Anda di halaman 1dari 12

Strategi Mengatasi Dampak Psikologis pada Perempuan yang Menikah Dini

STRATEGI MENGATASI DAMPAK PSIKOLOGIS PADA PEREMPUAN YANG


MENIKAH DINI

Widya Hadi Pratiwi


Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, email:
widya.18107@mhs.unesa.ac.id
Muhammad Syafiq
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, email:
muhammadsyafiq@unesa.ac.id

Abstrak
Indonesia menempati peringkat kedua negara di kawasan Asia Tenggara setelah Kamboja
dalam angka pernikahan dini yang tinggi. Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan
oleh lelaki dan perempuan yang belum memenuhi syarat minimal usia oleh pemerintah.
Pernikahan dini dapat disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengeksplorasi alasan menikah dini, dampak psikologis pernikahan dini, dan
strategi mengatasi dampak psikologis tersebut pada remaja perempuan yang menikah pada usia
dini dan saat ini sudah menginjak usia dewasa. Subjek penelitian adalah dua orang perempuan
yang menikah dini pada usia 18 tahun dan saat ini telah memasuki usia dewasa awal.
Pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus digunakan dalam penelitian ini. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik wawancara semistruktur. Data akan dianalisis menggunakan
teknik analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak psikologis yang dialami
subjek seperti tertekan, gelisah, dan kecemasan. Strategi yang digunakan kedua subjek untuk
mengurangi dampak psikologis yang dialami adalah komunikasikan dengan pasangan,
pertimbangkan kapan meluapkan emosi dan kapan dipendam, serta beri waktu untuk diri
sendiri dan pasangan.
Kata kunci: pernikahan dini, perempuan, dampak psikologis

Abstract
Indonesia ranks second in the Southeast Asian region after Cambodia in the high number of
early marriages. Early marriage is a marriage performed by a man and a woman who do not
meet the minimum age requirement by the government. Early marriage can be caused by
external factors and internal factors. This study aims to explore the reasons for early marriage,
the psychological impact of early marriage, and strategies to overcome this psychological
impact on adolescent girls who marry at an early age and are now adults. The research subjects
were two women who married early at the age of 18 and are currently entering early adulthood.
A qualitative approach with the case study method is used in this study. Data was collected by
using semi-structured interview technique. The data will be analyzed using thematic analysis
techniques. The results showed that the psychological impact experienced by the subject such
as depression, anxiety, and anxiety. The strategies used by the two subjects to reduce the
psychological impact they experienced were communicating with their partners, considering
when to express emotions and when to suppress them, and giving time for yourself and your
partner.
Keywords: early marriage, women, psychological impact

61
Volume 09 Nomor 07 (2022). Character: Jurnal Penelitian Psikologi.

menikah lebih awal (Muntamah et al., 2019; Syalis &


PENDAHULUAN Nurwati, 2020; Widyawati & Pierewan, 2017)
Pernikahan dini banyak menjadi sorotan oleh Faktor pendidikan keluarga dan pasangan
berbagai negara di seluruh dunia. Pernikahan dini menikah dini yang rendah menyebabkan orang tua
banyak terjadi di negara dengan pertumbuhan cenderung menikahkan anaknya lebih awal karena,
penduduk yang tinggi termasuk Indonesia. Data misalnya, pandangan bahwa bekerja lebih penting dari
UNICEF Indonesia (2020) menunjukkan Indonesia sekolah sehingga mendorong anak laki-lakinya untuk
berada diperingkat kedua negara dengan angka segera mandiri dan membentuk keluarga sendiri
perkawinan anak tertinggi di ASEAN setelah Kamboja sementara anak perempuan bisa segera menikah tanpa
(Andina, 2021). Secara global, UNICEF dan WHO perlu melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
mendefinisikan pernikahan dini sebagai pernikahan Penyebab pernikahan dini lainnya adalah faktor
yang dilakukan oleh pasangan yang salah satunya modernisasi dan perkembangan teknologi yang
berusia 18 tahun atau di bawahnya (Departmental news memudahkan diaksesnya informasi termasuk berkaitan
of WHO, 2013; UNICEF, 2021). Namun, secara dengan seks atau pornografi mengakibatkan remaja
nasional, pemerintah Indonesia mendefinisikan saat ini semakin berisiko jatuh dalam pergaulan bebas.
pernikahan dini sebagai pernikahan laki-laki dan Akibatnya, orang tua mengambil langkah menikahkan
perempuan yang salah satunya belum berusia 19 tahun anaknya untuk menghindarkan mereka dari dampak
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun negatif seperti seks pra-nikah atau karena kehamilan di
2019, 2019). luar nikah. Faktor kebiasaan budaya atau adat istiadat
Meskipun batas minimal usia menikah telah juga menjadi salah satu penyebab pernikahan dini.
diatur dalam Undang-Undang, namun sebagian Dalam hal ini, pernikahan dini lebih tinggi terjadi pada
masyarakat dan pihak berwenang terkait masih ada masyarakat rural yang cenderung lebih menganut
yang menikahkan anak berusia di bawah 19 tahun. kebiasaan adat istiadat ini dibanding masyarakat urban.
Berdasarkan Factsheet oleh UNICEF pada tahun 2019, Sebagai contoh, data hasil Survey Penduduk Antar
provinsi di Indonesia dengan pernikahan dini tertinggi Sensus (SUPAS) oleh BKKBN tahun 2005
yakni Kalimantan Selatan 22%, Kalimantan Tengah menunjukkan pernikahan pada remaja usia 15-19 tahun
20%, Sulawesi Tengah 18%, Kalimantan Utara, di perkotaan lebih rendah (5,28%) dibandingkan
Kalimantan Barat dan Jambi 17%, serta Bangka dengan pernikahan di pedesaan (11,88%) (Syalis &
Belitung, Sulawesi Barat dan Papua Barat 16% Nurwati, 2020).
(Soleman & Elindawati, 2019). Faktor internal anak atau remaja juga menjadi
Data yang dihimpun dari Pengadilan Agama salah satu penyebab pernikahan dini. Perkembangan
pada Januari sampai Juni 2020 terdapat sebanyak fisik (terutama kematangan organ dan fungsi seksual),
34.000 permohonan dispensasi kawin akibat usia yang kognitif, dan sosio-emosional dapat membuat anak atau
belum mencapai minimal legal yang masuk ke remaja berkeinginan untuk menikah lebih dini (Papalia
Pengadilan Agama dan sebanyak 97%-nya dikabulkan dan Olds (2001). Kebutuhan intimasi dan perasaan
(Andina, 2021). Dispensasi yang diberikan tersebut dimiliki akan berkembang dimana remaja akan mencari
tentu berdampak pada peningkatan jumlah pernikahan sahabat, membangun relasi romantis, namun dilain sisi
di bawah umur. Bahkan, data pada dekade sebelumnya juga merasakan kehilangan dan penolakan dari
menunjukkan sebanyak 0,2% atau lebih dari 22.000 lingkungan (Alwisol, 2014; Santrock, 2012). Menurut
(dua puluh dua ribu) perempuan muda di Indonesia Connolly dan McIsaac (2009) terdapat tiga tahapan
dengan usia 10-14 sudah menikah (Mulyadi & relasi romantis yang terjadi pada masa remaja
Nugraheni, 2017). Pada tahun 2012, Kementerian (Santrock, 2012): (1) Memasuki afiliasi dan atraksi
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak romantis (11-13 tahun), (2) Eksplorasi terhadap relasi
(KPP&PA) melaporkan sebanyak 1,62% anak romantis (14-16 tahun), dan (3) Konsolidasi keterikatan
perempuan di bawah umur 18 tahun di Indonesia telah romantis (17-19 tahun). Meskipun di tahap konsolidasi
berstatus kawin dan pernah kawin (Oktavia et al., keterikatan romantis remaja menunjukkan ikatan emosi
2018). yang lebih kuat dibanding tahapan sebelumnya, secara
Pernikahan dini di Indonesia terjadi karena psikologis remaja dinilai belum dianggap siap memiliki
beberapa faktor penyebab, yaitu pendidikan yang hubungan serius bahkan jenjang pernikahan.
rendah, perubahan sosial berupa modernisasi dan Dari fenomena pernikahan dini yang paling
teknologi yang berimplikasi pada pergaulan bebas, dirugikan adalah perempuan, yakni dapat menimbulkan
kebiasaan budaya atau adat istiadat, tekanan ekonomi, banyak resiko, dari aspek psikologis seperti
dan faktor internal psikologis seperti, keinginan sendiri ketidaksanggupan menjalankan fungsi-fungsi

