Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PRA NIKAH DAN PRAKONSEPSI


PADA Nn. N USIA 21 TAHUN DENGAN IMUNISASI TT CATIN
DI PMB SITI LAILATUS ZAHRO, KEDAK, SEMEN, KAB. KEDIRI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan Fisiologis


Holistik Remaja, Pra Konsepsi dan Keluarga Berencana & Komunitas

Program Studi Profesi Bidan

Disusun oleh :

Nama : Nafa Tandryan


NIM : P27224020399
Kelas : Profesi Bidan Reguler

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Calon pengantin adalah pasangan yang belum mempunyai ikatan, baik secara
hukum agama ataupun negara dan pasangan tersebut berproses menuju nikah, dan
proses memiliki persyaratan dalam melengkapi data-data yang di perlukan untuk
pernikah. (Depag RI, 2010).
Konseling pranikah adalah nasehat yang diberikan kepada pasangan sebelum
nikah, menyangkut masalah medis, psikologis,seksual,dan sosial. Jadi konseling
pranikah dimaksudkan untuk membantu pasangan calon pengantin untuk
menganalisis kemungkinan maslah dan tantangan yang akan muncul dalam rumah
tangga mereka dan membekali mereka kecakapan untuk memecahkan masalah.
Pranikah adalah masa sebelum ada perjanjian anatara laki-laki dan perempuan,
tujuannya untuk bersuami istri dengan resmi berdasarkan undang-undang perkawinan
agama ataupun pemerintah. (Thohari Musnamar dkk,2010).
Data statistik perkawinan di Indonesia per tahun rata-rata mencapai 2 (dua)
juta pasang. Suatu angka yang sangat fantastis dan sangat berpengaruh terhadap
kemungkinan adanya perubahan-perubahan sosial masyarakat. Baik buruknya
kualitas sebuah keluarga turut menentukan baik buruknya sebuah masyarakat. Jika
karakter yang dihasilkan sebuah keluarga itu baik, akan berpengaruh baik kepada
lingkungan sekitarnya, tetapi sebaliknya jika karakter yang dihasilkan tersebut jelek,
maka akan berpengaruh kuat kepada lingkungannya dan juga terhadap lingkungan
yang lebih besar bahkan tidak mustahil akan mewarnai karakter sebuah bangsa
(Depag RI, 2013).
Suatu masyarakat besar tentu tersusun dari masyarakat-masyarakat kecil yang
disebut keluarga. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, memiliki peran
penting dalam mewujudkan harmonisasi dalam keluarga. Sebuah keluarga dapat
disebut harmonis apabila memiliki indikasi menguatnya hubungan komunikasi yang
baik antara sesama anggota keluarga dan terpenuhinya standar kebutuhan material
dan spiritual serta teraplikasinya nilai-nilai moral dan agama dalam keluarga. Inilah
keluarga yang kita kenal dengan sebutan keluarga sakinah. Kualitas sebuah
perkawinan sangat ditentukan oleh kesiapan dan kematangan kedua calon pasangan
nikah dalam menyongsong kehidupan berumah tangga. Perkawinan sebagai peristiwa
sakral dalam perjalanan hidup dua individu. Banyak sekali harapan untuk
kelanggengan suatu pernikahan namun di tengah perjalanan kandas yang berujung
dengan perceraian karena kurangnya kesiapan kedua belah pihak suami-isteri dalam
mengarungi rumah tangga. Agar harapan membentuk keluarga bahagia dapat
terwujud, maka diperlukan pengenalan terlebih dahulu tentang kehidupan baru yang
akan dialaminya nanti (Depag RI, 2013).
Sepasang calon suami isteri diberi informasi singkat tentang kemungkinan
yang akan terjadi dalam rumahtangga, sehingga pada saatnya nanti dapat
mengantisipasi dengan baik paling tidak berusaha wanti-wanti jauh-jauh hari agar
masalah yang timbul kemudian dapat diminimalisir dengan baik, untuk itu bagi
remaja usia nikah atau catin sangat perlu mengikuti pembekalan singkat (short
course) dalam bentuk kursus calon pengantin dan parenting yang merupakan salah
satu upaya penting dan strategis. Kursus calon pengantin menjadi sangat penting dan
vital sebagai bekal bagi kedua calon pasangan untuk memahami secara subtansial
tentang seluk beluk kehidupan keluarga dan rumah tangga. Di indonesia angka
perceraian rata-rata secara nasional mencapai +200 ribu pasang per tahun atau sekitar
10 persen dari peristiwa pernikahan yang terjadi setiap tahun. Oleh sebab kursus calon
pengantin bagi remaja usia nikah dan calon pengantin merupakan salah satu solusi
dan kebutuhan bagi masyarakat untuk mengatasi atau pun mengurangi terjadinya
krisis perkawinan yang berakhir pada perceraian.
Kursus Calon pengantin merupakan proses pendidikan yang memiliki
cakupan sangat luas dan memiliki makna yang sangat strategis dalam rangka
pembangunan masyarakat dan bangsa Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Kursus calon pengantin diselenggarakan berdasarkan
peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama melalui Peraturan direktur
Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam tentang Kursus Calon Pengantin
Nomor DJ.II/491 Tahun 2009 tanggal 10 Desember 2009. Tingginya angka
perceraian, terutama pada usia pernikahan kurang dari 5 tahun dan banyaknya kasus
kekerasan dalam rumah tangga merupakan sebab dikeluarkannya Keputusan Menteri
Agama dan juga Surat Edaran dari Dirjen Bimas Islam. Peraturan tersebut
mengamanatkan bahwa pengetahuan tentang pekawinan haruslah diberikan sedini
mungkin, sejak sebelum berlangsungnya perkawinan, yaitu melalui kursus calon
pengantin (suscatin).
Materi yang biasanya disampaikan pada kelas pra nikah atau calon pengantin
berisi tentang UU Perkawinan dan Agama, materi memilih jodoh, materi hak dan
kewajiban suami istri, materi kesehatan reproduksi. materi tersebut dilakukan dengan
metode ceramah dan tanya jawab. Mengingat materi yang kurang kompleks, jika
dihubungkan dengan masalah kesehatan reproduksi di Indonesia yaitu Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi.
Data SDKI 2012, AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup sementara AKB
sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya menurunkan AKI dan AKB,
Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan seperti masalah akses, kualitas dan
disparitas dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Sebagian besar
kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung yaitu perdarahan (37%), infeksi
(22%) dan Hipertensi dalam kehamilan (14%) (Laporan rutin, 2013). Sedangkan
status gizi yang buruk dan penyakit yang diderita ibu merupakan penyebab tidak
langsung kematian ibu. Data Riskesdas 2013 menunjukkan secara nasional prevalensi
risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil usia 15-49 tahun sebesar 24,2%
dan prevalensi anemia pada perempuan dan remaja putri usia 15-24 tahun sebesar
18,4%. Ibu hamil dengan anemia dan KEK berisiko mengalami penyulit dalam
persalinan dan berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah. Hal ini tentunya akan
dapat mengancam keselamatan ibu dan bayi. Demikian halnya penyakit seperti HIV-
AIDS, TBC, Malaria, Kardiovaskular, dll secara tidak langsung dapat memperburuk
kehamilan.
Menyadari hal tersebut, agar kelak mempunyai keturunan yang sehat dan ibu
melahirkan dengan selamat, maka setiap pasangan perlu perencanaan dalam
kehamilan,Oleh karena itu, upaya peningkatan derajat kesehatan ibu harus
dilaksanakan secara komprehensif. Intervensi program kesehatan ibu,tidak bisa hanya
dilakukan di bagian hilir saja yaitu pada ibu hamil, namun juga harus ditarik lebih ke
hulu yaitu pada kelompok remaja dan dewasa muda untuk memastikan individu dapat
tumbuh dan berkembang secara sehat. Dewasa ini, masalah kesehatan reproduksi
pada remaja belum tertangani sepenuhnya. Hal ini terlihat dengan masih tingginya
perkawinan usia dini,yaitu sebesar 46,7% (Riskesdas, 2010) dan masih tingginya
kelahiran pada usia remaja (ASFR), yaitu sebesar 48 per 1000 wanita (SDKI, 2012).
Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi juga masih rendah dan kejadian
kehamilan pada usia remaja masih tinggi yakni 16,7% (Riskesdas, 2010). Menurut
data dari Puskesmas Karanngpadan 3 bulan terakhir, ibu yang mengandung anak
pertamanya usia 18 tahun sebanyak 11 orang, 5 diantaranya mengalami anemia, 4
belum melakukan pemeriksaan hb. Dan 3 ibu hamil sehat tidak mengalami
komplikasi apapun. Dari data calon pengantin 3 bulan dari 87 calon pengantin, 9
diantaranya berumur kurang dari 20 tahun Melihat kenyataan ini makapemberian
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual secara komprehensif perlu
diberikan kepada usia dewasa muda/calon pengantin yang akan memasuki gerbang
pernikahan.
Melalui pemberian konseling, informasi dan edukasi (KIE) kesehatan
reproduksi,diharapkan calon pengantin dapat mempersiapkan diri menjalani
kehidupan berkeluarga termasuk merencanakan kehamilan yang sehat sehingga dapat
melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Dalam rangka pemberian pengetahuan
dan informasi kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin, Kementerian
Kesehatan telah menyusun Lembar Balik Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi
Calon Pengantin Selain dilakukan konseling tentang kesehatan reproduksi juga
diperlukan pemeriksaan Tinggi badan untuk penjaringan kurang nya TB < 145 yaitu
meningkatkan kematian bayi akibat panggul sempit yang tidak terdeteksi, sehingga
bisa melakukan prencanaan persalinan awal jauh-jauh hari, pemeriksaan BB untuk
mengetahui IMT, status gizi dari pemeriksaan LILA, LILA harus > 23,5.
Sehingga konseling gizi sangat penting untuk mempersiapkan kehamilan,
mencegah anemia, dan kematian ibu dan bayi yang disebabkan karena perdarahan
berkurang. Dengan dilakukan kunjungan rumah kita dapat lebih mudah mendeteksi
komplikasi secara dini. Diharapkan setelah melakukan kunjungan rumah ini
dilaksanakan, dapat berdampak baik terhadap kehamilan yang akan terjadi pada
pasangan usia subur.

B. Rumusan Masalah
1. Pengaruh yang ditimbulkan dari layanan konseling pra-nikah terhadap
psikologis calon pengantin.
2. Faktor-faktor apa yang mempemgaruhi kesiapan psikologis calon penganten
sebelum melakukan pernikahan.

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan asuhan kebidahan komunitas pada calon pengantin yang di
PMB Siti Lailatus Zahro, Kedak, Semen, Kab. Kediri.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi
dan seksual bagi calon pengantin.
b. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teori tentang kesehatan reproduksi dan
seksual bagi calon pengantin.
c. Mahasiswa mampu meningkatkan kesadaran calon pengantin untuk lebih
memperhatikan tentang kesehatan reproduksi dan seksual.
d. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan komunitas
bagi calon pengantin di PMB Retno Indarti, Tangkisan Pos, Jogonalan, Klaten
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap hasil asuhan yang dilakukan
pada calon pengantin di PMB Retno Indarti, Tangkisan Pos, Jogonalan,
Klaten.
D. Manfaat
1. Teoritis
Hasil studi kasus ini dapat sebagai menambah wawasan tentang asuhan
kebidanan komunitas pada calon pengantin tentang kesehatan reproduksi dan
seksual bagi calon pengantin.
2. Manfaat Aplikatif
a. Manfaat Bagi Institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam
pengembangan materi yang telah diberikan baik dalam proses perkuliahan
maupun praktik lapangan, agar mahasiswa mampu menerapkan secara langsung
asuhan kebidanan komunitas pada calon pengantin.
b. Manfaat Bagi Profesi Bidan
Hasil studi kasus ini dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan
asuhan kebidanana yang berupa asuhan kebidanan komunitas pada calon
pengantin
c. Manfaat Bagi Klien dan Masyarakat
Agar klien maupun masyarakat dapat melakukan deteksi dini tentang
kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Teori Medis
1. Pranikah
Pernikahan adalah ikatan sakral yang terjalin di antara laki-laki dan
perempuan yang telah memiliki komitmen usntuk saling menyayangi,
mengasihi, dan melindungi. Hubungan yang terjadi di antara pasangan
dalam sebuah pernikahan, merupakan hal yang paling mendasar . Apabila
hubungan yang terjadi di antara pasangan tersebut terjalin dengan baik,
maka akan nampak keharmonisan dan kebahagiaan di dalam pernikahan
dan hidup berkeluarga yang dijalaninya. Begitu pun sebaliknya, jika dalam
memasuki jenjang pernikahan , seseorang belum mampu mempersiapkan
dirinya baik secra fisik, mental, spritual, dan finansial, maka diperlukan
sekali persiapan – persiapan menuju ke jenjang pernikahan dan hidup
berkeluarga.
Sebuah persiapan sangat diperlukan dengan tujuan agar masing-
masing pasangan dapat mengetahui, memahami, serta mensikapi nilai-
nilai pernikahan yang merujuk kepada makna dan hikmah pernikahan
dalam hidup berkeluarga.
Dalam agama nikah ini sangatlah dianjurkan, bahkan diwajibkan
bagi mereka yang apabila tidak nikah, cenderung akan melakukan zina.
Salah satu anjuran agama, melalui hadist Rasulullah Saw., dikemukakan
sebagai berikut.
“Wahai para pemuda, siapa saja yang telah sanggup untuk memberi
nafkah, hendaklah dia menikah, karena nikah itu merupakan suatu jalan
untuk mencegah pandangan (dari hal negatfi) dan lebih memelihara
kehormatan”.

Agama menganjurkan atau mewajibkan menikah kepada umatnya,


karena nikah mengandung hikmah sebagai berikut : 1) penyaluran nafsu
seksual secara benar dan sah ; 2) satu-satunya cara untuk mendapatkan
anak atau mengembangkan keturunan secara sah ; 3) untuk memenuhi
naluri kebapakan dan keibuan yang dimiliki seseorang dalam
melimpahkan kasih sayangnya ; 4) mengembangakan rasa tanggung jawab
seseorang yang telah dewasa ; 5) berbagai rasa bertanggungjawab melalui
kerjasama yang baik ; 6) mempererat hubungan (tali silaturahmi) antar satu
keluarga dengan keluarga lain ; 7) menjaga diri dari keamaksiatan karena
terpenuhinya kebutuhan fitrah seks ; 8) memperpanjang usia. (Dadang
Hawari , 2006 : 60 – 65, Suroso Abd. Salam, dkk., 2006 : 165).
Ciri-ciri individu yang memasuki usia dewasa awal dan
memiliki sikap positif terhadap pernikahan, dikemukakan sebagai berikut.
a. Mau mempelajari hal ihwal pernikahan
b. Meyakini bahwa nikah meruapakan satu-satunya jalan yang
mensahkan hubungan sex antara pria dan wanita.
c. Meyakini bahwa nikah merupakan ajara agama yang sakral (suci)
yang tidak boleh dilanggar.
d. Mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan.

Disamping hikmah pernikahan dan ciri-ciri sikap positif yang


perlu dipersiapkan mahasiswa sebagai individu yang sedang berada pada
fase usia dewasa awal, maka perlu memahami pula faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam menempuh pernikahan, diantaranya adalah
sebagai berikut.

a. Kematangan fisik (bagi wanita setelah usia 18-20 tahun, bagi pria usia
25 tahun).

b. Kesiapan materi (bagi suami diwajibkan memberi nafkah kepada istri)

c. Kematangan psikis (mampu mengendalikan diri, tidak kekanak-


kanakan, tidak mudah tersinggung, dan tidak mudah pundung,
berkisap mau menerima kehadiran orang lain dalam kehidupannya;
mempunyai sikap toleran, bersikat hormat atau mau menghargai orang
lain, dan memahami karakteristik pribadi dirinya atau calon
istri/suaminya).

d. Kematangan Moral-Spritual (memiliki pemahaman dan keterampilan


dalam masalah agama, sudah bisa dan biasa melaksanakan ajaran
agama, terutama shalat dan mengaji kitab suci, dan dapat mengajarkan
agama kepada anak).

Sesuai dengan paparan di atas tentang hikmah, ciri-ciri, dan faktor-faktor


yang perlu dipahami dalam menghadapi pernikahan, berikut dikemukakan
makna hidup berkeluarga yang akan dijalani setelah proses pernikahan
berlangsung. Keluarga terbentuk melalui pernikahan. Hidup bersama
antara pria dan wanita tidak dapat dikatakan “keluarga”, jika tidak diikat
dengan tali pernikahan. Hidup bersama tanpa nikah, orang menamakannya
”samen leven” alias “kumpul kebo”, yang menurut agama haram
hukumnya. Hidup berkeluarga adalah hidup bersama antara suami-istri,
atau orang tua- anak sebagai hasil dari ikatan penikahan.

Dalam hidup berkeluarga itu, ada hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh masing-masing anggotanya. Suami mempunyai
kewajiban untuk memberi nafkah dan memberi perawatan dan pendidikan
kepada keluarganya. Dia mempunyai hak untuk mendapat penghidmatan
yang baik dari istrinya, dan penghormatan dari anaknya. Istri atau ibu
mempunyai kewajiban untuk berhidmat kepada suaminya, dan merawat
serta mendidik anaknya. Dia pun mempunyai hak untuk mendapat nafkah
dari suaminya dan penghormatan dari suami dan anaknya. Anak
mempunyai kewajiban untuk menghormati atau mentaati perintah orang
tuanya. Dia juga mempunyai hak untuk mendapat perawatan dan
pendidikan dari orang tuanya.

