerangka Konseptual

Menurut Teori Leininger (1995), digunakan oleh perawat komunitas untuk

menilai faktor cultural care untuk mendapatkan pemahaman budaya klien secara

menyeluruh. Dalam teori Leininger terdapat beberapa faktor budaya meliputi

pendidikan, teknologi, sosial, politik dan hukum, ekonomi, nilai budaya dan

religius. Dalam hal ini faktor sosial merupakan salah satu penunjang dalam

melakukan pendewasaan usia perkawinan.

Menurut teori Paul Lazarsfield (1950), komunikasi aliran hipotesis dua

langkah (two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai

sesuatu yang memiliki pengaruh yang kecil. Model dua tahap ternyata tidak begitu

efektif pada masyarakat yang tingkat buta hurufnya kecil. Oleh karena itu untuk

menyempurnakan muncul model aliran banyak tahap (multi step flow). Model ini

mengatakan bahwa hubungan timbal balik dari media ke khalayak (terjadi proses

interaksi satu sama lain) kembali ke media kemudian kembali ke khalayak dan

seterusnya. Pelaksanaan multi step flow of communication menggunakan indikator

dari teori Roger (1962), yaitu Awereness, Interest, Evaluation, Trial dan

Adoption, Roger mengembangkan tentang tahap perubahan dengan menekankan


51

latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan lingkungan dimana

perubahan tersebut dilaksanakan. Setelah dilaksanakan perlakuan berupa multi

step flow of communication diharapkan dapat membantu masyarakat Desa

Jarorejo untuk mngetahui budaya pernikahan dini yang lebih baik dari segi

kesehatan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian “pra eksperimental” yang bersifat

analitik dengan menggunakan metode penelitian “One Group Pre test Post test

Design” yang mana pada desain ini, peneliti dapat menguji multi step flow of

communication terhadap faktor sosial dalam pelaksanaan pendewasaan usia

perkawinan. Pada kelompok perlakuan diawali dengan pre-test (pengamatan

awal), dan setelah diberikan perlakuan diadakan pengukuran kembali post-test

(pengamatan akhir). Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan yang dihasilkan

antara pre test dan post test [CITATION Nur13 \l 1033 ].

Penelitian ini dilakukan dengan subjek (Masyarakat Khususnya Ibu rumah

Tangga) diberikan pre test (kuesioner awal) terlebih dahulu sebelum diberikan

perlakuan. Setelah diberikan perlakuan kemudian dilakukan kembali post test

(kuesioner akhir) kepada subjek. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan

yang dihasilkan dari pre test dan post test (Nursalam, 2013).

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah anggota keluarga (Khususnya Ibu

Rumah Tangga) yang masih mempunyai anak remaja belum menikah di Desa

Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban sejumlah 30 orang.

52
53

4.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian warga khususnya ibu rumah

tangga di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban yang masih mampu

beraktivitas dengan baik dengan kriteria dari sampel sendiri adalah:

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti [CITATION Nur13 \l 1033 ].

Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:

1) Ibu Rumah Tangga yang tercatat sebagai penduduk Desa Jarorejo

Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban

2) Ibu Rumah Tangga yang bisa membaca dan menulis

3) Ibu Rumah Tangga yang masih mempunyai anak remaja usia 16-17

tahun yang belum menikah.

4) Bersedia untuk menjadi responden.

2. Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab [CITATION

Nur13 \l 1033 ]. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu:

1) Ibu Rumah Tangga yang buta aksara

2) Ibu Rumah Tangga yang memiliki keterbatasan dalam melakukan

aktivitas
54

4.2.3 Besar Sampel

Perhitungan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus :

N
n =
1 + N (d²)

Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat signifikansi (p)
Besar sampel
30
n =
1+30 ( 0,05 2)
30
n =
1,075
n = 27,90
n = 28 Orang (dibulatkan)
Jadi besar sampel untuk penelitian ini adalah 28 orang.
4.2.4 Sampling

Pada penelitian ini menggunakan simple random sampling. Pemilihan

sampel dengan cara ini adalah cara pemilihan yang paling sederhana atau biasa

disebut sampling seperti arisan. Dimana pemilihan tersebut dimulai dari menulis

nama-nama calon responden pada secarik kertas kemudian diletakkan pada kotak

lalu diaduk atau diacak setelah semuanya terkumpul. Nama yang muncul pada

acakan tersebut maka dia yang akan menjadi sampling dari penelitian ini.
55

4.3 Kerangka Operasional

Populasi
Ibu rumah tangga di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek sebanyak 30 orang

Teknik Sampling
Simple Random Sampling

Sample Penelitian
Ibu rumah tangga di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek sebanyak 28 orang

Desain Penelitian
Pra-Post Test Design

Instrumen Pre-test
Kuisioner

Intervensi
Multi Step Flow Of Communication

Instrumen Post-test
Kuisioner

Analisa Data
Uji Wilcoxon

Kesimpulan
Ada Pengaruh atau Tidak Ada Pengaruh

Gambar 4.1 Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial
Pendewasan Usia Perkawinan di Deja Jarorejo Kecamatan Kerek
Kabupaten Tuban
56

4.4 Variabel Penelitian.


4.4.1 Variabel Independen

Variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain.

Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu

dampak pada variabel dependen [CITATION Nur13 \l 1033 ]. Variabel independen

dalam penelitian ini adalah Multi Step Flow Of Communication.

4.4.2 Variabel Dependen

Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel

respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain

[CITATION Nur13 \l 1033 ]. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Faktor

Sosial pendewasaan usia perkawinan


57

4.5 Definisi Operasional


Tabel 4.2 Definisi Operasional Pengaruh Multi Step Flow Of
Communication Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia
Perkawinan Di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten
Tuban

Definisi Alat Kode/


Variabel Indikator Skala
Operasional Ukur Skor
Variabel S Metode a. Awareness SOP - -
Independen= komunikasi (kesadaran)
Multi Step berantai yang b. Interest
F Flow Of diberikan (perhatian/
Communi- terhadap tertarik)
cation responden c. Evaluation
yang terdapat (menilai)
opinion d. Trial
leader, (mencoba)
opinion e. Adoption
receiver dan (menerima)
informasi
receiver

Variabel
F Faktor yang a. Tempat Kuisioner Ordinal
Ja Kode :
Dependen = dipengaruhi tinggal Faktor Sosial Kurang
F Faktor Sosial oleh b. Peran Berpengaruh = 3
pendewasaan lingkungan anggota Faktor Sosial Cukup
usia sekitar yaitu keluarga Berpengaruh = 2
perkawinan keadaan yang sudah Faktor Sosial
tempat menikah di Berpengaruh = 1
tinggal dan usia muda
peran orang c. Peran orang Kategori dengan
tua tua dalam Skala Likert :
pengambilan Faktor sosial
keputusan berpengaruh = 47-60
untuk Faktor sosial cukup
menikah Berpengaruh = 33-46
Be diusia muda Faktor sosial Kurang
d. Terhindar/un Berpengaruh = 20-33
tuk
menutupi aib
keluarga
58

4.6 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah Prosedur Pelaksanaan

Komunikasi Masyarakat dengan Metode Multi Step Flow Of Communication

variabel independen yaitu Multi Step Flow Of Communication, variabel dependen

yaitu faktor sosial dalam pendewasaan usia perkawinan menggunakan kuisioner.

Tujuan kuisioner digunakan untuk mengukur dari variabel faktor sosial

dimana pada penelitian hanya variabel dependen yang diukur oleh peneliti. Di

dalam kuisioner memaparkan beberapa indikator yaitu: sosial budaya, peran

orangtua, pergaulan bebas dan teman sebaya atau keluarga.

Pengisian kuisioner bisa dilakukan dengan memberi tanda () pada salah

satu pilihan jawaban yang menurut responden paling sesuai dengan kehidupan

sehari-harinya. Pada penelitian ini menggunakan pre-test dan post-test. Pada pre-

test pengisian kuisioner diakukan sebelum perlakuan multi step flow of

communication. Sedangkan pada post-test pengisian dilakukan setelah diberikan

perlakuan. Hal ini nertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan

sesuadan dan sebelum diberikan perlakuan.

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban

karena angka kejadian pernikahan tertinggi diantara 20 kecamatan yang ada di

Tuban (BAPEMAS, 2018).

Untuk metode multi step flow of communication dilaksanakan di salah satu

rumah warga saat kegiatan tahlilan rutin yang dilakukan oleh Ibu rumah tangga

yang ada di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek


59

4.8 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

Langkah awal dalam penelitian ini dimulai dari peneliti melakukan studi

pendahuluan terlebih dahulu. Kemudian peneliti membuat proposal penelitian,

dalam proses pembuatan proposal peneliti harus melakukan survei awal terlebih

dahulu untuk memperkuat data dari fenomena yang akan diteliti. Proses

pengambilan data awal, peneliti melakukan wawancara pada beberapa Ibu rumah

tangga yang ada di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek. Dari masyarakat yang masih

mempunyai anak SMA sebanyak 5, diantaranya mempunyai anggapan bahwa

setelah anak mereka lulus sekolah, mereka menginginkan untuk langsung

menikah karena menurut mereka wanita tidak perlu berpendidikan tinggi, ada juga

yang beranggapan karena teman dan kerabat keluarga mereka banyak yang sudah

menikah, dengan menikah dapat membantu meringankan beban keluarga dalam

hal ekonomi. Setelah data awal didapatkan peneliti dapat menyusun latar belakang

dan tujuan penelitian dalam proses pembuatan proposal.

Setelah proposal penelitian disetujui oleh instansi pendidikan STIKES NU

Tuban peneliti mengajukkan ijin kepada Kepala Desa Jarorejo untuk mengadakan

penelitian kepada Ibu rumah tangga yang ada disana. Sebelum mengumpulkan

ibu-ibu pengajian, peneliti menjelaskan latar belakang dan tujuan penelitian.

Kemudian membagikan lembar persetujuan menjadi responden dan cara

pengisiannya. Untuk variabel independen tidak diukur sedangkan variabel

dependen diukur dengan kuisioner pada waktu Pre-test dan Post-test.

Pengumpulan data sebelum penyuluhan dengan metode Multi Step Flow Of

Communication diperoleh menggunakan kuisioner pre-test yaitu dengan


60

menyebarkan kuisioner kepada responden hal ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan Multi Step Flow Of

Communication setelah Pre-test dilakukan, tahap intervensi berupa penyuluhan

dengan metode Multi Step Flow Of Communication sebanyak tiga tahap yaitu

tahap 1, tahap 2 dan tahap 3.