62
Strategi Mengatasi Dampak Psikologis pada Perempuan yang Menikah Dini

reproduksi dengan baik, aspek biologis seperti pernikahan dini pada perempuan. Di antara dampaknya
(kerusakan organ-organ reproduksi), hingga hamil adalah ketidaksiapan pada kehamilan pertama, ditandai
muda. dengan perasaan bingung, kaget, cemas, bahkan takut.
Dampak psikologi yang dialami seperti, Penyelesaian masalah di dalam rumah tangga juga
tertekan, gelisah, kecemasan, dan stress. Dampak dibutuhkan kematangan secara emosi dan cara berpikir,
psikologis yang sering dialami adalah stress. Stress jika mereka gagal maka akan muncul perasaan cemas
adalah bentuk reaksi untuk menghadapi stressor, yang hingga stres. Perasaan terhalang untuk mencapai
berasal dari internal dan eksternal individu serta keinginannya juga muncul, seperti keinginan kuliah
bagaimana individu beradaptasi (Musradinur, 2016). dan bekerja. Selain itu, perannya sebagai ibu rumah
Stress dapat terjadi karena ketidakmampuan diri tangga dengan anak atau tanpa anak juga dapat
individu dalam mengatasi stressor yang muncul dan menimbulkan perasaan tertekan. Penelitian lain juga
ego yang tidak berfungsi dengan baik. Senada dengan menunjukkan bahwa pernikahan oleh anak di bawah
hal tersebut stress merupakan respons fisiologis dan umur dengan kondisi emosi dan pemikiran yang belum
merupakan hasil dari tindakan agen yang dapat berupa siap dapat menimbulkan pertengkaran berkelanjutan,
fisik, sosial atau bahkan psikologis, yang disebut agen kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis, dan
stress (Costa & Pinto, 2017). akhirnya terjadi perceraian (Oktavia et al., 2018).
Dampak psikologis dapat menimbulkan gejala Penelitian secara kuantitatif oleh Rahmawati, dkk
psikosomatis, seperti sakit perut dan dada, sakit kepala, (2019) menggunakan indikator stres juga menunjukkan
mual dan kelelahan, tampaknya lebih umum daripada pasangan dalam pernikahan dini rentan mengalami
gejala psikologis, seperti depresi, kecemasan dan iritasi stress. Penelitian tersebut menghasilkan gejala-gejala
(Costa & Pinto, 2017). Peran yang dimainkan oleh negatif stress yaitu 87,5% mudah tersinggung, 86,5%
jenis kelamin yang berbeda memiliki pengaruh besar sulit beristirahat, 84% merasa gugup, 79,8% gelisah,
dalam menginduksi faktor stress. Gejala fisiologis dari 79,8% sulit untuk bersikap tenang, 76% mengalami
kondisi psikologis yang terdampak seperti, muka pucat, reaksi berlebihan, dan 73% tidak bisa memaklumi
jantung berdebar-debar, gangguan pernafasan, gangguan yang ada di sekelilingnya (Rahmawati et al.,
gangguan gastrointestinal, sakit kepala, muncul 2019).
jerawat, sering buang air kecil, telapak tangan dan kaki Dalam pernikahan dini, yang lebih dirugikan
berkeringat, mulut dan bibir terasa kering, ketegangan adalah pihak perempuan, yakni dapat menimbulkan
otot, sakit pada punggung bagian bawah, serta banyak risiko, dari aspek psikologis seperti
gangguan tidur. ketidaksanggupan menjalankan peran sesuai gender,
Penelitian sebelumnya telah mengkaji dampak aspek biologis seperti masalah organ-organ reproduksi,
negatif dari pernikahan dini. Penelitian menunjukkan hingga hamil muda (UNICEF, 2021). Sebagai contoh,
pernikahan dini dapat berdampak negatif pada peran yang dimainkan oleh jenis kelamin yang berbeda
kesehatan reproduksi perempuan, masalah sosial memiliki pengaruh besar dalam mengurangi faktor
ekonomi, dan masalah psikologis (Ningrum & stress. Perempuan, dianggap memiliki peran yang lebih
Anjarwati, 2021). Perempuan yang hamil di usia muda melelahkan di tingkat keluarga, karena mereka
rentan mengalami masalah saat proses persalinan, memainkan peran yang berbeda yang memerlukan
bahkan bisa berakibat pada kelahiran premature. banyak tanggung jawab seperti mengurus rumah dan
Masalah ekonomi terkait dengan kesiapan bekerja dan anak-anak, hingga peran ganda terkait dengan
kecukupan nafkah untuk keluarga. Sedangkan masalah pekerjaan (Hasan, 2019).
sosial terkait dengan potensi masalah dalam interaksi Berdasarkan latar belakang tersebut,
sosial, yaitu kebutuhan akan afiliasi sosial termasuk penelitian ini bertujuan untuk mengungkap alasan
persahabatan pada remaja tergolong cukup tinggi, menikah dini, dampak psikologisnya serta cara
namun dengan peran baru dalam berumah tangga mengatasi dampak psikologis tersebbut pada
membuat remaja dapat kehilangan kesempatan perempuan yang menikah dini.
interaksi sosial sebaya karena memiliki tuntutan peran
yang lebih tinggi sebagai istri atau suami. Sementara METODE
secara psikologis, pernikahan dini rawan konflik dalam Pendekatan kualitatif dengan metode studi
rumah tangga mengingat remaja, yang masih dalam kasus akan digunakan pada penelitian ini. Penelitian
tahap perkembangan masa transisi menuju dewasa, kualitatif menurut Creswell (2008) merupakan
belum mencapai kematangan emosi yang stabil. pendekatan untuk menggali dan memahami informasi-
Hasil penelitian lain (Afriani & Mufdlilah, informasi dari subjek, kemudian dianalisis dan
2016) menunjukkan beberapa dampak psikologis dari diinterpretasi secara mendalam. Studi kasus adalah

