Anda di halaman 1dari 9

MENINGKATKAN PENGETAHUAN REMAJA (GENRE) TENTANG KESEHATAN

REPRODUKSI DENGAN CARA PEMBERIAN PEMAHAMAN PENDEWASAAN USIA


PERKAWINAN (PUP)

Pendahuluan

Menurut prof.Dr.Syamsu yusuf LN Keluarga merupakan merupakan pertama dan utama


bagi anak,oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangat lah
dominan.dalam hal ini,orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuh
kembangkan fitrah beragama anak.Tentunya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas diperlukan lingkungan keluarga yang mendukung baik secara materil maupun
spiritual. Menurut PP No.21 tahun 1994 Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material
yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras,
dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Membangun sebuah keluarga sesuai impian tidaklah mudah. Diperlukan kesiapan yang
berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial
dan ekonomi agar tidak menimbulkan masalah dari segi kesehatan dan kependudukan. Masalah
kependudukan timbul disaat laju pertumbuhan manusia di Indonesia meningkat setiap tahunnya.
Tentunya kalau semua keluarga produktif tidak akan memberatkan pemerintah, akan tetapi
sebagian besar keluarga di Indonesia masih memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah yang
semakin membuat pemerintah memutar kepala untuk menekan laju pertumbuhan penduduk.
Pemerintah melalui Kementrian kesehatan telah berupaya keras untuk menekan laju
pertumbuhan penduduk. Hal ini dapat dilihat dari gencarnya program Keluarga Berencana.
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
Hal ini bisa diwujudkan dengan pendekatan kepada remaja agar mau mendewasakan usia
perkawinan mengingat bahaya kesehatan yang timbul akibat belum matangnya organ reproduksi
dan tingkat emosi yang cenderung labil.
Tinjauan pustaka
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, pernikahan dini dan eksperimentasi
seksual pada usia dini merupakan masalah yang terjadi di Indonesia. Masalah ini harus
diselesaikan dengan pengembangan program khusus untuk kaum muda dalam hal kesehatan,
pendidikan dan pendidikan seksual.
Menurut Menkes, data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa perempuan muda di Indonesia
dengan usia 10-14 tahun menikah pada tahun 2010 sebanyak 0.2 persen. Meskipun proporsi
kecil, namun hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di
Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 yang menikah lebih besar
jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun, yaitu 11,7 persen dibandingkan
dengan 1,6 persen. Selain itu, diantara kelompok umur perempuan 20-24 tahun - lebih dari 56,2
persen sudah menikah.
Angka statistik pernikahan dini --dengan pengantin berumur di bawah 16 tahun-- secara
nasional mencapai lebih dari seperempat. Bahkan di beberapa daerah sepertiga, dari pernikahan
yang terjadi, tepatnya di Jawa Timur 39,43%; Kalimantan Selatan 35,48%; Jambi 30,63%; Jawa
Barat 36% . Di banyak daerah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak
perempuan mendapat haid pertama. Padahal pernikahan dini berarti mendorong remaja untuk
menerabas alur tugas perkembangannya, menjalani peran sebagai dewasa tanpa memikirkan
kesiapan fisik, mental dan sosial si pengantin.
Hasil data SDKI tahun 2007 menunjukan median usia kawin pertama berada pada usia
19,8 tahun sementara hasil SDKI 2002-2003 menunjukan angka 19,2 tahun. Angka ini
mengindikasikan bahwa separuh dari pasangan usia subur di Indonesia menikah dibawah usia 20
tahun. Lebih lanjut data SDKI 2007 menunjukkan bahwa angka kehamilan dan kelahiran pada
usia muda (< 20 tahun) masih sekitar 8,5%. Angka ini turun dibandingkan kondisi pada SDKI
2002-2003 yaitu 10,2%. ( CERIA : 2008)
Selain melalui teman sebaya sumber informasi utama remaja tentang kesehatan reproduksi
pada umumnya adalah media massa ( cetak dan elektronik). Paparan informasi seksual melalui
media massa tidak begitu banyak memberikan kontribusi positif bagi remaja ( Mohamad, 1990
dalam Ida Ayu). Tidak jarang informasi yang yang diperoleh hanya berupa alternatif pemecahan
masalah bagi mereka yang pernah mempunyai masalah kesehatan reproduksi, seperti konsultasi
seksologi di beberapa majalah atau koran.
Salah satu cara untuk mencapai program pendewasaan usia perkawinan adalah melalui
pendekatan kepada remaja. Sebab remaja di indonesia cenderung mendapatkan pengetahuan
