Pendahuluan
Kesehatan Reproduksi adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam
segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (Konferensi International
Kependudukan dan Pembangunan, 1994).
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan reproduksi:
a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah
dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat
tinggal yang terpencil);
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada
kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi
reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang
lain, dsb);
c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli
kebebasannya secara materi, dsb);
d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular
seksual, dsb).
Cara Meningkatkan Pemahaman Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
Pengaruh dari faktor yang dapat memperburuk kesehatan reproduksi remaja dapat
dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi
wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan
kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang
terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
1. Hubungan harmonis dengan keluarga
Kedekatan dengan kedua orangtua merupakan hal yang berpengaruh dengan perilaku
remaja. Remaja dapat berbagi dengan kedua orangtuanya tentang masalah keremajaan yang
dialaminya. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling dini bagi seorang anak sebelum
ia mendapatkan pendidikan di tempat lain. Remaja juga dapat memperoleh informasi yang benar
dari kedua orangtua mereka tentang perilaku yang benar dan moral yang baik dalam menjalani
kehidupan. Di dalam keluarga juga, remaja dapat mengetahui hal-hal yang perlu dilakukan dan
yang harus dihindari. Orang tua juga dapat memberikan informasi awal tentang menjaga
kesehatan reproduksi bagi seorang remaja
Kondisi keluarga yang kondusif, khususnya komunikasi yang baik serta penekanan yang
kuat dan peluang yang besar bagi tiap-tiap anggotanya untuk mengembangkan diri akan memberi
dukungan positif bagi terbentuknya kemampuan penaggulangan masalah yang konstruktif
sehingga remaja diharapkan mampu mengatasi permasalahannya secara efektif. (Rayini,1996)
2. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program KRR adalah suatu program untuk memfasilitasi terwujudnya Tegar Remaja, yaitu
remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko TRIAD (Seksualitas, Napza, HIV dan AIDS)
menunda usia pernikahan, bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta
menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya.
Tegar Remaja adalah remaja-remaja yang menunda usia pernikahan, berperilaku sehat,
terhindar dari resiko Seksualitas, Napza, HIV dan AIDS, , bercita-cita mewujudkan Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera dan menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman
sebayanya.
Program Pendewasaan Usia Perkawinan didalam pelaksanaannya telah diintegrasikan
dengan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang merupakan salah satu program
pokok Pembangunan Nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM 2004- 2009). Arah kebijakan Program Kesehatan Reproduksi Remaja adalah
mewujudkan Tegar Remaja dalam rangka Tegar Keluarga untuk mencapai Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera.
3. PIK (Pusat Informasi dan Konseling)
Tidak hanya terfokus pada konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS.
Dalam Pusat Informasi dan Konseling ini diharapkan mampu merangkul remaja dalam
menghadapi perubahan yang terjadi.
Agar dapat tercapai pendekatan kepada remaja Pusat Informasi dan Konseling
diselenggarakan sesuai dengan minat remaja yang dinamis. Contohnya pemberian informasi
dengan menggunakan media yang menarik bagi remaja. Ini diharapkan dapat memberikan
dampak positif dalam perkembangan kognitif remaja mengenai reproduksi.
Perilaku remaja tidak akan berubah jika makna dan manfaat perubahan perilaku tersebut
tidak dimengerti terlebih dahulu. Jadi, langkah pertama adalah meningkatkan kepedulian remaja
dan menciptakan kepedulian sekolah dan menciptakan peminatan keluarga akan materi
pelayanan kesehatan reproduksi.
4. Akses terhadap Pendidikan Kesehatan
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi sehingga
remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan hal hal yang seharusnya dihindari.
Remaja mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi
dan informasi tersebut harus berasal dari sumber yang terpercaya. Agar remaja mendapatkan
informasi yang tepat, kesehatan reproduksi remaja hendaknya diajarkan di sekolah lin.
Hal-hal yang diajarkan di dalam kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja
mencakup tentang tumbuh kembang remaja, organ organ reproduksi, perilaku berisiko, Penyakit
Menular Seksual (PMS). Dengan mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja secara benar,
kita dapat menghindari dilakukannya hal-hal negatif oleh remaja.
5. Dukungan Media Massa
Media massa baik cetak maupun elektronik mempunyai peranan yang cukup berarti untuk
memberikan informasi tentang menjaga kesehatan khususnya kesehatan reproduksi remaja.
Dengan adanya artikel-artikel yang dibuat dalam media massa, remaja akan mengetahui hal-hal
yang harus dilakukan dan dihindari untuk menjaga kesehatan reproduksinya.
Pelayanan kesehatan juga berperan dalam memberikan tindakan preventif dan tindakan
kuratif. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit, klinik, posyandu, dan
tempat-tempat lain yang memungkinkan.
Dengan akses yang mudah terhadap pelayanan kesehatan, remaja dapat melakukan
konsultasi tentang kesehatannya khususnya kesehatan reproduksinya dan mengetahui informasi
yang benar tentang kesehatan reproduksi. Remaja juga dapat melakukan tindakan pengobatan
apabila remaja sudah terlanjur mendapatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan organ
reproduksinya seperti penyakit menular seksual.
Kesimpulan
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada
perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi
wanita dan 25 tahun bagi pria.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh dalam mencapai program pendewasaan usia
perkawinan adalah dengan cara peningkatan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi
remaja dan menjadikan remaja mitra dalam memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi
melalui program PIK KRR di sekolah.
Cara peningkatan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi dimulai dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang tentunya mendapat dukungan dari
pemerintah demi terwujudnya remaja yang berkualitas dan produktif.
Referensi
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1457-menkes-kemkes-perhatikan-
kesehatan-perempuan-muda.html diakses tanggal 29 Mei 2011
· “Separuh Dari 63 Juta Jiwa Remaja Di Indonesia Rentan Berprilaku Tidak Sehat “
http://beritasore.com/2010/07/05/separuh-dari-63-juta-jiwa-remaja-di-indonesia-rentan-
berprilaku-tidak-sehat/ diakses tanggal 29 mei 2011
· Harahap, Juliandi. KESEHATAN REPRODUKSI. 2003. ©Digitized by USU digital library
· Dinas Pendidikan Kabupaten Jepara. 2002. “Remaja, Kesehatan Reproduksi dan Pendewasaan
Usia Perkawinan bacaan siswa SLTP,SMU,SMK.” Jepara: Bagian Proyek KRR
· Dahesihsari, Rayini. 1996. “ Keluarga sebagai Pondasi Ketahanan Ramaja dalam
Menggulangi Masalah.”Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya
· BKKBN.2008. “ Pendewasaan Usia Perkawinan Dan Hak-Hak Reproduksi Bagi Remaja
Indonesia.” Jakarta
· Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 Tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera Presiden Republik Indonesia,