63
Volume 09 Nomor 07 (2022). Character: Jurnal Penelitian Psikologi.

penyelidikan empiris yang menyelidiki fenomena Teknik Pengumpulan Data


kontemporer secara mendalam dan dalam konteks Wawancara semiterstruktur digunakan peneliti
kehidupan nyata (Yin, 2014). Kasus yang dikaji dalam untuk mengumpulkan data dari partisipan dan
penelitian ini adalah dampak psikologis dan strategi significant others. Wawancara ini melibatkan
mengatasi dampak psikologis pada perempuan yang pertanyaan semi terstruktur dan terbuka yang sedikit
menikah dini. Studi kasus dipilih karena nomor dan dimaksudkan untuk memperoleh pandangan
memungkinkan peneliti untuk memahami kasus dan pendapat dari para subjek (Creswell & Creswell,
tersebut secara utuh dengan melibatkan berbagai 2018). Wawancara menggunakan pedoman wawancara
sumber data. yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dampak
psikologis pernikahan dini serta cara-cara yang
Subjek Penelitian digunakan untuk mengatasi dampak tersebut.
Teknik pengambilan subjek adalah dengan
menggunakan Purposive Sampling dimana peneliti Teknik Analisis Data
menetapkan kriteria tertentu sebagai berikut: Analisis data dilakukan menggunakan teknik
perempuan yang menikah sebelum usia 19 tahun, analisis tematik. Analisis tematik adalah metode untuk
masih menikah, dan tinggal terpisah dari orang tua. mengidentifikasi, menganalisis, dan melaporkan pola
Partisipan direkrut menggunakan informasi penawaran (tema) di dalam data secara detail (Braun & Clarke,
berbartisipasi berdasarkan kriteria subjek dalam bentuk 2006). Prosesnya dimulai denganmencari pola makna
Google Form yang disebar melalui jaringan social dan isu-isu yang berpotensi menarik dalam data.
peneliti. Dari 5 partisipan yang mengisi kuisioner, Untuk menjaga keabsahan data, triangulasi
diperoleh dua subjek yang sesuai kriteria serta bersedia sumber data, yaitu dari significant others (SO) masing-
untuk berpartisipasi. masing subjek, digunakan dalam penelitian ini. Data
yang diperoleh dari subjek utama diuji keabsahannya
Tabel 1. Subjek dengan dibandingkan dengan data dari SO masing-
Subjek T R masing.
Usia saat 18 tahun 18 tahun
menikah HASIL DAN PEMBAHASAN
Usia saat ini 21 tahun 21 tahun HASIL
Status Bekerja Ibu Rumah Data hasil temuan penelitian ini dikategorikan
Tangga
dalam tiga tema utama, yaitu alasan menikah dini,
Jumlah anak 1 (satu) -
dampak psikologis pernikahan dini, dan strategi
Significant Others pada penelitian ini adalah mengatasi dampak psikologis negatif.
suami dari subjek karena subjek dan suami tinggal
terpisah dari kedua orang tuanya. Tema I: Alasan Menikah Dini

Subjek T lebih mementingkan status dan


Tabel 2. Significant Others
nafkah bagi dia dan anaknya nanti dikarenakan subjek
Significant D MA
other T menikah dengan keadaan hamil. Penuturannya “Ya
Usia saat 21 tahun 19 tahun yang paling utama untungnya sah mbak, susah kalau
menikah misal dia tidak mau tanggung jawab, kemudian saya
Usia saat ini 24 tahun 22 tahun dan anak ada yang menafkahi.” (T, 27-02-2022).
Status Bekerja Bekerja Sesuai dengan penuturan subjek T, D sebagai suami
Jumlah anak 1 (satu) - juga memikirkan menikah untuk mendapatkan status
yang jelas. ”Kalo untungnya menikah ya status jelas.”
Kedua subjek dan pasangan tinggal terpisah (SO1/D, 27-02-2022).
dengan orang tua. Subjek T menikah dikarenakan Sedangkan di satu sisi, subjek MA dan R
Married by Accident (MBA) dan tinggal di kota yang menganggap bahwa pernikahan dini merupakan
sama dengan peneliti. Sedangkan subjek R tinggal di pengamalan kewajiban yang harus dilakukan atas dasar
pulau yang terkenal denan praktek pernikahan dini di agama. “Kalau dari segi agama ya kami bisa
Indonesia (Madura). Maka dari itu, significant others menjalankan kewajiban mbak, terus orang yang kita
adalah suami dari kedua subjek tersebut. sayang didekat kita terus itu bahagia…” (R, 22-02-
2022). Subjek MA meyakini bahwa dengan adanya
kesepakatan untuk menjalankan kewajiban, maka

64
Strategi Mengatasi Dampak Psikologis pada Perempuan yang Menikah Dini

keharmonisan keluarga dapat dengan mudah tercapai. dini yaitu: ekonomi yang rendah, pendidikan yang
“dan menjalankan kewajiban, asal sama-sama mau rendah, kebiasaan atau adat istiadat.
memahami ya pasti kan harmonis.” (SO2/MA, 22-02- Kondisi perekonomian yang rendah menurut
2022). Persamaan yang ditemukan antara subjek T dan T sangat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan anak.
D dengan subjek R dan MA melihat bahwa pernikahan Untuk itu, T tidak memiliki pilihan lain selain menikah
dini memberikan mereka status yang jelas. dan berbagi kewajiban untuk menafkahi anaknya.
Dari wawancara dengan subjek MA dan R, Kondisi perekonomian juga menyebabkan MA tidak
pandangan terhadap pernikahan ini memiliki konotasi dapat melanjutkan pendidikan dan memilih untuk
yang positif dan menunjukkan adanya perbedaan menikah. “Pendidikan kan butuh uang, penghasilan
persepsi atau pandangan antar subjek. Hal ini saya saat ini tidak cukup jika harus membiayai
dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang masing- kuliahnya.” (SO2/MA, 22-02-2022)
masing subjek. Tema ini juga menunjukkan bahwa Dari wawancara yang dilakukan penulis,
pernikahan dini masih dianggap sebuah kewajaran. tingkat pendidikan yang relatif rendah dari para subjek
Subjek T memang menikah dengan status juga menjadi salah satu alasan yang mempengaruhi
Maried by Accident (hamil diluar nikah). Dimana, keputusan untuk menikah. Rata-rata subjek hanya
menikah dianggap sebagai solusi untuk menutupi menempuh pendidikan sampai jenjang Sekolah
keadaan yang dianggap oleh norma yang belaku Menengah Atas (SMA) dan satu subjek hanya
sebagai sebuah aib. Subjek T dan D (suami) memang mengenyam pendidikan hingga Sekolah Dasar (SD).
saling mencintai dan berkeinginan menikah tentunya. Dari keterangan D, kesulitan biaya menyebabkan ia
Namun, menurut keterangan mereka pun pernikahan sulit untuk melanjutkan pendidikan “kalau pendidikan
dini dimana posisi subjek T masih berada di bangku biayanya belum ada.” (SO1/D, 27-02-2022). Kebiasaan
sekolah. Keuntungan menikah menurut keduanya atau adat istiadat juga turut mempengaruhi keputusan
adalah adanya status yang jelas. untuk melakukan pernikahan dini. Hal ini dikemukakan
Dari pengakuan D, ia merasa harus oleh R, bahwa menjadi sebuah hal yang wajar bagi
bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya oragg seusianya untuk menikah, meskipun usianya
bersama T. Namun, ia sendiri belum merasa siap masih tergolong remaja dan masih melakukan
menjadi seorang suami dan ayah. Ia merasa bahwa perkembangan secara fisik dan psikis. “Iya, termasuk
seharusnya ia menafkahi orang tuanya alih-alih saudara jauh. Ada yang lebih muda daripada usia saya
menafkahi istrinya pada usianya saat ini. menikah dan memang sudah kebiasaan begitu ya disini
Hal ini berbeda dengan subjek R yang tidak daripada zina mungkin juga.” (R, 22-02-2022).
melihat pernikahan dini menimbulkan kerugian dari
sisinya karena dorongan untuk menikah lebih dini Tema II: Dampak Psikologis Pernikahan Dini
dating dari kesepakatan antara dirinya dan
pasangannya. Maka dari analisis tersebut dapat Data menunjukkan adanya respon psikologis
diketahui bahwa adanya perbedaan pandangan pada pasangan yang menikah dini karena menkah dini
mengenai kerugian yang ditimbulkan dalam pernikahan itu sendiri maupun karena respon masayarakat pada
dini. mereka yang menikah dini. T menjelaskan bahwa
Data penelitian juga menunjukkan adanya respon masyarakat cenderung negatif karena
faktor personal dan eksternal yang mendorong subjek masyarakat di lingkungannya menilai bahwa
menikah dini. Pergaulan bebas yang menyebabkan penikahan dini akibat hamil di luar nikah adalah
hamil di luar nikah menjadi faktor personal yang sebuah aib. Untuk itu, mereka melontarkan perkataan
sangat mempengaruh subjek T “Memang karena hamil yang cenderung negatif kepada T. “Iya banyak, karena
mbak dan memutuskan menikah memang keinginan ya alasan saya menikah memang karena sudah
saya dan suami.” (T, 27-02-2022). Kesepakatan antara terlanjur isi.” (T, 27-02-2022)
T dan D menjadi faktor fundamental yang mendorong Respon lingkungan terhadap pernikahan diri
keduanya untuk menikah. Perbedaan faktor personal dalam penelitian ini menunjukan dua hal yang cukup
yang menjadi pendorong untuk melakukan pernikahan signifikan berbeda. Alasan pernikahan dini yang
dini ditemukan pada subjek R karena faktor keinginan diakibatkan oleh kondisi hamil di luar nikah membuat
diri sendiri adalah faktor yang dominan. “Keinginan T menerima cercaan dari lingkungannya. Namun
sendiri.” (R, 22-02-2022). sebaliknya, R mendapatkan respon yang berbeda
Di sisi lain, faktor eksternal yang karena keluarga dan lingkungannya cenderung
mempengaruhi keputusan unutk melakukan pernikahan mendukung. Keluarga R menyambut baik pernikahan