tentang seks dengan cara mereka sendiri. Dengan berbagai fasilitas yang dimilikinya pergaulan
remaja sudah semakin luas dan semakin bebas. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi
pengetahuan dan wawasan mereka, termasuk dalam bidang kesehatan reproduksi.
Pendewasaan Usia Perkawinan
Remaja (Adolescent) adalah penduduk usia 10–19 tahun (WHO), Pemuda (Youth) adalah
penduduk usia 15-24 tahun (UNFPA), Orang Muda (Young people) adalah penduduk usia 10–24
tahun (UNFPA dan WHO), Generasi Muda (Young Generation) adalah penduduk usia 12-24
tahun (World Bank), Remaja sebagai sasaran program KRR adalah penduduk usia 10- 24 tahun
yang belum menikah.
Pernikahan adalah ikatan lahir batin sepasang pria dan wanita untuk membentuk keluarga
yang kekal, yang dilakukan berdasarkan aturan agama yang dianut dan dicatat oleh pejabat yang
berwenang.
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada
perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi
wanita dan 25 tahun bagi pria. PUP bukan sekedar menunda sampai usia tertentu saja tetapi
mengusahakan agar kehamilan pertamapun terjadi pada usia yang cukup dewasa. Bahkan harus
diusahakan apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka penundaan
kelahiran anak pertama harus dilakukan.
Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah memberikan pengertian dan
kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat
mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga kesiapan fisik,
mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran.
Menurut PP No 21 Tahun 1994 Usia ideal perkawinan dipertimbangkan dengan
memperhatikan faktor-faktor antara lain:
a. kesiapan fisik dan mental seseorang dalam membentuk keluarga
b. kemandirian sikap dan kedewasaan perilaku seseorang;
c. derajat kesehatan termasuk reproduksi sehat;
d. pengetahuan tentang perencanaan keluarga sejahtera;
e. peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu pernikahan itu memiliki tanggung jawab yang dapat dilihat dari berbagai aspek.
Ada tanggung jawab moril, mental sosial dan ekonomi. Seorang yang sudah berumah tangga
tidak boleh mengabaikan tanggung jawab itu, karena itu untuk mempersiapkan itu semua
dibutuhkan kesiapan mental dan materil dalam membangun sebuah rumah tangga.
Dalam Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 remaja
berpendapat usia ideal menikah bagi perempuan adalah 23,1 tahun. Sedangkan usia ideal
menikah bagi pria 25,6 tahun terdapat kenaikan jika dibandingkan dengan hasil SKRRI 2002-
2003 yaitu remaja berpendapat usia ideal menikah bagi perempuan 20,9 tahun. Sedangkan usia
ideal menikah bagi pria 22,8 tahun. (CERIA,2008)
Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan Kelahiran anak yang baik, adalah apabila
dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia 20 tahun. Kelahiran anak, oleh seorang ibu
dibawah usia 20 tahun akan dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak yang bersangkutan.
Oleh sebab itu sangat dianjurkan apabila seorang perempuan belum berusia 20 tahun untuk
menunda perkawinannya. Apabila sudah terlanjur menjadi pasangan suami istri yang masih
dibawah usia 20 tahun, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan.(CERIA,2008)
Beberapa alasan medis secara objektif dari perlunya penundaan usia kawin pertama dan
kehamilan pertama bagi istri yang belum berumur 20 tahun adalah sebagai berikut:
a) Kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan risiko
kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifas serta bayinya.
b) Kemungkinan timbulnya risiko medik sebagai berikut:
·         Keguguran
·         Preeklamsia (tekanan darah tinggi, cedema,proteinuria)
·         Eklamsia (keracunan kehamilan)
·         Timbulnya kesulitan persalinan
·         Bayi lahir sebelum waktunya
·         Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
·         Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)
·         Fistula Retrovaginal ( keluarnya gas dan feses/tinja ke vagina)
·         Kanker leher rahim
Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang
utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan
dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Kesehatan Reproduksi adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam
segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (Konferensi International
Kependudukan dan Pembangunan, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja yaitu: kebersihan alat-alat