Pada hari pertama reponden melakukan tahap pertama yaitu opinion leader

bisa mengakses informasi dari media massa atau sari sumber lainnya. Dalam

proses tahap pertama opinion leader akan mengumpulkan dan mempelajari dari

informasi yang didapatkan, kemudian informasi tersebut disampaikan dengan

opinion receiver.

Pada hari kedua atau tahap kedua opinion leader mulai menyebarkan atau

menyampaikan infromasi yang sudah dipelajari dan didapatkan kepada opinion

receiver. Opinion leader harus membuat opinion receiver tertarik (interest)

dengan informasi yang disampaikan sehingga opinion receiver nanti akan mampu

menyebarluaskan informasi yang didapatkan pada kelompok sosial (information

receiver).

Pada hari ketiga, pada tahap ini akan dibentuk tiga kelompok sosial atau

information receiver masing-masing kelompok berjumlah 8 orang. Pada ketiga

kelompok ini akan diadakan lomba berupa penyuluhan kesehatan tentang

pendewasaan usia perkawinan hal ini bertujuan untuk menjadi semangat para

opinion leader, opinion receiver dalam menyampaikan informasi. Selain menjadi

semangat secara tidak langsung akan terjadi proses interaksi antar masyarakat dan

secara tidak langsung informasi tentang pendewasaan usia perkawinan akan


61

menyebar. Tugas dari opinion receiver adalah menyebarluaskan informasi yang

sudah didapatkan dari opinion leader. Pada tahap ini selain menerima informasi

dari opinion receiver kelompok sosial juga diperbolehkan mencari informasi dari

sumber lain, yang nanti hasil informasi yang didapatkan bisa disampaikan dalam

bentuk pendapat.

Setelah ketiga tahap tersebut dilakukan, peneliti melakukan post-test. Post-test

ini dilakukan sama seperti pre-test sebelumnya yaitu dengan cara penyebaran

kuisioner. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan sebelum dilakukan

perlakukan dan sesudah dilakukan perlakuan.

4.9 Cara Analisa Data

Dalam penelitian ini setelah data terkumpul semua dari hasil pengumpulan

data, maka dilakukan pengolahan data dengan menggunakan tahap sebagai

berikut. Langkah-langkah analisa data dalam penelitian ini yaitu:

1. Editing

Kegiatan menyeleksi data yang masuk dari pengumpulan data melalui

kuesioner setelah terisi kemudian peneliti melakukan pemeriksaan terhadap

jawaban yang telah diberikan dan tidak ada kuesioner yang tidak diisi

(Supriyanto, 2011). Hal ini dilakukan setelah semua data yang dikumpulkan

melalui kuesioner dan diisi langsung oleh responden.

2. Coding

Pada penelitian ini yang perlu diberi kode yaitu:

Variabel Independen:
62

Kode 1 : Sebelum diberikan Multi Step Flow Of Communication

Kode 2 : Sesudah diberikan Multi Step Flow Of Communication

Sedangkan Variabel Dependen (Faktor Sosial) diberikan coding yaitu:

Kode 1 : Untuk jawaban Tidak Setuju pada saat pengisian kuisioner

Kode 2 : Untuk jawaban Kurang Setuju pada saat pengisian kuisioner

Kode 3 : Untuk jawaban Setuju pada saat pengisian kuisioner

3. Scoring

Tahap ini dilakukan setelah ditetapkan kode jawaban atau hasil kuesioner

sehingga jawaban responden atau hasil kuesioner dapat diberikan skor.

Kemudian penelitian dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil

pre-test dan post-test. Scoring dalam penelitian ini adalah:

Data Faktor Sosial

Faktor sosial berpengaruh : 47 - 60

Faktor sosial cukup berpengaruh : 33 - 46

Faktor sosial kurang berpengaruh : 20 – 33

Skor diatas didapatkan dari perhitungan dengan pendekatan skala likert

yang mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yaitu

dengan cara:

1) Jumlah pilihan jawaban ada 3 yaitu skor 3 (setuju), 2 (kurang setuju), 1

(tidak setuju)

2) Jumlah pernyataan sebanyak 20 menggunakan indikator faktor sosial

3) Skor minimal pilihan jawaban yaitu 1

4) Skor maksimal pilihan jawaban yaitu 3


63

5) Menentukan jumlah skor minimal:

Skor minimal x jumlah pertanyaan = (1 x 20 = 20)

6) Menentukan jumlah skor maksimal

Skor maksimal x jumlah pertanyaan = (3 x 20 = 60)

7) Menggolongkan menjadi 3 kategori (K) yaitu: 3 (setuju), 2 (kurang

setuju), 1 (tidak setuju)

8) Menentukan range (R) = skor max – skor min = (60 – 20 = 40)

9) Menentukan Interval I

I = Range/Kategori

I = 40/3 13,3

I = 60 – 13,3 = 46,7

I = 46,7 – 13,3 = 33,4

I = 33,4 – 13,3 = 20,1

Jadi dapat disimpulkan bahwa Faktor sosial, setuju = 47 – 60, kurang

setuju = 33 – 46, Tidak setuju = 20 - 33

4. Tabulasi

Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar

dengan mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.

Hal ini dilakukan setelah editing, coding, dan skoring selesai dilakukan.

5. Menurut Arikunto (1994) dalam Faqih (2012), interpretasi data

berdasarkan subvariabel dikategorikan dengan kriteria:

1) Seluruhnya : 100%

2) Hampir seluruhnya : 76% - 99%


64

3) Sebagian besar : 51% - 75%

4) Setengahnya : 50%

5) Hampir setengahnya : 26% - 49%

6) Sebagian kecil : 1% - 25%

7) Tidak satupun : 0%

6. Uji Statistik

Dalam penelitian ini menggunakan uji komparasi untuk mengetahui ada

pengaruh atau tidak dari kedua variabel tersebut. Skala data yang digunakan

untuk variabel dependen adalah skala ordinal, sehingga uji statistik yang

digunakan adalah Uji Wilcoxon (M.Sopiyudin, 2011). Langkah-langkah

melakukan uji tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Analyze Nonparametric-test 2 related samples

(2) Masukkan prepeng dan postpeng ke dalam kotak test pairs list

(3) Aktifkan Uji Wilcoxon

(4) Proses telah selesai. Klik Continue. Klik OK

7. Cara penarikan kesimpulkan

Ketentuan pengambilan keputusan adalah apakah hipotesis diterima atau

ditolak dengan melihat signifikasi.

1) Jika p value ≥ 0,05 maha H0 ditolak, artinya tidak ada pengaruh Multi

Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan

Usia Perkawinan
65

2) Jika p value ≤ 0,05 maha H1 diterima, artinya ada pengaruh Multi Step

Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia

Perkawinan

8. Piranti atau alat yang digunakan untuk menganalisa (manual/SPSS)

Aplikasi komputer Statistcal Package for Social Sciences (SPSS)

4.10 Etika Penelitian

4.10.1 Informed Concent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

reponden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan kepada responden

(Hidayat, 2010). Saat pengambilan sample terlebih dahulu peneliti memberikan

penjelasan kepada responden tentang maksud dan tujuan penelitian dan perlakuan

apa yang akan diberikan lalu dilanjutkan dengan menandatangani lembar

persetujuan menjadi responden. Informed Concent Terlampir.

4.10.2 Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data. Lembar tersebut

hanya akan diberi nomor kode tertentu.

4.10.3 Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang bisa

disajikan sebagai riset peneliti.


BAB 5

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

Pada BAB ini akan diuraikan hasil penelitian dan analisis penelitian tentang

“Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial

Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek”

Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial

Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan akan diujikan dengan menggunakan uji wilcoxon

dengan tingkat signifikan α = 0,05 artinya bila ρ ≤ α (0,05), maka H 1 diterima,

berarti secara signifikan ada pengaruh atara dua variabel yang diukur, tapi bila ρ ≥

α (0,05), maka H0 ditolak berarti tidak ada pengaruh antara dua variabel yang

diukur.

5.1 Hasil Penelitian

Pengumpulan data yang dilakukan pada responden, peneliti mendapat

keterangan sebagian ibu rumah tangga di Desa Jarorejo yang bersedia menjadi

responden berjumlah 28 orang. Data tersebut dikelompokkan oleh peneliti

menjadi data umum yang berisi gambaran umum lokasi penelitian, batas wilayah,

struktur organisasi, karakteristik responden, dan data khusus yang berisi data

faktor sosial pendewasaan usia perkawinan sebelum dan sesudah perlakuan serta

data Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial

Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek.

66
67

5.1.1 Data Umum

Data umum yang di peroleh peneliti pada penelitian ini meliputi:

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian


1) Lokasi Penelitian
Desa Jarorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Kerek Kabupaten Tuban yang memiliki dua dusun yakni Dusun

Simbatan dan Dusun Jarorejo dengan luas wilayah desa sebesar

5.089.055 Km2. Jumlah penduduk 55.556 jiwa yang terdiri dari 2.734

laki-laki dan 2.822 perempuan. Mata pencaharian penduduk Desa

Jarorejo sebagian besar adalah petani. Batas wilayah Desa Jarorejo

sebelah utara Desa Margomulyo, sebelah selatan Desa Hargoretno,

sebelah barat Desa Margorejo, dan sebelah timur Desa Temayang.

2) Fasilitas yang mendukung desa

Fasilitas yang mendukung kegiatan masyarakat Desa Jarorejo yang

terdapat 1 Balai Desa, 2 Masjid, 2 Gereja, 1 Sekolah Dasar, 1 Sekolah

Menengah Atas, 1 Taman Kanak-kanak, 1 Play Group.

3) Struktur Organisasi Kantor Kepala Desa Jarorejo


Kepala Desa

Sekretaris

Kasi. Kasi. Kaur. Kaur.


Ketentraman dan
Kesejahteraan Ekonomi dan Umum dan
Ketertiban
Masyarakat keuangan Pemerintah
Kasi. Pemeriksaan Kasi. Pembang. Dan
Kepala Dusun
dan Nelayan Pember. Masyarakat
Sumber : Data Kantor Kepala Desa Jarorejo, Tahun 2019
68

2. Karakteristik responden

Karakteristik responden menjelaskan tentang usia responden, pendidikan

terakhir, dan jenis kelamin responden dalam bentuk tabel berikut:

1) Usia Responden

Usia responden ibu rumah tangga di Desa Jarorejo dijabarkan pada

tabel berikut ini.

Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden Ibu Rumah Tangga di Desa


Jarorejo Bulan Mei Tahun 2019.

No No Usia (tahun) Frekuensi Prosentase (%)


11 1 20-35 tahun 11 39,3
2 2 36-55 tahun 17 60,7
Jumlah 28 100,0
Sumber: Data Primer Peneliti, Tahun 2019

Tabel 5.1, menjelaskan bahwa sebagian besar responden berusia 36-55

tahun berjumlah 17 orang (60,7%) dan hampir setengah responden

berumur 20-35 tahun berjumlah 11 orang (39,3%).

2) Pendidikan Terakhir

Pendidikan terakhir responden ibu rumah tangga di Desa Jarorejo

dijabarkan pada tabel berikut ini.

Tabel 5.2 Distribusi Pendidikan Terakhir Responden Ibu Rumah


Tangga di Desa Jarorejo Bulan Mei Tahun 2019.

No Pendidikan Terakhir Frekuensi Prosentase (%)


11 1 SD 8 28,6
2 2 SMP 12 42,9
3 3 SMK 1 3,6
4 SMA 6 21,4
5 S1 1 3,6
Jumlah 28 100,0
Sumber: Data Primer Peneliti, Tahun 2019
69

Tabel 5.2, menjelaskan bahwa hampir setengahnya responden

berpendidikan SMP berjumlah 12 orang (42,9%) dan sebagian kecil

berpendidikan SD berjumlah 8 orang (28,6%), SMA berjumlah 6 orang

(21,4%), dan berpendidikan SMK dan S1 berjumlah 1 orang (3,6%).

3) Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin responden ibu rumah tangga di Desa Jarorejo dijabarkan

pada tabel berikut ini.

Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin Responden Ibu Rumah


Tangga di Desa Jarorejo Bulan Mei Tahun 2019.
N
Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)
o
1 Perempuan 28 100,0
2 Laki-laki 0 0
Jumlah 28 100,0
Sumber: Data Primer Peneliti, Tahun 2019

Tabel 5.3, menjelaskan bahwa seluruh responden berjenis kelamin

perempuan berjumlah 28 orang (100,0%).

5.1.2 Data Khusus

Data khusus yang diperoleh pada penelitian ini meliputi faktor sosial

pendewasaan usia perkawinan sebelum dan sesudah perlakuan serta data Pengaruh

Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia

Perkawinan di Desa Jarorejo Kec. Kerek.

1. Faktor sosial pendewasaan usia perkawinan sebelum diberikan perlakuan di

Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban.

Faktor sosial pendewasaan usia perkawinan sebelum diberikan perlakuan di

Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban dijabarkan pada tabel 5.4
70

Tabel 5.4 Distribusi Data Faktor Sosial Ibu Rumah Tangga Tentang
Pendewasaan Usia Perkawinan Sebelum Diberikan Perlakuan di
Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban Bulan Mei
Tahun 2019.
No No Faktor Sosial Frekuensi Prosentase (%)
Faktor Sosial
1 1 1 3 10,7
Berpengaruh
Faktor Sosial Cukup
2 1 2 5 17,9
Bepengaruh
Faktor Sosial Kurang
3 3 20 71,4
Berpengaruh
Jumlah 28 100,0
Sumber: Data Primer Peneliti, Tahun 2019

Tabel 5.4, menjelaskan bahwa ada beberapa responden menunjukkan faktor sosial

berpengaruh berjumlah 3 orang (10,7%), sebagian kecil menunjukkan faktor

sosial cukup berpengaruh berjumlah 5 orang (17,9%), dan sebagian besar

menunjukkan faktor sosial kurang berpengaruh berjumlah 20 orang (71,4%)

tentang faktor sosial yang mempengaruhi pendewasaan usia perkawinan sebelum

diberikan perlakuan.

2. Faktor sosial pendewasaan usia perkawinan sesudah diberikan perlakuan di

Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban.

Faktor sosial pendewasaan usia perkawinan sesudah diberikan perlakuan di

Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban dijabarkan pada tabel 5.5
71

Tabel 5.5 Distribusi Data Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan


Sesudah Diberikan Perlakuan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek
Kabupaten Tuban Bulan Mei Tahun 2019.
No Faktor Sosial Frekuensi Prosentase (%)
Faktor Sosial
1 26 92,9
Berpengaruh
Faktor Sosial Cukup
2 2 7,1
Berpengaruh
Faktor Sosial Kurang
3 0 0
Berpengaruh
Jumlah 28 100,0
Sumber: Data Primer Peneliti, Tahun 2019

Tabel 5.5, menjelaskan bahwa hampir seluruhnya responden menunjukkan faktor

sosial berpengaruh berjumlah 26 orang (92,9%), sebagian kecil responden

menunjukkan faktor sosial cukup berpengaruh berjumlah 2 orang (7,1%) dan

tidak ada satupun responden yang menunjukkan faktor sosial kurang berpengaruh

tentang faktor sosial yang mempengaruhi pendewasaan usia perkawinan (0%)

setelah diberikan perlakuan.

3. Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial

Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek.

Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial

Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek

Kabupaten Tuban dijelaskan oleh peneliti pada tabel 5.6.


72

Tabel 5.6 Distribusi Tabulasi Silang Data Pengaruh Multi Step Flow Of
Communication Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia
Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten
Tuban Bulan Mei Tahun 2019
Faktor Sosial Post Test
Pendewasaan Usia Perkawinan Berpengaruh Cukup Total
2 1 3
Faktor Sosial Berpengaruh
7,1% 3,6% 10,7%
4 1 5
Faktor Sosial Cukup Berpengaruh
Pre Test 14,3% 3,6% 17,5%
Faktor Sosial Faktor Sosial 20 0 20
Kurang Berpengaruh 71,4% 0,0% 71,4%
26 2
Total 100,0
92,9% 7,1%
Wilcoxon Signed Ranks Test Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,000

Sumber: Data Primer Peneliti, Tahun 2019

Tabel 5.6, menjelaskan bahwa sebelum diberikan perlakuan menunjukkan faktor

sosial berpengaruh berjumlah 3 orang (10,7%) mereka mempunyai tingkat

pendidikan terakhir S1 dan SMA satu responden berpendidikan S1 dan dua

responden berpendidikan terakhir SMA, satu responden bekerja sebagai pegawai

negeri sipil dan dua responden bekerja sebagai ibu rumah tangga, selain itu ada

responden yang mengatakan sebelumnya sudah mengetahui tentang pendewasaan

usia perkawinan dan mereka juga masih mempunyai anak yang masih kuliah.

Sebagian kecil responden menunjukkan faktor sosial cukup berpengaruh

berjumlah 5 orang (17,9%) mereka mempunyai tingkat pendidikan SMA dan

SMK, empat berpendidikan SMA dan satu berpendidikan SMK, mereka bekerja

sebagai ibu rumah tangga dan ada juga yang berjualan online shop mereka

mengatakan dapat mengakses informasi seputar pendewasaan usia perkawinan

sehingga lebih muda untuk memahami informasi tersebut.


73

Sebagian kecil responden menunjukkan faktor sosial kurang berpengaruh

berjumlah 20 orang (71,4%) mereka mempunyai tingkat pendidikan terakhir SMP

dan SD, sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga dan bertani sebagian

besar mereka masih mempunyai anak SMA, SMP dan ada juga yang masih

menganggur dirumah atau belum bekerja, mereka mengatakan belum mengetahui

tentang pendewasaan usia perkawinan dan dampak dari pendewasaan usia

perkawinan, mereka mempunyai pendapat jika anak sudah lulus sekolah dan tidak

bekerja lebih baik langsung dinikahkan saja.

Sesudah dilakukan perlakuan hampir seluruh responden menunjukkan

faktor sosial berpengaruh berjumlah 26 orang (92,9%) hal ini dikarenakan hampir

seluruh responden pada proses multi step flow of communication atau tahap ketiga

sangat memperhatikan informasi yang disampaikan, ada beberapa responden yang

bertanya sehingga tercipta proses diskusi.

Sebagian kecil responden menunjukkan faktor sosial cukup berpengaruh

berjumlah 2 orang (7,1%) hal ini terjadi karena dilihat dari faktor usia kedua

responden tersebut berusia 49 tahun dan 53 tahun dengan latar pendidikan terakhir

SD, pada saat pelaksanaan multi step flow of communication tahap ketiga kedua

responden tersebut juga tidak mengikutinya sampai selesai dan pada saat tahap

post-test mereka datang terlambat sehingga mereka kurang memahami tentang

informasi yang sudah disampaikan. Dan tidak ada satupun responden yang

menjawab tidak setuju tentang faktor sosial yang mempengaruhi pendewasaan

usia perkawinan (0%) setelah diberikan perlakuan.


74

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji wilcoxon.

Teknik ini merupakan penyempurnaan dari uji tanda (sign test). Teknik ini

digunakan untuk menguji hipotesis komparatif antara dua sampel yang berkolerasi

apabila datanya berbentuk ordinal (Sugiyono, 2013). Data yang diperoleh oleh

peneliti dengan cara menggunakan kuisioner kemudian dilakukan editing dengan

cara menyeleksi data yang masuk dari pengumpulan data melalui kuisioner

terhadap responden serta melakukan pemeriksaan terhadap jawaban yang telah

diberikan dan memastikan tidak ada kuisioner yang tidak terisi. Kemudian,

dilakukan coding pada masing-masing hasil dari sebelum dan sesudah dilakukan

perlakuan sesuai dengan yang tercantum dalam definisi operasional. Selanjutnya,

ditabulasi ke dalam tabel dan dianalisis dengan uji wilcoxon menggunakan

software SPSS for windows versi 23.


BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Identifikasi Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan Sebelum Diberikan

Perlakuan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban.

Hasil analisis data dan interpretasi data penelitian yang dilakukan oleh

peneliti pada ibu rumah tangga di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten

Tuban berjumlah 28 orang, sebelum di berikan Multi Step Flow Of

Communication tentang pendewasaan usia perkawinan sebagian besar responden

menunjukkan faktor sosial kurang berpengaruh dan cukup berpnegaruh karena

responden belum mengetahui dampak dan budaya pendewasaan usia perkawinan

yang baik bagi kesehatan, sebagian kecil responden menunjukkan faktor sosial

berpengaruh hal ini disebabkan responden sudah mengetahui tentang program

pendewasaan usia perkawinan.

Teori Madeleine Leininger’s dapat digunakan untuk menilai faktor cultural

care pasien (individu, kelompok dan keluarga) untuk mendapatkan pemahaman

budaya masyarakat termasuk dalam pendewasaan usia perkawinan. Dalam teori

Leininger’s terdapat beberapa faktor budaya meliputi pendidikan, teknologi,

sosial, politik dan hukum, ekonomi, nilai budaya dan religius. Dalam hal ini faktor

sosial merupakan faktor yang paling menjadi penunjang dilihat dari sosial budaya,

peran orang tua, peran teman sebaya atau keluarga dan pergaulan bebas.

Faktor sosial merupakan faktor yang dipengaruhi oleh orang-orang disekitar

lingkungan. Meliputi tempat tinggal, peran orang tua, peran keluarga dan

masyarakat (Febriyanti dan Dewi, 2017). Tempat tinggal merupakan lokasi

75
76

dimana seseorang bernaung, daerah tempat tinggal juga dapat mempengaruhi

keputusan perempuan untuk menikah. Kekhawatiran orang tua dan keluarga bisa

menjadi faktor terjadinya pernikahan pada usia muda yang disebabkan karena

adanya rasa cemas yang dirasakan orang tua terhadap pergaulan anaknya (Nur

Alyssa, 2017). Selain itu orang tua sering mendapatkan tekanan normatif dari

masyarakat untuk segera menikahkan anak-anaknya terutama bagi anak

perempuan karena nilai-nilai sosial budaya memandang tugas utama perempuan

adalah berumah tangga, di dapur, menjadi istri, dan mengasuk anak.

Dan yang terjadi di Desa Jarorejo adalah banyak orang tua yang berpendapat

bahwa menikah diusia kurang dari 20 tahun sudah menjadi hal yang biasa.

Menikah lebih cepat terutama pada anak perempuan dapat menghindari hal-hal

negatif contohnya adalah hamil diluar nikah. Selain itu banyak yang mengatakan

karena lingkungan sekitar atau teman –teman anak mereka banyak yang sudah

menikah.

Ketika peneliti mencoba menanyakan tentang dampak atau akibat dari

menikah diusia kurang dari 20 tahun. Sebagian besar responden menjawab

dampaknya adalah kalau tidak cocok pasti cerai, karena emosi mereka yang

terkadang masih belum stabil. Lalu peneliti mencoba menanyakan apa dampak

pernikahan diusia kurang dari 20 tahun bagi kesehatan. Mereka mengakui tidak

mengetahui tentang dampak dari kesehatannya. Mereka beranggapan bahwa

didalam melaksanakan sebuah pernikahan diusia kurang dari 20 tahun tidak ada

hubunganya dengan masalah kesehatan.


77

Mereka juga membahas tentang apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum

menikahkan anaknya. Biasanya merekan akan melakukan perhitungan Jawa atau

biasa disebut dengan weton. Akan tetapi tidak semua responden menggunakan

kepercayaan ini. Selain itu jika kedua remaja tersebut sudah saling menyukai. Dari

fakta di atas dapat disimpulkan persiapan yang dilakukan masyarakat di Desa

Jarorejo sebelum menikahkan anaknya ada yang melakukan perhitungan Jawa,

melihat psikologis anak tentang bagaimana emosi mereka jika sudah banyak

menghadapi masalah rumah tangga nanti.

Jadi pernikahan dipandang sebagai kewajiban sosial dan bukan karena

pertimbangan lainnya. Pernikahan yang bahagia tidak hanya cukup berdasarkan

cinta tetapi juga didukung oleh faktor-faktor lain. Salah satunya adalah usia saat

pernikahan karena pernikahan diusia muda selain memiliki keuntungan juga

memiliki kerugian yang perlu dipertimbangkan.

Komunikasi sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk

atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya (Roger dan D.

Lawrence Kincaid, 1981). Multi step flow of communication merupakan bentuk

model komunikasi massa gabungan dari model tahap satu dan tahap dua, model

komunikasi ini telah di populerkan oleh Paul Lazardfeld yang merupakan seorang

sosiologis pada tahun 1944, dan dilanjutkan oleh Elihu Katz pada tahun 1955.

Model multi step flow ini lebih akurat dalam menjelaskan apa yang terjadi dalam

pembentukan opini dan sikap.

Berdasarkan data diatas, peneliti berpendapat faktor sosial yang

mempengaruhi terjadinya pernikahan dini di Desa Jarorejo adalah peran orangtua,


78

sosial budaya, pergaulan bebas, teman sebaya atau anggota keluarga. Sebagian

besar responden belum mengetahui tentang apa itu pendewasaan usia perkawinan,

persiapan apa saja yang perlu dilakukan sebelum melakukan pernikahan dan

dampak dari pernikahan dini.

Keterbatasan informasi tentang pendewasaan usia perkawinan tersebut,

saat memberikan perlakuan peneliti akan memaparkan tentang informasi seputar

pendewasaan usia perkawinan, kemudian faktor sosial yang dapat dilakukan

orangtua atau keluarga dalam pelaksanaan pendewasaan usia perkawinan yang

baik bagi kesehatan.

6.2 Identifikasi Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan Sesudah Diberikan

Perlakuan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban.

Interpretasi data penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada ibu rumah

tangga di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban berjumlah 28 orang

setelah diberikan Multi Step Flow Of Communication tentang pendewasaan usia

perkawinan menunjukkan hampir seluruh responden berpendapat setuju atau

faktor sosial berpengaruh terhadap pendewasaan usia perkawinan hal ini

disebabkan karena saat pelaksanaan multi step flow of communication responden

memperhatikan tentang apa yang disampaikan oleh opinion leader, sebagian kecil

kurang setuju atau faktor sosial kurang berpengaruh karena faktor usia dan saat

pelaksanaan multi step flow of communication pada saat tahap kedua dan ketiga

responden tersebut tidak mengikuti sampai selesai dan pada saat tahap post test

mereka datang terlambat, tidak ada satupun responden yang menjawab tidak

setuju tentang faktor sosial yang mempengaruhi pendewasaan usia perkawinan.


79

Hal ini dibuktikan sesudah diberikan perlakuan ketika peneliti mencoba

menanyakan kepada responden tentang apa saja dampak dari pernikahan diusia

kurang dari 20 tahun bagi kesehatan, ada beberapa responden yang bisa

menyebutkan mulai dari ketika hamil dan melahirkan akan mengalami banyak

resiko salah satunya adalah lahir premature. Yang kedua organ intim dari pihak

perempuan yang belum siap atau matang.

Selain memaparkan informasi tentang dampak dari pernikahan diusia kurang

dari 20 tahun peneliti juga mencoba mengenalkan kepada masyarakat tentang

PUP atau biasa disebut Pendewasaan Usia Perkawinan. Dimana dalam PUP

tersebut memaparkan tentang apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum

menikahkan anaknya. Mulai dari faktor usia, batas minimal usia anak

diperbolehkan menikah menurut BKKBN adalah untuk laki-laki berusia 25 tahun

dan untuk perempuan berusia 20 tahun hal ini sesuai dengan fungsi organ

reproduksi mereka yang sudah siap. Selain itu menghindari kehamilan beresiko

dengan cara menghindari 4T taitu terlalu muda untuk menikah, terlalu rapat jarak

antara kehamilan kurang dari 3 tahun, dan terlalu banyak jumlah anak yang

dilahirkan lebih dari dua. Setelah diberikan informasi diatas peneliti mengatakan

ini menjadi informasi baru bagi mereka, tetapi ada juga beberapa responden yang

sudah mengetahui tentang perdewasaan usia perkawinan tersebut.

Menurut Paul Lazarsfeld model multi step flow of communication dapat

menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui interaksi yang kompleks. Model

komunikasi ini bisa secara langsung bisa juga berantai seperti melalui pemuka

pendapat terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan ke masyarakat umum. Model ini


80

mengatakan bahwa ada hubungan timbal balik dari media ke khalayak atau

masyarakat yang juga berinteraksi satu sama lain kembali ke media, kemudian

kembali lagi ke khalayak atau masyarakat (Nuruddin, 2004).

Model ini penting untuk mengilustrasikan bahwa setiap orang itu

dipengaruhi baik oleh media atau komunikator antar pribadi dan mempengaruhi

media dan orang lain (Fatiyani, 2014).

Berdasarkan data dan teori diatas, peneliti menggunakan model komunikasi

multi step flow of communication dalam memberikan perlakuan, hal ini

disesuaikan dengan sasaran responden yaitu ibu-ibu rumah tangga dimana mereka

dalam kehidupan sehari-harinya adalah bertemu dengan tetangga satu sama lain

dan biasanya juga berkumpul dalam satu acara yakni acara arisan atau acara

tahlilan dimana hal tersebut membuat peneliti berfikir dengan begitu jika melalui

ibu-ibu maka informasi bisa tersampaikan dengan mudah dan dapat dijangkau

secara luas dan cepat.

6.3 Analisis Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor

Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek

Kabupaten Tuban dengan Pendekatan Teori Madeleine Leininger’s dan

Roger.

Hasil analisis dengan uji wilcoxon menggunakan software SPSS for

windows versi 23 dengan tingkat signifikan α = 0,05 diperoleh nilai ρ = 0,000 di

mana 0,000 ≤ 0,05, maka H1 diterima, berarti secara signifikan dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh multi step flow of communication terhadap faktor sosial
81

pendewasaan usia perkawinan di desa Jarorejo kecamatan Kerek kabupaten

Tuban.

Perubahan tersebut disebabkan oleh pemberian multi step flow of

communication, hal tersebut sesuai dengan teori Roger (1962) yang

mengemabngkan teori Lewin (1951) tentang tiga tahap perubahan dengan

menekankan latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan dan

lingkungan dimana perubahan tersebut dilaksanaka. Roger (1962) menjelaskan

lima tahap dalam perubahan yaitu awarness, interest, evaluation, trial dan

adaption (Nursalam, 2014).

Pada penelitian ini multi step flow of communication dilakukan dengan tiga

tahap yakni pada tahap pertama seorang opinion leader mengumpulkan informasi

seputar pendewassan usia perkawinan dan latar belakang seorang opinion leader

tersebut memang sudah memahami dan menyadari tentang program pendewasaan

usia perkawinan ini sesuai dengan teori Roger (1962) tahap pertama yaitu

awarness atau menyadari bagaimana individu atau lingkungan tersebut akan

mengalami perubahan.

Pada tahap kedua opinion leader akan membagikan informasi tersebut pada

opinion receiver pada tahap kedua ini tugas dari seorang opinion receiver adalah

membuat informasi yang akan disampaikan pada kelompok sosial terlihat menarik

atau interest sesuai dalam teori Roger (1962) sehingga semua responden mau

mendengarkan dan memahami yang membuat menarik dalam tahap ini adalah ada

beberapa opinion receiver yang belum pernah melakukan kegiatan edukasi

sehingga terlihat gugup dan terlihat lucu oleh semua responden, selain hal tersebut
82

ada satu opinion receiver yang mempunyai karakteristik bisa melawak sehingga

dia menyampaikan informasi tersebut sesuai dengan pembawaannya yang lucu,

selain itu yang berbicara atau yang menyampaikan informasi adalah temannya

sendiri ini juga menjadi salah satu strategi peneliti bagaimana individu atau

lingkungan tersebut secara perlahan-lahan dapat berubah.

Pada tahap terakhir atau tahap ketiga ini dilakukan dengan diskusi kelompok

kecil proses diskusi akan muncul rasa ingin menilai atau evaluation, mencoba

atau trial menyampaikan pendapat dan menerima atau adoption tentang informasi

apa yang sudah disampaikan ini sesuai dengan teori Roger tahap ketiga sampai

dengan tahap terakhir bagaimana individu akan berubah jika sudah melalui

bebeapa proses tersebut. Ini dapat memberikan kesempatan pada ibu-ibu untuk

memahami pentingnya dampak pendewasaan usia perkawinan. Kemudian terjadi

peningkatan pengetahuan dan pemahaman ibu-ibu tentang pendewasaan usia

perkawinan. Hal ini dapat membantu masyarakat atau ibu-ibu untuk mengetahui

budaya pernikahan dini yang baik bagi kesehatan. Sesuai dengan teori Madeleine

Leininger’s ada beberapa dimensi cultural care, ini dilakukan untuk mendapatkan

pemahaman budaya klien.

Selain itu teori transcultural nursing merupakan satu-satunya teori yang

membahas secara spesifik tentang pentingnya menggali budaya klien untuk

memenuhi kebutuhannya. Teori Madeleine Leininger’s memaparkan beberapa

dimensi cultural care salah satunya adalah social factor yang mana pada

penelitian ini social factor atau faktor sosial dilihat dari lingkungan, peran orang

tua, peran anggota keluarga dan terhindar dari aib keluarga.


83

Hal ini dibuktikan dengan dari keempat faktor sosial tersebut memperoleh

hasil sebagian besar yang mempengaruhi pernikahan diusia kurang dari 20 tahun

yang memiliki peringkat pertama adalah akibat pergaulan bebas kemudian pering

kedua adalah peran teman sebaya atau anggota keluarga, yang ketiga adalah peran

orangtua dan yang terakhir adalah faktor dari lingkungan. Sebagian besar

responden yang berpendapat tidak setuju dan kurang setuju tentang faktor sosial

pendewasaan usia perkawinan menjadi setuju setelah diberikan edukasi dengan

multi step flow of communication.

Hasil penelitian ini menunjukkan hampir seluruh responden mengalami

peningkatan pengetahuan dalam budaya pernikahan dini yang baik dalam segi

kesehatan, sehingga dapat disimpulkan adanya pengaruh multi step flow of

communication terhadap faktor sosial pendewasaan usia perkawinan di Desa

Jarorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban.

Didalam sebuah keluarga sebelum melangsungkan pernikahan atau

menikahkan anaknya, keluarga perlu membuat keputusan atau decision making.

Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan pengambilan keputusan (decision

making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau kebijakan yang

didasarkan atas kriteria tertentu.

G.R Terry mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai

pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang

mungkin.
84

Menurut Kotler faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

antara lain :

a. Faktor budaya yang meliputi peran budaya, sub budaya dan kelas sosial

b. Faktor sosial yang meliputi kelompok acuan, keluarga, peran dan status

c. Faktor pribadi yang termasuk usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan,

keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri

d. Faktor psikologis yang meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan,

keyakinan dan pendirian

Menurut Munandar A.S proses pengambilan keputusan dimulai berdasarkan

adanya masalah antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang ada. Keadaan

yang diinginkan dipengaruhi oleh:

a. Kebudayaan

b. Kelompok acuan, perubahan dalam kelompok dapat mengubah hal yang

diinginkan

c. Ciri-ciri keluarga

d. Status/harapan financial

e. Keputusan sebelumnya mempengaruhi pengenalan masalah

f. Perkembangn individu dapat mempengaruhi keadaan yang diinginkan,

kematangan seseorang mempengaruhi pilihannya

g. Situasi perorangan yang sedang berlangsung saat ini.


85

6.4 Keterbatasan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan-keterbatasan. Namun

diharapkan tidak mempengaruhi tujuan utama dari penelitian. Keterbatasan

tersebut meliputi:

1. Adanya keterbatasan waktu bagi responden dalam pelaksanaan penelitian,

yaitu pada bulan puasa kegiatan tahlilan diliburkan sehingga peneliti

mendapatkan masukan dari ketua RT Desa Jarorejo untuk memanfaatkan

kegiatan arisan RT setiap 2 kali dalam 1 minggu kemudian pada penelitian

ini seluruh responden adalah ibu rumah tangga yang memiliki banyak

aktivitas sebagai ibu rumah tangga yang menyiapkan keperluan untuk

berbuka akan tetapi masih menyempatkan untuk datang.

2. Peneliti mempunyai keterbatasan dalam hal keberhasilan penelitian, karena

pada penelitian ini yang diteliti adalah faktor sosial berdasarkan budaya

yang ada ditempat tersebut. Dimana dalam meneliti budaya di suatu daerah

memerlukan waktu yang sangat panjang untuk melihat perubahan

lingkungan secara signifikan. Akan tetapi berdasarkan interpretasi data yang

sudah didapatkan dan diolah oleh peneliti menunjukkan adanya perubahan

yang baik dalam hal tingkat pengetahuan dan peran orang tua dalam

pendewasaan usia perkawinan.


BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Sebelum dilakukan perlakuan multi step flow of communication sebagian

besar responden belum mengetahui dampak dari pendewasaan usia

perkawinan yang disebabkan oleh hampir seluruh responden memiliki

budaya untuk melakukan pernikahan dini karena responden belum

mengetahui pentingnya dampak dan dubaya dalam pendewasaan usia

perkawinan yang baik bagi kesehatan.

2. Setelah dilakukan perlakuan multi step flow of communication hampir

seluruh responden mengalami peningkatan yang baik dari segi faktor sosial

tentang pendewasaan usia perkawinan yang disebabkan oleh sebagian besar

seluruh responden mengetahui dampak dari kesiapan dalam pendewasaan

usia perkawianan.

3. Ada pengaruh multi step flow of communication terhadap faktor sosial

pendewassan usia perkawinan di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek

Kabupaten Tuban.

86
87

7.2 Saran

Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Komunitas

Diharapkan menjadi pembelajaran baru bagi masyarakat terutama kader-

kader kesehatan yang ada di Desa Jarorejo untuk menyebarkan informasi

seputar pendewasaan usia perkawinan pada masyarakat.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Lebih meningkatkan program pendewasaan usia perkawinan untuk

mencegah kehamilan beresiko dengan menghindarkan 4T yaitu terlalu

muda, terlalu tua, terlalu rapat, terlalu banyak.

3. Bagi Peneliti Lainnya

Dalam penelitian ini peneliti masih banyak kekurangan, diharapkan bagi

peneliti selanjutnya dapat memanfaatkan karya tulis dalam skripsi ini

sebagai bahan masukan, sehingga dapat melanjutkan penelitian ini

dengan variabel yang lebih bervariatif dan cakupan yang lebih luas

sehingga dapat dilakukan penelitian selanjutnya.

4. Bagi Institusi

Diharapkan bagi institusi pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat

dipergunakan sebagai informasi ilmu pengetahuan khususnya ilmu

keperawatan komunitas.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Tin, 2010, Perkawinan Dini Dan Dampak Status Gizi Pada Anak
(Analisis Data Riskesdas 2010). Jurnal Gizi Indon 2011, 34 (2): 109-119
Astuti, Siti Yuli, 2011, Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia
Muda DiKalangan Remaja Di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei
Tuan Kabupaten Deli Serdang.
BAPEMAS, 2018, Buku Laporan Pernikahan: Tuban.
Cangara, Hafied, 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafirdo
Persada.
Cherry dalam Stuart (1983) dikutip dari Abdul Muhith dan Sandu Siyoto, 2018,
Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health. Yogyakarta: CV
ANDI OFFSET
Duldt-Berry yang dikutip Suryani (2006) dikutip dari Abdul Muhith dan Sandu
Siyoto, 2018, Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health.
Yogyakarta: CV ANDI OFFSET
Efendi, Ferry dan Makhfudli, 2009, Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori
dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fatiyani, 2014, Pernikahan Dini Pada Remaja Di Loksemawa, Medan: Fakultas
Kesehatan Mayarakat Universitas Sumatera Utara
Febriyanti, Ni Putu Vita dan Urmila Dewi, 2017, Pengaruh Faktor Sosial
Ekonomi Dan Demografi Terhadap Keputusan Perempuan Menikah
Muda Di Indonesia, Vol.13, No. 2, hal. 108-117, diakses pada tanggal 07
Februari 2019 pukul 09:45 WIB
G. R. Terry dalam Syamsi, Ibnu, 2000, Pengambilan Keputusan dan Sistem
Informasi, Jakarta: Bumi Aksara hal. 5
Hidayat, AA, 2009, Metode Penelitian dan Teknik Analisa Data, Jakarta: Salemba
Medika.
https://docshare04.docshare.tips.files diakses pada tanggal 20 Februari 2019,
pukul 11: 05 WIB.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/view/39493.
https://pakarkomunikasi.com/model-komunikasi-massa diakses pada tanggal 07
Februari 2019, pukul 10:10 WIB
https://respository.usu.ac.id>bitstream>handle diakses pada tanggal 20 Februari
2019, pukul 11:25 WIB.
https://www.academia.edu/12408558/Komunikasi_Model_Alir_Banyal_Tahap_M
ulti_Step_Flow_Model_communication diakses pada tanggal 20 Februari
2019, pukul 14:35 WIB.
Kotler, Plulip, 2003, Manajemen Pemasaran Edisi Kesebelas Jilid 1 dan 2,
Jakarta: PT Indeks hal. 98
KUA, 2018, Laporan Usia Pengantin: Kecamatan Kerek.
Leininger (1995) dikutip dalam buku Nursalam, 2016, Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi 4, Jakarta: Salemba Medika.
Manandar, A.S, 2004, Psikologis Industri dan Organisasi, Tangerang:
Universitas Indonesia Press hal. 124