65
Volume 09 Nomor 07 (2022). Character: Jurnal Penelitian Psikologi.

dini yang ia lakukan. “Menurut saya (mereka) ya hal tersebut dibebankan menjadi tugas dan kewajiban
bahagia, senang.” (R, 22-02-2022). dari suami. Penyataan tersebut didukung oleh
Terkait pernikahan dini itu sendiri, tekanan keterangan MA. “Kalau masalah bekerja biar saya
psikologis yang dialami baik T dan R adalah kondisi yang kerja, dia perempuan di rumah saja kodratnya
tertekan dan stres. T juga menjelaskan bahwa stres begitu.” (SO2/MA, 22-02-2022).
yang ia alami terjadi karena kesulitan untuk bekerja Pernikahan dini yang dilakukan subjek juga
menopang ekonomi keluarga dan mengurus urusan membuat munculnya perubahan peran di antara
rumah. “Kalau stres dan tertekan sepertinya iya sering. mereka. Salah satunya adalah kewajibna untuk
Karena kan saya kadang mikir apa sudah baik saya jadi merawat anak seperti yang dialami oleh T. “Ya biasa
pasangan dia gitu.” (R, 22-02-2022) saja, tapi mungkin statusnya berubah, tidak lulus
Sedangkan menurut penuturan R, ia merasa SMA, dan saya langsung merawat anak di usia segitu.”
tertekan dengan pemikirannya sendiri mengenai (T, 27-02-2022)
presepsi dirinya dan tanggapan dari pasangannya. Hal serupa juga dirasakan oleh R karena
“Kalau stres dan tertekan sepertinya iya sering. Karena sebelumnya ia hanya dibebankan tugas untuk
kan saya kadang mikir apa sudah baik saya jadi bersekolah. Semenjak memutuskan untuk menikah
pasangan dia gitu.” (R, 22-02-2022). Dorongan untuk dini, ia berkewajiban untuk melakukan pekerjaan
dapat berlaku secara optimal sebagai istri membuat R rumah tangga termasuk mengurus suami.
kerap merasakan stres. Dampak psikologis menikah dini juga
Hasil penelitian juga menunjukan bahwa berakibat secara fisik, kelelahan dan kesulitan tidur.
pernikahan dini berakibat pada perubahan perilaku atau Beban untuk bekerja menafkahi keluarga serta
keseharian dari masing-masing subjek. Beberapa mengurus keluarga menyebabkan T mengalami
perubahan perilaku yang ditemukan antara lain kelelahan. “Iya mbak sering, terutama pas malam itu
berkurangnya interaksi dengan teman, hilangkan kan capek lelah ya seharian kerja tapi susah tidur malah
motivasi untuk melanjutkan pendidikan, larangan pusing.” (T, 27-02-2022)
untuk bekerja, dan adanya perubahan peran. Menurut Petanyaan T didukung oleh pernyataan D
penuturan R, perubahan perilaku atau kebiasaan yang karena adanya beban tugas tambahan untuk mengurus
paling jelas terlihat adalah berkurangnya intensitas keluarga dengan pekerjaan rumah seperti mencuci
untuk bertemu dengan teman sebaya. “Waktu untuk pakaian, merapihkan rumah, dan lain sebagainya
bersama teman berkurang.” (R, 22-02-2022). Padahal membuat ia kerap mengalami kelelahan setelah
dalam kondisi ini, dukungan sebaya menjadi sangat seharian bekerja. “Sering, karena dia kerja pulang sore
fundamental. dan masih melakukan pekerjaan rumah tangga.”
Selain itu, kondisi yang dialami baik oleh T (SO1/D, 27-02-2022) Kondisi kelelahan ini juga
dan R adalah hilangnya motivasi untuk melanjutkan ditunjukan oleh R dan MA. Pada akhirnya, kondisi
pendidikan karena beban untuk mengurus keluarga kelelahan tersebut menyebabkan munculnya sakit
semakin besar sehingga mereka melihat bahwa kepala atau pusing seperti yang T ungkapkan “…
pendidikan bukan lagi prioritas utama. Hal ini seharian kerja tapi susah tidur malah pusing.” (T, 27-
dikemukakan oleh T “Saya belum lulus SMA karena 02-2022). Kesulitan tidur terutama dialami pasangan T
hamil, terpaksa tidak bisa melanjutkan.” (T, 27-02- dan D yang sudah memiliki anak. “Sering, apalagi
2022). Begitupun juga R, “Tidak ada keinginan lagi anak rewel dan tidurnya malam.” (T, 27-02-2022).
mbak.” (R, 22-02-2022) Pernyataan ini juga didukung oleh D yang mengatakan
Padahal hubungan teman sebaya sangat bahwa “Ya kadang pas malam anak kebangun, saya
berpengaruh pada masa remaja. Selama masa tersebut, sama dia ikut terbangun atau anak tidak mau tidur
remaja mengembangkan otonomi dari orang tua cepat ya ikut juga.” (SO1/D, 27-02-2022)
mereka sehingga teman sebaya menjadi sumber Pembagian kewajiban untuk merawat anak
dukungan sosial dan emosional yang signifikan. Sikap menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
teman remaja dapat memiliki pengaruh positif dan munculnya kebiasaan sulit tidur yang dialami oleh R
negatif terhadap individu tersebut (Rohrbeck, 2003). dan MA. Dalam wawancara, MA menuturkan bahwa
Dalam hal ini, hilangnya dukungan teman sebaya dapat “Beberapa kali iya, kadang saat malam kebangun.”
berpengaruh terhadap remaja pelaku pernikahan dini (SO2/MA, 22-02-2022). Dari temuan tersebut dapat
tersebut. dianalisis bahwa gangguan fisik juga menjadi
Temuan lainnya dalam penelitian ini adalah konsekuensi yang didapatkan oleh individu yang
pelarangan bekerja oleh suami kepada istrinya pada memutuskan untuk menikah lebih dini.
pernikahan dini. R tidak diijikan untuk bekerja karena

