Anda di halaman 1dari 12

DAMPAK PERNIKAHAN USIA DINI DALAM KESEHATAN

REPRODUKSI
Fadhila Eka Putri
Mahasiawa Universitas Islam Negara Raden Fatah, Palembang
fadhilaeka9@gmail.com

Abstrak

Pernikahan adalah proses menyatukan dua orang yang saling mengikat atas dasar kemauan
supaya mempunyai keluarga serta keturunan. Ketika seseorang menikah orang tersebut
harus sudah mampu dari segi finansial, maupun umur, dan fisik untuk membangun rumah
tangga. Sekitar 12-20 % banyak dijumpain orang menikah namun tidak memiliki persiapan
baik dari segi finansia,umur, fiskik maupun pengetahuan. Artikel ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dan deskriptif yang membahas lebih rincin menyangkut perkawinan
diusia dini dilakukan seseorang rata-rata diumur 19 tahun yang mana masih belum memiliki
kemampuan dari segi finansial,umur dan fisik seta peengetahuan tentang pernikahan . Hal ini
bisa berdampak terhadap kesehatan reproduksi baik untuk perempuan maupun laki-laki.
Oleh karena itu, harus dipersiapkan dengan matang dan sudah merasa mampu dari segi
finansiall,umur dab juga fisik dalam melaksanakan pernikahan agar upaya untuk
menghindari dampak buruk pernikahan di usia dini terhadap kesehatan reproduksi dapat
diminimalisi,sehingga bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Kata kunci: Pernikahan Dini,Dampak, Kesehatan Reproduksi

Pendahuluan

Pernikahan merupakan momen kebahagian bagi seseorang baik laki-laki dan


perempuan untuk membanggun rumah tangga yang dilandasi dengan ketuhanan yang masa
esa mencari ridhonya allah swt agar memperoleh rumah tangga yang sakinah mawadha dann
warahma. Selain mempersatukan orang yang awalnya tidak saling mengenal, pernikahan juga
secara otomatis mengubah status seseoran. Didalam no 1 tahun 1945 pasal 7 ayat (1)
menyatakan bahwa pekawinan dizinkan apabila pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
dan pihak wanita telah mencapai umur 16 tahun. Namun dilakukan perubahan dan revisi
kembali menjadi perkawinan bisa dilakukan apabila pihak dari laki-laki dan pihak perempuan
berusia minimal 19 tahun, kemudian dilanjut ayat 2 yang menyatakan bahwa pernikahan
masing-masing calon yang belum mencapai usia 21 tahun, harus mendapatkan izin dari kedua
orang tua. Kemudian, pihak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) juga telah mengeluarkan aturan bahwa usia ideal menikah pihak perempuan
adalah 20-35 tahun dan 25-40 untuk pihak (BKKBN 2020).

Analisis penduduk terdapat sebanyak 2000 melakukan pernikahan pertama sebelum


berusia 15 tahun. Di tempat lain, pada 1 dari 100 laki-laki melakukan pernikahan pertama
pada usia 20- 24 tahun yang terjadi di pedesaan maupun di kota. Pernikahan dini bisa
dikatakan sebagai pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang berusia 19 tahun.Dalam
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, anak merupakan
seseorang yang wajib mendapatkan hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut bisa memjamin
perkembangan serta pertumbuhan dengan baik secara rahasia, jasmania, maupun sosial
(Sangaji, 2017). Anak juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan untuk
mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, dan memperoleh perlindungan baik
dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