88
89

Muadz, M. Masri, 2010, Pendewasaan Usia Perkawinan Dan Hak-hak


Reproduksi Bagi Remaja Indonesia, cetakan 2, Jakarta.
Nur Alyssa, 2017, ‘Dampak Sosial Pernikahan Dini’, skripsi Sarjana Sosial, UIN
Alauddin, Makassar.
Nursalam, 2014, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis,
Edisi 4, Jakarta: Salemba Medika.
Nuruddin, 2004, Komunikasi Massa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Paul Lazarsfleld (1950) diakses dalam https://pakarkomunikasi.com/model-
komunikasi-massa pada tanggal 07 Februari pukul 10:32 WIB
Priyanto, Agus, 2009, Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana
Pelayanan Kesehatan untuk Perawat dan Bidan, Jakarta: Salemba
Medika.
Robbins dan Jones (1982) dikutip dari Abdul Muhith dan Sandu Siyoto, 2018,
Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health. Yogyakarta: CV
ANDI OFFSET
Roger (1962) dikutip dalam buku Nursalam, 2014, Manajemen Keperawatan:
Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional, Jakarta: Salemba
Medika.
Roger dan D. Lawrence Kincaid (1981) dikutip dari Abdul Muhith dan Sandu
Siyoto, 2018, Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health.
Yogyakarta: CV ANDI OFFSET
Rohmad, J, 1996 dikutip dari Abdul Muhith dan Sandu Siyoto, 2018, Aplikasi
Komunikasi Terapeutik Nursing & Health. Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET
Sendjaya, 1994, dikutip dari Abdul Muhith dan Sandu Siyoto, 2018, Aplikasi
Komunikasi Terapeutik Nursing & Health. Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET
Sopiyuddin, Muhamad, 2011, Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Edisi 5,
Jakarta: Salemba Medika.
Subekti, Priyo, Hanny Hafiar, Trie Damayanti, dan FX Ari Agung P, 2014,
Kampanye Komunikasi Kesehatan Melalui Model Multi Step Flow
Communication Dalam Menekan Angka Pernikahan Usia Dini Pada
Masyarakat Urban Di Kabupaten Bandung, Vol. 16, No. 3, hal. 263 –
269.
Sugiyono, 2013, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D,
Bandung: ALFABETA.
Triningtyas, Diana Ariswanti, Siti Muhayati, 2017, Konseling Pranikah: Sebuah
Upaya Meredukasi Budaya Pernikahan Dini di Kecamatan Pulung
Kabupaten Ponorogo, Vol. 3 No. 1, hal. 28 – 32.
Lampiran 1

2018 2019
No. Tahapan Ok
t Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 Penyusunan Sinopsis
2 Presentasi Sinopsis
3 Permohonan Tugas Skripsi kepada ketua program studi (form 1)
4 Permohonan Pembimbing Skripsi (form 2)
5 Penetapan Judul Oleh Pembimbing
6 Pengambilan data Awal
7 Konsultasi Penulisan Proposal
8 Pengajuan Ujian Proposal (form 5)
9 Ujian Proposal
10 Perbaikan Proposal
11 Pengajuan Ijin Penelitian (form 7)
12 Penelitian
13 Penulisan Hasil Penelitian
14 Konsultasi Penulisan Hasil Penelitian
15 Seminar Hasil Dengan Pembimbing
16 Pengajuan Ujian Skripsi (form 9)
17 Ujian Skripsi
18 Perbaikan Skripsi
19 Pengumpulan Naskah Skripsi

89
91
92

Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Dika Tiara
NIM : 15.08.2.149.013
Adalah mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES NU Tuban, akan
mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Multi Step Flow Of
Communication Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan Desa
Jarorejo Kecamatan Kerek.” Penelitian ini bertujuan membantu masyarakat untuk
mengetahui budaya pernikahan dini yang lebih baik dalam segi kesehatan,
meningkatkan pengetahuan tentang dampak dari pendewasaan usia perkawinan,
sehingga hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam mengembangkan
kajian ilmu keperawatan terutama dalam bidang ilmu keperawatan komunitas..
Untuk itu saya mengharapkan saudara berkenan untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini dengan bersedia mengisi kuisioner yang telah dipersiapkan, dengan
sejujur-jujurnya. Kerahasiaan informasi ini akan dijamin. Untuk itu, dalam
pengisian kuisioner ini tidak perlu mencantumkan nama dan alamat.
Sebagai bukti kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini, saya
mohon kesediaan saudara menandatangani persetujuan yang telah saya sediakan.
Partisipasi saudara menjadi responden dalam penelitian ini sangat saya hargai dan
sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Tuban, ...............................

DIKA TIARA
93

Lampiran 3

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan penelitian ini, maka saya


menyatakan bersedia menjadi responden dari penelitian saudara Dika Tiara yang
berjudul:
“Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap Faktor Sosial
Pendewasaan Usia Perkawinan Desa Jarorejo Kecamatan Kerek”
Persetujuan ini saya buat dengan sadar tanpa paksaan dari siapapun. Demikian
pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Tuban, ...........................................
Responden

............................................
94

Lampiran 4

INSTRUMEN PENELITIAN

PENGARUH MULTI STEP FLOW OF COMMUNICATION TERHADAP


FAKTOR SOSIAL PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN
DESA JAROREJO KECAMATAN KEREK

Petunjuk Pengisian :

1. Pilih jawaban yang menurut anda benar (diisi oleh responden).


2. Berikan jawaban anda atas setiap pernyataan yang ada dengan memberi
tanda checklist (  ) pada kolom pilihan jawaban yang telah disediakan.
3. Partisipasi anda sangat diperlukan untuk mendukung kelancaran
penelitian.

Identifikasi Responden :

1. Nama (Inisial) :
2. Umur : Tahun
3. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
4. Pendidkan Terakhir :
5. Pekerjaan :

Keterangan :

Kode 1 : Tidak Setuju


Kode 2 : Kurang Setuju
Kode 3 : Setuju
Adapun pilihan jawaban tersebut adalah :

1. Setuju
2. Kurang Setuju
3. Tidak Setuju

Jawaban
95

Sosial Budaya
1 Melakukan pernikahan diusia >20 tahun
. bagi perempuan merupakan usia yang ideal
untuk menikah.
Apabila
2 seorang perempuan yang menikah
. diusia <20 tahun akan beresiko terhadap
kesehatan reproduksinya.
Orang
3 tua menikah pada usia <20 tahun,
. kemungkinan anak saya akan menikah
diusia (<20 tahun), karena pernikahan dini
merupakan kebiasaan yang turun menurun.
Orang
4 tua yang memiliki anak perempuan harus
. segera mencarikan jodohnya sejak lahir, hal
ini untuk mencegah adanya aib keluarga.
5 Apabila lingkungan teman-teman anak anda
. banyak yang sudah menikah diusia dini,
kemungkinan hal ini akan mempengaruhi
anda untuk menikahkan anak anda.

Peran Orang Tua


6 Orang tua tidak memiliki kewajiban
. untuk memutuskan diusia berapa anak
harus menikah.
7 Orang tua membebaskan anak
. perempuan untuk tetap melanjutkan
pendidikan atau sekolahnya.
8 Menikah anak diusia dini akan
. meringankan beban ekonomi orang tua.
9 Orang tua berkewajiban untuk mencari
. jodoh untuk anaknya.
1 Menikahkan anak pada usia muda karena
0 takut anak menjadi perawan tua.
.

Pergaulan Bebas
1 Menikah lebih cepat merupakan salah
1 satu cara untuk mencegah pergaulan
. bebas.
1 Hamil diluar nikah adalah hal yang biasa
2 saat ini.
.
1 Pernikahan akan menghindarkan dari
3 pergaulan bebas dan dapat menyalurkan
. kebutuhan biologis secara sehat.
96

1 Menurut anda, banyaknya kejadian seks


4 bebas di media massa menyebabkan
. remaja bersikap seenaknya sendiri atau
bebas terhadap seks.
1 Ketika terjadi hal-hal yang tidak
5 diinginkan, misalnya terjadi hamil diluar
. nikah. Menikah merupakan salah satu
cara untuk menutupi hal tersebut.

Teman Sebaya atau Anggota Keluarga


1 Keluarga memiliki peran utama dalam
6 menentukan pelaksanaan pernikahan
. pada anak karena adanya pemahaman
keluarga bahwa anak sudah dewasa.
1 Dalam sebuah keluarga terdapat aturan,
7 jika sudah tidak bersekolah anak
. diperbolehkan memilih menikah atau
bekerja.
1 Perkawinan merupakan salah satu unsur
8 untuk meningkatkan status sosial
. keluarga.
1 Menikah pada usia muda sudah menjadi
9 kebiasaan di keluarga.
.
2 Di dalam sebuah keluarga terdapat
0 kepercayaan dengan menikah akan
. meningkatkan rejeki dalam keluarga.
97

PROSEDUR PELAKSANAAN
KOMUNIKASI MASYARAKAT DENGAN METODE MULTI STEP FLOW OF
COMMUNICATION
No. Dokumen : No. Revisi : Hal : 1-2
/SOP/PKM/L/1/2016 -
Tanggal Terbit : Ditetapkan :
PROTA
02 Januari 2016 Jalaludin Sayuti, SKM.MPH
B NIP. 19751231 199803 1 013

Pengertian Model Komunikasi massa banyak tahap yang menyampaikan pesan kepada
masyarakat melalui interaksi yang kompleks. Model komunikasi ini bisa
secara langsung bisa juga melalui berantai seperti melalui pemuka
pendapat terlebih dahulu, lalu dilanjutkan ke masyarakat umum.
Tujuan 1. Membuat inovasi atau metode lain saat melakukan
penyuluhan kesehatan.
2. Mempermudah masyarakat dalam memahami informasi
kesehatan yang akan disampaikan.
3. Masyarakat bisa mendapatkan informasi kesehatan
secara langsung.
Kebijakan Langkah-langkah menjalin komunikasi dengan masyarakat wajib sesuai
dengan langkah-langkah prosedur pelaksanaan ini.
Referensi 1. SOP Puskesmas Lenek Komunikasi Dengan Masyarakat.
2. SOP Pukesmas Rogotrunan Menjalin Komunikasi
Dengan Masyarakat.
Tahap Alat :
Pelaksanaa 1) Alat tulis
n 2) Buku Catatan
3) Laptop lengkap dengan LCD
4) Letleat
5) Alat Dokumentasi
Langkah-langkah pelaksanaan multi step flow of communication :
1. Tahap pertama
1) Opinion leader bisa mengakses informasi dari media
massa atau sari sumber lainnya.
2) Dalam proses tahap pertama opinion leader akan
mengumpulkan dan mempelajari dari informasi yang didapatkan,
kemudian informasi tersebut disampaikan dengan opinion
98

receiver.
3) Dalam tahap pertama ini opinion leader harus
memahami dan menyadari (awarness), apa saja dampak yang
akan terjadi dari pendewasaan usia perkawinan.
2. Tahap kedua
1) Opinion leader mulai menyebarkan atau menyampaikan
infromasi yang sudah dipelajari dan didapatkan kepada opinion
receiver.
2) Opinion leader harus membuat opinion receiver tertarik
(interest) dengan informasi yang disampaikan sehingga opinion
receiver nanti akan mampu menyebarluaskan informasi yang
didapatkan pada kelompok sosial (information receiver)
3. Tahap Ketiga
1) Kelompok sosial terbentuk dalam 3 kelompok.
2) Tugas dari opinion receiver adalah menyebarluaskan
informasi yang sudah didapatkan dari opinion leader.
3) Pada tahap ini, selain menerima informasi dari opinion
receiver kelompok sosial juga diperbolehlan mencari informasi
dari sumber lain, yang nantinya hasil informasi yang didapatkan
bisa disampaikan dalam bentuk pendapat.
Setelah dilakukan tahap 1, 2 dan 3 semua kelompok dikumpulkan
mulai dari opinion leader, opinion reveicer dan information receiver
(kelompok sosial) masuk dalam sesi diskusi.
1) Dalam tahap ini kelompok sosial diperbolehkan
berpendapat dan berdiskusi dengan opinion leader dan opinion
receiver berdasarkan informasi yang didapatkan dari opinion
receiver atau dari sumber yang lain.
2) Dalam tahap ini terjadi proses menilai (evaluation),
mencoba (trial) dan menerima (adoption) dari masyarakat
tentang permasalahan yang terdapat dalam pendewasaan usia
perkawina.
3) Opinion leader, opinion receiver dan kelompok sosial
manarik kesimpulkan bersama tentang permasalahan yang ada
dalam pendewasaan usia perkawinan.
99

Langkah-langkan dalam pelaksanaan Multi Step Flow Of Communication

Source
RII

Massage

Channel RI RII RII

RII

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Keterangan :
Source : Sumber
Yang dimaksud seumber disini adalah sumber informasi yang bisa
didapatkan atau diakses dari manapun.
Massage : Pesan
Pesan yang akan disebarluaskan pada information receiver atau
kelompok sosial.
Channel : Media
Media yang akan digunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang
pendewasaan usia perkawinan. Misalnya: LCD, Brosur dll.
RI : Opinion Leader
RII : Opinion Receiver
RIII : Information Receiver atau kelompok sosia

Lampiran 5
100
101

Lampiran 6
102
103

Lampiran 7
Lampiran 8

TABULASI DATA PRE-TEST FAKTOR SOSIAL PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN

Kuisioner Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan Jum


No lah Kategori
Respon Sko
den r
Pre-
Test

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 2 2 3 2 2 2 1 1 30 KURANG
2 2 3 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 33 KURANG
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 3 3 3 3 3 1 3 36 CUKUP
4 1 1 1 1 2 3 2 2 2 1 3 1 3 1 1 1 1 1 2 2 32 KURANG
5 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 30 KURANG
6 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 1 31 KURANG
7 1 3 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 3 2 1 1 2 2 32 KURANG
8 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 3 3 1 1 1 1 2 28 KURANG
9 1 2 1 1 1 2 1 1 3 1 3 1 2 2 2 1 1 1 1 2 30 KURANG
10 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1 2 2 2 27 KURANG
11 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 3 3 1 2 2 2 31 KURANG
12 2 1 1 1 2 3 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 32 KURANG
13 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 3 2 3 29 KURANG
14 1 1 1 2 3 1 1 1 1 3 3 2 3 1 1 1 2 1 1 3 33 KURANG

104
15 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 1 26 KURANG
16 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 3 1 3 3 1 2 1 1 1 2 32 KURANG
17 1 1 1 2 3 3 1 1 1 2 3 1 2 1 2 1 2 2 1 2 33 KURANG
18 1 1 2 2 2 3 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 3 32 KURANG
19 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 3 3 2 3 2 2 2 2 34 CUKUP
20 BERPENGAR
1 2 1 1 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 48 UH
21 BERPENGAR
2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 49 UH
22 1 1 3 2 1 2 1 1 1 1 3 1 3 3 3 3 1 3 2 3 39 CUKUP
23 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 3 2 3 2 3 33 KURANG
24 1 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 1 3 3 3 3 1 1 1 3 38 CUKUP
25 BERPENGAR
2 3 1 1 2 2 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 49 UH
26 2 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 1 2 2 3 2 1 1 1 1 32 KURANG
27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 3 3 3 3 3 1 3 36 CUKUP
28 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 2 3 2 1 1 1 2 31 KURANG

105
TABULASI DATA POST-TEST FAKTOR SOSIAL PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN

Kuisioner Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan Jum


No lah Kategori
Respon Sko
den r
Pre-
Test

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
1 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 48 RUH
2 BERPENGA
3 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 51 RUH
3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 46 CUKUP
4 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 54 RUH
5 BERPENGA
3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 53 RUH
6 BERPENGA
3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 51 RUH
7 BERPENGA
3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 52 RUH

106
8 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 54 RUH
9 BERPENGA
3 3 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 53 RUH
10 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 49 RUH
11 BERPENGA
3 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 47 RUH
12 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 51 RUH
13 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 49 RUH
14 BERPENGA
3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 53 RUH
15 BERPENGA
3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 52 RUH
16 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 49 RUH
17 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 51 RUH
18 BERPENGA
3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 54 RUH
19 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 49 RUH
20 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 46 CUKUP
21 BERPENGA
3 3 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 54 RUH
22 BERPENGA
3 3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 53 RUH
23 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 54 BERPENGA

107
RUH
24 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 51 RUH
25 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 51 RUH
26 BERPENGA
3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 54 RUH
27 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 49 RUH
28 BERPENGA
3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 52 RUH

108
109

Lampiran 9

HASIL ANALISIS
DATA UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-35 tahun 11 39,3 39,3 39,3
36-55 tahun 17 60,7 60,7 100,0
Total 28 100,0 100,0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid SD 8 28,6 28,6 28,6
SMP 12 42,9 42,9 71,4
SMK 1 3,6 3,6 75,0
SMA 6 21,4 21,4 96,4
S1 1 3,6 3,6 100,0
Total 28 100,0 100,0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid perempuan 28 100,0 100,0 100,0
110

DATA KHUSUS DISTRIBUSI FAKTOR SOSIAL IBU RUMAH TANGGA


TENTANG PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN DI DESA
JAROREJO KECAMATAN KEREK KABUPATEN TUBAN

PRETEST
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Faktor Sosial
3 10,7 10,7 10,7
Berpengaruh
Faktor Sosial Cukup
5 17,9 17,9 28,6
Bepengaruh
Faktor Sosial Kurang
20 71,4 71,4 100,0
Berpengaruh
Total 28 100,0 100,0

POSTTEST
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Faktor Sosial
26 92,9 92,9 92,9
Berpengaruh
Faktor Sosial Cukup
2 7,1 7,1 100,0
Berpengaruh
Total 28 100,0 100,0

WILCOXON SIGNED RANKS TEST

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Post Test - Pre Test Negative Ranks 0 ,00 ,00
Positive Ranks 28b 14,50 406,00
c
Ties 0
Total 28
a. Faktor sosial setelah perlakuan < Faktor sosial sebelum perlakuan
b. Faktor sosial setelah perlakuan > Faktor sosial sebelum perlakuan
c. Faktor sosial setelah perlakuan = Faktor sosial sebelum perlakuan
111

Test Statisticsa
Post Test - Pre Test
Z -4,627b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.

Pre Test * Post Test Crosstabulation


post test
berpengaruh cukup Total
pre test berpengaruh Count 2 1 3
Expected Count 2,8 ,2 3,0
% within pre test 66,7% 33,3% 100,0%
% within post test 7,7% 50,0% 10,7%
% of Total 7,1% 3,6% 10,7%
cukup Count 4 1 5
Expected Count 4,6 ,4 5,0
% within pre test 80,0% 20,0% 100,0%
% within post test 15,4% 50,0% 17,9%
% of Total 14,3% 3,6% 17,9%
kurang Count 20 0 20
Expected Count 18,6 1,4 20,0
% within pre test 100,0% 0,0% 100,0%
% within post test 76,9% 0,0% 71,4%
% of Total 71,4% 0,0% 71,4%
Total Count 26 2 28
Expected Count 26,0 2,0 28,0
% within pre test 92,9% 7,1% 100,0%
% within post test 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 92,9% 7,1% 100,0%
112

Lampiran 10

DOKUMENTASI

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3
113

Pre-Test dan Post Test


114

Lampiran 11

LEMBAR REVISI SKRIPSI

Nama mahasiswa : Dika Tiara


NIM : 15.08.2.149.013
Judul skripsi : Pengaruh Multi Step Flow Of Communication
Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia
Perkawinan Di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek
Penguji : Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes., DIE

N Halaman Masukan Revisi


o
Bab 6 Tambahkan tentang family decision making Sudah direvisi
1
.
2 82 Keberhasilan penelitian Sudah direvisi
. ditambahkan tentang seberapa
berhasil penelitian tersebut
3 Bab 6 Bagaimana multi step flow of Sudah direvisi
. communication dapat mempengaruhi
faktor sosial pendewasaan usia
perkawinan

Tanggal, 27 Juni 2019


Penguji

Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes., DIE


NIP. 19710412 199703 1 004
115

LEMBAR REVISI SKRIPSI

Nama mahasiswa : Dika Tiara


NIM : 15.08.2.149.013
Judul skripsi : Pengaruh Multi Step Flow Of Communication
Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia
Perkawinan Di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek
Penguji : Suhartono S.Kep., Ns., M.Kep

N Halaman Masukan Revisi


o
1 69 Distribusi tabel data khusus dari tidak Sudah direvisi
. setuju, kurang setuju, setuju menjadi
faktor sosial kurang berpengaruh, cukup
berpengaruh dan berpengaruh
2 Lampiran Tabel silang yang digunakan Sudah direvisi
. 9 hal 108 berdasarkan pre-post

Tanggal, 27 Juni 2019


Penguji

Suhartono S.Kep., Ns., M.Kep


NIDN. 0712108803
116

LEMBAR REVISI SKRIPSI

Nama mahasiswa : Dika Tiara


NIM : 15.08.2.149.013
Judul skripsi : Pengaruh Multi Step Flow Of Communication
Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia
Perkawinan Di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek
Penguji : Ns. Hyan Oktodia Basuki.,S,Kep., M.Kep

N Halama Masukan Revisi


o n
1 Bab 4 Revisi penulisan Sudah
. direvisi

2 86 Penulisan daftar pustaka harus Sudah


. sesuai dengan buku panduan direvisi

3 ix 1) Abstrak pada bagian Sudah


. introduction tidak boleh direvisi
terlalu panjang
2) Pada bagian
discussion ditambahkan
bagaimana multi step flow of
communication dapat
merubah faktor sosial
pendewasaan usia
perkawinan

Tanggal, 27 Juni 2019


Penguji

Ns. Hyan Oktodia Basuki.,S,Kep., M.Kep


NIDN. 0708108904
117

Lampiran 12

LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Dika Tiara


NIM : 15.08.2.149.013
Judul Skripsi : Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap
Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan
Pembimbing I : Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes., DIE
N Tanggal Masukan Pembimbing Tanda Tangan
o
.
1 02 Januari Mendalami teori dari bab 3 Dr. H. Miftahul Munir,
. 2019 SKM., M.Kes., DIE

2 09 Januari Membahas teori dan kerangka konsep Dr. H. Miftahul Munir,


. 2019 SKM., M.Kes., DIE

3 10 Januari 1) Pembahasan topik Dr. H. Miftahul Munir,


. 2019 2) Pembahasan bab 3 SKM., M.Kes., DIE
3) Persiapan pengambilan
data awal/survei awal
4 23 Januari 1) Study kasus Dr. H. Miftahul Munir,
. 2019 2) Melakukan survei awal SKM., M.Kes., DIE
ulang untuk spesifikasi variabel

5 28 Januari Membenahi kerangka konsep Dr. H. Miftahul Munir,


. 2019 SKM., M.Kes., DIE

6 30 Januari 1) Merubah variabel Dr. H. Miftahul Munir,


. 2019 dependen SKM., M.Kes., DIE
2) Membenahi kerangka
konsep

7 6 Februari Membenahi kerangka konsep Dr. H. Miftahul Munir,


. 2019 SKM., M.Kes., DIE

8 11 Februari 1) Acc Kerangka konsep Dr. H. Miftahul Munir,


. 2019 2) Melanjutkan bab 1,2 dan SKM., M.Kes., DIE
3
118

9 08 Maret Revisi bab 1,2 dan 4 Dr. H. Miftahul Munir,


. 2019 SKM., M.Kes., DIE

1 31 Maret Acc Seminar Proposal Dr. H. Miftahul Munir,


0 2019 SKM., M.Kes., DIE
.
1 24 April Acc revisi ketua penguji seminar Dr. H. Miftahul Munir,
1 2019 proposal SKM., M.Kes., DIE
.

1 16 Mei Bab 5 Dr. H. Miftahul Munir,


2 2019 Tabel distribusi hasil analisa diberi SKM., M.Kes., DIE
. penjelasan yang lebih spesifik
1 17 Mei Bab 6 Dr. H. Miftahul Munir,
3 2019 Tambahkan penjelasan tentang SKM., M.Kes., DIE
. bagaimana proses mulri step flow
dapat merubah faktor sosial
pendewasaan usia perkawinan
1 21 Mei Bab 6 Dr. H. Miftahul Munir,
4 2019 Hasil dari tabel silang prosentase SKM., M.Kes., DIE
. diberi penjelasan
1 23 Mei 1) Revisi bab 6 Dr. H. Miftahul Munir,
5 2019 2) Revisi daftar pustaka SKM., M.Kes., DIE
. belum dicantumkan semua
1 27 Mei Bab 7 Dr. H. Miftahul Munir,
6 2019 Pemberian saran harus lebih inovatif SKM., M.Kes., DIE
. terutama bagi masyarakat atau
responden
1 28 Mei ACC bab 5, 6 dan 7 Dr. H. Miftahul Munir,
7 2019 SKM., M.Kes., DIE
.
1 18 Juni Seminar Hasil Dr. H. Miftahul Munir,
8 2019 SKM., M.Kes., DIE
.
1 03 Juli 2019 Acc Penguji I revisi sidang skripsi Dr. H. Miftahul Munir,
9 SKM., M.Kes., DIE
.

Pembimbing I

Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes., DIE


NIP. 19710412 199703 1 004
119

LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Dika Tiara


NIM : 15.08.2.149.013
Judul Skripsi : Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap
Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan
Pembimbing II : Ns. Hyan Oktodia Basuki, S.Kep., M.Kep
N Tanggal Masukan Pembimbing Tanda Tangan
o
.
1 17 Januari 1) Spesifikasi variabel Ns. Hyan Oktodia Basuki,
. 2019 budaya S.Kep., M.Kep
2) Pengambilan data
awal

2 21 Januari 1) Spesifikasi variabel Ns. Hyan Oktodia Basuki,


. 2019 2) Membahas teori S.Kep., M.Kep
yang akan digunakan
3 18 Februari Konsul bab 1,2 dan 4 Ns. Hyan Oktodia Basuki,
. 2019 S.Kep., M.Kep

4 20 Februari Revisi bab 1,2 dan 4 Ns. Hyan Oktodia Basuki,


. 2019 S.Kep., M.Kep

5 26 Februari Revisi bab 1,2 dan 4 Ns. Hyan Oktodia Basuki,


. 2019 S.Kep., M.Kep

6 04 Maret Revisi bab 1.2 dan 4 Ns. Hyan Oktodia Basuki,


. 2019 S.Kep., M.Kep

7 06 Maret Acc Proposal Skripsi Ns. Hyan Oktodia Basuki,


. 2019 S.Kep., M.Kep

1 22 April Revisi penulisan bab 1 dan 4 Ns. Hyan Oktodia Basuki,


0 2019 S.Kep., M.Kep
120

.
1 23 April Acc penguji 2 seminar proposal Ns. Hyan Oktodia Basuki,
1 2019 S.Kep., M.Kep
.

1 27 Mei 2019 1) Penulisan bab 1-7 Ns. Hyan Oktodia Basuki,


2 2) Bab 6 tambahkan S.Kep., M.Kep
. data,opini,teori
3) Penulisan daftar
pustaka
1 28 Mei 2019 1) Revisi daftar Ns. Hyan Oktodia Basuki,
3 pustaka S.Kep., M.Kep
. 2) Revisi daftar
singkatan dan lambang
1 17 Juni 2019 Revisi penulisan bab 1-7 Ns. Hyan Oktodia Basuki,
4 S.Kep., M.Kep
.
1 18 Juni 2019 Acc Bab 5,6 dan 7 Ns. Hyan Oktodia Basuki,
5 S.Kep., M.Kep
.
1 18 Juni 2019 Seminar Hasil Ns. Hyan Oktodia Basuki,
6 S.Kep., M.Kep
.
1 02 Juli 2019 Acc Penguji II revisi sidang Ns. Hyan Oktodia Basuki,
7 skripsi S.Kep., M.Kep
.

Pembimbing II

Ns. Hyan Oktodia Basuki.,S,Kep., M.Kep


NIDN. 0708108904
121

LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Dika Tiara


NIM : 15.08.2.149.013
Judul Skripsi : Pengaruh Multi Step Flow Of Communication Terhadap
Faktor Sosial Pendewasaan Usia Perkawinan
Penguji : Suhartono S.Kep., Ns., M.Kep
N Tanggal Masukan Pembimbing Tanda Tangan
o
.
1 16 April 1) Revisi tujuan
. 2019 penelitian Suhartono S.Kep., Ns.,
2) Daftar pustaka M.Kep
3) Lembar revisi
proposal
(Penguji I seminar
proposal)
2 18 April Acc Penguji I seminar proposal Suhartono S.Kep., Ns.,
. 2019 M.Kep

3 02 Juli 2019 1) Revisi Definisi Suhartono S.Kep., Ns.,


. Operasional M.Kep
2) Revisi Tabel Silang
3) Acc Ketua Penguji
Sidang Skripsi

Penguji
122

Suhartono S.Kep., Ns., M.Kep


NIDN. 0712108803

Lampiran 13

BERITA ACARA PERBAIKAN SKRIPSI

Nama mahasiswa : Dika Tiara


NIM : 15.08.2.149.013
Judul skripsi : Pengaruh Multi Step Flow Of Communication
Terhadap Faktor Sosial Pendewasaan Usia
Perkawinan Di Desa Jarorejo Kecamatan Kerek

N Nama Penguji Tanda Tangan


O
1 Suhartono S.Kep., Ns., M.Kep
. NIDN. 0712108803
(Ketua Penguji)

2 Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes.,


. DIE
NIP. 19710412 199703 1 004
(Penguji I)

3 Ns. Hyan Oktodia Basuki.,S,Kep., M.Kep


. NIDN. 0708108904
123

(Penguji II)

Anda mungkin juga menyukai