66
Strategi Mengatasi Dampak Psikologis pada Perempuan yang Menikah Dini

Tema III: Strategi Mengatasi Dampak Psikologis eksternal meliputi kehamilan diluar pernikahan, social
budaya, pendidikan rendah, keinginan sendiri, dan
Di tengah berbagai permasalahan yang perkembangan teknologi. Hasil tersebut selaras dengan
muncul akibat pernikahan dini, beberapa strategi untuk penelitin sebelumnya oleh Muntamah dkk (2019),
mengatasi dampak psikologis juga terlihat telah Syalis dan Nurwati (2020), dan Widyawati dan
dilakukan oleh subjek. Salah satunya adalah Pierewan (2017) yang menemukan berbagai faktor-
melakukan problem-based melalui emotion-based. faktor yang menyebabkan remaja memutuskan untuk
Hal ini ditujukan dengan melakukan menikah dini.
komunikasi yang baik untuk menganalisis Pemikiran atas kepastian status terutama bagi
permasalahan yang muncul di alam relasi penrnikahan subjek T yang mengalami kehamilan diluar pernikahan
tersebut seperti yang dilakukan oleh MA. “Bicara baik menyebabkan pernikahan dini banyak terjadi.
baik, karena dia memilih diam jadi saya yang Didukung oleh penelitian dan data Komisi
mengawali untuk berbicara.” (SO2/MA, 22-02-2022) Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan
Penulis juga menemukan bahwa strategi tingginya pernikahan dini dengan alasan pernikahan
emotion-based lebih dominan dilakukan. Terlihat yang tidak diinginkan sebesar 20% dari total 94.270
dalam beberapa fenomena yaitu memendam orang (Ali, 2015; Pohan, 2017).
emosi/masalah, meluapkan emosi, menjaga jarak Studi oleh (Herliana et al., 2018)
(distancing), dan menghindari diri (escape avoidance). mengungkapkan bahwa sebagian besar remaja
Strategi mengatasi dampak psikologis yang perempuan tidak dapat menerima pernikahan mereka
ditunjukan dengan memendam permasalahan sepenuhnya. Pernyataan mereka mencerminkan bahwa
ditujunkan oleh T dalam keterangannya “Seringnya mereka menyesali konsekuensi negatif dari pernikahan
saya pendam sendiri.” (T, 27-02-2022) Sedangkan tersebut. Namun, mereka menerima konsekuensi ini
strategi mengatasi dampak psikologis yang ditunjukan dan mencoba mengatasinya. Hal tersebut ditunjukkan
dengan meluapkan ditujukan dengan keterangan T oleh pasangan T dan D. T tidak mengungkapkan secara
yang menjelaskan bahwa ia cerung meluapkan eksplisit rasa penyesalan menikah dini, namun dapat
emosinya. Namun cenderung pasif untuk melakukan dilihat dari cara T mengungkapkan kehidupan rumah
komunikasi secara langsung. tangga bersama D. Sedangkan D sebagai suami bahkan
Baik T dan R melakukan strategi yang sama menuturkan ketidaksiapan secara mental dan finansial
dalam mengatasi dampak psikologis yaitu dengan mengenai pernikahan dini. Meskipun secara usianya
menjaga jarak. T cenderung melakukan silent treatment lebih tua dibanding T, ia merasa bahwa masa mudanya
hingga pasangannya mengajak berbicara setelah harusnya masih bisa dinikmati dengan keluarga dan
bertengkar. Sedangkan R memutuskan diam untuk teman bukan memberi nafkah dan mengurusi hidup
menghindari meluasnya konflik yang terjadi. Strategi anak orang dan anaknya. Namun, keharusan
escape avoidance juga dilakukan baik oleh T dan R bertanggung jawab dan respon masyarakat yang
dengan sama-sama memilih untuk tidur ketika mereka menilai hal tersebut sebagai aib menyebabkan mereka
dilanda stres. “Ditinggal tidur aja mbak.” (T, 27-02- harus menikah.
2022) Penelitian (Wulandari & Sarwoprasodjo,
T dan R memiliki alasan berbeda dalam 2014) keinginan menikah dini keluarga dengan
melakukan pernikahan dini. Namun, dampak yang perekonomian yang relative baik lebih rendah.
dirasakan secara psikologis hampir serupa seperti Sedangkan, dari penelitian ini kedua subjek memiliki
merasa tertekan, gelisah, stress, bahkan mempengaruhi kondisi ekonomi yang menengah kebawah. Kondisi
secara fisiologis seperti sakit kepala hingga kesulitan ekonomi juga berhubungan dengan faktor lain seperti
tidur. Komunikasi yang jelek dengan pasangan juga ketidakmampuan melanjutkan pendidikan yang lebih
sering menjadi beban bagi mereka. Strategi mengatasi tinggi. Bahkan anggapan bahwa perempuan merupakan
yang dilakukan seperti menghindari pasangan, aset ekonomi keluarga masih tertanam di masyarakat.
mendiamkan pasangan, tidur, dan memendam atau Subjek T tidak lulus SMA karena hamil dan D
meluapkan emosi. Peran pasangan yang lebih bersikap suaminya lulusan SMA, sedangkan R lulusan SMA dan
dewasa sangat dibutuhkan bagi subjek yang berusia MA hanya lulusan SD. Hal tersebut sejalan dengan
lebih muda. penelitian (Laksono et al., 2021) yang menunjukkan
bahwa semakin rendah tingkat pendidikan maka
PEMBAHASAN semakin tinggi kemungkinan untuk melakukan
Dari tiga tema pada bagian hasil menunjukkan pernikahan dini.
bahwa alasan menikah dini adalah dari internal maupun