genital, akses terhadap pendidikan kesehatan, hubungan seksual pranikah, penyakit menular
seksual (PMS), pengaruh media massa, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang
terjangkau, dan hubungan yang harmonis antara remaja dengan keluarganya.

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan reproduksi:
a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah
dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat
tinggal yang terpencil);
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada
kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi
reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang
lain, dsb);
c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli
kebebasannya secara materi, dsb);
d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular
seksual, dsb).
Cara Meningkatkan Pemahaman Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
Pengaruh dari faktor yang dapat memperburuk kesehatan reproduksi remaja dapat
dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi
wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan
kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang
terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
1.    Hubungan harmonis dengan keluarga

Kedekatan dengan kedua orangtua merupakan hal yang berpengaruh dengan perilaku
remaja. Remaja dapat berbagi dengan kedua orangtuanya tentang masalah keremajaan yang
dialaminya. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling dini bagi seorang anak sebelum
ia mendapatkan pendidikan di tempat lain. Remaja juga dapat memperoleh informasi yang benar
dari kedua orangtua mereka tentang perilaku yang benar dan moral yang baik dalam menjalani
kehidupan. Di dalam keluarga juga, remaja dapat mengetahui hal-hal yang perlu dilakukan dan
yang harus dihindari. Orang tua juga dapat memberikan informasi awal tentang menjaga
kesehatan reproduksi bagi seorang remaja
Kondisi keluarga yang kondusif, khususnya komunikasi yang baik serta penekanan yang
kuat dan peluang yang besar bagi tiap-tiap anggotanya untuk mengembangkan diri akan memberi
dukungan positif bagi terbentuknya kemampuan penaggulangan masalah yang konstruktif
sehingga remaja diharapkan mampu mengatasi permasalahannya secara efektif. (Rayini,1996)
2.    Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program KRR adalah suatu program untuk memfasilitasi terwujudnya Tegar Remaja, yaitu
remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko TRIAD (Seksualitas, Napza, HIV dan AIDS)
menunda usia pernikahan, bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta
menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya.
Tegar Remaja adalah remaja-remaja yang menunda usia pernikahan, berperilaku sehat,
terhindar dari resiko Seksualitas, Napza, HIV dan AIDS, , bercita-cita mewujudkan Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera dan menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman
sebayanya.
Program Pendewasaan Usia Perkawinan didalam pelaksanaannya telah diintegrasikan
dengan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang merupakan salah satu program
pokok Pembangunan Nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM 2004- 2009). Arah kebijakan Program Kesehatan Reproduksi Remaja adalah
mewujudkan Tegar Remaja dalam rangka Tegar Keluarga untuk mencapai Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera.
3.    PIK (Pusat Informasi dan Konseling)
Tidak hanya terfokus pada konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS.
Dalam Pusat Informasi dan Konseling ini diharapkan mampu merangkul remaja dalam
menghadapi perubahan yang terjadi.
Agar dapat tercapai pendekatan kepada remaja Pusat Informasi dan Konseling
diselenggarakan sesuai dengan minat remaja yang dinamis. Contohnya pemberian informasi
dengan menggunakan media yang menarik bagi remaja. Ini diharapkan dapat memberikan
dampak positif dalam perkembangan kognitif remaja mengenai reproduksi.
Perilaku remaja tidak akan berubah jika makna dan manfaat perubahan perilaku tersebut
tidak dimengerti terlebih dahulu. Jadi, langkah pertama adalah meningkatkan kepedulian remaja
dan menciptakan kepedulian sekolah dan menciptakan peminatan keluarga akan materi
pelayanan kesehatan reproduksi.
4.    Akses terhadap Pendidikan Kesehatan
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi sehingga
remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan hal hal yang seharusnya dihindari.
Remaja mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi
dan informasi tersebut harus berasal dari sumber yang terpercaya. Agar remaja mendapatkan
informasi yang tepat, kesehatan reproduksi remaja hendaknya diajarkan di sekolah lin.
Hal-hal yang diajarkan di dalam kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja
mencakup tentang tumbuh kembang remaja, organ organ reproduksi, perilaku berisiko, Penyakit
Menular Seksual (PMS). Dengan mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja secara benar,
kita dapat menghindari dilakukannya hal-hal negatif oleh remaja.
5.    Dukungan Media Massa

Media massa baik cetak maupun elektronik mempunyai peranan yang cukup berarti untuk
memberikan informasi tentang menjaga kesehatan khususnya kesehatan reproduksi remaja.
Dengan adanya artikel-artikel yang dibuat dalam media massa, remaja akan mengetahui hal-hal
yang harus dilakukan dan dihindari untuk menjaga kesehatan reproduksinya.

6.    Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan Reproduksi

Pelayanan kesehatan juga berperan dalam memberikan tindakan preventif dan tindakan
kuratif. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit, klinik, posyandu, dan
tempat-tempat lain yang memungkinkan.
Dengan akses yang mudah terhadap pelayanan kesehatan, remaja dapat melakukan
konsultasi tentang kesehatannya khususnya kesehatan reproduksinya dan mengetahui informasi
yang benar tentang kesehatan reproduksi. Remaja juga dapat melakukan tindakan pengobatan
apabila remaja sudah terlanjur mendapatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan organ
reproduksinya seperti penyakit menular seksual.
Kesimpulan
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada
perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi
wanita dan 25 tahun bagi pria.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh dalam mencapai program pendewasaan usia
perkawinan adalah dengan cara peningkatan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi
remaja dan menjadikan remaja mitra dalam memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi
melalui program PIK KRR di sekolah.
Cara peningkatan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi dimulai dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang tentunya mendapat dukungan dari
pemerintah demi terwujudnya remaja yang berkualitas dan produktif.

Referensi

·         MENKES: KEMKES PERHATIKAN KESEHATAN PEREMPUAN MUDA

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1457-menkes-kemkes-perhatikan-
kesehatan-perempuan-muda.html diakses tanggal 29 Mei 2011
·         “Separuh Dari 63 Juta Jiwa Remaja Di Indonesia Rentan Berprilaku Tidak Sehat “
http://beritasore.com/2010/07/05/separuh-dari-63-juta-jiwa-remaja-di-indonesia-rentan-
berprilaku-tidak-sehat/ diakses tanggal 29 mei 2011

·         “Remaja Indonesia Masih Sangat Membutuhkan Informasi Kesehatan Reproduksi”


http://www.kesrepro.info/?q=node/407 diakses tanggal 29 Mei 2011

·         “Definisi Kesehatan Reproduksi Remaja” http://www.kesrepro.info/?q=node/380


diakses tanggal 29 Mei 2011

·         Harahap, Juliandi. KESEHATAN REPRODUKSI. 2003. ©Digitized by USU digital library

·         Dinas Pendidikan Kabupaten Jepara. 2002. “Remaja, Kesehatan Reproduksi dan Pendewasaan
Usia Perkawinan bacaan siswa SLTP,SMU,SMK.” Jepara: Bagian Proyek KRR

·         Dahesihsari, Rayini. 1996. “ Keluarga sebagai Pondasi Ketahanan Ramaja dalam
Menggulangi Masalah.”Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya

·         BKKBN.2008. “ Pendewasaan Usia Perkawinan Dan Hak-Hak Reproduksi Bagi Remaja
Indonesia.” Jakarta

·         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 Tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera Presiden Republik Indonesia,

Anda mungkin juga menyukai