Sedangkan ciri-ciri usia dewasa awal yang mempunyai sikap


positif terhadap hidup berkeluarga, dikemukakan sebagai berikut.
a. Mempunyai keinginan mempelajari hal ihwal hidup berkeluarga.
b. Mau menerima hak dan kewajiban sebagai suami atau istri, atau
sebagai orang tua.
Meyakini bahwa hidup berkeluarga merupakan salah satu
ibadah kepada Tuhan Meyakini bahwa dengan hidup berkeluarga
masyarakat atau negara itu akan kokoh, sejahtera, aman, tertib, maju ,
dan bermoral. (Syamsu Yusuf, 1998 : 42-42).

2. Definisi Bimbingan dan Konseling Pranikah


Bimbingan konseling pra nikah merupakan kegiatan yang
diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan
dengan rencana pernikahannya. Pihak-pihak tersebut datang ke konselor
untuk membuat keputusannya agar lebih mantap dan dapat melakukan
penyesuaian di kemudian hari secara baik (Latipun, 2010: 154).
Konseling pernikahan atau yang biasa disebut marriage counseling)
merupakan upaya membantu pasangan calon pengantin. Konselig
pernikahan ini dilakukan oleh konselor yang professional. Tujuannya
agar mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan
komunikasi, agar dapat tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan,
kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota keluarganya (Willis,
2009: 165).

Konseling pernikahan juga disebut dengan terapi untuk pasangan


yang akan menikah. Terapi tersebut digunakan untuk membantu
pasangan agar saling memahami, dapat memecahkan masalah dan
konflik secara sehat, saling menghargai perbedaan, dan dapat
meningkatkan komunikasi yang baik (Kertamuda, 2009:126). Jadi,
Konseling Pranikah dimaksudkan untuk membantu pasangan calon
pengantin untuk menganalisis kemungkinan masalah dan tentangan yang
akan muncul dalam rumah tangga mereka dan membekali mereka
kecakapan untuk memecahkan masalah. (Munira, 2006)

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling Pranikah


a. Membantu pasangan calon pengantin untuk mengerti makna dari
pernikahan
Membantu pasangan calon pengantin membangun pondasi kuat
dan menyelelaraskan tujuan dalam membentuk rumah tangganya.

Meyakini bahwa dengan hidup berkeluarga masyarakat atau


negara itu akan kokoh, sejahtera, aman, tertib, maju , dan bermoral.
(Syamsu Yusuf, 1998 : 42-42).

4. Definisi Bimbingan dan Konseling Pranikah


Bimbingan konseling pra nikah merupakan kegiatan yang
diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan
dengan rencana pernikahannya. Pihak-pihak tersebut datang ke konselor
untuk membuat keputusannya agar lebih mantap dan dapat melakukan
penyesuaian di kemudian hari secara baik (Latipun, 2010: 154).
Konseling pernikahan atau yang biasa disebut marriage counseling)
merupakan upaya membantu pasangan calon pengantin. Konselig
pernikahan ini dilakukan oleh konselor yang professional. Tujuannya
agar mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan
komunikasi, agar dapat tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan,
kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota keluarganya (Willis,
2009: 165).
Konseling pernikahan juga disebut dengan terapi untuk pasangan
yang akan menikah. Terapi tersebut digunakan untuk membantu
pasangan agar saling memahami, dapat memecahkan masalah dan
konflik secara sehat, saling menghargai perbedaan, dan dapat
meningkatkan komunikasi yang baik (Kertamuda, 2009:126). Jadi,
Konseling Pranikah dimaksudkan untuk membantu pasangan calon
pengantin untuk menganalisis kemungkinan masalah dan tentangan yang
akan muncul dalam rumah tangga mereka dan membekali mereka
kecakapan untuk memecahkan masalah. (Munira, 2006)

5. Tujuan Bimbingan dan Konseling Pranikah


a. Membantu pasangan calon pengantin untuk mengerti makna dari
pernikahan
1) Membantu pasangan calon pengantin membangun pondasi kuat
dan menyelelaraskan tujuan dalam membentuk rumah tangganya
Membantu pasangan calon pengantin mengerti akan fungsi dan
peran masing-masing istri pada suami dan suami pada istri
2) Membantu pasangan calon pengantin mempersiapkan dirinya
menjelang pernikahan meliputi fisik, psikologis dan spiritual.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
bimbingan konseling pra nikah adalah membantu pasangan calon
pengantin dalam mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang baik
secara fisik maupun psikis. Selain itu, tujuan dari bimbingan konseling
pra nikah ini adalah memberikan pemahaman bagi pasangan calon
pengantin terkait dengan semua permasalahan yang dihadapinya serta
menyelesaikan masalahnya secara baik. Tujuan bimbingan konseling
pra nikah tersebut pada akhirnya akan menuju tercapainya tujuan
pernikahan Adapun tujuan pernikahan adalah sebagai berikut:
a. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal I Undang-undang Pernikahan
menyebutkan bahwa tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga
bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
b. Dalam suatu pernikahan atau susunan rumah tangga mempunyai
tujuan untuk memperoleh ketentraman dalam hidup dan saling
memberikan kasih sayang.
c. Seseorang melakukan pernikahan dengan harapan untuk
memperoleh keturunan sebagaimana generasi penerus
6. Aspek yang Perlu Dikaji dalam bimbingan Bimbingan Konseling Pra
Nikah Menurut Latipun, (2008: 231-233), aspek yang perlu dipahami dan
diasesmen konselor jika melakukan konseling pranikah:
a. Riwayat Perkenalan
Konselor perlu mengetahui riwayat perkenalan pasangan pranikah.
Dimana mulai berkenalan, seberapa lama perkenalannya berlangsung,
bagaimana mereka saling mengetahui satu dengan lainnya, misalnya
tentang: pembicaraan tentang nilai, tujuan, dan harapannya terhadap
hubungan pernikahan, dan alasan mereka berkeinginan melanjutkan
perkenalannya ke arah pernikahan.
b. Perbandingan Latar Belakang Pasangan
Keberhasilan membangun keluarga seringkali dihubungkan dengan
latar belakang pasangan. Kesetaraan latar belakang lebih baik
penyesuaian pernikahannya dibandingkan dengan yang
mengungkapkan latar belakang pendidikan, budaya keluarga setiap
partner dan status sosial ekonominya sepenuhnya harus dieksplorasi,
dan perbedaan agama, serta adat istiadat keluarganya.
c. Sikap Keluarga Keduanya
Sikap keluarga terhadap rencana pernikahannya, termasuk bagaimana
sikap mertua dan sanak keluarga terhadap keluarga nantinya., apakah
mereka menyetujui terhadap rencana pernikahannya, atau memberikan
dorongan, dan bahkan memaksakan agar menikah dengan orang yang
disenangi. Sikap kedua keluarga keduanya ini sangat penting diketahui
terutama untuk mempersiapkan pasangan dalam menyikapi masing-
masing keluarga calon pasangannya.
d. Perencanaan Terhadap Pernikahan
Perencanaan terhadap pernikahan meliputi rumah yang akan ditempati,
sistem keuangan keluarga yang hendak disusun dan apa yang
dipersiapkan menjelang pernikahan. Kemampuan pasangan untuk
memperkirakan tanggung jawab keluarga ditunjukkan oleh persiapan
dan perencanaan mereka terhadap pernikahan yang hendak
dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu dipahami apakah mereka memiliki
perencanaan yang cukup realistis atau tidak.
e. Faktor Psikologis Dan Kepribadian
Faktor psikologis dan kepribadian yang perlu diasesmen adalah sikap
mereka terhadap pesan seks dan bagaimana peran yang hendak
dijalankan dikeluarganya nanti, bagaimana perasaan mereka terhadap
dirinya (self image, body image), dan usaha apa yang kan dilakukan
untuk keperluan keluarganya nanti.
f. Sifat Prokreatif
Sifat prokreatif menyangkut sikap mereka terhadap hubungan seksual
dan sikapnya jika memiliki anak. Bagaimana rencana pengasuhan
terhadap anaknya kelak.
g. Kesehatan dan Kondisi Fisik
Hal lain yang sangat penting adalah perlunya diketahui tentang
kesesuaian usia untuk mengukur kematangan emosionalnya secara usia
kronologis, kesehatan secara fisik dan mentalnya, dan faktor-faktor
genetik.

7. Aspek-aspek yang perlu disiapkan


a. Aspek Fisik / Biologis
Menurut WHO (World Health Organization) tentang persiapan
perkawinan yang ditulis oleh Hawari di dalam bukunya, aspek fisik dan
biologiknya, meliputi:
1) Usia yang Ideal menurut kesehatan dan juga program KB, maka usia
antara 20-25 tahun bagi wanita dan usia antara 25-30 tahun bagi pria
adalah masa yang paling baik untuk berumah tangga. Lazimnya usia
pria lebih daripada usia wanita, perbedaan usia relatif sifatnya.
2) Kondisi fisik bagi mereka yang hendak berkeluarga amat dianjurkan
untuk menjaga kesehatan, sehat jasmani dan sehat rohani. Kesehatan
fisik meliputi kesehatan dalam arti orang itu tidak menghidap penyakit
(apalagi penyakit menular) dan bebas dari penyakit keturunan.
Menurut Muhammad Zuhaily pula mengenai persiapan pranikah dari
aspek fisik dan biologis adalah:
a) Perawan (virgin). Disunahkan menikah dengan wanita yang masih
gadis (virgin / perawan), yaitu seorang wanita yang belum pernah
menikah sama sekali, karena sifat pemalu dari gadis perawan itu
masih tetap dominan, juga karena ia jauh (asing) dari perbuatan-
perbuatan atau perkataan-perkataan keji terhadap suami, dan dia
akan rela jika dipandang sang suami.
b) Subur (produktif ): Termasuk karakter yang dituntut dalam
pernikahan adalah, hendanya wanita yang akan dinikah termasuk
wanita yang subur (produktif). Andaikata wanita tersebut masih
perawan, maka sifat tersebut bisa diketahui melalui kerabat-
kerabatnya, misalnya melalui saudara perempuan dan bibinya.
Adapun karakter laki-laki yang subur juga bisa diketahui melalui
kerabat-kerabatnya.
b. Aspek Mental / Psikologis, meliputi:
1) Kepribadian. Aspek kepribadian sangat penting karena hal ini akan
mempengaruhi pasangan dalam kemampuan beradaptasi antar
pribadi. Pasangan yang memiliki kematangan pribadi akan memiliki
kemampuan yang baik dalam memberikan kebutuhan afeksional
sebagai unsur penting dalam berumah tangga. Kenyataannya, tidak
ada orang yang memiliki kepribadian ideal yang sempurna, tapi
paling tidak masing-masing pasangan bisa saling memahami dan
menghargai kelebihan dan kelemahan masing-masing, sehingga
diharapkan akan bisa saling mengisi dan melengkapi.
2) Pendidikan. Tingkat kecerdasan dan pendidikan masing-masing
pasangan hendaknya diperhatikan. Umumnya taraf kecerdasan dan
pendidikan pria lebih tinggi dari wanita, meskipun tidak menutup
kemungkinan terjadi hal yang sebaliknya. Kalaupun hal ini terjadi,
hendaknya keduanya memiliki kemampuan adaptasi dan saling
menghargai yang cukup tinggi, karena walau bagaimanapun, laki-
lakilah yang kelak manjadi pemimpin dalam rumah tangganya,
sebagai pihak yang nantinya akan banyak mengambil keputusan
penting dalam keluarga. Karenanya, laki-laki dituntut memiliki
kemampuan berfikir yang cukup baik dan alangkah lebih baiknya
lagi apabila tingkat kecerdasan baik kecerdasan intelektual,
emosional, terlebih lagi kecerdasan spiritual (dalam hal iini tingkat
pemahaman terhadap agama) laki-laki lebih tinggi daripada wanita.
c. Aspek Psikososial dan Spiritual
a) Beragama dan Berakhlak Mulia. Maksud dari karakter ini ialah
memiliki nilai keagamaan yang baik, konsisten pada hokum-hukum
syara‟, mengerjakan ketaatan dan amal shalih, jauh dari perkara-
perkara yang diharamkan, akhlak yang terpuji, dan perilaku yang
lurus. Semua itu demi terjaminnya kesuksesan interaksi yang baik dan
keawetan berumah tangga di atas jalan yang benar, agar laki-laki yang
hendak meminang dan hendak dipinang sama-sama agamis dan
berakhlak mulia.
b) Nasab (keturunan yang baik). Hendaknya pasangan yang akan dinikahi
berasal dari keturunan yang baik, karena nasab itu memiliki pengaruh
kuat terhadap etika dan perilaku seseorang. Umumnya orang yang
berlatar
belakang dari keturunan yang baik, akan terhindar dari kehinaan,
kerendahan dan penyimpangan (jatuhnya buah tidak akan jauh dari
pohonnya). Nasab yang baik merupakan media untuk memperoleh
keturunan yang baik dan lebih mendekati pergaulan yang baik.
c) Latar belakang Budaya. Perbedaan suku bangsa bahkan perbedaan
kebangsaan bukanlah halangan untuk bisa melakukan pernikahan,
asalkan masih seagama/ seaqidah. Meskipun demikian, tetap
memperhatikan faktor adat istiadat / budaya yang berlaku diantara
keduanya untuk diketahui masing-masing pihak agar dapat saling
menghargai dan menyesuaikan diri dengan ralatif muda.
d) Pergaulan. Sebagai persiapan menuju pernikahan, sudah tentu masing-
masing pasangan harus saling mengenal terlebih dahulu. Tapi perlu
diperhatikan bahwa dalam pergaulan keseharian antar calon pengantin
harus tetap memegang nilai-nilai moral, etika dan kaidah agama yang
berlaku
e) Persiapan Material. Islam tidak menghendaki kita berfikiran
materialistik, yaitu hidup hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi
bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala
keluarga, maka diutamakan adanya kesiapan calon suami untuk
menafkahi. Dan bagi pihak wanita, adanya kesiapan untuk mengelola
keuangan keluarga. Bagi seseorang yang hendak menikah, terutama
laki-laki, memang harus memikirkan bagaimana cara ia menafkahi
keluarganya setelah menikah. Nafkah merupakan salah satu kewajiban
yang harus ditunaikan oleh seorang suami dan dihukumi berdosa jika
mengabaikan persoalan ini. Ukuran seseorang dikatakan siap menikah
dari sisi maisyah (pekerjaan) manakala pada dirinya terdapat kesiapan,
bukan persiapan. Kalau persiapan bisa berupa mempunyai uang yang
banyak, rumah yang layak, menjadi pegawai atau pengusaha dan
lainnya. Bukan ukurannya, yang menjadi patokan seseorang layak
nikah atau tidak adalah kesiapannya. Apakah ia siap untuk tetap
berpenghasilan, meskipun belum memiliki pekerjaan tetap, ia memiliki
rencana maisyah ke depan, ia memiliki semangat yang tinggi untuk
memenuhi nafkah keluarga setelah menikah nanti. (Asadullah, 2011)
f) Persiapan Ruhiyah. Persiapan ruhiyah merupakan persiapan yang
sangat penting karena segala keadaan manusia bergantung pada
keadaan ruhiyahnya. Bila di dalam ruhiyah seseorang bersemayan
keimanan yang kuat, maka dalam kehidupan sehari-hari akan
tercermin nilai-nilai iman yang menghiasi setiap tutur kata
perbuatannya. Persiapan ruhiyah menjadi sangat penting dilakukan
sebelum pernikahan dengan harapan agar ketika menikah, kedua
pengantin dalam keadaan ruhiyah yang sama-sama bagusnya, sehingga
keduanya dapat melanjutkan untuk senantiasa menjada keadaan
ruhiyah secara bersama-sama dan saling mengingatkan.
g) Memperbanyak Ibadah Sunnah. Ibadah sunnah bermacam-macam
bentuknya. Adapun diantara ibadah-ibadah sunnah yang bisa
dikerjakan setiap saat dan tidak membutuhkan modal atau tenaga yang
berat adalah shalat malam. Membiasakan diri untuk melaksanakan
shalat sunnah akan mampu menguatkan keimanan yang ada pada diri
kita, dan pada akhirnya kebiasaan itulah yang membentuk diri kita.
Selain shalat sunnah, puasa sunnah juga bisa dijadikan sebagai salah
satu amaliyah sunnah yang dapat dikerjakan secara rutin.
Memperbanyak dzikrullah dan doa, dzikir (mengingat) kepada Allah
merupakan kebutuhan hati setiap manusia. Dzikir sangat penting bagi
hati. Dzikir yang dilakukan akan membuat hatinya mantap untuk
menggenapkan separuh dien, sementara niatnya juga semakin terjaga
untuk senantiasa lurus mengharap ridha-Nya. Adapun berdoa kepada
Allah agar kita dimudahkan dalam proses menuju pernikahan, adalah
salah satu cara terbaik. Berdoa merupakan kebutuhan setiap makhluk.
Mempelajari ilmu yang bermanfaat maksudnya adalah
mempelajari agama. Semakin faham seseorang terhadap agama, maka
ia akan semakin siap membentuk rumah tangga dan mengakrabkan diri
dengan Al-Qur‟an, mengakrabkan artinya menjadikan kita dekat
dengan Al-Qur‟an yaitu dengan senantiasa membacanya dan
mempelajarinya. Karena itu, hendaknya engkau berniat untuk menikah,
maka semakin giatlah dalam membaca dan mempelajari Al-Qur‟an dan
jadikanlah hal itu sebagai suatu amalan yang tidak pernah engkau
tinggalkan. Dengan demikian, engkau akan semakin mudah mengajak
keluarga barumu turut serta dalam mengakrabkan diri dengan kitab
Allah.
h) Persiapan Konseptual. Persiapan konseptual merupakan persiapan
terhadap konsep pernikahan dan rumah tangga yang akan dijalani.
Sebelum menikah, sudah selayaknya kita mempelajari ilmu tentang
pernikahan dan rumah tangga islami agar rumah tangga yang baru kita
bina akan berjalan sesuai dengan apa kita harapkan. Begitulah keluarga,
karena sebuah rumah tangga identik dengan sebuah kapal. Ada
seseorang yang bertugas sebagai navigator dan ada pula yang memiliki
tugas-tugas lainnya dimana secara kesatuan semuanya saling
mendukung. Mempelajari seluk beluk rumah tangga sejak awal akan
lebih mudah bagi kita dalam beradaptasi pada masa-masa awal
pernikahan, serta membantu kita mewujudkan sebuah keluarga yang
harmonis dengan berlandaskan nilai-nilai Islam. Setiap pihak
memahami peran masing-masing, hak dan kewajibannya, serta berjalan
sesuai dengan apa yang diharapkan bersama.

8. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Pernikahan


a. Asas Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat
Upaya membantu individu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
di akhirat. Dalam hal ini kebahagiaan di dunia harus dijadikan sebagai
sarana mencapai kebahagiaan akhirat.
b. Asas Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah
Pernikahan dimaksudkan untuk mencapai keadaan keluarga atau
rumah tangga yang “sakinah, mawaddah wa rahmah”. Keluarga yang
tenteram, penuh kasih sayang.
c. Asas Komunikasi Dan Musyawarah
Ketentuan keluarga yang didasari rasa kasih sayang akan tercapai
manakala dalam keluarga itu senantiasa ada komunikasi dan
musyawarah. Dengan memperbanyak komunikasi segala isi hati dan
fikiran akan bisa dipahami oleh semua pihak, tidak ada hal-hal yang
mengganjal dan tersembunyi.
d. Asas Sabar Dan Tawakkal
Membantu individu pertama-tama untuk bersikap sabar dan tawakkal
dalam menghadapi masalah-masalah pernikahan dan kehidupan
berumah tangga, sebab dengan bersabar dan bertawakkal akan
diperoleh kejernihan dan pikiran, tidak tergesa-gesa terburu nafsu
mengambil keputusan, dan dengan demikian akan terambil keputusan
akhir yang lebih baik.
e. Asas Manfaat (Maslahat)
Islam banyak memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap
berbagai problem pernikahan dan keluarga, misalnya dengan
membuka pintu poligami dan penceraian. Dengan bersabar dan
bertawakkal terlebih dahulu, diharapkan pintu pemecahan masalah
pernikahan dan rumah tangga maupun yang diambil nantinya oleh
seorang, selalu berkiblat pada mencari manfaat maslahat yang
sebesar-besarnya, baik bagi individu anggota keluarga, bagi keluarga
secara keseluruhan, dan bagi masyarakat secara umum, termasuk bagi
kehidupan kemanusiaan.
9. Subjek Bimbingan dan Konseling Pranikah
Remaja atau pemuda yang akan atau sedang mempersiapkan diri untuk
memasuki jenjang perkawinan atau hidup berumahtangga.Sifatnya
preventif. Bimbingan dilakukan secara individual maupun kelompok.

10. Tipe-tipe Bimbingan dan Konseling Pranikah


a. Wawancara dan Dialog Khusus
Jika yang dinasehati atau klien yang minta nasehat seorang diri
atau satu pasang calon pengantin maka bentuk penasehatan yang baik
adalah wawancara atau dialog secara tatap muka. Wawancara
semacam ini dilakukan di tempat tertutup yang khusus disediakan
untuk itu. Bobot wawancara tergantung pada masalah yang diajukan.
Ada masalah yang rumit ada pula yang sederhana saja. Tetapi sering
klien sulit mengemukakannya. Bahkan tidak jarang yang bersangkutan
menyembunyikan hal-hal tertentu. Untuk itu maka penasehat harus
berusaha dengan menggali pertanyaan pertanyaan yang sistematik agar
permasalahan lebih terbuka.
Dewasa ini fungsi penasehat semacam ini sudah berkembang
menjadi pusat informasi. Banyak perorangan atau pasangan calon
pengantin ke klinik penasehatan hanya untuk mendapatkan informasi
atau tambahan pengetahuan tentang seluk beluk perkawinan atau
undang-undang perkawinan sehingga segi penasehatannya
(konselingnya) menjadi kurang. Klien yang semacam ini biasanya tidak
membawa problem yang harus dipecahkan. Sebaliknya terdapat pula
klien mempunyai permasalahan khusus yang perlu mendapat
pengamatan lebih lanjut dari penasehat. Termasuk dalam kategori ini
remaja usia kawin yang mempunyai problem khusus. Bentuk dialog
khusus ini sangat lazim dipergunakan karena dapat menggali
permasalahan secara mendalam dan bersifat rahasia.
b. Wawancara atau Dialog Umum
Dalam bimbingan dan konseling pranikah ini klien atau calon
pengantin datang tidak ada kaitannya dengan masalah khusus. Tetapi
klien meminta nasehat untuk menambah pengetahuan meraka untuk
persiapan memasuki jenjang perkawinan yang ditempuhnya.
Penasehatan seperti ini dapat dilakukan secara bersama-sama di tempat
tertentu dengan metode ceramah dan tanya jawab serta jika perlu
dengan latihan misalnya upacara ijab kabul pernikahan. Sejak
dilaksanakannya Undang-undang Perkawinan, dengan memanfaatkan
“waktu senggang 10 hari” sebelum akad nikah, kursus semacam ini
ternyata sangat menolong pasangan-pasangan pengantin baru untuk
memelihara kerukunan diantara pasangan tersebut serta menambah
pengetahuan mereka untuk mengendalikan rumah tangganya.
Pengembangan dari bentuk dialog umum ini dapat pula diberikan
kepada siswa SMTA kelas terakhir dan mahasiswa dengan materi yang
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan mereka.
c. Kunjungan Rumah (home visit)
Pada bentuk wawancara khusus sering terdapat klien yang sifat
kasusnya khusus perlu diamati oleh penasehat lebih lanjut. Untuk itu,
kadangkala seorang penasehat harus datang ke rumah klien yang
bersangkutan. Dalam kunjungan rumah itu juga karena penasehat
berpendapat bahawa suatu penasehatan harus diberikan kepada
keluarganya.
Penasehatan atau bimbingan demikian melahirkan bentuk
kunjungan rumah (home visit).
Sekarang ini kunjungan rumah menjadi suatu metode efektif untuk
memberikan secara motivatif tampa melihat ada atau tidak adanya
kasus. Dengan kunjungan rumah tersebut banyak pesan yang
disampaikan oleh penasehat untuk memotivasi tujuan rumah tangga
bahagia sejahtera. Kadang kala dalam bentuk kunjungan yang
dilakukan oleh social worker maka banyak pesan-pesan yang dapat
disampaikan kepada keluarga-keluarga di masyarakat. Metode yang
dipakai adalah kunjungan silaturrahim dengan dialog secara santai dan
diiringi pemberian bingkisan buku-buku atau bentuk lainnya.
11. Materi Konseling Pranikah
a. Pengertian Calon Pengantin
Calon pengantin adalah pasangan yang belum mempunyai ikatan, baik
secara hukum agama ataupun negara dan pasangan tersebut berproses
menuju pernikahan. Dan juga proses memenuhi persyaratan dalam
melengkapi data-data yang diperlukan untuk pernikahan.
b. Persiapan Pranikah Bagi Calon Pengantin
Persiapan pranikah adalah waktu berproses untuk menyiapkan keadaan
lahir dan batin menuju pernikahan, dan persiapan tersebut meliputi :
1) Filosofi Pernikahan
Akad/janji nikah yang diucapkan atas nama Tuhan Yang
Maha Esa yang merupakan awal dari kesepakatan bagi calon
pengantin untuk saling memberi ketenangan (sakinah) dengan
mengembangkan hubungan atas dasar saling cinta dan kasih
(mawaddah wa rahmah). Penyebutan nama Tuhan Yang Maha Esa
dalam akad / janji pernikahan berarti bahwa disamping saling
bertanggungjawab antara satu dengan yang lain, suami isteri juga
bertanggungjawab pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang
dilakukan dalam peran dan fungsi mereka sebagai suami isteri.

2) Kesehatan Reproduksi

Dalam melakukan peran mereka sebagai pasangan, seorang


suami dan istri haruslah memiliki kesehatan lahir dan batin yang
baik. Salah satu indikasi bahwa calon pengantin yang sehat adalah
bahwa kesehatan reproduksinya berada pada kondisi yang baik.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan yang menunjukkan kondisi
kesehatan fisik, mental, dan sosial seseorang dihubungkan dengan
fungsi dan proses reproduksinya termasuk di dalamnya tidak
memiliki penyakit atau kelainan yang mempengaruhi kegiatan
reproduksi tersebut.

Dalam kesehatan reproduksi pembagian peran social


perempuan dan laki-laki mempunyai pengaruh besar terhadap
kesehatan perempuan dan laki-laki. Peran sosial laki-laki dan
perempuan itu semakin dirasakan dalam kesehatan reproduksi.
Masalah kesehatan reproduksi dapat terjadi sepanjang siklus hidup
manusia, misalnya masalah pergaulan bebas pada remaja, kehamilan
remaja, aborsi yang tidak aman, kurangnya informasi tentang
kesehatan reproduksi.

Status/posisi perempuan di masyarakat merupakan penyebab


utama masalah kesehatan reproduksi yang dihadapi perempuan,
karena menyebabkan perempuan kehilangan kendali terhadap
kesehatan, tubuh, dan fertilitasnya. Perempuan lebih rentan dalam
menghadapi risiko kesehatan reproduksi, melahirkan, aborsi yang
tidak aman, dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat
reproduksinya, perempuan lebih rentan secara sosial maupun fisik
terhadap penularan IMS, termasuk HIV-AIDS.
Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisahkan dari
hubungan laki-laki dan perempuan. Namun keterlibatan, motivasi,
serta partisipasi laki-laki dalam kesehatan reproduksi masih sangat
kurang. Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi,
khususnya yang berkaitan dengan IMS termasuk HIV-AIDS.
Karena itu dalam menyusun strategi untuk memperbaiki
kesehatan reproduksi harus diperhitungkan pula kebutuhan,
kepedulian, dan tanggung jawab laki-laki. Walaupun korban
kekerasan adalah perempuan dan laki-laki, perempuan pada dasarnya
lebih rentan terhadap kekerasan atau perlakuan kasar, yang pada
dasarnya bersumber pada subordinasi perempuan terhadap laki-laki
atau hubungan gender yang tidak setara.
2) Hak Reproduksi Dan Seksual
Kedua calon pengantin mempunyai kebebasan dan hak yang sama dan
secara bertanggungjawab dalam memutuskan untuk berapa jumlah anak
mereka, jarak kelahiran antara anak satu dengan yang kedua dan seterusnya
serta menentukan waktu kelahiran dan dimana anak tersebut dilahirkan.
Hak Rerpoduksi dan seksual menjamin keselamatan dan keamanan calon
pengantin, termasuk didalamnya mereka harus mendapatkan informasi
yang lengkap tentang kesehatan reproduksi dan seksual, serta efek samping
obatobatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk mengatasi
masalah kesehatan reproduksi. Hubungan suami istri harus didasari
penghargaan terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam
kondisi dan waktu yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan,
ancaman dan kekerasan.

3) Fisiologis Organ Reproduksi


a) Organ Reproduksi Perempuan
(1) Ovarium (Indung Telur).
Organ yang terletak di kiri dan kanan rahim di ujung
saluran telur (fimbrae/umbai-umbai) dan terletak di rongga
pinggul, indung telur berfungsi mengeluarkan sel telur (ovum),
sebulan sekali indung telur kiri dan kanan secara bergiliran
mengeluarkan sel telur. Sel telur adalah sel yang dihasilkan oleh
indung telur yang dapat dibuahi oleh sperma sehingga terjadi
konsepsi (pembuahan). Bila tidak dibuahi, sel telur akan ikut
keluar bersama darah saat menstruasi.
(2) Tuba Fallopii (saluran telur).
Saluran di kiri dan kanan rahim yang berfungsi untuk
mengantar ovum dari indung telur menuju rahim.

(3) Fimbrae (umbai-umbai).


Dapat di analogikan dengan jari-jari tangan, umbai-umbai
ini berfungsi untuk menangkap sel telur yang dikeluarkan indung
telur.
(4) Uterus (rahim).
Merupakan tempat janin berkembang, bentuknya seperti
buah pir dan berat normalnya antara 30-50 gram. Pada saat tidak
hamil, besar rahim kurang lebih sebesar telur ayam kampung,
dindingnya tediri dari: Lapisan parametrium merupakan lapisan
paling luar dan yang berhubungan dengan rongga perut.
(5) Lapisan myometrium merupakan lapisan yang berfungsi
mendorong bayi keluar pada proses persalinan (kontraksi)
(6) Lapisan endometrium merupakan lapisan dalam Rahim tempat
menempelnya sel telur yang sudah dibuahi. Lapisan ini terdiri dari
lapisan kelenjar yang berisi pembuluh darah.
(7) Serviks (leher rahim).
Bagian rahim yang berbatasan dengan vagina. Pada saat
persalinan tiba, leher rahin membuka sehingga bayi dapat keluar

(8) Vagina (liang senggama).


Merupakan sebuah saluran berbentuk silinder dengan diameter
depan ± 6,5 cm dan dinding belakang ± 9 cm yang bersifat elastis
dengan berlipat lipat. Fungsinya sebagai tempat penis berada saat
bersanggama, tempat keluarnya menstruasi dan bayi.
(9) Klitoris (kelentit).
Merupakan organ kecil yang paling peka rangsangan dibanding
dengan bagian-bagian alat kelamin perempuan yang lain. Klitoris
banyak mengandung pembuluh darah dan syaraf.
(10) Labia (bibir kemaluan).
Terdiri dari dua bibir, yaitu bibir besar(labia mayor) dan bibir
kecil (labia minor).
b) Organ Reproduksi Laki-laki
(1) Testis (buah zakar).
Berjumlah dua buah untuk memproduksi sperma setiap hari
dengan bantuan testosteron. Testis berada dalam skrotum, diluar
rongga panggul karena pembentukan sperma membutuhkan suhu
yang lebih rendah dari pada suhu badan (36,7 o C). Sperma
merupakan sel yang berbentuk seperti berudu (kecebong) berekor
hasil dari testis yang dikeluarkan saat ejakulasi bersama cairan
mani dan bila bertemu dengan sel telur yang matang akan terjadi
pembuahan.
(2) Skrotum (kantung buah zakar).
Kantong kulit yang melindungi testis, berwarna gelap dan berlipat
lipat. Skrotum adalah tempat bergantungnya testis. Skrotum
mengandung otot polos yang mengatur jarak testis ke dinding
perut dengan maksud mengatur suhu testis agar relatif tetap.

(3) Vas deferens (saluran sperma).


Saluran yang menyalurkan sperma dari testis-epididimis menuju
ke uretra/ saluran kencing pars prostatika. Vas deferens
panjangnya ± 4,5 cm dengan diameter ±2,5 mm. Saluran ini muara
dari Epididimis yaitu saluran- saluran yang lebih kecil dari vas
deferens. Bentuknya berkelok-kelok dan membentuk bangunan
seperti topi.

(4) Prostat, vesikula seminalis dan beberapa kelenjar lainnya.


Kelenjar-kelenjar yang menghasilkan cairan mani (semen). Yang
berguna untuk memberikan makanan pada sperma
(5) Penis.
Berfungsi sebagai alat sanggama dan sebagai saluran untuk
pengeluaran sperma dan air seni. Pada keadaan biasa, ukuran
penis kecil. Ketika terangsang secara seksual darah banyak
dipompa ke penis sehingga berubah menjadi tegang dan besar
disebut sebagai ereksi. Bagian glans merupakan bagian depan atau
kepala penis. Glans banyak mengandung pembuluh darah dan
syaraf. Kulit yang menutupi glans disebut foreskin (preputium).
Pada laki-laki sunat dilakukan dengan cara membuang kulit
preputium. Secara medis sunat dianjurkan karena memudahkan
pembersihan penis sehingga mengurangi kemungkinan terkena
infeksi, radang dan kanker.