67
Volume 09 Nomor 07 (2022). Character: Jurnal Penelitian Psikologi.

Dukungan sosial dan kurangnya pengetahun remaja yang melakukan pernikahan dini secara
mengenai akibat menikah dini masih banyak terjadi psikologis, lebih rentan stress karena beban psikis dan
(Amu, 2020). Pasangan R dan MA berasal dari daerah didapatkan.
yang dikenal dengan budaya menikah dini yang turun Kerugian lainnya dari pernikahan dini pada
temurun (Madura) sehingga tidak ada respon negatif remaja adalah mengingat remaja merupakan masa
yang dirasakan, berbeda dengan pasangan T dan D restrukturisasi kesadaran (Csikszentimihalyi & Larson,
yang menerima banyak respon negative dari keluarga 1984). Restrukturisasi kesadaran sebagai masa di mana
dan lingkungan sekitar. remaja mengalami perkembangan kejiwaan dari
Meskipun memiliki pendidikan yang rendah, berbagai aspek. Didukung oleh Teori Piaget dan Freud
dengan berkembangnya zaman manusia juga akan remaja mengalami proses integrasi pertumbuhan dan
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. kepribadian, mencapai kedewasaan, kepercayaan diri,
Saat ini masyarakat memiliki kemudahan dalam akses kemandirian yang dapat menunjang kehidupan sehari-
internet, namun banyak yang salah menggunakan hari, memperoleh pengakuan masyarakat
seperti mudahnya akses konten pornografi namun mengembangkan hati nurani, nilai moral, nilai budaya
rendah dalam pengetahuan seksual dan alat kontrasepsi dan memecahkan permasalahan (Yüksel-Kaptanoglu &
(Pohan, 2017). Ergöçmen, 2014).
Bahkan pengetahuan seksual masih dianggap Seperti yang ditunjukan oleh T dan R, mereka
hal yang tabu, dari unit terkecil orang tua dan mengalami stress karena tanggung jawab dan
keluargam, sekolah sebagai tempat pendidikan formal kewajiban yang harus mereka emban sebagai seorang
pun. Padahal penelitian oleh (Banurea & Abidjulu, istri dan ibu di tengah usia mereka yang masih
2020) menghasilkan bahwa pendidikan seksual secara termasuk sebagai usia masa perkembangan. Selain
tepat kepada remaja dapat mengurangi konsekuensi menyebabkan gangguan psikologis, gangguan fisik
atas tindakan seksual yang tidak aman. Saat ini langkah seperti kesulitan untuk tidur, kelelahan, dan sakit
yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah adanya kepala atau pusing juga dialami oleh para subjek.
konseling pranikah yang ditujukan bagi calon pasangan Perubahan perilaku seperti menurunnya
agar nantinya siap menempuh kehidupan pernikahan tingkat interaksi dengan teman, tidak adanya keinginan
secara lahir dan batin (Triningtyas & Muhayati, 2017). untuk melanjutkan pendidikan, pelarangan untuk
Alasan yang paling sulit untuk diatasi adalah bekerja, dan perubahan perilaku juga menjadi
keinginan sendiri. Pasangan R dan MA menikah fenomena yang dialami oleh subjek. Jika tidak
memang didasari atas rasa cinta dan keinginan untuk ditangani dengan baik, hal ini akan membawa dampak
membina rumah tangga. Sesuai ajaran agama yang psikologis yang lebih luas.
dianut, R dan MA memandang pernikahan sebagai Di dalam kehidupan sosial bermasyarakat
salah satu bentuk ibadah yang harus dilakukan. Pada serta adanya budaya patriarki, laki-laki dan perempuan
tahun 2009 Ijtima Ulama Komisi Fatwa Indonesia dituntut berpikir dan berperilaku atas norma social dan
menyatakan bahwa dalam fikih islam tidak ditemukan budaya yang ada (Herdiansyah, 2016). Secara fisik
secara jelas batas minimal atau maksimal usia untuk laki-laki dituntut kuat dan mampu mengerjakan
menikah bagi umat muslim (Ali, 2015). pekerjaan kasar yang mengandalkan kekuatan,
Temuan mengenai dampak pernikahan dini sedangkan perempuan harus berperilaku lemah lembut
dalam penelitian ini menunjukan bahwa dampak dan dapat melakukan pekerjaan rumah. Seperti R yang
tersebut ditemukan secara psikologis, fisik, dan dilarang MA bekerja karena pemikiran bahwa
perilaku atau keseharian. Dampak psikologis yang perempuan kodratnya hanya dirumah mengerjakan
paling terasa adalah perasaan tertekan dan stress. pekerjaan rumah tangga, sedangkan lelaki akan
Beberapa penelitian sebelunya juga menemukan bahwa mencari nafkah. Namun, R merasa terbantu karena MA
ada korelasi yang kuat antara pernikahan dini dan memiliki inisiatif yang baik untuk membantu pekerjaan
tingkat stres atau tekanan yang dirasakan oleh rumah tangga apabila T terlihat kelelahan.
seseorang. Pelarangan untuk bekerja khususnya bagi istri
Dalam usia remaja yang tergolong sebagai dalam pernikahan dini menunjukan bahwa pernikahan
tahap perkembangan transisi dari masa anak-anak ke dini dapat menghambat kemantangan karir pelaku
masa dewasa awal menunjukan bahwa masa remaja pernikahan dini. Hal ini dikarenakan salah satu tugas
masih menjadi masa untuk beradaptasi. Maka, remaja perkembangan remaja yang harus dicapai, yaitu
rentan mengalami stress layaknya kedua subjek juga mengenali kemampuan, bakat, minat, dan memilih
menunjukkan beberapa indikator stress. Dalam karir (Porfeli & Lee, 2012).
penelitian (Rahmawati et al., 2019) menemukan bahwa