Pernikahan bukan hanya status kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan
perempuan namun lebih dari itu, pernikahan ialah hubungan yang terjalin secara sakral yang
menyatuhkan dua insan yang akan mengemban tanggung jawab yang pastinya tidak mudah
sehingga diperlukan kedewasaan dari aspek usia, kesehatan jasmani, psikologis, biologis, dan
finansial dari kedua pasangan untuk menjalaninya sehingga terciptalah kerukunan dalam
rumah tangga. Namun nyatanya masih banyak sekali yang tidak menaati Undang- Undang.
Pada realitannya masih banyak sekali warga yang terdapat masih melakukan pernikahan di
bawah umur yang sudah ditetapkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), terutama warga yang berlokasi di pedesaan. Bersumber pada informasi Child
Marriage Report, bila kita amati pernikahan dini banyak dilakukan dipedesaan dibanfingkan
perkotaan,baik dari umur 18 sampai dengan 15 tahun. Pada tahun 2018 Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Undang- Undang tentunya bukan tanpa alasan
membuat kebijakan tentang pernikahan usia dini akan tetapi sudah dipertimbangkan
dampaknya,baik perempuan maupun laki-laki. Ketidaksiapan pada anak yang menikah diusia
dini dapat menyebabkan dampak misalnya,menganggu kesehatan reproduk putus sekolah
ketidak siapan finansial yang dapat memicu percerai pada usia muda, kekerasan dalam rumah
tangga, dan Selain itu, pernikahan diusia dini juga memicu dampak buruk secara mental
atapun fisik. Terdapat beberapa aspek yang menjadi pemicu atau faktor terjadinya pernikahan
diusia dini, antara lain kebutuhan ekonomi, pendidikan rendah, kultur nikah muda,
perkawinan yang diatur, hamil diluar nikah dikarenakan seks bebas (Himsya, 2011).

faktor finansial dan ekonomi yang menjadi pemicu keluarga berpikir menikahkan
anaknya karena ketidak mampuannya dalam membiayai sekolah dan kebutuhan anak tersebut
itulah yang memicu orang tua menggambil tindakan dengan menikahkan anaknya dan
berharap anaknya bisa hidup lebih baik dan berharap tanggung jawab yang diemban dapat
terlepaskan untuk memberikan finansial untuk anaknya , lalu memberikan tanggung jawab
tersebut kepada suaminya. Faktor utama keluarga mengizinkan pernikahan diusia muda ini
juga seringkali dikarenakan oleh kekhawatiran orang tua akan terjadinya hamil diluar nikah
sehingga mendorong anaknya untuk menikah diusia yang masih belia (F Jannah., 2012).
Secara umum, pernikahan diusia dini lebih sering terjadi dikarangan orang yang menengah
kebawah namun tidak menutup kemungkinan orang menengah keatas juga melakukannya.

Badan Koordinasi Keluarga kalangana Berencana Nasional (BKKBN) juga


memberikan arahan untuk minimum usia pernikahan dapat dilakukan pada usia 19 tahun
karena mempertimbangkan beberapa hal seperti ,kesiapan reproduksi, biologis, dan psikis
(BKKBN, 2017). Meminimalisir adanya perceraian serta kesehatan ibu dan anak saat akan
melahirkan,dan meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.dan mempertimbagkan
kesehatan mental yaitu memasuki dunia rumah tangga yang mana terdapat hak dan
kewajiban masing-masing suami maupun isteri dalam menjalankanya sehingga terciptalah
kerukunan erta keharmanisan dalam rumah tangga. Dalam konteks ini, dibutuhkan kesehatan
mental dan tidak hanya bermodalkan cinta saja. Adapun pernikahan yang terjadi karena
keterpaksaan sehingga akan mempengaruhi keharmonisan serta kerukunan dalam rumah
tangga sehingga dampaknya kepada perceraian akan semakin besar (Fitriyani, D., & dkk).
Secara fisik, remaja perempuan belum memiliki tulang panggul yang masih terlalu kecil
sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Apabila dianalisis dampak negatif
perkawinan diusia dini lebih banyak dari pada dampak positifnya (Hanum & Tukiman, 2015).

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian deskriptif dan
penelitian kualitatif. Metode penelitian deskriptif menurut Nazir (1988) dalam Buku Contoh
Metode Penelitian, adalah suatu metode yang digunakan dalam meneliti kondisi, sistem
pemikiran, atau peristiwa pada masa sekarang ini. Penelitian deskriptif ini, bertujuan untuk
mendeskripsikan atau membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta yang
terjadi. Dalam penelitian ini penulis mengenakan pendekatan kualitatif sebagai metode
penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif berbentuk kata-kata yang tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan, R., & Taylor, 1993). Pada penelitian ini
akan berfokus kepada pemahaman terhadap fenomena secara mendalam melalui
pengumpulan data yang dapat menunjukkan detail dan pemahaman suatu data yang diteliti.
Oleh karena itu, kedua pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan serta
menggambarkan fenomena pernikahan dini dan faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah
kesehatan reproduksi akibat pernikahan dini.

Penemuan Dan Pembahasan

Pernikahan Diusia Dini

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian deskriptif
dan penelitian kualitatif. Metode penelitian deskriptif menurut Nazir (1988) dalam Buku
Contoh Metode Penelitian, adalah suatu metode yang digunakan dalam meneliti kondisi,
sistem pemikiran, atau peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif ini, bertujuan
untuk mendeskripsikan atau membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta
yang ada. Dalam penelitian ini penulis mengenakan pendekatan kualitatif sebagai metode
penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif berbentuk kata-kata yang tertulis atau lisan
dari orang-orang danperilaku yang diamati (Bogdan, R., & Taylor, 1993). Pada penelitian ini
akan berfokus kepada pemahaman tentang fenomena secara mendalam melalui pengumpulan
data yang dapat menunjukkan pemahaman suatu data yang diteliti. Oleh karena itu, kedua
pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan serta menggambarkan fenomena
pernikahan dini dan faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi akibat
pernikahan dini. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Kartono, 1922). Dalam
Undang-UndangNo. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) juga menyatakan bahwa perkawinan
hanya disahkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun, usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1) perkawinandapat dan
dilakukan jika pihak laki- laki danperempuan berusia minimal 19 tahun, ayat untuk
melangsungkan perkawinan masing-masing calon mempelai yang belum mencapai umur 21
tahun, harus mendapat izin kedua orangtua, sesuai dengan kesepakatan pihak Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang telah melakukan
kerjasama dengan MOU yang menyatakan bahwa Usia Perkawinan Pertama diizinkanapabila
pihak pria mencapai umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 20 tahun (Rokhim & Sirait,
2016)

Maka kesimpulannya adalah seseorang yang menikah dibawah usia yang ditetapkan
berdasarkan undang- undang adalah termasuk pernikahan diusia dini. Pernikahan diusia dini
atau pernikahan muda sendiri adalah pernikahan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-
laki yang masih berumur 19 tahun. Menurut Dlori (2005) Pernikahan dini adalah pernikahan
yang dilakukan pada seseorang yang berumur 19 tahun yang mana belum memiliki kesiapan
yang matang. (BKKBN, 2010).apabila membahas pada bidang kesehatan, pernikahan yang
ideal adalah seseorang yang sudah berusia diatas 20 tahun.hal ini berdasarkan pertimbangan
kesehatan reproduksinya. Pernikahan yang dilakukan dibawah umur 20 tahun dapat
menimbulkan risiko Human Papiloma Virus (HIV).sel-sel rahim yang belum siap serta
kanker rahim

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Diusia Dini

a. Faktor pendidikan

pendidikan yang rendah ini dapat memicu pernikahan diusia dini karena tidak
melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Selain itu tingkat pendidikan keluarga juga
dapat memengaruhi terjadinya pernikahan usia muda. Pernikahan usia muda juga dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan masyarakat, secara keseluruhan. Beberapa masyarakat yang tingkat
pendidikannya rendah akan lebih mengarah untuk menikahkan anaknya dalam usia yang
terbilang masih muda. Bersumber pada penelitian yang dilakukan Kecamatan gunung
megang dan Kabupaten muara enim 35% pasangan yang menikah di bawah umur
dipengaruhi oleh faktor pendidikan (Saipul ,2011 dalam Suci, 2002). Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang menjadi penyebab dalam
pernikahan dini yaitu pendidikan anak maupun pendidikan orang tua. Dalam faktor
pendidikan sangat berpengaruh terhadap faktor finansial

b. Faktor Budaya

Pernikahan diusia dini terjadi karena orang tua menghawarirkan anaknya ketikan
tidak kunjung menikah akan tersebar rumar sebagai perawan tua apa lagi lokasi tempatnya
dipedesaan karena stigma masyarakat yang tinggal di pedesaan apa lagi kalau sudah lewat
umur 25 tahun.Faktor adat dan budaya, di beberapa daerah diIndonesia, masih memiliki
beberapa pemahaman yang berbeda-beda tentang perjodohan. Pemahaman ini berupa saat
anak perempuan telah mengalami menstruasi maka, akan harus segera dijodohkan. Padahal
umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Sehingga, dapat
dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah usia minimum
yang ditetapkan oleh undang-undang (Ahmad, 2009). Hal ini diperkuat oleh penelitian yang
dilakukan Suci di Kecamatan gunung megang Kabupaten muara enim tahun 2022 yaitu
61,6 % remaja yang melakukan pernikahan di usia dini karena faktor budaya. Dimana faktor
budaya di sini adalah orang tua yang menjodohkan atau memaksa menikah atau stigma
masyarakat tentang umur.

c. Faktor MBA (Marriaged By Acciden

Di Indonesia kasus pemicu pernikahan diusia dini karena hamil sebelum menikah atau
Marriaged By Accident (MBA). Menurut Sarwono (2003) pernikahan diusia dini sering
sekali terjadi ketika anak mengalami masa pubertas, hal ini dikrenakan remaja sangat rentan
untuk melakukan seks bebas yang menyebabkan anak tersebut hamil diluar nikah. Maka
kesimpulannya bahwa pergaulan bebas dapat menjadi salah satu faktornya. Akibat pergaulan
remaja yang terlalu bebas, terutama dalam hubungan berpacaran, remaja bisa sampai
melakukan seks pranikah dan kehamilan diluar pernikahan.

d. Faktor Ekonom

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh UNICEF & UNFPA (2018) menyatakan
bahwa kemiskinan menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terhadap terjadinya
pernikahan diusia dini dikarenakan beberapa daerah seperti di Indonesia,orang-orang masih
berstigma bahwa wanita adalah beban ekonomi keluarga dan menjadikan alasan untuk
menikahkan anaknya diusia dini agar mendapatkan kesejahteraan ekonomi, mereka memiliki
pemikiran bahwa dengan merelakan anak perempuannya untuk dinikahkan dapat
meringankan kebutuhan hidup untuk orang tuanya. Kemudian, pengeluaran dalam rumah
tangga dan pendapatan juga menjadi salah satu indikator bagaimana tingkat kesejahteraan
hidup bagi sebuah keluarga (Astuty, n.d.).

Kesehatan Reproduksi

Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang dapat
merubah seseorang baik secara fisik, emosi, sosial, dan nilai-nilai moral serta prmikiran,Oleh
karena itu, masa remaja lebih bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya.
Pada tahap remaja yang mengalami mestrubasi menjadi sangat penting, dikarenakan pada
masa ini remaja berada pada tahap masa pencarian identitas diri,dimana mereka
membutuhkan peran orang tua,membutuhkan teman,menghadapi kondisi kebingungan karena
belum mampu menentukan aktivitas yang bermanfaat dan memiliki keingintahuan yang
tinggi terhadap berbagai hal yang belum diketahui (Marino, & Spada, 2020). Pubertas yang
dahulu dinilai sebagai sebuah acuan kedewasaan seseorang, ternyata kini sudah tidak lagi, hal
ini dikarenakan usia remaja mengalami pubertas terjadi pada akhir belasan yaitu 15-18 tahun
kini berubaha menjadi awal belasan ad pun anak yang mengalami pubertas sebelum usia 11
tahun.

Kesehatan reproduksi menjadi perhatian khusus di seluruh dunia sejak diangkatnya


isu tersebut dalam Konferensi Internasional terhadap Kependudukan dan Pembangunan
(International Conference on Population and Development, ICPD), di Kairo Mesir pada tahun
1994. Demikian pula dengan konvensi tentang perempuan, juga belum memberi penekanan
pada Hak Asasi Manusia atau isu yang mempedulikan reproduksi dan seksualitas (Okara,
2005). Dalam hal ini telah disepakati pentingnya perubahan pandangan dalam
pengelolaanmasalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi
dan penurunan fertilitas menjadi pendektana yang memiliki fokus mengenai kesehatan
reproduksi. Pandangan baru ini memiliki pengaruh yang besar terhadap hak dan peran
perempuan sebagai subyek dalam Keluarga Berencana. Perubahan pendekatan juga terjadi
dalam penanganan kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan
penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, serta kesehatan
reproduksi usia lanjut, yang dibahas dalam konteks kesehatan dan hak reproduksi. Dengan
paradigma baru ini diharapkan kestabilan pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai dengan
lebih baik.

Proses reproduksi terjadi melalui hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan,
kesehata reproduksi meliputi kesehatan seksual yang menuju pada peningkatan kualitas hidup
dan relasi antar individu. Dalam konteks pengembangan manusia, pelayanan kesehatan
reproduksi merupakan hal yang penting, hal ini dikarenakan berdampak pada kualitas hidup
seseorang pada generasi berikutnya. Seseorang bisa menjalankan peranan serta proses
reproduksi secara aman dan sehat bisa terlihat dari bagaimana kondisi kesehatan selama
siklus hidupnya, mulai dari kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi
(Sarwono,2001). Apabila dikaitkan antara masa remaja dan kesehatan reproduksi, masa
remaja merupakan proses awal terbentuknya organ reproduksi. Menurut Robert Havinghurst
dalam Sarlito, seorang remaja dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan yang berkaitan
dengan perubahan perubahan fisik dan peran sosial yang sedang terjadi pada dirinya. Tugas-
tugas itu adalah menerima kondisi fisiknya yang berubah.

Ketika remaja mengalami pubertas yang dimana hormon-hormon akan berfungsi dan
dampaknya akan menyebabkan perubahan fisik dan juga mempengaruhi tindakan seseorang
untuk melakukan seks pada remaja dan pada saat inilah reproduksi remaja dan dorongan dari
aspek posikologis yang mungkin akan timbul perasaan menyukai lawan jenis, reproduksi
yang sehat bagi perempuan adalah diantara 20 – 30 tahun. Namun, masalah yang sering
muncul ketika repproduksi sudah siap remaja melakukan saks bebas yang mana kemungkinan
besar akan terkena penyakit menular yaitu hiv

Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Reproduksi

Perkawinan adalah sebuah kegiatan baik laki-laki dan perempuan yang bersifat
mengikat (Ma’mun, 2015). Ketika pernikahan dilakukan karena terpaksa dan bukan dari
keinginan diri sendiri ada beberapa faktor pendorong kenapa hal tersebut terjadi yaitu :
rendahnya tingkat pendidikan, kebudayaan setempat, pernikahan karena dijodohkan,
kebutuhan ekonomi , dan seks bebas yang dilakukan anak remaja pada zaman sekarang ynag
menyebabkan hamil diluar pernikahan dan terpaksa harus dinikahkan, ketika faktor ekonomi
yang kurang memumpuni sehingga anak tersebuat ahrus putus terpaksa sekolah dan tidak
berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya,finansial menjadi salah satu faktor
terjadinya pernikahan diusia remaja.

a. pernikahan di usia remaja masih banyak sekali terjadi dipedesaan karena mereka
mengangap bahw asannya perempuan akan menjadi ibu rumah tangga mengurus anak dan
suami dan juga menguru keperluan didapur karena itulah stigma masyarakat yang tinggal
dipedesaan mereka menganggap anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena
ujingnya akan mengurus dapur juga itulah sebabnya para orang tua memilih menikahkan
anaknya pada usia yang masih terbilang sangat muda.

Menurut (Badan Statistik,2020) pada 20 provinsi masih ada anak anak nasional yang
melakukan pernikahan diusia dini. Pernikahan diusia dini terbanyak ada di privinsi Sulawesi
Barat, Sulawesi tenggara dan Sulawesi Tengah. ada sekitar 1 juta perempuan yang menikah
diusia dini. Menurut data yang ada dapat menggambarkan kejadian perkawinan diusia dini,
di Jawa tengah, Jawa barat dan Jawa Timur provinsi ini sudah mencapai angka tertinggi.
Sebelumnya telah dijelaskan perkawinan diusia remaja berpengaruh sekali untuk kesehatan
reproduksi. Remaja melakukan pernikahan diusia dini memiliki dampak yang tidak
baik.ketidak siapnya organ reproduksi dan kesiapan fisik remaja perempuan memiliki resiko
ketidak remaja tersebuat mengndung dan melahirkan . Dapat memicu kecatatan terhadap
anak yang dikandung,dan resiko kematian ibu dan anak lebih besar. Selain itu, leher rahim
seorang remaja perempuan juga masih sensitif. Oleh karena itu, jika ketika dipaksakan untuk
hamil, berisiko mengalami kanker leher rahim di kemudian hari, dan yang dapat terjadi ketika
remaja perempuan hamil, remaja perempuan rentan anemia selama mengandung dan saat
melahirkan. kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai resiko.mengandung dan juga
melahirkan yang menjadi salah satu faktor pula tingginya angka pernikahan diusia remaja.

Perkawinan seseorang yang umur perakawinannya lebih tua akan memiliki reproduksi
yang lebih relatif perendek dibandingankan perkawinan yang dilakukan pada usia remaja
akan memperpanjang masa reproduksinya . Dengan melangsungkan pernikahan di usia dini
ini, akan membuka peluang lebih bagi seorang wanita mempunyai masa reproduksi. Masa
reproduksi wanita yang sedang subur-suburnya ialah saat pertama mendapatkan masa
menstruasi sampai berakhirnya menstruasi tersebut (menopause). Hal ini berlangsung kurang
lebih selama 35 tahun lamanya. Ketika pernikahan pertama terjadi pada usia awal seorang
wanita haid atau organ reproduksinya dapat berfungsi adalah saat tahun-tahun pertama dari
35 tahun masa reproduksinya, kemungkinan wanita tersebut melahirkan selama rentang
waktu 35 tahun sangat besar (Malinda, 2012). Dampak dari kesehatan reproduksi ini bukan
sekedar membahas mengenai kesehatan alat-alat reproduksi tetapi juga mengenai kualitas
hidup dan bagaimana kelangsungan hidup seseorang setelahnya. Pernikahan diusia dini lebih
diperhatikan di seluruh dunia karena adanya dampak buruk dari pernikahan diusia dini yang
cenderung diabaikan di beberapa Negara berkembang.

Ketika seorang remaja mengetahui dan memahami kesehatan reproduksi. remaja


tersebut akan mempertimbangkan tindakan yang akan dilakukannya dan akan akan
menghindari pernikahan diusia dini karena banyak terdapat dampaknya dikemudia hari yang
akan mempengaruhi kesehatan baik laki-laki maupun perempuan.

KESIMPULAN

Orang melangsungkan pernikahan diusia yang sangat muda sangat menjadi topik yang
gemar sekali diikuti beritannya oleh setiap negara, dinegara indonesia khususnya dipedesaan
yang kurang akan pemahaman tentang pernikahan yang mana sudah ditetapkan oleh undang
undang bahwasannya orang menikah harus diatas 20 tahun. banyak sekali faktor yang
mendukung pernikahan diusia dini khususnya karena ekonomi yang kurang memumpuni
untuk membiayai anaknya sehingga orang tua tersebut lebih memilih menikahkan anaknya
dan berharap agar tanggung jawab membiayai hidup anak tersebut sudah lepas, dan anak
tersebuat bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik dan juga ada faktor dari luar yaitu
faktor stigma masyarakat yang mana ketika seseorang tidak lagi melanjutkan pendidikan
remaja tersebut pasti akan didorang untuk menikah khususnya di pedesaan orang yang tidak
berpendidikan harus cepat-cepat menikah karena dikahawatirkan akan menjadi perbincangan
orang apalagi remaja tersebut belum menikah diusia 20 tahun keatas khusus
perempuan,pernikahan diusia dini banyak sekali mempengaruhi beberapa hal termasuk
kesehatan reproduksi yaitu bisa membahayakan calon bayi dan juga ibu ketika akan
melahirkan dikarenakan kondisi yang belum siap. Seks bebas yang sangat beresiko terkena
penyakit menular,oleh karena itu kita kita butuh pemahaman dan pengetahuan lebih agar bisa
terselamatkan dari pernikahan diusia muda yang mana banyak sekali dampak yang
ditimbulkan bagi kesehatan dan keharmonisan dalam rumah tangga dikarekana belum punya
kesiapan dan belum mampu mengemban hak dan kewajiban sepasang suami isteri karena
trebilang usia yang belum matang dan belum bisa mengontrol diri pisikologis,fisik, dan
ekonomi oleh sebab itu pemerintahan harus lebih tegas menangani kasus tentang pernikahan.