4) Persiapan Pranikah
a) Persiapan Fisik (Pemeriksaan status kesehatan) :
(1) Tanda-tanda vital (suhu, nadi, frekuensi nafas, tekanan darah)
(2) Pemeriksaan Darah rutin : Hb, Trombosit, Lekosit,
(3) Pemeriksaan Darah yang dianjurkan :Golongan Darah dan
Rhesus, Gula Darah Sewaktu (GDS), Thalasemia, Hepatitis B dan
C, TORCH (TOksoplasmosis,, Rubella, Citomegalovirus dan
Herpes simpleks
(4) Pemeriksaan Urin: Urin Rutin
b) Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up)
Pernikahan merupakan upacara sakral yang selalu dinanti-
nantikan oleh tiap calon pasangan pengantin. Berbagai persiapanpun
disiapkan guna menyambut momen bahagia itu.
Persiapan-persiapan tersebut tidak lepas dari tujuan pernikahan
guna membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah
dan warahmat yang menjadi idaman tiap pasang pengantin.
Guna mewujudkan tujuan mulia tersebut kita perlu
mempersiapkan dengan matang, tidak hanya dari fisik saja,
batin/mental serta modal keuangan yang mencukupi juga harus
dipersiapkan Persiapan Medis merupakan salah satu dari rangkaian
persiapan yang perlu dilakukan, hal ini sangat disarankan oleh kalangan
medis serta para penganjur dan konsultan pernikahan. Karena Sebagian
besar masyarakat umumnya tidak sepenuhnya mengetahui status
kesehatannya secara detail, apalagi bagi yang tidak melaksanakan
general check up rutin tahunan.
Seseorang yang terlihat sehat bisa saja sebenarnya adalah silent
carrier/pembawa dari beberapa penyakit infeksi dan hereditas dan saat
hamil
dapat mempengaruhi janin atau bayi yang dilahirkannya nanti.
Pemeriksaan kesehatan pranikah (premarital check up) adalah
sekumpulan pemeriksaan untuk memastikan status kesehatan kedua
calon mempelai laki-laki dan perempuan yang hendak menikah,
terutama untuk mendeteksi adanya penyakit menular, menahun, atau
diturunkan yang dapat mempengaruhi kesuburan pasangan maupun
kesehatan janin.
Dengan melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah berarti kita
dan pasangan dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap masalah
kesehatan terkait kesuburan dan penyakit yang diturunkan secara
genetik. Masih banyak pasangan di Indonesia yang menganggap bahwa
pemeriksaan kesehatan sebelum menikah tidaklah penting. Padahal
pemeriksaan ini sangat diperlukan mengetahui kesehatan reproduksi
kedua belah pihak, untuk mengetahui kesiapan masing-masing untuk
mempunyai anak. Selain itu juga sebagai bentuk pencegahan terhadap
penyakit terutama penyakit keturunan dan penyakit menular seksual
(PMS), seperti HIV/AIDS. Sebagian jenis penyakit keturunan antara
lain:
(1) Talasemia, yaitu sejenis anemia bersifat haemolyobik yang
menurun dan terdapat dalam satu lingkaran keluarga. Dalam
penyakit ini, sang ayah dan ibu bebas dari penyakit, tetapi semua
anak-anak terkena pembiakan yang cepat pada butir-butir darah
merah. Hal ini menyebabkan mereka kekurangan darah. Mereka
membutuhkan donor secara teratur sepanjang hidupnya. Jenis
penyakit ini termasuk berbahaya dan setiap saat membunuh
penderita.
(2) Hemofolia, yaitu penyakit darah dimana darah kurang mempunyai
daya beku, sehingga mudah terjadi pendarahan terus menerus. Luka
sedikit saja mungkin akan banyak menyebabkan pendarahan.
Penyakit
keturunan ini akan berpindah melalui perempuan, akan tetapi
penyakitnya diderita oleh anak laki-laki dan bukan anak
perempuan. Satu bentuk penyakit yang sulit ditemukan obatnya.
(3) RH Faktor, yaitu penyakit kekurangan darah. Penyakit keturunan
ini akan terjadi jika darah sang ibu yang negatif bertentangan
dengan darah sang suami yang positif. Jika anak lahir dengan
selamat, maka bayi itu akan menderita keracunan darah, dan
sebagian dari anak-anak tersebut perlu pencucian darah secara total
sekurang-kurang sebulan sekali. dr. Budi Santoso SpOG (K),
spesialis obsteri dan ginekologi RSU dr
Soetomo Surabaya mengatakan bahwa pemeriksaan kesehatan
pranikah dapat juga dimanfaatkan untuk memperoleh kesiapan
mental karena masingmasing mengetahui benar kondisi kesehatan
calon pasangan hidupnya. Pemeriksaan kesehatan pranikah dapat
dilakukan kapanpun, selama pernikahan belum berlangsung.
Namun idealnya pemeriksaan kesehatan
pranikah dilakukan enam bulan sebelum dilangsungkannya
pernikahan. Pertimbangannya, jika ada sesuatu masalah pada hasil
pemeriksaan kesehatan kedua calon mempelai, masih ada cukup
waktu untuk konseling atau pengobatan terhadap penyakit yang
diderita. Dengan demikian, Jangan sampai timbul penyesalan
setelah menikah, hanya gara-gara penyakit yang sebenarnya bisa
disembuhkan jauh-jauh hari. Contohnya, setelah menikah ternyata
harus berkali-kali mengalami keguguran gara-gara toksoplasmosis
yang sebenarnya bisa disembuhkan dari dulu. Hasil dari
pemeriksaan tersebut, baik ataupun buruk kembali kepada kedua
pasangan tersebut. Dokter hanya akan menjelaskan
kemungkinankemungkinan medis yang akan terjadi bila pasangan
tersebut menikah
nantinya. Segalanya dikembalikan kepada kedua pasangan tersebut
ingin tetap melanjutkan pernikahannya atau tidak.
c) Macam-Macam Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check
Up)
(1) Pemeriksaan kesehatan pranikah jenisnya bermacam-macam.
Pemeriksaan disesuaikan dengan gejala tertentu yang dialami calon
pasangan secara jujur berani dan objektif. Misalnya, pemeriksaan
harus dilakukan lebih spesifik jika dalam keluarga didapati riwayat
kesehatan yang kurang baik.
Namun jika semuanya baik-baik saja, maka cukup melakukan
pemeriksaan standar saja, yaitu cek darah dan urine.
Pemeriksaan hematologi rutin (darah) dan analisa hemoglobin
Pengecekan darah diperlukan khususnya untuk memastikan calon
ibu tidak mengalami talasemia, infeksi pada darah dan sebagainya.
Dalam pengalaman medis, kadangkala ditemukan gejala anti
phospholipid syndrome (APS), yaitu suatu kelainan pada darah
yang bisa mengakibatkan sulitnya menjaga kehamilan atau
menyebabkan keguguran berulang. Jika ada kasus seperti itu,
biasanya para dokter akan melakukan
tindakan tertentu sebagai langkah, sehingga pada saat pengantin
perempuan hamil dia dapat mempertahankan bayinya.
Calon pengantin biasanya juga diminta untuk melakukan
pemeriksaan darah anticardiolipin antibody (ACA). Penyakit yang
berkaitan dengan hal itu bisa mengakibatkan aliran darah mengental
sehingga darah si ibu sulit mengirimkan makanan kepada janin
yang berada di dalam rahimnya. Selain itu jika salah satu calon
pengantin memiliki catatan down syndrome karena kromosom
dalam keluarganya, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih
intensif lagi. Sebab riwayat itu
bisa mengakibatkan bayi lahir idiot.
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang
berfungsi sebagai media transportasi oksigen dari paru-paru ke
seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan
tubuh ke paruparu. Kandungan zat besi yang terdapat dalam
hemoglobin membuat darah berwarna merah.16
Dalam menentukan normal atau tidaknya kadar hemoglobin
seseorang, harus memperhatikan faktor umur, walaupun hal ini
berbeda-beda di tiap laboratorium klinik, yaitu:
a. Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
b. Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
c. Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
d. Anak anak : 11-13 gram/dl
e. Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
f. Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
g. Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
h. Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan
istilah anemia. Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang
paling sering adalah perdarahan, kurang gizi, gangguan sumsum
tulang, pengobatan kemoterapi dan penyakit sistemik (kanker,
lupus, dan lain-lain). Sedangkan kadar hemoglobin yang tinggi
dapat dijumpai pada orang yang tinggal di daerah dataran tinggi dan
perokok. Beberapa penyakit seperti radang paru paru, tumor,
preeklampsi, hemokonsentrasi, dan lain-lain.
(2) Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus
Rhesus berfungsi sama dengan sidik jari yaitu sebagai penentu.
Setelah mengetahui golongan darah seseorang seperti A, B, AB,
atau O rhesusnya juga ditentukan untuk mempermudah identifikasi
(+ atau -).
Rhesus adalah sebuah penggolongan atas ada atau tiadanya
substansi antigen-D pada darah. Rhesus positif berarti ditemukan
antigen-D dalam darah dan rhesus negatif berarti tidak ada antigen-
D.19
Umumnya, masyarakat Asia memiliki rhesus positif, sedangkan
masyarakat Eropa ber-rhesus negatif. Terkadang, suami istri tidak
tahu rhesus darah pasangannya, padahal perbedaan rhesus bisa
memengaruhi kualitas keturunan. Jika seorang perempuan rhesus
negatif menikah dengan laki-laki rhesus positif, janin bayi pertama
mereka memiliki kemungkinan ber-rhesus negatif atau positif. Jika
janin bayi memiliki rhesus negatif, tidak bermasalah. Tetapi, bila
ber-rhesus positif, masalah mungkin timbul pada kehamilan
berikutnya. Bila ternyata pada kehamilan kedua, janin yang
dikandung ber-rhesus positif, hal ini bisa membahayakan. Antibodi
anti-rhesus ibu dapat memasuki sel darah merah janin dan
mengakibatkan kematian janin.
(3) Pemeriksaan Gula Darah
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mengatahui adanya penyakit
kencing manis (Diabetes Melitus) dan juga penyakit penyakit
metabolic tertentu. Ibu hamil yang menderita diabetes tidak
terkontrol dapat mengalami beberapa masalah seperti: janin yang
tidak sempurna/cacat, hipertensi, hydramnions (meningkatnya
cairan ketuban), meningkatkan resiko kelahiran prematur, serta
macrosomia (bayi menerima kadar glukosa yang tinggi dari Ibu saat
kehamilan sehingga janin tumbuh sangat besar).
(4) Pemeriksaan HBsAG (Hepatitis B Surface Antigen)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
infeksi virus hepatitis B, diagnosis hepatitis B, screening
pravaksinasi dan memantau clearence virus.
Selain itu pemeriksaan ini juga bermanfaat jika ditemukan salah
satu pasangan menderita hepatitis B maka dapat
diambil langkah antisipasi dan pengobatan secepatnya.
(5) Pemeriksaan VDLR (Venereal Disease Research Laboratory)
Pemeriksaan ini merupakan jenis pemeriksaan yang bertujuan
untuk mendeteksi kemungkinan ada atau tidaknya infeksi penyakit
herpes, klamidia, gonorea, hepatitis dan sifilis pada calon pasangan,
sehingga bisa dengan segera menentukan terapi yang lebih tepat
jika dinyatakan terjangkit penyakit tersebut. Selain itu pemeriksaan
ini juga bergunam untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit
yang bisa mempengaruhi kesehatan ibu hamil maupun janinnya
(6) Pemeriksaan TORCH
Kasus yang paling banyak terjadi pada calon ibu khususnya di
Indonesia dari hasil analisa data medis adalah terjangkitnya virus
toksoplasma. Virus ini biasanya disebabkan seringnya
mengkonsumsi daging yang kurang matang atau tersebar melalui
kotoran atau bulu binatang peliharaan.
Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan toksoplasma, rubella,
virus cytomegalo, dan herpes yaitu yang biasa
disingkat dengan istilah pemeriksaan TORCH.
Kelompok penyakit ini sering kali menyebabkan masalah pada
ibu hamil (sering keguguran), bahkan infertilitas (ketidaksuburan),
atau cacat bawaan pada anak.26
(7) Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendiagnosis dan memantau
kelainan ginjal atau saluran kemih selain itu bisa untuk mengetahui
adanya penyakit metabolik atau sistemik. Penyakit infeksi saluran
kemih saat kehamilan beresiko baik bagi Ibu dan bayi berupa
kelahiran prematur, berat janin yang rendah dan resiko kematian
saat persalinan.
(8) Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan sperma dilakukan guna memastikan kesuburan
calon mempelai laki-laki. Pemeriksaan sperma dilakukan dalam
tiga kategori yaitu jumlah sperma, gerakan sperma, dan bentuk
sperma. Sperma yang baik menurut para ahli, jumlahnya harus lebih
dari 20 juta setiap cc-nya dengan gerakan lebih dari 50% dan
memiliki bentuk normal lebih dari 30%.29
(9) Pemeriksaan Infeksi Saluran Reproduksi atau Infeksi Menular
Seksual (ISR/IMS)
Pemeriksaan ini ditujukan untuk menghindari adanya penularan
penyakit yang ditimbulkan akibat hubungan seksual, seperti sifilis
(penyakit raja singa), gonore (gonorrhea, kencing nanah), Human
Immunodeficiency Virus (HIV, penyebab AIDS).
(10) Pemeriksaan Gambaran Tepi Darah
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menunjukkan adanya proses
penghancuran darah (hemolitik) dan termasuk salah satu
pemeriksaan penyaring untuk penyakit kelainan darah.
(11) Foto Thorax dan EKG
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk melihat keadaan jantung dan
paru paru serta untuk mendeteksi adanya kelainan jantung.
Perlu diketahui bahwa, untuk mengikuti serangkaian tes kesehatan
pranikah, kedua calon pengantin sebaiknya memenuhi syarat
berikut ini:
(a) Sebelum pelaksanan tes dianjurkan untuk puasa 10 sampai 12
jam. Namun, kedua calon pasangan masih diperbolehkan
minum air putih.
(b) Calon pengantin wanita tidak sedang haid.
d) Tujuan dan Manfaat Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital
Check Up)
Pemeriksaan kesehatan pranikah tidak hanya bermanfaat bagi
calon suami dan istri yang menjalani pemeriksaan tersebut, tapi juga
bermanfaat bagi keturunan mereka guna mencegah penyakit atau
kelainan yang mungkin timbul pada keturunan mereka nantinya.
Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada kedua calon pengantin, karena
penyakit keturunan dapat diturunkan dari kedua belah pihak, baik dari
calon suami maupun calon istri. Meskipun secara fisik kelihatan baik
dan bebas dari penyakit, tetapi masih dimungkinkan salah satu pihak
mempunyai gen penyakit keturunan yang akan berpindah kepada anak-
anaknya. Ilmu kedokteran mengatakan, bahwa rupa dan bentuk janin
bergantung pada kualitas sel sperma yang ada pada laki-laki dan kualitas
ovum (indung telur) yang ada pada perempuan tersebut.
Kemudian lahirlah anak yang mirip dengan kedua ibu bapaknya,
baik tubuh (fisik) maupun akalnya. Dalam ilmu kedokteran terkait gen
ibu, ovum berpengaruh besar terhadap pembentukan janin. Ovum yang
sakit akan menghasilkan bayi yang cacat tubuh. Seorang dokter,
Marshan namanya, menyatakan bahwa dampak negatif dari susunan
kesehatan ibu jelas memberi pengaruh terhadap ovum sejak masih
dalam ovarium. Melalui ovariumlah segala sifat-sifat ibu berpindah
kepada ovum. Kadang-kadang warisan penyakit baru mulai tampak
kecenderungannya ketika ovum itu tumbuh dalam rahim (uterus).
Menurut ilmu genetika, kebanyakan penyakit jasmaniah itu
berpindah kepada anak dari garis keturunan. Seperti juling mata, gagap,
buta warna, sifilis dan lain-lain. Tujuan utama melakukan pemeriksaan
kesehatan pranikah adalah untuk membangun keluarga sehat sejahtera
dengan mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan
dilahirkan (riwayat kesehatan kedua belah pihak), termasuk soal
genetik, penyakit kronis, penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan keturunan bukan karena kecurigaan dan juga bukan
untuk mengetahui keperawanan.
Manfaat tes kesehatan sebelum menikah antara lain:
(1) Sebagai tindakan pencegahan yang sangat efektif untuk mengatasi
timbulnya penyakit keturunan dan penyakit berbahaya lain yang
berpotensi menular.
(2) Sebagai tindakan pencegahan yang efektif untuk membendung
penyebaran penyakit-penyakit menular yang berbahaya di tengah
masyarakat. Hal ini juga akan berpengaruh positif bagi kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat.
(3) Sebagai upaya untuk menjamin lahirnya keturunan yang sehat dan
berkualitas secara fisik dan mental. Sebab, dengan tes kesehatan ini
akan diketahui secara dini tentang berbagai penyakit keturunan
yang diderita oleh kedua calon mempelai.
(4) Mengetahui tingkat kesuburan masing-masing calon mempelai.
(5) Memastikan tidak adanya berbagai kekurangan fisik maupun
psikologis pada diri masing-masing calon mempelai yang dapat
menghambat tercapainya tujuan-tujuan mulia pernikahan.
(6) Memastikan tidak adanya penyakit-penyakit berbahaya yang
mengancam keharmonisan dan keberlangsungan hidup kedua
mempelai setelah pernikahan terjadi.
(7) Sebagai upaya untuk memberikan jaminan tidak adanya bahaya
yang mengancam kesehatan masing-masing mempelai yang akan
ditimbulkan oleh persentuhan atau hubungan seksual di antara
mereka.
e) Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up)
Langkah-langkah melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah tak
selalu memerlukan biaya besar. Tak perlu langsung ke dokter spesialis,
bisa konsultasi terlebih dahulu ke dokter puskesmas ataupun melalui
dokter umum. Biasanya akan dilakukan wawancara singkat tentang
riwayat kesehatan yang bertujuan mengetahui penyakit apa yan pernah
diderita, riwayat kesehatan para anggota keluarga (kanker, epilepsi dan
diabetes), juga keadaan lingkungan sekitar dan kebiasaan sehari-hari
(merokok, pengguna obat-obatan terlarang). Dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk mengetahui adanya kelainan
fisik seperti tekanan darah, keadaan jantung, paru-paru dan tanda-tanda
fisik dari penyakit seperti anemia, asma, kulit. Barulah jika memang
diperlukan dapat dirujuk pemeriksaan ke laboratatorium Pemeriksaan
kesehatan pranikah sebaiknya meliputi pemeriksaan klinis (fisik) dan
laboratorium. Pemeriksaan tersebut lebih diarahkan untuk
penyakit yang dapat menular seperti penyakit menular seksual (PMS),
TBC, dan lain-lain
f) Persiapan Gizi :
Peningkatan status gizi calon pengantin terutama perempuan melalui
penanggulangan KEK (Kekurangan Energi Kronis) dan anemia gizi besi serta
defisiensi asam folat.
(1) Definisi Anemia
Suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah merah
atau hemoglobin. Dikatakan anemia kehamilan jika : Kadar Hb<11
g/dl (pada trimester I dan III) dan Kadar Hb 10,5 g/dl (pada
trimester II) (Buku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan
Dasar Dan Rujukan, 2013)
(2) Klasifikasi Anemia
Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada
ibu hamil dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu :
(a) Hb > 11 gr% Tidak anemia (normal)
(b) Hb 9-10 gr% Anemia ringan
(c) Hb 7-8 gr% Anemia sedang
(d) Hb <7 gr% Anemia berat
(3) Gejala dan Tanda
Gejala yang sering ditemui pada penderita anemia adalah 5
L (Lesu, Letih, Lemah, Lelah, Lalai), disertai sakit kepala dan
pusing “kepala muter”, mata berkunang-kunang, mudah
mengantuk, cepat lelah disertai sulit konsentrasi. Secara klinis
penderita anemia ditandai dengan “pucat” pada muka, kelopak
mata, bibir, kulit, kuku dan telapak tangan (Kemenkes, 2016).
(4) Faktor Presdiposisi
(a) Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
(b) Kelainan gastrointestinal
(c) Penyakit kronis
(d) Riwayat keluarga (Buku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan, 2013).
(5) Bahaya Anemia pada Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Janin
(Manuaba, 2010).
(a) Bahaya Anemia dalam Kehamilan
i. Resiko terjadi abortus
ii. Persalinan permaturus
iii. Hambatan tumbuh kembang janin dalam Rahim
iv. Mudah menjadi infeksi
v. Ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr %)
vi. Mengancam jiwa dan kehidupan ibu
vii. Mola hidatidosa
viii. Hiperemesis gravidarum
ix. Perdarahan anterpartum
x. Ketuban pecah dini (KPD)
(b) Bahaya Anemia dalam Persalinan
i. Gangguan kekuatan his
ii. Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus
terlantar
iii. Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan
sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.
iv. Kala tiga dapat diikuti retensio placenta dan perdarahan post
partum karena atonia uteri.
v. Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder
dan atonia uteri.
(c) Bahaya anemia dalam masa nifas
i. Perdarahan postpartum karena atonia uteri dan involusio
uteri memudahkan infeksi puerperium
ii. Pengeluaran ASI berkurang
iii. Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
iv. Mudah terjadi infeksi mammae.
(d) Bahaya anemia terhadap janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai
keutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi
kemampuan metabolism tubuh sehingga menggangu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat
anemia dapat terjadi gangguan dan bentuk :
i. Abortus
ii. Terjadi kematian intra uteri
iii. Persalinan prematuritas tinggi
iv. Berat badan lahir rendah (BBLR)
v. Kelahiran dengan anemia
vi. Dapat terjadi cacat bawaan
vii. Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
viii. Intelengensi rendah, oleh karena kekurangan oksigen dan
nutrisi yang menghambat pertumbuhan janin.
(6) Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia
Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia dilakukan
yang dilakukan kemenkes pada modul pencegahan dan penanganan
anemia pada Wanita Usia Subur dan Remaja Putri dengan
memberikan asupan zat besi yang cukup ke dalam tubuh untuk
meningkatkan pembentukan hemoglobin. Upaya yang dapat
dilakukan adalah :
(a) Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi
Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi dengan
pola makan bergizi seimbang, yang terdiri dari aneka ragam
makanan, terutama sumber pangan hewani yang kaya zat besi
(besi heme) dalam jumlah yang cukup sesuai dengan angka
kecukupan gizi. Selain itu juga perlu meningkatkan sumber
pangan nabati yang kaya zat besi (besi non-heme), walaupun
penyerapannya lebih rendah dibanding dengan hewani.
Makanan yang kaya sumber zat besi dari hewani contohnya
hati, ikan, daging dan unggas, sedangkan dari nabati yaitu
sayuran berwarna hijau tua dan kacang-kacangan. Untuk
meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus, sebaiknya
mengonsumsi makanan kaya sumber vitamin C seperti jeruk
dan jambu dan menghindari konsumsi makanan yang banyak
mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan zat besi
dalam usus dalam jangka panjang dan pendek seperti tanin
(dalam teh, kopi dan susu), kalsium, fosfor, serat dan fitat (biji-
bijian). Tanin dan fitat mengikat dan menghambat penyerapan
besi dari makanan.
(b) Suplementasi zat besi
Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi dengan
fero sulfat, ferogluconat atau Na-fero bisitrat. Dosis pemberian
60 mg/hari dapat menaikkan preparat kadar Hb sebanyak 1 g%
per bulan. Kini program nasional menganjurkan kombinasi 60
mg besi dan 50 ug asam folat untuk profilaksis anemia. Hb
dibawah 11 gr% pada kehamilan termasuk anemia, di bawah 8
gr% kelopak mata dan perkiraan ada atau tidaknya anemia.
Memberi tablet zat besi pada semua ibu hamil sedikitnya 1
tablet selama 90 hari berturut turut. Bila Hb kurang dari 11 gr%
teruskan pemberian tablet zat besi.
(c) Fortifikasi bahan makanan
Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan satu atau
lebih zat gizi kedalam pangan untuk meningkatkan nilai gizi
pada pangan tersebut. Penambahan zat gizi dilakukan pada
industri pangan, untuk itu disarankan membaca label kemasan
untuk mengetahui apakah bahan makanan tersebut sudah
difortifikasi dengan zat besi. Makanan yang sudah difortifikasi
di Indonesia antara lain tepung terigu, beras, minyak goreng,
mentega, dan beberapa snack. Zat besi dan vitamin mineral lain
juga dapat ditambahkan dalam makanan yang disajikan di
rumah tangga dengan bubuk tabur gizi atau dikenal juga
dengan Multiple Micronutrient Powder.
(7) Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Zat Besi
Diperkirakan hanya 5-15 % besi makanan diabsorbsi oleh orang
dewasa yang berada dalam status besi baik. Dalam keadaan
defisiensi besi absorbsi dapat mencapai 50%. Banyak faktor
berpengaruh terhadap absorbsi besi. Bentuk besi di dalam makanan
berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem, yang merupakan
bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat didalam
daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada besinonhem.
Kurang lebih 40% dari besi didalam daging , ayam dan ikan
terdapat besi-hem dan selebihnya sebagai non-hem. Besi-nonnhem
juga terdapat di dalam telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran
hijau dan beberapa jenis buah-buahan. Makan besi-hem dan non-
hem secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi-nonhem.
Daging, ayam dan ikan mengandung suatu faktor yang membantu
penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas asam amino yang mengikat
besi dan membantu penyerapannya. Susu sapi, keju, telur tidak
mengandung faktor ini hingga tidak dapat membantu penyerapan
besi. Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerapan
besinonhem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero.
Seperti telah dijelaskan, bentuk fero lebih mudah diserap.
Vitamin C disamping itu membentuk gugus besi-askorbat yang
tetap larut pada pH tinggi dalam duodenum. Oleh karena itu sangat
dianjurkan memakan makanan sumber vitamin C tiap kali makan.
Asam organik lain adalah asam sitrat. Asam fitat dan faktor lain di
dalam serat serelia dan asam oksalat di dalam sayuran menghambat
penyerapan besi. Faktor-faktor ini mengikat besi, sehingga
mempersulit penyerapannya. Vitamin C dalam jumlah cukup dapat
melawan sebagian pengaruh faktor-faktor yang menghambat
penyerapan besi ini. Tanin yang merupakan polifenol dan terdapat
di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah juga
menghambat absorbsi besi dengan cara mengikatnya. Bila besi
tubuh tidak terlalu tinggi, sebaiknya tidak minum teh atau kopi
waktu makan. Kalsium dosis tinggi berupa suplemen menghambat
absorbsi besi, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi.
Kekurangan asam klorida di dalam lambung atau penggunaan obat-
obatan yang bersifat basa seperti antasid menghalangi absorbsi besi.
Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan besi,
diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin
B12. Kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh terhadap absorbsi
besi. Bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada
kondisi tertentu, absobsi besi-nonhem dapat meningkat sampai
sepuluh kali, sedangkan besi-hem dua kali.
Dalam Article (2012) Oral Iron Prophylaxis in Pregnancy: Not
Too Little and Not Too Much! Nils Milman disebutkan "Makanan
sehari-hari mengandung sejumlah zat (misalnya kalsium, polifenol,
phytates) yang menghambat penyerapan zat besi sekitar 40%.
Konsekuensinya, suplemen besi besi harus diambil di antara waktu
makan, sebaiknya dengan jus buah yang mengandung vitamin C
yang meningkatkan penyerapan, sedangkan susu, kopi, dan teh
menghambat penyerapan (Susiloningtyas, 2013).
Pada keadaan dimana zat besi dari makanan tidak mencukupi
kebutuhan terhadap zat besi, perlu didapat dari suplementasi zat
besi. Pemberian suplementasi zat besi secara rutin selama jangka
waktu tertentu bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin
secara cepat, dan perlu dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan
zat besi di dalam tubuh. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi
sebaiknya TTD dikonsumsi bersama dengan:
(a) Buah-buahan sumber vitamin C (jeruk, pepaya, mangga, jambu
biji dan lain-lain).
(b) Sumber protein hewani, seperti hati, ikan, unggas dan daging.
Hindari mengonsumsi tablet tambah darah bersamaan dengan :
Teh dan kopi karena mengandung senyawa fitat dan tanin yang dapat
mengikat zat besi menjadi senyawa yang kompleks sehingga tidak
dapat diserap. Tablet Kalsium (kalk) dosis yang tinggi, dapat
menghambat penyerapan zat besi. Susu hewani umumnya
mengandung kalsium dalam jumlah yang tinggi sehingga dapat
menurunkan penyerapan zat besi di mukosa usus. Obat sakit maag
yang berfungsi melapisi permukaan lambung, sehingga penyerapan
zat besi terhambat. Penyerapan zat besi akan semakin terhambat jika
menggunakan obat maag yang mengandung kalsium. Apabila ingin
mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat menghambat
penyerapan zat besi, sebaiknya dilakukan dua jam sebelum atau
sesudah mengonsumsi TTD (Kemenkes, 2016).
Konsumsi TTD kadang menimbulkan efek samping seperti:
(a) Nyeri atau perih di ulu hati
(b) Mual dan muntah
(c) Tinja berwarna hitam
g) Status Imunisasi TT:
Pencegahan dan perlindungan diri yang aman terhadap penyakit
tetanus dilakukan dengan pemberian 5 dosis imunisasi TT untuk
mencapai kekebalan penuh.
Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk
mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh yang
dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan
sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan
dan memutus mata rantai penularan. Imunisasi Tetanus Toksoid adalah
proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan
terhadap infeksi tetanus. Imunisasi TT merupakan aturan resmi yang
ditetapkan pemerintah bahkan sejak tahun 1986. Di tahun 1980-an,
tetanus menduduki peringkat teratas sebagai penyebab kematian bayi
berusia di bawah satu bulan. Meskipun kini kasus serupa itu sudah
menurun, ancamannya masih ada, sehingga perlu diwaspadai
(Kemenkes, 2015).
Imunisasi TT diberikan kepada mereka yang masuk dalam
kategori Wanita Usia Subur (WUS) yaitu wanita berusia 15-39 tahun,
termasuk ibu hamil (bumil) dan calon pengantin (catin). Waktu yang
tepat untuk mendapatkan vaksin TT sekitar dua hingga enam bulan
sebelum pernikahan. Ini diperlukan agar tubuh memiliki waktu untuk
membentuk antibodi. Imunisasi TT diberikan tidak hanya satu kali.
Guna mendapatkan perlindungan yang maksimal, imunisasi dilakukan
sebanyak 5 kali dengan rentang jarak waktu tertentu. Berikut dapat
dilihat waktu pemberian imunisasi TT (Kemenkes, 2013). Jadwal
Pemberian Imunisasi Pada Wanita Usia Subur (WUS) :

STATUS INTERVAL MINIMAL MASA PERLINDUNGAN


T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 lebih dari 25 tahun

Imunisasi Tetanus Toksoid mempunyai beberapa manfaat antara


lain:
(1) Melindungi bayi yang baru lahir dari tetanus neonatorum. Tetanus
neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada bayi berusia
kurang 1 bulan yang disebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman
yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistem saraf pusat
(2) Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus saat terluka dalam
proses persalinan
(3) Untuk mencegah timbulnya tetanus pada luka yang dapat terjadi pada
vagina mempelai wanita yang diakibatkan hubungan seksual
pertama.
(4) Mengetahui lebih awal berbagai kendala dan kesulitan medis yang
mungkin terjadi untuk mengambil tindakan antisipasi yang
semestinya sedini mungkin.
(5) Mencegah terjadinya toksoplasma pada ibu hamil.
(6) Mencegah penularan kuman tetanus ke janin melalui pemotongan tali
pusar.
Manfaat-manfaat tersebut adalah cara untuk mencapai salah satu
tujuan dari program imunisasi secara nasional yaitu eliminasi tetanus
maternal dan tetanus neonatal (Kemenkes, 2015).

h) Menjaga kebersihan organ reproduksi


(1) Sebaiknya pakaian dalam diganti minimal 2 kali sehari.
(2) Tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat dan berbahan non
sintetik.
(3) Pakailah handuk yang bersih, kering, tidak lembab/bau.
(4) Membersihkan organ reproduksi luar dari depan ke belakang
dengan menggunakan air bersih dan dikeringkan menggunakan
handuk atau tisu.
(5) Khusus untuk perempuan: tidak boleh terlalu sering menggunakan
cairan pembilas vagina. Jangan memakai pembalut tipis dalam
waktu lama, Pergunakan pembalut ketika mentruasi dan diganti
paling lama setiap 4 jam sekali atau setelah buang air. Bagi
perempuan yang sering
keputihan, berbau dan berwarna harap memeriksakan diri ke
petugas kesehatan.
(6) Bagi laki-laki dianjurkan disunat untuk kesehatan.
i) Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Pernikahan ideal dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki dapat
saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Akan tetapi apabila
hal diatas tidak terjadi, maka hal-hal yang harus dihindari dalam
pernikahan adalah melakukan :
(1) Kekerasan secara fisik (memukul, menendang, menampar,
menjambak rambut, menyundut dengan rokok, melukai.
(2) Kekerasan secara psikis (menghina, komentar-komentar yang
merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara atau
temantemannya, mengancam)
(3) Kekerasan seksual (memaksa dan menuntut berhubungan seksual)
(4) Penelantaran (tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja)
(5) Eksploitasi (memanfaatkan, memperdagangkan dan memperbudakan
(6) Kekerasan lainnya
Apabila hal tersebut terjadi, maka sebaiknya baik suami maupun
istri berupaya mencari solusi dengan terlebih dahulu dengan berdialog.
Apabila hal ini terjadi, maka langkah-langkah yang dapat dilakukan :
(1) Mendatangi fasilitas kesehatan (puskesmas/rumah sakit) untuk
mengobati luka-luka yang dialami dan mendapatkan visum dari
dokter atas permintaan polisi penyidik.
(2) Menceritakan kejadian kepada keluarga, teman dekat atau kerabat
(3) Melapor ke polisi (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak )
(4) Mendapatkan pendampingan dari tokoh agama, LSM, psikolog atau
LBH.
Landasan hukum bagi upaya pencegahan dan penindakan tindak
kekerasan dalam rumah tangga diatas telah tercantum dalam Undang-
Undang RI No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT).
j) Ketidaksetaran Gender dalam Rumah Tangga
(1) Stereotipi (pelabelan kepada perempuan atau laki-laki. misalnya:
laki-laki kuat, perempuan lemah, perempuan emosional, laki-laki
rasional).
(2) Subordinasi (yang diutamakan adalah laki-laki terlebih dahulu baru
perempuan)
(3) Marginalisasi (perempuan ditempatkan sebagai orang yang tidak
memiliki peran penting)
(4) Beban ganda (beban kerja perempuan lebih lama dan lebih banyak,
perempuan dituntut menjadi ibu rumah tangga sekaligus pencari
nafkah keluarga).
k) Infeksi Menular Seksual
(1) Pengertian IMS
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang salah satu
penularannya melalui hubungan seksual. Dulu kita kenal juga
dengan nama Penyakit Kelamin. Jika kita melakukan hubungan seks
berisiko, maka kita dapat terkena penyakit kelamin atau infeksi
menular seksual ini.
(2) Gejala IMS
(a) Keluar cairan dari vagina, penis atau anus yang berbeda dari
biasanya.
(b) Rasa perih atau nyeri atau panas pada saat kencing atau setelah
kencing, atau menjadi sering kencing.
(c) Ada luka terbuka/basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut.
(d) Luka ini bisa terasa nyeri bisa juga tidak.
(e) Ada semacam tumbuhan seperti jengger ayam/kutil di sekitar
kemaluan.
(f) Terjadi pembengkakan pada lipatan paha
(g) Pada pria, terdapat bengkak dan nyeri pada kantung
pelir/kantung zakar.
(h) Sakit perut di bagian bawah yang kambuhan, tetapi tidak
berhubungan dengan haid/menstruasi.
(i) Keluar darah setelah berhubungan seks.
(j) Demam.

(3) Jenis IMS yang sering dijumpai


(a) GO dan Klamidia berakibat kemandulan bagi penderitanya, jika
tidak diobati dengan benar
(b) Kondiloma akuminata (Jengger Ayam) dan Herpes genitalis
sangat menjengkelkan karena bersifat kambuhan seumur hidup.
(c) Hepatitis berbahaya jika sudah parah dan merusak hati.
(d) Sifilis pada bayi yang dilahirkan dari perempuan penderita sifilis
seringkali cacat atau lahir dalam keadaan sudah mati.
(e) HIV merupakan virus yang pada tahap AIDS dapat mematikan
(f) Tindakan yang dilakukan jika mengalami IMS
i. Jangan mengobati sendiri.
ii. Segera periksakan diri kita ke dokter untuk mengetahuinya
secara tepat.
iii. Minum obat sampai tuntas sesuai petunjuk dokter
iv. Jangan berhubungan seks dulu hingga IMS sembuh.
v. Minta segera pasangan kita juga memeriksakan diri.
(g) HIV-AIDS
i. Pengertian HIV-AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan
kuman/virus penyebab AIDS. AIDS (Acquired Immuno
Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala/penyakit
akibat menurunnya kekebalan tubuh yang didapat dari infeksi
HIV.
ii. Cara Penularan HIV-AIDS
Infeksi HIV ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh
manusia. Beberapa cara yang berisiko menularkan HIV
diantaranya:
(i) Hubungan seks. Pada saat berhubungan seks tanpa
kondom, HIV dapat menular dari darah orang yang
terinfeksi, air mani atau cairan vagina langsung ke aliran
darah orang lain, atau melalui selaput mukosa yang
berada di bagian dalam vagina, penis atau dubur.
(ii) Penggunaan alat-alat yang steril : Jangan gunakan jarum,
alat suntik, atau alat peluka (alat penembus) kulit lainnya
(tindik atau tato) secara bergantian. Penularan akanlebih
mudah terjadi melalui darah.
(iii)HIV dapat menular melalui transfusi darah yang
mengandung HIV atau melalui alat suntik atau alat
tindakan medis lain yang tercemar HIV
(iv) Selain dari jarum suntik, para pengguna narkoba suntik
bergantian juga risiko tertular HIV.
(v) HIV menular dari ibu ke bayi pada saat kehamilan,
kelahiran, dan ketika menyusui.
iii. HIV-AIDS tidak menular karena
(i) Makan, minum bersama
(ii) Memakai peralatan makan/minum mereka
(iii)Bersentuhan, berjabat tangan
(iv) Berpelukan, berciuman
(v) Hidup serumah
(vi) Menggunakan wc/toilet bersama
(vii) Berenang bersama
(viii) Bergantian pakaian, handuk, saputangan
(ix) Hubungan sosial lainnya
(x) Gigitan serangga
iv. Gejala HIV
Setelah seseorang terinfeksi HIV, dia terlihat biasa saja
seperti halnya orang lain karena tak menunjukkan gejala
klinis. Tetapi orang tersebut bisa menularkan virus HIV
melalui penularan cairan tubuh. Hal ini bisa terjadi selama 5-
10 tahun. Setelah itu orang tersebut mulai menunjukkan
kumpulan gejala akibat menurunnya kekebalan tubuh setelah
terinfeksi HIV
v. Pencegahan HIV-AIDS
(i) Saling Setia : Masing-masing setia pada pasangan dan
tidak melakukan hubungan seks dengan orang lain.
(ii) Kondom : Kondom dapat mencegah masuknya cairan
kelamin yang terinfeksi virus.
(iii)Hindari penggunaan narkoba suntik : Menggunakan jarum
bergantian berisiko menularkan HIV dalam jarum yang
tercemar darah. Namun apapun bentuknya, hindari
NARKOBA karena hanya akan merugikan diri sendiri.
5) Konsep Wanita
Wanita/wa·ni·ta/ n perempuan dewasa: kaum --, kaum putri (dewasa);
-- karier wanita yang berkecimpung dalam kegwanitatan profesi (usaha,
perkantoran, dan sebagainya);5 Wanita adalah perempuan (lebih halus),
sedangkan perempuan adalah jenis sebagai lawan laki-laki, Kata wanita
berasal dari bahasa Sansekerta, artinya yang diinginkan, yang dipuji.
Wanita zaman dahulu juga tidak mempunyai akses untuk menuntut ilmu.
Sekolah hanya diberikan pada kaum bangsawan dan laki-laki saja. Untuk
apa sekolah kalau nantinya hanya berperan dalam dapur saja. Wanita
menjadi mahkluk yang dipinggirkan pada zaman itu. Setelah melalui
masa kelam dalam hidupnya, sekarang wanita memiliki peran yang sama
dengan laki-laki. Wanita sekarang lebih berarti dalam kehidupan masa
sekarang ini (Ridwan M. 2012)
6) Peran Wanita
Peran adalah perangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat.7 wanita dalam keluarga mempunyai
kedudukan antara lain sebagai teman hidup, kekasih, ibu, dalam arti tidak
ada diskriminasi antara anggota keluarga. Wanita sebagai ibu berhak
untuk menentukan dan berhak ikut melakukan kekuasaan bagi
keselamatan dan kebahagiaan wanita baik dalam bidang materil maupun
immaterial seluruh anggota. Peran wanita dalam keluarga merupakan
peranan yang dilaksanakan wanita karena menduduki posisi dalam
masyarakat. Peran wanita dalam keluarga dengan melakukan pekerjaan
rumah tangga seperti memasak, mengasuh anak, melayani suami,
merupakan suatu kewanitaan produktif yang secara tidak langsung
menambah pendapatan keluarga. Wanita sebagai pelaksana peran-peran
dalam pendidikan anak.
Menurut Agama Islam, tanggung jawab pendidikan anak terutama
menjadi beban ayah, namun operasionalnya lebih besar pada seorang ibu,
karena ibu sebagai wanita yang lebih dekat dengan anak dan lebih banyak
bergaul serta mengetahui keadaan, sifat dan perilakunya terutama
masalah pertumbuhannya. Kaum wanita memiliki peran ganda yang jauh
lebih banyak dibandingkan rekannya kaum para wanita. Masalah
mempersatukan keluarga dengan pekerjaan bagi kaum wanita jauh lebih
rumit dibandingkan dengan kaum wanita karena kaum
Wanita secara tradisional selalu diasumsikan untuk selalu berada dekat
anak-anaknya sepanjang hari, sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Sebagai akibatnya, wanita pekerja memiliki tuntutan peran
simultan dari pekerjaan dan keluarganya sementara kaum wanita hanya
memiliki tuntutan peran wanita. (swiyati, Indah. 2016). Secara rinci ada
empat peran besar wanita yang harus dijalankan dengan baik, wanita
antaranya sebagai berikut:
a) Wanita sebagai ibu.
Wanita adalah pembangun sejati dari sebuah masyarakat kecil
di dalam keluarga. Keluarga merupakan asas dan fondasi masyarakat.
Karena pilar dalam keluarga adalah seorang ibu, maka ibu memiliki
peran dan tanggung jawab yang besar dalam membina anak. Banyak
aktivitas wanita yang tidak bisa dijalankan oleh laki-laki, wanita
antaranya mengasuh, mengajar anak-anak, merawat, dan memenuhi
kebutuhan anak. Ibu berasal dari kata empu (sanskerta) yang berarti
wanita, dihormati, membimbing dan mengasuh. Ibu adalah orangtua
perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun
sosial. Perempuan dewasa yang lebih menonjol pada sifatnya sebagai
yang mulia, dihormati, membimbing, mengasuh atau dapat dikatakan
sebagai guru, penuntun yang penuh kasih dan perawat walaupun
tidak semata-mata dibatasi oleh hubungan biologis (Siti Muria. 2011)
b) Tahap psikososial dalam pencapaian wanita peran
(1) Anticipatory stage adalah seorang ibu mulai melakukan latihan
peran dan memerlukan interaksi dengan anak yang lain
(2) Honeymoon stage adalah ibu mulai memahami peran dasar yang
dijalaninya pada tahap ini ibu memerlukan bantuan dari keluarga
lain
(3) Plateu stage adalah ibu akan mencoba apakah mampu berperan
sebagai ibu tahap ini memerlukan waktu sampai ibu kemudian
melanjutkan sendiri
(4) Disengagement adalah merupakan tahap penyelesaian yang mana
latihan peran sudah berakhir
c) Keadaan dan perubahan psikologi
(1) Ibu berusaha untuk menjadi orangtua yang terbaik bagi anaknya
(2) Ibu berusaha menghilangkan sifat atau perilaku buruk
(3) Ibu berusaha memberikan semua kasih sayangnya
d) Fungsi keibuan
(1) Memenuhi kebutuhan fisiologi dan psikis
(2) Peran dalam merawat dan mengurus keluarga
(3) Peran ibu sebagai pendidik
(4) Peran ibu sebagai contoh dan teladan
(5) Peran ibu sebagai manager
e) Ibu memberi rangsangan dan pelajaran
(1) Peran ibu sebagai istri
Sifat keibuan merupakan sifat yang lazim dimiliki wanita, sifat
tersebut mendorong seorang wanita untuk bersikap lemah lembut,
penuh kasih sayang dan ketulusan, tetapi dari kesemuanya itu tidak
menutup kemungkinan seorang wanita atau ibu tidak memiliki
sifat keibuan (Deni Ike Purwanti. 2017) Sifat-sifat keibuan secara
garis besar digolongkan dalam 2 ide:
(a) Kualitas tertentu dari karakter dan kepribadian wanita yang
bersangkutan
(b) Gejala emosional pada wanita tersebut, yang bersumber pada
ketidakberdayaan bayi dan anak, sebab bayi atau anak selalu
bergantung dan membutuhkan pertolongan serta pemeliharaan,
terutama dari ibunya. Relasi ibu dan anak sifat keibuan
bersangkutan dengan relasi ibu dengan anak sebagai kesatuan
fisiologi, psikis dan sosial. Relasi dimulai sejak kehamilan
sampai proses perawatan dan proses membesarkan anak relasi
bisa terjalin dengan baik apabila adanya pengertian dan
pemahaman ibu terhadap sikap yang dimiliki anaknya serta
terjalin komunikasi antara ibu dan anak.
(2) Wanita sebagai Istri atau pendamping hidup
Selain sebagai pendidik bagi anak-anaknya, wanita juga
berperan sebagai pendamping hidup bagi suami. Sebagai manusia,
suami juga membutuhkan istri untuk menghadapi kemajuan dalam
bidang pekerjaannya, disini peran istri dapat menjadi mitra kerja
lelaki, akan tetapi istri tidak boleh yang terlalu ambisi terhadap
pekerjaan yang sampai melupakan perannya pertama yaitu sebagai
pendidik yang utama. Ketika seorang laki-laki merasa kesulitan,
maka sang istri lah yang bisa membantunya. Ketika seorang laki-
laki mengalami kegundahan, sang istri lah yang dapat
menenangkannya. Dan ketika sang laki-laki mengalami
keterpurukan, sang istri lah yang dapat menyemangatinya.
Sungguh, tidak ada yang mempunyai pengaruh terbesar bagi
seorang suami melainkan sang istri yang dicintainya (Permana,
2018).
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak luput untuk
hidup bermasyarakat. Manusia tidak hanya mengurus kebutuhan
rumah tangganya saja, tetapi wanita berhak hidup dan berperan
sebagai anggota masyarakat tanpa ada halangan dan paksaan.
Wanita disamping perannya dalam keluarga, wanita juga bisa
mempunyai peran lainnya di dalam masyarakat dan Negara. Jika
wanita adalah seorang yang ahli dalam ilmu agama, maka wajib
baginya untuk mendakwahkan apa yang wanita ketahui kepada
kaum wanita lainnya. Begitu pula jika wanita merupakan seorang
yang ahli dalam bidang tertentu, maka wanita bisa mempunyai
andil dalam urusan tersebut namun dengan batasan-batasan yang
telah disyariatkan dan tentunya setelah kewajibannya sebagai ibu
rumah tangga telah terpenuhi.
(3) Wanita sebagai pendidik
Peranan ibu sebagai pendidik menjadi prioritas yang utama
bagi generasinya. Sebagaimana ungkapan “...ibu adalah taman
pendidikan, jika kamu mempersiapkannya berarti
mempersiapkan mekarnya bunga bangsa ke masa depan yang
harum dan mulia”. Seorang wanita itu memegang peranan
penting dalam hal pendidikan, karena seorang wanitalah yang
bertugas sebagai pengajar dan pendidik yang pertama dalam
keluarga. Terutama untuk anaknya, seorang wanita atau ibu
adalah madrasah pertama bagi anaknya. Sehingga seorang wanita
atau ibu juga harus tetap belajar dan menuntut ilmu agar dapat
mendidik anaknya, selain itu wanita atau seorang ibu juga harus
mendidik anak dalam hal berakhlak atau berbudi agar anak
menjadi orang yang pandai, cakap dan sopan.
Seorang anak akan mulai belajar merasa, berfikir, dan
berbicara itu bersama dengan seorang ibu, selain itu pendidikan
pertama ini mempunyai arti yang besar bagi seluruh hidup anak.
Seorang anak juga akan mengikuti kebiasaan seorang ibu yang
dilakukan, oleh sebab itu seorang ibu harus berbicara dengan baik
dan berperilaku yang baik agar anak mengikuti kebisaan baik
ibunya. Seorang wanita atau ibu juga harus sadar akan panggilan
moral dalam masyarakat apabila ada yang membutuhkan
bantuannya. Apabila ada yang membutuhkan bantuannya
seorang wanita atau ibu harus membantunya dengan baik dan
ikhlas, agar orang yang dibantu merasa lebih ringan.
Selain itu seorang ibu juga harus mengajarkan anak agar
dapat bersositalisali dengan tetangganya. Karena manusita itu
hidup saling membutuhkan dan tidak bisa hidup sendiri. Pada
dasarnya seorang ibulah yang membentuk kebiasaan anaknya,
karena anak berpedoman bahwa ibulah yang menjadi panutannya
atau contoh. Apabila seorang ibu berakhlak baik maka anak akan
berperilaku baik.
B. Teori Evidance Based Practice
Menurut Sackett et al. Evidence-based (EB) adalah suatu pendekatan medik
yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan
kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EB memadukan antara
kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling
dapat dipercaya.
Pengertian lain dari evidence based adalah proses yang digunakan secara
sistematik untuk menemukan, menelaah/me-review, dan memanfaatkan hasil-hasil
studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Jadi secara lebih rincinya
lagi, EB merupakan keterpaduan antara :
1. Bukti-bukti ilmiah, yang berasal dari studi yang terpercaya (best research
evidence)
2. Keahlian klinis (clinical expertise)
3. Nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values).
Publikasi ilmiah adalah suatu pempublikasian hasil penelitian atau sebuah
hasil pemikiran yang telah ditelaaah dan disetujui dengan beberapa petimbangan
baik dari accountable aspek metodologi maupun accountable aspek ilmiah yang
berupa jurnal, artikel, e-book atau buku yang diakui. Penggunaan kebijakan dari
bukti terbaik yang tersedia sehingga tenaga kesehatan (Bidan) dan pasien mencapai
keputusan yang terbaik, mengambil data yang diperlukan dan pada akhirnya dapat
menilai pasien secara menyeluruh dalam memberikan pelayanan kebidanan (Gray,
1997). Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil
penelitian dan pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru
dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan pranikah, pelaksanaan praktik asuhan
kebidanan bukan sekedar berdasarkan kebiasaan rutinitas praktik atau pengalaman
klinik saja tetapi harus berdasarkan bukti yang terbaik (Evidence Based Practice),
adapun yang dimaksud dengan bukti yang terbaik (evidence based) adalah hasil
riset yang terbukti terpilih dan direkomendasikan untuk memperbaiki kualitas
asuhan kebidanan. Semakin banyak bukti penelitian yang tersedia untuk
menginformasikan asuhan nifas yang akan diberikan, bidan terlebih dahulu harus
menerapkan pengetahuan maupun kompetensi asuhan pranikah. Seperti yang
dinyatakan pada kode NMC “sebagai bidan harus memberikan asuhan berdasarkan
bukti terbaik yang ada atau praktik yang terbaik”. Bukti dalam praktik kebidanan
meliputi banyak aspek, dan keputusan yang diambil oleh bidan tentang ptaktiknya
akan dipengaruhi oleh serangkaian faktor. Namun asuhan kebidanan harus
berdasarkan bukti terbaik sebanyak mungkin, apapun itu. (Heni, 2018). Evidence
Based pada asuhan Pranikah diantaranya :

C. Peran dan tanggungjawab Bidan dalam Asuhan kebidanan


Lingkup peran dan tanggungjawab bidan dalam menjalankan asuhan
kebidanan adalah berikut ini;
a. Care Provider ( pemberi asuhan kebidanan)
Seseorang yang mempunyai kemampuan memberikan asuhan kebidanan
secara efektif, aman dan holistik dengan memperhatikan aspek budaya
terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan menyusui, bayi baru lahir, balita dan
kesehatan reproduksi pada kondisi normal berdasarkan standar praktek
kebidanan dan kode etik profesi.
b. Community Leader (Penggerak masyarakat) dalam bidang kesehatan ibu
dan anak.
Seseorang yang mempunyai kemampuan menjadi penggerak dan pengelola
masyarakatmdalam upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak dengan
menggunakan prinsip partnership dan pemberdayaan masyarakat sesuai
dengan kewewenang dan lingkup praktek bidan
c. Communicator (komunikator)
Seseorang yang mempunyai kemampuan berkomunikasi secara efektif
dengan perempuan, keluarga, masyarakat, sejawat dan profesi lain dalam
upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak.
d. Decision Maker (pengambil keputusan dalam asuhan kebidanan) Seseorang
yang mempunyai kemampuan mengambil keputusan klinik dalam asuhan
kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan menggunakan
prinsip partnership.
e. Manager (pengelola)
Seseorang yang mempunyai kemampuan mengelola klien dalam asuhan
kebidanan dalam tugas secara mandiri, kolaborasi (team) dan rujukan dalam
kontek asuhan kepada individu, keluarga dan masyarakat. (Yulizawati, dkk.
2017)

D. Standar Asuhan Kebidanan


Standar Asuhan Kebidanan dalam Permenkes 938 tahun 2007, diantaranya:
1. STANDAR I : Pengkajian
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Kriteria
Pengkajian :
a. Data tepat, akurat dan lengkap
b. Data Subjektif
c. Data Objektif
2. STANDAR II : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakan diagnose dan
masalah kebidanan yang tepat. Kriteria Perumusan Diagnosa dan atau Masalah
Kebidanan :
a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur Kebidanan
b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
c. Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri, kolaborasi
dan rujukan.
3. STANDAR III : Perencanaan
Bidan merencakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan
masalah yang ditegakkan. Kriteria Perencanaan :
a. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi
pasien; tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan secara
komprehensif
b. Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga
c. Mempertimbangkan kondisi psikologis, sosial budaya klien/keluarga
d. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan
bermanfaat untuk klien.
e. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya
serta fasilitas yang ada
4. STANDAR IV : Implentasi
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif, efesien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien,
dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Kriteria Implentasi :
1. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spritual-
kultural
2. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau
keluarganya
3. Melaksanakan asuhan berdasarkan evidence based
4. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
5. Menjaga privacy klien/pasien
6. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
7. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan
8. Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai
9. Melakukan tindakan sesuai standar
10. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
5. STANDAR V : Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektifandari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan
perubahan perkembangan kondisi klien. Kriteria Evaluasi :
a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai
kondisi klien
b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasiakn pada klien dan keluarga
c. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien
6. STANDAR VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas
mengenai kaeadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam
memberikan asuhan kebidanan Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan :
Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang
tersedia (Rekam Medis/KMS/Status pasien/Buku KIA). Ditulis dalam bentuk
catatan perkembangan SOAP
S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P adalah penatalaksanaan mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan
segara, tindakan secara komprehensif: penyuluhan, dukungan, kolaborasi,
evaluasi/follow up dan rujukan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PRA NIKAH DAN PRAKONSEPSI


PADA Nn. N USIA 21 TAHUN DENGAN IMUNISASI TT CATIN
DI PMB SITI LAILATUS ZAHRO, KEDAK, SEMEN, KAB. KEDIRI

PENGKAJIAN
Tanggal : 30 Oktober 2020
Jam : 09.00 WIB

IDENTITAS PASIEN
Catin Perempuan Catin laki-laki
Nama : Nn. N Tn. D
Umur : 21 tahun 22 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMP
Pekerjaan : Swasta Karyawan
Suku bangsa : Jawa Jawa
Alamat : Puhsarang, Semen, Kediri
DATA SUBJEKTIF
1. Alasan datang :
Nn. N mengatakan ingin melakukan imunisasi TT catin sebagai persyaratan
untuk menikah
2. Riwayat menstruasi
Menarche umur 13 tahun, siklus menstruasi tidak teratur, lama menstruasi
selama 3-4 hari, sifat darah encer, ganti pembalut 3 kali/hari, tidak mengalami
disminorhae.
3. Riwayat Kesehatan :
Nn.N tidak memiliki riwayat penyakit berat, keturunan dan menular seperti
jantung, darah tinggi, penyakit gula, turunan kembar, asma, TBC dan penyakit
HIV.
4. Riwayat alergi :
Nn. N tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan dan udara.
5. Kebutuhan Fisik
a. Nutrisi
1) Makan : Frekuensi makan 3 kali sehari, jenisnya nasi, sayur, lauk,
tidak ada keluhan makan hanya beberapa waktu terakhir lebih sering
makan makanan yang pedas.
2) Minum : Frekuensi minum ± 8 gelas dalam sehari, jenisnya air putih,
tidak ada keluhan minum
b. Eliminasi
1) Frekuensi BAK 6-7 kali sehari, warna urine kekuningan, bau khas
urine, tidak ada keluhan BAK
2) Frekuensi BAB 1 kali sehari, warna feses kecoklatan, bau khas feses,
tidak ada keluhan BAB
c. Pola tidur/istirahat
(1) Tidur siang ± 1 jam (13.00-14.00 WIB)
(2) Tidur malam ± 8 jam (21.00-05.00 WIB)
d. Aktivitas
Nn.N mengatakan melakukan aktivitas sehari-hari dengan bekerja
e. Personal hygiene
1) Mandi 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari
2) Keramas 2 hari sekali
3) Ganti celana dalam minimal 2 kali sehari
f. Data Psikososial
1) Dukungan suami/keluarga
Nn.N mengatakan calon suami dan keluarga mendukung ibu untuk datang
ke puskesmas dan melakukan imunisasi TT
2) Pengetahuan ibu
Nn.N mengatakan belum mengetahui tentang kesehatan reproduksi dan
perilaku seks yang sehat
6. Riwayat perkawinan :
Ibu mengatakan belum pernikah dan ini adalah pernikahan yang pertama yang
akan dilakukan.
7. Psikologi, Sosio dan Spiritual :
Penerimaan ibu terhadap gangguan kesehatan yang dialami bersama calon
suami adalah mencoba untuk mengubah pola hidup untuk lebih sehat dan
ingin melakukan pemeriksaan dipuskesmas jika ada masalah tentang
kesehatan.
8. Pengetahuan :
Nn.N belum mendapatkan edukasi tentang kesehatan reproduksi
II. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran umum : Baik Tensi : 120/80 mmHg
Kesadaran : Compos Mentis Nadi : 80x/m
BB terakhir : 75 kg Suhu : 36,6 oC
TB : 150 cm Respirasi : 20 x/m
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : Kepala simetris, tidak terdapat benjolan, kulit kepala bersih,
rambut tidak rontok.
Mata : Mata simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda, tidak ada
pengeluaran cairan abnormal
Hidung : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada gangguan jalan nafas,
tidak ada pengeluaran cairan abnormal
Mulut : Mulut bersih, tidak ada stomatitis, gigi tidak ada yang berlubang
Telinga : Telinga simetris, tidak ada benjolan dan pengeluaran cairan
abnormal
Leher : Tidak ada pembengkakan vena jugularis eksterna, tidak ada
pembengkakan kelenjar getah bening dan pembengkakan tiroid
Dada : Dada simetris, tidak ada tarikan dinding dada.
Payudara : Payudara simentris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
Abdomen : Tidak terdapat luka parut,tidak ada nyeri tekan, kandung kemih
tidak penuh.
Ekstermitas
Atas : Simetris, kuku tidak pucat dan tidak ada oedema
Bawah : Simetris, kuku tidak pucat, tidak ada oedema dan tidak ada
varises
Pemeriksaan Inspekulo
Fluor albous (-)
Vulva massa (-)
Nyeri tekan (-)
Darah (+)
Tidak ada hemoroid

III. ANALISIS DATA


Nn. N usia 21 tahun dengan imunisasi TT catin

IV. PENATALAKSANAAN
1. Jelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Rasionalisasi :
Mengathui hasil pemeriksaan oleh petugas kesehatan kepada keluarga,
sehingga keluarga mampu untuk member dukungan baik moril dan materil
pada pasien. Menghargai hak ibu untuk berpartisipasi dan memperoleh
informasi yang berhubungan dengan kondisinya. Seorang tenaga kesehatan
tidak mungkin akan terus menerus mendampingi dan merawat, karenanya ibu
perlu mendapatkan informasi agar dapat merawat dengan benar. (Kuswanti,
2014)
Hasil :
Ibu dan keluarga mengerti hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
2. Memberikan konseling pra nikah tentang kesehatan reproduksi
Rasionalisasi :
Konseling pernikahan atau yang biasa disebut marriage counseling)
merupakan upaya membantu pasangan calon pengantin. Konselig pernikahan
ini dilakukan oleh konselor yang professional. Tujuannya agar mereka dapat
berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui
cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan komunikasi, agar dapat
tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan, kemandirian, dan
kesejahteraan seluruh anggota keluarganya (Willis, 2009: 165)
Hasil :
Ibu dan calon suami mengerti tentang konseling yang diberikan
3. Melakukan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan haemoglobin dan
pemeriksaan kehamilan.
Rasionalisasi :
Pemeriksaan kesehatan pranikah jenisnya bermacam-macam.Pemeriksaan
disesuaikan dengan gejala tertentu yang dialami calon pasangansecara jujur
berani dan objektif. Misalnya, pemeriksaan harus dilakukan lebihspesifik jika
dalam keluarga didapati riwayat kesehatan yang kurang baik. Namun jika
semuanya baik-baik saja, maka cukup melakukan pemeriksaan standar saja,
yaitu cek darah dan urine.Pemeriksaan hematologi rutin (darah) dan analisa
hemoglobin Pengecekan darah diperlukan khususnya untuk memastikan
calonibu tidak mengalami talasemia, infeksi pada darah dan sebagainya. Dan
pemeriksaan urine dilakukan untuk melakukan pemeriksaan kehamian.
Hasil :
Telah dilakukan pemeriksaan haemoglobin dengan hasil 9,7 gr% dan
pemeriksaan kehamilan dengan hasil negative.
4. Melakukan penyuntikan imunisasi TT (Tetanus Toksoid)
Rasionalisasi :
Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit
melalui pemberian kekebalan tubuh yang dilaksanakan secara terus menerus,
menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan
perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan. Imunisasi
Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya
pencegahan terhadap infeksi tetanus.Imunisasi TT merupakan aturan resmi
yang ditetapkan pemerintah bahkan sejak tahun 1986. Di tahun 1980-an,
tetanus menduduki peringkat teratas sebagai penyebab kematian bayi berusia
di bawah satu bulan. Meskipun kini kasus serupa itu sudah menurun,
ancamannya masih ada, sehingga perlu diwaspadai (Kemenkes, 2015).
Hasil :
Telah dilakukan imunisasi TT
5. Anjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1 bulan kemudian untuk dilakukan
imunisasi TT ke-2
Rasionalisasi :
Kunjungan ulang berfungsi sebagai informasi bahwa advis yang diberikan
memberikan hasil lebih baik/ kemajuan yang baik terhadap pasien. Dan
sebagai alat ukur pemantauan tindak lanjut berikutnya (JOGC,2015)
Hasil :
Ibu bersedia untuk melakukan kunjungan sesuai dengan jadwal yang di
tentukan.
6. Dokumentasikan hasil tindakan
Rasionalisasi : Menurut Thomas(1994cit. Mufdlillah, dkk, 2001),
dokumentasi adalah catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan,
pasien,dan tim kesehatan tentang hasil pemeriksaan, prosedur tindakan
pengobatan pada pasien, pendidikan pasien dan respon pasien terhadap semua
asuhan yang telah diberikan (Muslihatun, 2009).
Hasil :
Telah dilakukan pencatatan dalam register WUS dan kartu imunisasi TT.
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian asuhan yang telah dilakukan pada Nn. N usia 21 tahun dengan
imunisasi TT catin di PMB Siti Lailatus Zahro, Kedak, Semen, Kediri.. Penulis tertarik
untuk membahas keluhan, masalah yang ada pada asuhan pranikah dan pra konsepsi
berdasarkan asuhan yang telah diberikan. Masalah pada kasus yang dialami Nn. N ini
adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai pendidikan kesehatan reproduksi dan
anemia. Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, banyak pasangan calon
pengantin yang belum mengetahui pendidikan kesehatan tentang reproduksi. Pasangan
calon pengantin ini ingin mengetahui berbagai informasi dan pendidikan kesehatan
tentang kesehatan reproduksi. Dari data objektif dan subjektif dapat ditemukan faktor
penyebab kurangnya pengetahuan calon pengantin terhadap kesehatan reproduksi.
faktor kurangnya pengetahuan tentang pendidikan kesehatan reproduksi disebabkan
diantaranya : 1) Pengetahuan pendidikan kesehatan pra nikah dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya rendahnya strata pendidikan dan kurangnya tenaga
promosi kesehatan. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi persepsi seseorang untuk
lebih menerima ide-ide dan teknologi baru (SDKI, 1997).
Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang. Karena dapat membuat seseorang untuk lebih mudah mengambil keputusan
danbertindak. 2) Umur, menurut Singgih (1998), mengemukakan bahwa makin tua
umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan
tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat
seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu Abu Ahmadi (2001), juga
mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi
oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur
seseorang dapatberpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan
tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan
atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. 3) Pekerjaan, Pekerjaan merupakan
kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari artinya makin cocok jenis
pekerjaan yang diemban, makin tinggi pula tingkat kepuasan yang diperoleh (Hurlock,
1998).
4) Calon pengantin perempuan perlu mendapatkan dukungan dari calon
pengantin laki-laki dan keluarga, karena ini sangat berpengaruh untuk memotivasi ibu
untuk meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan reproduksi. Calon suami dan
keluarga dapat berperan aktif dalam memberikan dukungan emosional atau bantuan
praktis lainnya. 5) Kurangnya penyuluhan dan penyuluhan tidak menarik
menyebabkan kurangnya pengetahuan calon pengantin terhadap pendidikan kesehatan
reproduksi. Sehingga diperlukan penyuluhan secara menyeluruh tentang kesehatan
reproduksi dan memberikan penyuluhan yang menarik. 6) Media informasi dan sarana
penyuluhan sangat dibutuhkan saat memberikan penyuluhan. Dengan menggunakan
media informasi dan sarana dan prasarana akan lebih menarik perhatian audience saat
diberikan penyuluhan. Menurut Wied Hary (1996) informasi akan memberikan
pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang
rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya
TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang.
Kedua, masalah yang ditemukan berdasarkan hasil anamnesis calon pengantin
yaitu calon pengantin perempuan yang mengalami anemia. Dari data objektif dan
subjektif dapat ditemukan faktor penyebab anemia yaitu : 1) Pada calon pengantin
banyak faktor yang menyebabkan anemia dianataranya adalah status gizi dan riwayat
menstruasi dan riwayat penyakit. Status gizi adalah keadaan seseorang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam
jangka waktu yang lama. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik (Supariasa et al
2001). Anemia pada remaja putri disebabkan masa remaja adalah masa pertumbuhan
yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Selain itu pada masa remaja,
seseorang akan mengalami menstruasi. Menstruasi ialah perdarahan secara periodik
dan siklik dari uterus disertai pelepasan endometrium. Lama menstruasi biasanya
antara 3-5 hari dan ada yang 1-2 hari. Beberapa faktor yang mengganggu kelancaran
siklus menstruasi yaitu faktor stres, perubahan berat badan, olahraga yang berlebihan,
dan keluhan menstruasi. Panjang daur dapat bervariasi pada satu wanita selama saat-
saat yang berbeda dalam hidupnya (Affandi 1990). Anemia dapat menurunkan daya
tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi (Permaesih dan Herman 2005). Telah
diketahui secara luas bahwa infeksi merupakan faktor yang penting dalam
menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan
dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi (Thurnham & Northrop-
Clewes 2007). Kehilangan darah akibat schistosomiasis, infestasi cacing, dan trauma
dapat menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.
Angka kesakitan akibat penyakit infeksi meningkat pada populasi defisiensi besi
akibat efek yang merugikan terhadap sistem imun. Malaria karena hemolisis dan
beberapa infeksi parasit seperti cacing, trichuriasis, amoebiasis, dan schistosomiasis
menyebabkan kehilangan darah secara langsung dan kehilangan darah tersebut
mengakibatkan defisiensi besi (WHO 2001). 2) adanya dukungan dari keluarga, karena
keluarga sangat berperan penting untuk membantu mengurangi anemia pada calon
pengantin. Salah satunya dengan melibatkan keluarga untuk memotivasi calon
pengantin melakukan pengecekan haemoglobin dan memperhatikan kecukupan gizi
pada calon pengantin. 3) Ketersediaan makanan yang mengandung zat besi dapat
berpengaruh terhadap kejadian anemia pada calon pengantin. Di Indonesia,
ketidakcukupan jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola konsumsi makan
masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran sebagai sumber zat besi yang sulit
diserap.
Sementara itu, daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber zat besi yang
baik (heme iron) jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat pedesaan (Depkes
1998). 4) mengkonsumsi Fe dan makan makanan yang mengandung zat besi. Menurut
Almatsier (2001) diperkirakan hanya 5-15 persen besi makanan diabsorpsi oleh
seseorang yang berada dalam status besi baik dan jika dalam keadaan defisiensi besi,
absorpsi dapat mencapai 50 persen. Faktor bentuk besi berpengaruh terhadap absorpsi
besi. Besi heme yang terdapat dalam pangan hewani dapat diserap dua kali lipat
daripada besi nonheme.
Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme (dalam hemoglobin dan
mioglobin makanan hewani) dan besi nonheme (dalam makanan nabati). Sumber besi
nonheme yang baik diantaranya adalah kacang-kacangan. Asam fitat yang terkandung
dalam kedelai dan hasil olahannya dapat menghambat penyerapan besi. Namun karena
zat besi yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya cukup tinggi, hasil akhir
terhadap penyerapan besipun biasanya akan positif. Sayuran daun berwarna hijau
memiliki kandungan zat besi yang tinggi sehingga jika sering dikonsumsi maka akan
meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh. Beberapa jenis sayuran hijau juga
mengandung asam oksalat yang dapat menghambat penyerapan besi, namun efek
menghambatnya relatif lebih kecil dibandingkan asam fitat dalam serealia dan tanin
yang terdapat dalam teh dan kopi (Almatsier 2001). 5) Perilaku hidup sehat adalah
perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko
terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan masyarakat. Perilaku hidup sehat sangat erat kaitannya dengan
higiene perorangan (personal hygiene). Yang termasuk dalam higiene perorangan
adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan sabun dan air bersih
mampu mencegah risiko terkena diare (Anonim 2003 diacu dalam Nurwulan 2003).
Selain itu kebersihan pribadi mencakup : kebersihan kulit, rambut, mata, kuku,
hidung, telinga, mulut dan gigi, tangan dan kaki, pakaian, serta kebersihan sesudah
buang air besar dan kecil (Depkes 2004). Cuci tangan sebelum makan merupakan salah
satu faktor determinan status anemia. Sebagaimana diketahui bahwa cuci tangan
sebelum makan merupakan salah satu perilaku hidup sehat. Melalui membiasakan
mencuci tangan sebelum makan diharapkan kuman-kuman tersebut tidak turut masuk
ke dalam mulut, selanjutnya akan menyebabkan kecacingan sebab cacing di perut
sebagai pemicu terjadinya anemia. Anak yang rutin mencuci tangan ternyata
mempunyai risiko yang lebih kecil untuk terkena anemia (Irawati et al 2000).
Anemia terjadi karena kurangnya kadar haemoglobin dalam tubuh. Untuk
meningkatkan kadar haemoglobin bisa diatasi dengan cara mengkonsumsi tablet Fe
dan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, seperti sayur-sayuran hijau
dan daging merah. Karena dalam sayur-sayuran hijau dan daging merah mengandung
kadar zat besi yang tinggi. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan
Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup
tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang
lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang
memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25,
50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.
Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50
- 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat
penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.Suplementasi zat besi Pemberian
suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam
waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam
suplementasi zat besi adalah frrous sulfat.
Efek samping dari pemberian besi feroral adalah mual, ketidaknyamanan
epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Efek ini tergantung dosis yang
diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera
setelah makan atau bersamaan dengan makanan.
a. Fortifikasi zat besi Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam
bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan. Kesulitan untuk fortifikasi
zat besi adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm
bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa,
warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan yang
difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum
untuk pembuatan roti.
b. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit Penyakt infeksi dan parasit
merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan menanggulangi
penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bisa meningkatkan status
besi tubuh.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengkajian data
Data subjektif dan objektif didapatkan bahwa Nn.N umur 21 tahun
mengataan ingin imunisasi TT catin sebagai persyaratan untuk menikah. Nn.N
mengatakan belum mengetahui pendidikan kesehatan tentang kesehatan
reproduksi.
2. Analisa
Nn. N usia 21 tahun dengan imunisasi TT catin
Masalah didapatkan yaitu ibu mengatakan belum mendapatkan informasi
tentang pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi.
3. Penatalaksanaan
Berdasarkan pembahasan pengelolaan kasus pada Nn.N usia 21 tahun
dengan imunisasi TT catindapat disimpulkan bahwa ibu mengatakan belum
mengetahui tentang kesehatan reproduksi dan anemia. Penatalaksanaan untuk
mengatasi masalah tersebut yaitu penulis memberikanpenjelasan kepada ibu
tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, memberikan konseling pra
nikah tentang kesehatan reproduksi, melakukan pemeriksaan laboratorium
meliputi pemeriksaan haemoglobin dan pemeriksaan kehamilan, melakukan
penyuntiksn imunisasi TT (Tetanus Toksoid), menganjurkan ibu untuk
kunjungan ulang 1 bulan kemudian untuk dilakukan imunisasi TT ke-2.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Dengan melakukan pengelolaan kasus ini, mahasiswi diharapkan dapat
melakukan critical thinking terhadap suatu kasus yang ia temukan. Selain itu,
mahasiswi juga dituntut untuk dapat melalukan critical appartial pada beberapa
jurnal terbaru (ter-uptodate) sehingga diharapkan nantinya mahasiswi dapat
melakukan asuhan dan pemecahan masalah dengan tindakan yang telah
memiliki evidence based terutama dalam bidang kebidanan dan dapat menjadi
bahan masukan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