68
Strategi Mengatasi Dampak Psikologis pada Perempuan yang Menikah Dini

Semakin lama makin banyak perempuan yang usia dewasa (Rahman & Yuandari, 2020). Pasangan T
tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tetapi juga dan D dengan usia terpaut 3 tahun menunjukkan
berkarir. Menurut Dancer (1993) pada kenyataannya, adanya intensitas emosi yang lebih tinggi. T
di satu sisi perempuan tetap terus bekerja dan berkarier, menuturkan bahwa sering memendam dan menghindari
sementara di sisi lain mereka tidak dapat lepas dari suami jika ada pikiran yang mengganggu, namun jika
perannya sebagai ibu dan istri, dengan pembagian kerja ada situasi dimana memicu T akan meluapkan amarah
domestik rumah tangga yang tidak pernah habisnya saat itu juga. Dalam hal komunikasi dengan pasangan
(Anggia & Evanurul, 2013). Hal tersebut dirasakan T T cenderung pasif untuk memulai. Sedangkan D
yang bekerja diluar dan mengurus anak juga pekerjaan sebagai suami dengan usia yang lebih tua juga
rumah tangga. T bahkan mengaku kelelahan dan cenderung menunggu beberapa waktu kemudian
terkadang sulit melakukan manajemen waktu untuk hal mengajak berbicara ketika sudah terlalu lama diam.
tersebut. Berbeda dengan MA, D sebagai suami T Sedangkan pasangan R dan MA yang terpaut
cenderung kurang memiliki inisiatif untuk membantu 2 tahun lebih dinamis. R juga akan menghindar dan
pekerjaan rumah tangga. melakukan silent treatment, namun MA selaku suami
Konsekuensi kesehatan mental yang paling dan berusia lebih tua memiliki pemikiran yang matang
penting dari stres pada masa remaja, seperti depresi, dengan selalu mengajak berbicara dan menyelesaikan
kecemasan, bunuh diri, penggunaan narkoba, dan masalah dengan kepala dingin.
perilaku antisosial ditinjau. Lebih buruknya lagi Strategi lain yang juga dilakukan oleh T dan R
dampak psikolgis memunculkan mekanisme fisiologis adalah escape avoidance dengan sama-sama memilih
di mana stress memberikan efeknya pada kesehatan, untuk tidur ketika mereka dilanda stres. Hal ini
serta beberapa hasil kesehatan fisik, seperti gejala dikarenakan, baik T dan R memilih suami sebagai
somatik, perubahan kekebalan, dan penyakit (kanker, orang terdekat sebagai tempat bercerita, mereka juga
diabetes tipe 1, dan kondisi dermatologis) (Krapić et tidak nyaman jika menceritakan masalah dengan suami
al., 2015). kepada orang lain. Sehingga, jika ada masalah diantara
Strategi mengatasi dampak psikologis akibat suami-istri baik T dan R memilih tidur.
menikah dini yang dilakukan T dan R antara lain, diam Emosi memainkan peran sentral dalam
(silent treatment), berbicara langsung, meluapkan hubungan pasangan terutama dalam ikatan pernikahan.
emosi langsung, dan tidur. Strategi coping digolongkan Emotion-based ini menjadi pendekatan yang terfokus
menjadi dua, yaitu Problem Focused Coping (PFC) secara emosional mengatasi gangguan komunikasi,
dan Emotion Focused Coping (EFC) (Silvana, 2012). perselisihan dalam perkawinan, dan membujuk orang
PFC adalah gaya koping yang melibatkan penanganan untuk mengekspresikan emosi mereka dan
masalah secara langsung melalui tindakan yang membicarakan permasalahan yang dihadapi
mencoba menghilangkan atau mengubah penyebab (Greenberg et al., 2010). Strategi ini ditemukan lewat
stress dengan perencanaan secara logis dan positif. proses memendam emosi, meluapkan emosi, menjaga
Sedangkan EFC adalah strategi untuk meredakan jarak, dan menghindarkan diri. Strategi ini penulis
emosi individu yang disebabkan oleh stressor sumber dapat mengakibatkan meluasnya masalah yang
stres, tanpa secara langsung mengubah situasi yang dihadapi oleh pasangan tersebut karena subjek memilih
menyebabkan stress. meski EFC memungkin individu untuk menghindari masalah yang ada. Keputusan
memandang sisi baik dari suatu persoalan, namun tersebut dapat disebabkan oleh usia subjek yang masih
mengharapkan adanya simpati dan empati orang sekitar tergolong remaja. Hubungan pernikahan dini beresiko
atau berusaha melupakan apapun yang terikat dengan karena remaja masih mengalami kesulitan memberikan
hal-hal yang meimbulkan tekanan, sayangnya hal respons emosional kepada pasangannya. Oleh karena
tersebut hanya terjadi sementara (Iqramah et al., 2018). itu, pernikahan dini selama masa remaja sering ditandai
Subjek dalam penelitian ini menunjukan dengan variabilitas emosional yang ekstrem (Ahmed et
bahwa telah adanya upaya untuk mencegah dampak al., 2013).
psikologis akibat pernikahan dini (Dahlgren, 2009), Dalam literatur regulasi emosi, upaya untuk
namun dari hasil wawancara juga ditemukan bahwa mengurangi atau menghambat ekspresi emosional yang
strategi problem-based ini tidak dibarengi dengan sedang berlangsung telah disebut sebagai penekanan
pengetahuan yang baik dalam mengatasi permasalahan emosional. Penekanan emosional tersebut ditunjukkan
yang ada. oleh kedua subjek dalam kehidupan berumah
Meskipun kedewasaan seseorang tidak dilihat tangganya. Meskipun menyembunyikan tanda-tanda
dari usianya, usia muda merupakan masa lahiriah emosi dapat melayani tujuan interpersonal
“pemberontakan” terbesar dibandingkan dengan masa jangka pendek (misalnya, menghindari konflik dan

69
Volume 09 Nomor 07 (2022). Character: Jurnal Penelitian Psikologi.

tidak menyakiti perasaan orang lain), penelitian oleh pernikahan dini agar tetap menjalankan proses
Ahmed dkk (2013) mengungkapkan bahwa kebiasaan perkembangan pada usia tersebut. Pengawasan
menggunakan penekanan untuk mempengaruhi terhadap usia remaja oleh keluarga, sekolah, dan
ekspresi emosional dalam kehidupan sehari-hari masyarakat juga turut memberi andil dalam
menyebabkan berbagai konsekuensi sosial yang pencegahab pernikahan dini dengan alasan
merugikan seperti kurang dukungan sosial, lebih keinginan sendiri (menghindari zina) dan
rendah kepuasan sosial, dan kurang dekat dengan orang kehamilan diluar pernikahan dikarenakan alasan
lain. Kebiasaan menggunakan penekanan mungkin tersebut sulit ditolak saat sidang dispensasi oleh
sangat berbahaya untuk pengembangan dan Pengadilan Agama.
pemeliharaan hubungan dekat dan beresiko 3. Pemerintah
mememperparah dampak psikologis akibat pernikahan Penelitian sebelumnya, penelitian ini,
dini (Ahmed et al., 2013). bahkan penelitian di masa yang akan datang
mengenai peningkatan pernikahan dini di
PENUTUP Indonesia diharapkan dapat menjadi
Simpulan pertimbangan penegakan peraturan yang ada
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dengan tegas agar kasus pernikahan dini dan
dilakukan oleh lelaki dan perempuan yang belum risiko akibat dari pernikahan dini juga berkurang.
memenuhi syarat minimal usia oleh pemerintah.
Pernikahan dini dapat terjadi akibat berbagai macam DAFTAR PUSTAKA
faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor
Afriani, R., & Mufdlilah. (2016). Analisis dampak
tersebut adalah hamil diluar pernikahan (married by pernikahan dini pada remaja putri di desa
accident), social budaya, pendidikan yang rendah, sidoluhur kecamatan Godean Yogyakarta.
keinginan sendiri, dan perkembangan teknologi. Hasil Rakernas Aipkema, 235–243.
penelitian menunjukkan bahwa dampak psikologis
Ahmed, S., Khan, S., Alia, M., & Noushad, S. (2013).
yang dialami subjek seperti tertekan, gelisah, dan Psychological Impact Evaluation of Early
kecemasan. Strategi yang digunakan kedua subjek Marriages. International Journal of Endorsing
untuk mengurangi dampak psikologis yang dialami Health Science Research, 1(2).
adalah komunikasikan dengan pasangan, Ali, S. (2015). The Teen Marriage In Indonesia On The
pertimbangkan kapan meluapkan emosi dan kapan Country Perspective And Religion As Well As
dipendam, serta beri waktu untuk diri sendiri dan The Problem. Indonesian Journal of Legislation,
pasangan. Secara teoritis strategi untuk menangani 12(2).
dampak psikologis terdapat dua macam Problem Alwisol. (2014). Psikologi Kepribadian: Edisi Revisi
Focused Coping (PFC) dan Emotional Focused (1st ed.). UMM Press.
Coping (EFC).
Amu, M. (2020). Determinan Pernikahan Dini pada
Remaja Putri. Journal Midwifery, 6(1).
Saran
Penelitian yang telah dijalankan Andina, E. (2021). Meningkatnya angka perkawinan
anak saat pandemi Covid-19. INFO Singkat,
menghasilkan saran untuk: 13(4), 13–18.
1. Subjek
Penelitian ini diharapkan dapat Anggia, O., & Evanurul, K. (2013). Perspektif Gender
dan Kesehatan Mental ). Sosial Budaya, 10(1),
memberikan gambaran pada subjek dan pasangan
27–37.
bahwa komunikasi merupakan kunci utama
hubungan yang kuat. Komunikasikan dengan Banurea, R. N., & Abidjulu, F. C. (2020). Pendidikan
pasangan segala permasalah atau keresahan yang Seksual Komprehensif pada Remaja di SMA
Negeri 1 Abepura Jayapura. Jurnal Pengabdian,
dirasakan, pertimbangkan kapan meluapkan 2(2).
emosi dan kapan dipendam, serta beri waktu
untuk diri sendiri dan pasangan ketika Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using thematic
analysis in psychology. Qualitative Research in
dibutuhkan.
Psychology, 3(2), 77–101.
2. Orang terdekat pelaku pernikahan dini https://doi.org/10.1191/1478088706qp063oa
Penelitian ini diharapkan memberikan
Costa, B. R. C., & Pinto, I. C. J. F. (2017). Stress,
gambaran bahwa perlu adanya dukungan
Burnout and Coping in Health Professionals: A
terutama emosional dari keluarga, teman sebaya, Literature Review. Journal of Psychology and
dan lingkungan untuk mendorong remaja pelaku

70
Strategi Mengatasi Dampak Psikologis pada Perempuan yang Menikah Dini

Brain Studies, 1(1), 1–8. Pernikahan dini di Indonesia: Faktor dan peran
pemerintah (Perspektif penegakan dan
Creswell, W. J., & Creswell, J. D. (2018). Research
perlindungan hukum bagi anak). Widya Yuridika
Design: Qualitative, Quantitative and Mixed
Jurnal Hukum, 2(1), 1–12.
Methods Approaches. In SAGE (Fifth). SAGE
https://doi.org/10.31328/wy.v2i1.823
Publications.
Musradinur. (2016). Stres dan cara mengatasinya
Csikszentimihalyi, M., & Larson, R. (1984). Being
dalam perspektif psikologi. Jurnal Edukasi, 2(2),
Adolescent, Conflict and Growth in the Teenage
183–200.
Years. Basic Books Inc. Publ.
Ningrum, R. W. K., & Anjarwati. (2021). Dampak
Dahlgren, L. O. (2009). Interprofessional and problem-
pernikahan dini pada remaja putri (Impact of
based learning: A marriage made in heaven?
early marriage on adolescent women). Jurnal of
Journal of Interprofessional Care, 23(5).
MIindwifery and Production, 5(1), 37–45.
https://doi.org/10.1080/13561820903163579
Oktavia, E. R., Agustin, F. R., Magai, N. M.,
Departmental news of WHO. (2013). Child marriages-
Widyawati, S. A., & Cahyati, W. H. (2018).
39 000 every day: More than 140 million girls
Pengetahuan risiko pernikahan dini pada remaja
will marry between 2011 and 2020. World
umur 13-19 tahun. Higeia Journal of Public
Health Organization.
Health Research and Development, 2(2), 239–
Greenberg, L., Warwar, S., & Malcolm, W. (2010). 248.
Emotion-Focused Couples Therapy and the
Pohan, N. H. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan
Facilitation of Forgiveness. Journal of Marital
Dengan Pernikahan Usia Dini Terhadap Remaja
and Family Therapy, 36(1), 28–42.
Putri. Jurnal Endurance, 2(3).
Hasan, B. (2019). Gender dan ketidak adilan. Jurnal
Porfeli, E. J., & Lee, B. (2012). Career development
Signal, 7(1), 63–86.
during childhood and adolescence. New
https://doi.org/10.33603/signal.v7i1.1910
Directions for Youth Development, 2012(134),
Herdiansyah, H. (2016). Gender dalam Perspektif 11–22. https://doi.org/10.1002/yd.20011
Psikologi. Salemba Humanika.
Rahman, R. T. A., & Yuandari, E. (2020). Early
Herliana, B. R., Utami, N. W. A., & Kurniati, D. P. Y. Marriage in Banjarmasin: The Impact on
(2018). Early marriage practices and the health Reproductive Health and Prevention Strategy.
impacts on female adolescent health in Central International Journal of Clinical Inventions and
Lombok: a qualitative study. Public Health and Medical Science, 2(1), 15–19.
Preventive Medicine Archive, 6(1), 61. https://doi.org/10.36079/lamintang.ijcims-
https://doi.org/10.15562/phpma.v6i1.11 0201.77
Iqramah, N., Nurhasanah, & Nurbaity. (2018). Strategi Rahmawati, M. N., Rohaedi, S., & Sumartini, S.
Coping (Problem Focused Coping dan Emotion (2019). Tingkat stres dan indikator stres pada
Focused Coping) Dalam Menghadapi Stres Pada remaja yang melakukan pernikahan dini. Jurnal
Mahasiswa Penyusun Skripsi FKIP Universitas Pendidikan Keperawatan Indonesia, 5(1), 25–33.
Syiah Kuala. Jurnal Ilmiah Mahasiswa https://doi.org/10.17509/jpki.v5i1.11180
Bimbingan Dan Konseling, 3(4), 75–83.
Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development:
Krapić, N., Hudek-Knezevic, J., & Kardum, I. (2015). Perkembangan Masa-Hidup jilid 1 (13th ed.).
Stress in Adolescence: Effects on Development. Penerbit Erlangga.
In International Encyclopedia of the Social &
Silvana. (2012). Problem Focused Coping Teori dan
Behavioral Sciences, 23, 562–569.
Praktek. LPPM.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/B978-0-
08-097086-8.23031-6 Soleman, N., & Elindawati, R. (2019). Pernikahan Dini
di Indonesia. Al-Wardah, 12(2), 142–149.
Laksono, A. D., Wulandari, R. D., & Matahari, R.
https://doi.org/10.46339/al-wardah.v12i2.142
(2021). Does Education Level Matter in
Women’s Risk of Early Marriage?: Case Study Syalis, E. R., & Nurwati, N. (2020). Analisis Dampak
in Rural Area in Indonesia. Medico-Legal Pernikahan Dini Terhadap Psikologis Remaja.
Update, 21(1). Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 3(1), 29–38.
https://doi.org/10.24198/focus.v3i1.28192
Mulyadi, W., & Nugraheni, A. S. C. (2017). Akibat
hukum penetapan dispensasi perkawinan anak di Triningtyas, D. A., & Muhayati, S. (2017). Konseling
bawah umur (Studi kasus di Pengadilan Agama Pranikah: Sebuah Upaya Meredukasi Budaya
Pacitan). Jurnal Privat Law, 5(2), 69–76. Pernikahan Dini di Kecamatan Pulung
https://doi.org/10.20961/privat.v5i2.19394 Kabupaten Ponorogo. JKI (Jurnal Konseling
Indonesia), 3(1), 28–32.
Muntamah, A. L., Latifiani, D., & Arifin, R. (2019).

71
Volume 09 Nomor 07 (2022). Character: Jurnal Penelitian Psikologi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun of Economic Family State towards Motive of
2019, Pub. L. No. 16 (2019). Early Marriage in Rural Area. Sodality:Jurnal
Sosiologi Pedesaan, 2(1).
UNICEF. (2021). Child Marriage. UNICEF South
Asia. Yin, R. K. (2014). Case study research design and
methods (5th ed.). SAGE Publications.
Widyawati, E., & Pierewan, A. C. (2017). Determinan
pernikahan usia dini di Indonesia. SOCIA: Jurnal Yüksel-Kaptanoglu, I., & Ergöçmen, B. A. (2014).
Ilmu-Ilmu Sosial, 14(4), 55–70. Early Marriage. Journal of Family Issues,
35(1707).
Wulandari, & Sarwoprasodjo, S. (2014). The Influence

72

Anda mungkin juga menyukai