DAFTAR PUSTAKA
Astuty, S. Y. (n. d. . (n.d.). FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA
PERKAWINAN USIA MUDA. 2–3.
Badan Pusat Statistik. (2020). Pencegahan Perkawinan Anak ; Percepatan yang Tidak Bisa
Ditunda. x–xii
BKKBN. (2017). USIA PERNIKAHAN IDEAL 21-25 TAHUN. Retrieved from
https://www.bkkbn.go.id/detailpost/b kkbn-usia-pernikahan-ideal-21-25 tahun
Bogdan, R., & Taylor, S. (1993). Kualitatif Vol. 2 No.1 Hal: 37 - 45 April 2021
(Dasar-dasar Penelitian) Surabaya: Usaha Nasional.
F., J. (2012). Pernikahan Dini dan Implikasinya terhadap Kehidupan Keluarga pada
Masyarakat Madura (perspektif hukum dan gender). Egalita, 7(1). Sleman. UNISA
Yogyakarta. Retrieved from http://digilib.unisayogya.ac.id/3779/1/ Islamiawati
Satalam Sangaji.1610104445.Naskah Publikasi.pdf
Fitriyani, D., Nugraha, G. I., Husin, F., Mose, J. C., Sunjaya, D. K., & Sukandar, H. (n.d.).
Kajian Kualitatif Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pernikahan Remaja Perempuan.
IJEMC, 41–43.
Hanum, Y., & Tukiman. (2015). Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Alat
Reproduksi Wanita. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 13(26), 36–43.
Kartono, K. (1922). Psikologi Wanita Jilid 2: Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek.
Bandung: Mandar Maju
Ma’mun, M. S. (2015). FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN
BANYUWANGI. Retrieved from http://repository.unej.ac.id/handle/12
3456789/65989
Malinda, Y. (2012). HUBUNGAN UMUR KAWIN PERTAMA DAN PENGGUNAAN
KONTRASEPSI. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 3(9).
Marino, C., Gini, G., Angelini, F., Vieno,A., & Spada, M. M. (2020). Social norms and
e-motions in problematic social media use among adolescents. Addictive Behaviors
Reports, 11(November 2019), 100250. https://doi.org/10.1016/j.abrep.2020. 100250
Okara, M. (2005). Mengurangi Persoalan Kehidupan Seksual dan Reproduksi Perempuan.
Yayasan Jurnal Perempuan, (41), 9.
Rokhim, A., & Sirait, L. (2016). Tinjauan Yuridis Perkawinan Di Bawah Umur Dan
Perceraian Di Pengadilan Agama Kelas Ia Samarinda.
Sahrizal, N., Handayani, P. S., Chamami, A., & dkk. (2020). Pencegahan Perkawinan Anak:
Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda. Jakarta: PUSKAPA.
Sangaji, I. S. (2017). Analisi Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Reproduksi pada
Remaja Putri Kecamatan Gamping Kabupaten Sarwono, S. W. (2001). Psikologi
Remaja.InJakarta: Raja Grafindo Persada.
UNICEF. (2005). Early marriage: a harmful traditional practice, a statistical exploration.
USA: TheUnited Nations Children’s Fund

Anda mungkin juga menyukai