2. Bagi Puskesmas
Dengan melakukan pengelolaan kasus ini, dapat menjadi masukan dalam
memberikan asuhan bagi tenaga kesehatan untuk semakin meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya konseling untuk calon pengantin
3. Bagi Pendidikan
Dengan melakukan pengelolaan kasus ini, diharapkan pendidikan dapat
memberikan ilmu berdasarkan evidence based yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi (2011). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT.


Bina Pustaka.

Anwar (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

BKKBN (2017). Evaluasi Pembangunan Kependudukan dan KB BKKBN


Provinsi Jawa Tengah.

Burger HG., Hale GE., Dennersyein L., Robertson DM. (2008). Cycle
and hormone changes during perimenopause: the key role of
ovarian function. Menopause [serial online]. July/Agust; 15(4).
Available from URL HIPERLINK
http://journals.lww.com/menopausejournal/pages/articleviewer.a
spx?year= 2008&issue=15040&article=00005&type=abstract

Cherney, K. (2017). Premenopause, Perimenopause, and Menopause.

Clinic Mayo. Uterine Prolaps.( 10 April 2008). Womens Health.


http://www.stjohnsmercy.org/healthinfo/adult/urology/cystocel.asp.diu
nduh ( 16 Agustus 2019 )

Delamater, L. & Santoro, N. (2018). Management of the


Perimenopause. Clin Obstet Gynecol., 61(3), pp. 419-432.

Depag RI (2010). Tugas-tugas Pejabat Pencatat Nikah Bimbingan Masyarakat


Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI. Jakarta: 2010

Depag RI (2013). Tanya Jawab Seputar Keluarga Sakinah, Jawa Tengah.


JawaTengah: 2013

Dinas Kesehatan Kota Sragen (2015). Profil Kesehatan Kabupaten Sragen


pada Tahun 2015. Sragen: 2015

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2017). Profil Kesehatan Jawa Tengah
pada tahun 2017. Jawa Tengah : 2017
Faris, et al. (2017). Hot Flash Causes and How to Treat Them. WebMD (2018).
Perimenopause. Healthline.

Fernandez-Alonzo, Ana M., Jose L Cuadros, Peter Chedraul, Marcela


Mendoza, Angela M Cuadros, Faustino R Perez-Lopez. (2010).
Obesity is related to increased menopausal symptoms among
Spanish women. Menopause International [serial online]; 16: 105-
110. DOI: 10.1258/min.2010.010029. Available from: URL:
HIPERLINK http://www.unizar.es/gine/Obesity- Kup.pdf

Freeman, Ellen W., Mary D Sammel, Hui Lin, Clarisa R Grasia. (2010).
Obesity and reproductive hormone levels in the transition to
menopause. Menopause [serial online] July; 17(4): 718-726.
Doi:10.1097/gme.0b013e3181cec85d. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2888623/pdf/nihms
181076. pdf

Hainers, C.J., and Lucdicke, F. (2008). Contraception in the


perimenopause (First Consensus Meeting on Menopause in the
East Asia Region) [cited september 4, 2008]. Geneva Foundation
for Medical Education and Research. Available at:
http://www.gfmer.ch/Books/bookmp/52.htm

Handayani S (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:


Pustaka Rihama.

Hartanto (2010). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan.

Healthline Cunningham, F. Gary, et all. (2008). Williams Gynecology. New


York: Mc Graw Hill Medical. Page; 468-489

Hidayat (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta:


Salemba Medika.

Illie G dan Ciocoiu CN (2010). Application of fishbone diagram to determine


the risk of an event with multiple causes management research and
practice, vol. 2 Issue 1, 1-20

Imayama I, Alfano CM, Kong A, et al. Dietary weight loss and exercise
interventions effects on quality of life in overweight/obese
postmenopausal women: a randomized controlled trial. Int J Behav Nutr
Phys Act 2011;8:118

Jing Zhang, M. (2014). Effects of physical exercise on health-related quality of


life and blood lipids in perimenopausal women: a randomized placebo-
controlled trial. Menopause: The Journal of The North American
Menopause Society, 21(12), 1269-1276.

Kaviani et all (2013). Comparing the effects of tranexamic acid and mefenamic
acid in IUD-induced menorrhagia: randomized control trial. IJCBNM
1(4): 216-223.

Kumalasari dan Andhyantoro (2012). Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa


Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Majid NK (2013). Tentang kontrasepsi IUD di desa Donoyudan kecamatan


Kalijambe kabupaten Sragen. Skripsi. UMS

Manuaba (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.

Marethiafani, Fajriana dkk. (2013). Sindroma Perimenopause pada


Akseptor Kontrasepsi progesterone, Kombinasi, dan Non-
hormonal. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. Volume 1 Nomor 2.

Marethiafani, Fajriana dkk. (2013). Sindroma Perimenopause pada


Akseptor Kontrasepsi progesterone, Kombinasi, dan Non-
hormonal. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. Volume 1 Nomor
2.

Marret H et all (2010). Clinical practice guidelines on menoorhagia:


management of abnormal uterine bleeding before menopause. Er J Obstet
Gynecol Reprod Biol 152: 133-7.

Mayo Clinic. (2016). Diseases and Conditions. Perimenopause.

Mc. Neeley. G.S. et al. ( Desember 2008 ). Gynecology and Obstetrics.


PelvicRelaxation Syndrome.

Mochtar (2011). Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi Jilid 2. Jakarta: EGC.

Muchtar R. Kelainan dalam letak alat-alat genital. Dalam: Prawirohardjo,


1991:360-374

Musnamar, Thohari Musnamar (2010). Dasar-dasar Konseptual Bimbingan


dan Konseling Islam. Yogyakarta: 2013.
Novi, Joseph M., Helen L. Ross. (2009). Perimenopause. New York:
Informa Health Care. Page; 13

Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Obstetri dan Ginekologi. FK UH. Makassar

Pendit (2014). Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Halaman: 96, 128-130,
204,205, 535-572

Proverawati, A. (2010) ‘Menopause dan Sindrom Pre Menopause’.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Putri dan Dwita (2016). Efektivitas IUD sebagai alat kontrasepsi. Majority 5
(4): 138-141.

Rahman, Syed Alwi Syed Abdul., Siti Rubiah Zainuddin, Verna Lee Kar
Mun. (2010). Assesment of menopausal symptoms using
modified menopause reting scale (mrs) among middle age
women in Kuching, Sarawmak, Malaysia. Asia Pacific Family
Medicine [serial oline]; 9(5). Available from: URL: HIPERLINK
http://www.apfmj.com/content/9/1/5

Rofi’ah, Siti dkk. (2019). Konseling dalam Upaya Menurunkan


Kecemasan Wanita Perimenopause. Jurnal Jendela Inovasi
Daerah. Volume II No. 1Hal. 38-54.
S. Xi, L. M. (2017). Effect of health education combining diet and exercise supervision
in Chinese women with perimenopausal symptoms: a randomized controlled
trial. CLIMACTERIC, 20(02), 151-156.

Saifuddin (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:


YBSP.

Saminem (2010). Dokumentasi Kebidanan Konsep dan Praktik. Jakarta: EGC.

Santoro, N. (2016). Perimenopause: From Research to Practice. J Womens


Health (Larchmt). 25(4), pp. 332–339.

Sarsawita. (2017). ‘Hubungan Pengetahuan , Sikap Tentang


Menopause Dengan Kesiapan Menghadapi Menopause Di
Puskesmas Pekanbaru’, Journal Endurance, 2(2), pp. 117–123.
doi: http://doi.org/10.22216/jen.v2i2.1853.

SDKI (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: 2012

S, Saifuddin AB. Ed. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Suheimi K.H.dr. (16 Agustus 2019). Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan.

Sulistyawati (2013). Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba


Medika.

The North American Menopause Society. (2019). Menopause 101: A Primer


for The Perimenopausal.

Tyas (2015). Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien menometroraghia yang


diberikan KIE dan tidak diberikan KIE di RS dr. Soetarto Yogyakarta.
Skripsi. Stikkes Aisyiyah Yogyakarta.

Varney (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: EGC

Walutyo, S. and Putra, B. M. (2010). 100 Questions & Answers : Menopause


atau Mati Haid. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Winkjosastro H.dr. Ilmu Kandungan. Kelainan letak-letak alat-alat genital. Edisi


kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2007. Hal.
421.

Wiknjosastro (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Yuhedi (2013). Buku Ajar Kependudukan dan Pelayanan KB. Jakarta: EGC.

Zannah IR, Ida M (2011). Gambaran keluhan-keluhan akibat penggunaan alat


kontrasepsi IUD pada akseptor KB IUD. FIK-UNPAD
Lembar Kerja EBM (Evidence Based Medicine)

Pengaruh Pendidikan Pranikah Terhadap Kesiapan Menghadapi Kehamilan


Pertama Pada Calon Pengantin Putri Di Kua Kecamatan
Kalasan Sleman Yogyakarta
2013

1. Apakah hasil penelitian valid?

Apakah pasien pada YA


penelitian dirandomisasi? Alasan :
Pada penelitian ini pengampilan sampel
dilakukan secara acidental sampling
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dan
jenis penelitian ini merupakan penelitian kasus-
kontrol.
Bukti :
METODE PENELITIAN
Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah accidental
sampling, dengan kriteria inklusi bersedia
menjadi responden, bersedia mengikuti
pendidikan pranikah di KUA Kalasan pada
periode penelitian, belum pernah hamil/tidak
sedang hamil, dan belum menikah pada saat
dilakukan penelitian.
Apakah cara melakukan Tidak
randomisasi dirahasiakan? Alasan :
Semua sampel diperlakukan dengan sama.
Apakah follow-up kepada Tidak
pasien cukup panjang dan Alasan :
lengkap? Peneliti melakukan penelitian 20 Maret 2013
Bukti :Responden dalam penelitian ini adalah
calon pengantin putri yang mengikuti
pendidikan pranikah di KUA Kecamatan
Kalasan pada tanggal 20 Maret 2013
Apakah pasien dianalisis Tidak
di dalam grup perlakuan Alasan :
dan kontrol? Pasien dianalisis di dalam kelompok yang sama
dengan perlakuan yang sama
Bukti :
Penelitian ini menggunakan rancangan pre
eksperimen (pre experimental design) dengan
desain one group pre test-post test.
Apakah pasien, klinisi, dan Ya
peneliti blind terhadap Alasan :
terapi? Pada penelitian ini peneliti tidak membedakan
perlakuannya
Apakah grup pasien Ya
diperlakukan sama, selain Alasan :
dari terapi yang diberikan? Subjek penelitian diperlakukan sama.
Apakah karakteristik grup Ya
pasien sama pada awal Alasan :
penelitian, selain dari Pasien memiliki karakteristik yang sama
terapi yang diberikan? Bukti :
kriteria inklusi bersedia menjadi responden,
bersedia mengikuti pendidikan pranikah di KUA
Kalasan pada periode penelitian, belum pernah
hamil/tidak sedang hamil, dan belum menikah
pada saat dilakukan penelitian.

2. Apakah hasil penelitian penting?

Seberapa Penting
penting hasil Alasan :
penelitian ini? Dengan penelitian ini, kita dapat mengetahui bagaimana
pengaruh pendidikan pranikah terhadap kesiapan
menghadapi kehamilan pertama pada calon pengantin putri
Seberapa tepat Tepat
estimasi dari Alasan :
efek terapi? Penelitian membuktikan Berdasarkan hasil uji peringkat
bertanda Wilcoxon, diperoleh p- value 0,001 (<0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
pendidikan pranikah terhadap kesiapan dalam menghadapi
kehamilan pertama pada calon pengantin putri di KUA
Kecamatan Kalasan, Sleman

3. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?

Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?


Apakah karakteristik pasien Tidak
kita sangat berbeda Alasan :
dibandingkan pasien pada Karakteristik pasien kita tidak berbeda
penelitian sehingga hasilnya dengan subjek atau responden pada
tidak dapat diterapkan? penelitian. Sehingga hasil penelitian ini dapat
diterapkan pada pasien kita.
Apakah hasilnya mungkin Ya
dikerjakan di tempat kerja Alasan :
kita? Tenaga kesehatan yang kita miliki di tempat
kerja kita memiliki keterampilan untuk
memberikan terapi tersebut.
Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini?
Apakah kita dan pasien kita Dengan adanya telaah jurnal ini, kita
mempunyai penilaian yang memiliki penilaian yang jelas bahwa
jelas dan tepat akan value pemberian pendidikan pranikah berpengaruh
dan preferensi pasien kita? dalam kesiapan kehamilan. Tetapi untuk
value dan preferensi pasien dikembalikan
kepada pasien tersebut.
Apakah value dan preferensi Seperti yang telah di jelaskan, semua pilihan
pasien kita dipenuhi dengan dikembalikan lagi kepada pasien, apakah
terapi yang akan kita pasien cocok dengan terapi yang diberikan
berikan? atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai