Anda di halaman 1dari 6

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan agen moral pertama bagi seorang anak untuk tumbuh dan

berkembang sesuai dengan nilai yang diberikan oleh orang tua sejak dini, menurut Selo

Soemardjan (Soemardjan, 1962) keluarga merupakan kelompok inti, sebab keluarga adalah

masyarakat pendidikan pertama bersifat alamiah. Pembinaan yang dilakukan keluarga untuk

anak semua dipersiapkan oleh lingkungan keluarganya untuk menjalani tingkatan-tingkatan

perkembangannya sebagai bekal untuk memasuki dunia orang dewasa, bahasa, adat istiadat

dan seluruh isi kebudayaan merupakan pekerjaan yang dikerjakan keluarga dan

masyarakatnya di dalam mempertahankan kehidupan oleh keluarga.

Hubungan anak dengan orang tua juga sangat mempengaruhi nilai diri serta

kepercayaan diri pada anak, karena hal tersebut di bangun secara sosial dan emosional yang

ada pada kognitif anak, dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak di usia awal

sebelum menginjak masa sekolah, hal ini akan mempengaruhi pola perspektif anak dalam

menjalani kehidupan sehari-hari serta memberikan anak tersebut kepercayaan diri dan

memiliki nilai tersendiri yang telah dibentuk oleh orang tua ataupun yang terbentuk sendiri

melalui berbagai proses sosial dan kehidupan sehari-hari. Seiring bertumbuh, tujuan orang

tua pun dalam mempersiapkan anak tumbuh dewasa pun akan dihadapi dengan nilai apa yang

akan dianut saat bertumbuh dewasa, khususnya dalam Pendidikan Pra-Nikah, hal ini yang

akan menentukan masa depan seorang anak dalam membina kelurga serta memenuhi peran

sebagai orang tua yang layak pada umumnya.


Peran Komunikasi Keluarga sendiri terhadap Pendidikan Pra-Nikah terhadap anak

pun sangat mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat Indonesia serta menekan jumlah

pernikahan dini yang terjadi di Indonesia sendiri. Menurut United Nations Children’s Fund

(UNICEF), pernikahan dini atau pernikahan anak mengacu pada pernikahan formal maupun

informal antara anak di bawah 18 tahun dan orang dewasa atau anak lain. Pada tahun 2018,

Indonesia berada di peringkat kedelapan di dunia sebagai negara dengan angka pernikahan

anak terbanyak serta peringkat kedua di ASEAN. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi

Nasional (SUSENAS) tahun 2018 yang dipublikasi dalam jurnal berjudul ‘Pencegahan

Perkawinan Anak: Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda’ 1 dari 9 anak perempuan dan 1 dari

100 anak laki-laki menikah sebelum berusia 18 tahun. Namun, jika dilihat dari data tersebut

persentase pernikahan anak dari tahun 2008 sampai 2018 mengalami penurunan secara

nasional. Penurunan angka pernikahan dini di daerah pedesaan mengalami penurunan 

sebesar  5,76  poin  persen  (22,63 menjadi 16,87 persen) sedangkan di perkotaan hanya

menurun kurang dari satu poin persen (7,82 menjadi 7,15 persen) (Gaib Hakiki, 2020, p. 11)
Pernikahan Dini yang terjadi di Indonesia juga menimbulkan berbagai hal seperti semakin

menurunnya kualitas sumber daya manusia yang diberdayakan di masa mendatang serta

menjadi perhatian juga akan kapabilitas dan pengetahuan seseorang dalam dunia kerja.

Pernikahan pada anak sendiri yang pun membuat kasus angka kematian bayi semakin

meningkat melihat kesiapan dan kematangan reproduksi seseorang untuk mengandung, data

yang ditunjukan Badan Pusat Statistika tahun 2017, Ibu dibawah umur 20 tahun memegang

peringkat kedua setelah Ibu yang berumur diatas 44 tahun peringkat 1 dalam kasus Kematian

bayi saat melahirkan (Statistik, 2017)

Pada tahun 2020 hasil penemuan Kemen PPN/Bappenas mengungkap ada sekitar 400-

500 anak pada usia 10-17 tahun melakukan pernikahan dini pada masa pandemi covid-19

walaupun secara angka menurun tiap tahunnya namun ada 9 provinsi yang mengalami

peningkatan bahkan lebih dari angka rata-rata nasional, serta tercatat ada lebih dari 64.000

pengajuan dispensasi pernikahan yang terjadi di Indonesia (PPPA, 2022) Pernikahan dini

yang terus terjadi bahkan dibawah usia produktif ini pasti menjadi fokus bagi keluarga yang

menjadi pembimbing serta mengayomi anak pada masa usia operasional konkret hingga

Formal dimulai dari 7-11 tahun yang masih membutuhkan pengawasan intens dari orang tua,

dan bagaimana orang tua memberikan Pendidikan serta nilai dalam berhubungan hingga

status pernikahan untuk seorang anak.

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mubasyaroh (Mubasyaroh, 2016)

menyatakan bahwa ada 5 penyebab terjadinya pernikahan dini pada remaja di Indonesia

dengan detail sebagai berikut:

a. Faktor Ekonomi

Kesulitan ekonomi serta kesenjangan sosial yang terjadi di beberapa kota atau

bahkan desa membuat beberapa orang tua mempercayakan atau bahkan


memberikan restu kepada anak remaja untuk menikah muda agar tanggung jawab

orang tua terhadap masa depan anak yang dinikahkan akan berkurang dan akan

menjadi tanggung jawab suami.

b. Orang Tua

Pernikahan dini juga terjadi bagi beberapa keluarga yang malah menganggap

pernikahan di usia muda merupakan hal yang baik agar terhindar dari bahayanya

budaya perkembangan zaman seperti seks diluar nikah yang memungkinkan untuk

hamil diluar nikah yang mempengaruhi status sosial dari sebuah keluarga sendiri.

c. Kecelakaan

Kecelakaan yang dimaksud adalah hamil diluar nikah yang di alami oleh beberapa

anak remaja saat ini.

d. Tradisi Keluarga

Beberapa keluarga juga percaya dan mematuhi budaya yang dipengaruhi oleh

agama Muslim yang menyatakan tidak ada umur pasti untuk menikah selama

seseorang sudah akil balik, hal tersebut menjadikan beberapa tradisi memberikan

restu terhadap pernikahan dini.

e. Tradisi Setempat

Beberapa tradisi setempat juga memiliki kepercayaan bahwa hal atau

keberuntungan yang buruk jika menolak piangan seseorang walau anak tersebut

masih dibawah umur 18 tahun, dan hal ini turun-temurun dilakukan oleh beberapa

suku dengan tradisi yang turun temurun hingga saat ini.

Sedangkan menurut Jannatun (Jannatun, 2021) pada penelitian pernikahan dini yang terjadi

pada masa pandemi di Desa Ngunut menyatakan bahwa pernikahan dini terjadi dengan faktor

berbagai berikut;

a. Faktor pergaulan
b. Kurangnya pengawasan orang tua

c. Kurangnya interaksi dengan orang tua

Faktor & peran keluarga yang menjadikan penelitian Jannatun mendorong untuk

memperdalam peneliti untuk meneliti lebih dalam terhadap peran komunikasi keluarga

sendiri.

Dengan latar belakang yang ada, peneliti ingin melakukan kajian serta penelitian

terhadap peran komunikasi keluarga dalam mencegah pernikahan dini pada anak di Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang akan difokuskan bagaimana peran

komunikasi keluarga sendiri dalam mencegah pernikahan dini di Jakarta selama masa

pandemi berlangsung yang juga mempengaruhi keterbukaan keluarga sendiri terhadap

Pendidikan seks serta pra-nikah.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah berfokus bagaimana peran komunikasi keluarga

sendiri dalam mencegah pernikahan dini anak remaja.

1.4 Manfaat Penelitian

 Secara Akademis, penelitian ini diharapakn dapat memberikan manfaat berupa

wawasan serat ilmu pengetahuan yang berfokus kepada Komunikasi Keluarga.


 Secara Praktis, penelitian ini diharapakn dapat bermanfaat bagi masyarakat luas

khususnya keluarga dan remaja dalam melihat perspektif komunikasi.

Bibliography
Soemardjan, S. (1962). Sosiologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: Gajahmada Press.
Gaib Hakiki, A. U. (2020). Pencegahan Perkawinan Anak Percepatan Yang Tidak Bisa
Ditunda. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Dartanto, L. P. (2018). Natural Disasters & Girls Vulnarability : is child marriage a coping
strategy of economic shocks in Indonesia? Jakarta.
Statistik, B. P. (2017). Angka Kematian Bayi (AKB). Jakarta: Badan Pusat Statistik.
PPPA, H. (2022). MENTERI PPPA : PERKAWINAN ANAK ANCAM MASA DEPAN
ANAK. Siaran Pers Nomor: B-123/SETMEN/HM.02.04/03/2022. Jakarta:
Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai