Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NN. I USIA 30 TAHUN DAN TN. J USIA 32 TAHUN


CALON PENGANTIN DENGAN PERENCANAAN KEHAMILAN DI
WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS NGARGOYOSO

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan Remaja, Pra


Konsepsi dan Keluarga Berencana dan Komunitas
Program Studi Profesi Bidan

Disusun oleh:
Nama : Nurlina Faradita
NIM : P27224020402
Kelas : Profesi Kebidanan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021

257
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, AKI
di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya, yaitu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
kesepakatan global Sustainable Development Goals (SDGs) menargetkan
AKI di Indonesia dapat turun menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2030. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh
dari target SDGs sehingga perlu upaya yang lebih besar untuk menurunkan
AKI agar mencapai target SDGs di tahun 2030. (Kemenkes, 2015)
Adapun jumlah AKI di di Jawa Tengah tahun 2016 adalah 602 kasus atau
109,65 per 100.000 merupakan tertinggi di Jawa Timur (Dinkes Prov.
Jateng, 2016).
Dalam Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2016
disebutkan penyebab utama kematian ibu adalah hipertensi dalam
kehamilan, perdarahan dan Infeksi. Salah satu faktor risiko eklampsia adalah
kehamilan pertama atau primipara (Prawirohardjo, 2013). Kehamilan pertama
merupakan pengalaman pembentukan kehidupan yang membawa
perubahan sosial dan psikologis yang besar bagi seorang perempuan.
Menurut Newman (2011), beberapa perempuan merasa sangat senang
menghadapi kehamilan, sedangkan yang lain mengalami kecemasan.
Kemampuan seorang perempuan untuk beradaptasi saat kehamilan
pertama tergantung pada kesiapan yang dimilikinya. Apabila seorang
perempuan belum siap menghadapi kehamilan, dapat menyebabkan
kecemasan lebih lanjut sehingga meningkatkan hormon adrenalin yang
kemungkinan berdampak buruk pada outcome persalinan (Wulandari,
2010). Outcome persalinan yang dimaksud diantaranya dijelaskan dalam
penelitian Tudiver (2009), bahwa kegagalan dalam adaptasi dan persiapan
sebelum hamil dapat mempersulit masa kehamilan dan persalinan,

258
menyebabkan depresi post partum, serta meningkatkan perilaku kekerasan
pada anak yang dilahirkan.
Penelitian Varney (2007) menyebutkan bahwa apabila pelayanan
kesehatan dan persiapan dilakukan setelah masa konsepsi, kemungkinan
akan mengakibatkan keterlambatan dalam mencegah kecacatan janin,
kejadian bayi berat lahir rendah, dan kematian janin.
Berbagai penelitian sudah sejak lama membuktikan mengenai
manfaat persiapan pranikah dalam membantu pasangan membangun
hubungan jangka panjang yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan
anak (Hawkins, et al, 2015). Kesiapan menikah terdiri atas kesiapan
emosi, sosial, spiritual, peran, usia, seksual, dan finansial (Sari, dkk,
2013). Salah satu indikasi bahwa calon pengantin yang sehat adalah
dengan kesehatan reproduksinya berada pada kondisi yang baik
(Kemenkes, 2015). Dengan kesehatan reproduksi yang telah disiapkan
semenjak pranikah dapat menurunkan kehamilan tidak diinginkan dan juga
mengurangi adanya kelainan yang terjadi pada saat hamil, bersalin,
maupun nifas. Oleh karena itu, program persiapan pranikah menjadi
penting dalam perencanaan kehamilan. Dengan demikan, bidan sebagai
ujung tombak kesehatan ibu dan anak memiliki peran penting dalam
memberikan edukasi tetang perencanaan kehamilan pada calon pengantin
dalam asuhan kebidanan pranikah.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan pranikah pada calon pengantin dengan perencanaan
kehamilan menggunakan pola pikir manajemen kebidanan serta
mendokumentasikan hasil asuhannya dalam bentuk SOAP.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu dengan benar :

259
a. Menjelaskan mengenai teori dan konsep dasar asuhan pranikah
pada calon pengantin dengan perencanaan kehamilan.
b. Mengintegrasikan teori dan manajemen asuhan kebidanan serta
mengimplementasikannya pada kasus yang dihadapi, yang
meliputi:
1) Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pranikah
pada calon pengantin dengan perencanaan kehamilan.
2) Melakukan analisis data yang telah diperoleh untuk
merumuskan diagnosa dan masalah aktual pada calon
pengantin dengan perencaan kehamilan.
3) Melakukan identifikasi diagnosa dan masalah potensial pada
calon pengantin dengan perrencanaan kehamilan.
4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera dan rujukan
pada calon pengantin dengan perencaan kehamilan.
5) Menyusun rencana asuhan kebidanan pranikah pada calon
pengantin dengan perencanaan kehamilan.
6) Melaksanakan rencana asuhan kebidanan pranikah pada
calon pengantin dengan perencanaan kehamilan yang telah
disusun.
7) Melakukan evaluasi hasil asuhan yang telah dilakukan pada
calon pengantin dengan perencanaan kehamilan.

260
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.Konsep Dasar Pranikah (Calon Pengantin)


1. Definisi pranikah
Kata dasar dari pranikah ialah “nikah” yang merupakan ikatan
(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan
ajaran agama. Imbuhan kata pra yang memiliki makna sebelum, sehingga
arti dari pranikah adalah sebelum menikah atau sebelum adanyanya ikatan
perkawinan (lahir batin) antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri
(Setiawan:2017, Imanda, R. Desvita: 2016, Kertamuda, F: 2009).
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
dengan batas usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.
Akat tetapi, berdasarkan UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas
UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, usia kurang dari 18
tahun masih tergolong anak-anak. Oleh karena itu, BKKBN memberikan
batasan usia pernikahan 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun untuk pria.
Selain itu, umur ideal yang matang secara biologis dan psikologis adalah
20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 – 30 tahun bagi pria (BKKBN,
2017). Sedangkan, pasangan yang akan melangsungkan pernikahan/akad
perkawinan disebut calon pengantin (Setiawan, 2017).
2. Tujuan asuhan pranikah
Menurut Kemenkes (2014), penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa
sebelum hamil (prakonsepsi) atau pranikah bertujuan untuk:
a. Menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat
dan berkualitas;
b. Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lahir;

261
c. Menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi;
dan
d. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir yang bermutu, aman, dan bermanfaat sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Persiapan pranikah
Dalam Pelatihan Peer Konselor Kota Depok (2011) dan Kemenkes
(2015), persiapan pernikahan meliputi kesiapan fisik, kesiapan
mental/psikologis dan kesiapan sosial ekonomi.
1. Kesiapan Fisik
Secara umum, seorang individu dikatakan siap secara fisik apabila telah
selesai fase pertumbuhan tubuh yaitu sekitar usia 20 tahun. Persiapan fisik
pranikah meliputi pemeriksaan status kesehatan, status gizi, dan
laboratorium (darah rutin dan yang dianjurkan).
2. Kesiapan Mental/Psikologis
Dalam sebuah pernikahan, individu diharapkan suda merasa siap untuk
mempunyai anak dan siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan
mendidik anak.
3. Kesiapan Sosial Ekonomi
Dalam menjalankan sebuah keluarga, anak yang dilahirkan tidak hanya
membutuhkan kasih sayang orang tua namun juga sarana yang baik untuk
membuatnya tumbuh dan berkembang dengan baik. Status sosial ekonomi
juga dapat mempengaruhi status gizi calon ibu, seperti status sosial
ekonomi yang kurang dapat meningkatkan risiko terjadi KEK dan anemia.
4. Pelayanan kesehatan pranikah
Pelayanan kesehatan sebelum hamil di Indonesia telah diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK No. 97 tahun 2014) dan telah tertulis dalam
buku saku kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin maupun bagi
penyuluhnya yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Pemerintah baik daerah
provinsi maupun kabupaten/kota telah menjamin ketersediaan sumber daya
kesehatan, sarana, prasarana, dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebelum

262
hamil sesuai standar yang telah ditentukan. Di Surabaya telah diatur dalam Surat
Edaran Walikota Surabaya perihal Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS),
beberapa kegiatan program pendampingan 1000 HPK yang berkaitan dengan
pranikah adalah dengan pemeriksaan kesehatan calon pengantin meliputi
pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta penyuluhan kesehatan reproduksi calon
pengantin.
Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan untuk mempersiapkan
perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat
serta memperoleh bayi yang sehat. Pelayanan kesehatan masa sebelum hami
sebagaimana yang dimaksud dilakukan pada remaja, calon pengantin, dan
pasangan usia subur (PMK No. 97 tahun 2014). Menurut Kemernkes (2015) dan
PMK No. 97 tahun 2014, kegiatan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil atau
persiapan pranikah sebagaimana yang dimaksud meliputi:
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan minimal meliputi pemeriksaan tanda
vital (tekanan darah, suhu, nadi, dan laju nafas) dan pemeriksaan status
gizi (menanggulangi masalah kurang energi kronis (KEK) dan
pemeriksaan status anemia). Penilaian status gizi seseorang dapat
ditentukan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) berdasarkan
PMK RI Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang, sebagai
berikut:

Keterangan:
BB = Berat Badan (kg)
TB = Tinggi Badan (m)
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diklasifikasikan status gizinya
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

263
Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,4
ringan
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: Depkes, 2011; Supariasa, dkk, 2014.
Jika seseorang termasuk kategori :
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan
berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan
berat badan tingkat ringan atau KEK ringan (Depkes, 2011).
Menurut Supariasa, dkk (2014), pengukuran LLA pada kelompok Wanita
Usia Subur (usia 15 – 45 tahun) adalah salah satu deteksi dini yang mudah
untuk mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronis (KEK).
Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm. Apabila LLA < 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita
tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat
bayi lahir rendah (BBLR), BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang,
gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak (Supariasa, dkk, 2014).
b. Pemeriksaan penunjang
Pelayanan kesehatan yang dilakukan berdasarkan indikasi medis, terdiri atas
pemeriksaan darah rutin, darah yang dianjurkan, dan pemeriksaan urin yang
diuraikan sebagai berikut (Kemenkes, 2015):
1) Pemeriksaan darah rutin
Meliputi pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah. Pemeriksaan
hemoglobin untuk mengetahaui status anemia seseorang. Anemia
didefinisikan sebagai berkurangnya satu atau lebih parameter sel darah
merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah.
Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g%
pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO
yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar
hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.
Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan

264
keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu
merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya
(Oehadian, 2012). Anemia defisiensi zat besi dan asam folat merupakan
salah satu masalah masalah kesehatan gizi utama di Asia Tenggara,
termasuk di Indonesia (Ringoringo, 2009). Saat ini program nasional
menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk
profilaksis anemia (Fatimah, 2011).
2) Pemeriksaan darah yang dianjurkan
Meliputi gula darah sewaktu, skrining thalassemia, malaria (daerah
endemis), hepatitis B, hepatitis C, TORCH (Toxoplasma, rubella,
ciromegalovirus, dan herpes simpleks), IMS (sifilis), dan HIV, serta
pemeriksaan lainnya sesuai dengan indikasi.
(a) Pemeriksaan gula darah
Kadar gula darah yang tinggi atau penyakit diabetes dapat
mempengaruhi fungsi seksual, mesnstruasi tidak teratur (diabetes tipe
1), meningkatkan risiko mengalami Polycystic ovarian syndrome
(PCOS) pada diabetes tipe 2, inkontensia urine, neuropati, gangguan
vaskuler, dan keluhan psikologis yang berpengaruh dalam
patogenesis terjadinya penurunan libido, sulit terangsang, penurunan
lubrikasi vagina, disfungsi orgasme, dan dyspareunia. Selain itu
diabetes juga berkaitan erat dengan komplikasi selama kehamilan
seperti meningkatnya kebutuhan seksio sesarea, meningkatnya risiko
ketonemia, preeklampsia, dan infeksi traktus urinaria, serta
meningkatnya gangguan perinatal (makrosomia, hipoglikemia,
neonatus, dan ikterus neonatorum) (Kurniawan, 2016).
(b) Pemeriksaan hepatitis
Penyakit yang menyerang organ hati dan disebabkan oleh virus
hepatitis B, ditandai dengan peradangan hati akut atau menahin yang
dapat berkembang menjadi sirosis hepatis (pengerasan hati) atau
kanker hati. Gejala hepatitis B adalah terlihat kuning pada bagian
putih mata dan pada kulit, mual, muntah, kehilangan nafsu makan,

265
penurunan berat badan, dan demam. Dampak hepatitis B pada
kehamilan dapat menyebabkan terjadinya abortus, premature, dan
IUFD. Dapat dicegah dengan melaksukan vaksinasi dan menghindari
hal-hal yang menularkan hepatitis B (Kemenkes, 2017). Cara
penularan hepatitis B melalui darah atau cairan tubuh yang terinfeksi,
hubungan seksual dengan penderita hepatitis B, penggunaan jarum
sutik bersama, dan proses penularan dapat ditularkan dari ibu hamil
penderita hepatitis B ke janinnya.
(c) Pemeriksaan TORCH
Suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi toxoplasma gondii,
rubella, cytomegalovirus (CMV), dan herpes simplex virus II (HSV
II). Dapat ditularkan melalui:
a) Konsumsi makanan dan sayuran yang tidak terlalu bersih dan
tidak dimasak dengan sempurna atau setengah matang
b) Penularan dari ibu ke janin
c) Kotoran yang terinfeksi virus TORCH (kucing, anjing,
kelelawar, burung
Dampak TORCH bagi kesehatan dapat menimbulkan masalah
kesuburan baik wanita maupun laki-laki sehingga menyebabkan sulit
terjadinya kehamilan, kecacatan janin, dan risiko keguguran,
kecacatan pada janin seperti kelainan pada syaraf, mata, otak, paru,
telinga, dan terganggunya fungsi motoric.
(d) Pemeriksaan IMS (Infeksi Menular Seksual)
Penyakit infeksi yang dapt ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit yang tergolong dalam IMS seperti sifilis,gonorea, klamidia,
kondiloma akuminata, herpes genitalis, HIV, dan hepatitis B, dan
lain-lain. Gejala umum infeksi menular seksual (IMS) pada
perempuan:
a) Keputihan dengan jumlah yang banyak, berbau, berwarna, dan
gatal
b) Gatal di sekitar vagina dan anus

266
c) Adanya benjolan, bintil, kulit, atau jerawat di sekitar vagina atau
anus
d) Nyeri di bagian bawah perut yang kambuhan, tetapi tidak
berhubungan dengan menstruasi
e) Keluar darah setelah berhubungan seksual
f) Demam
Gejala umum infeksi menular seksual pada laki-laki:
a) Kencing bernanah, sakit, perih atau panas ppada saat kencing
b) Adanya bintil atau kulit luka atau koreng sekitar penis dan
selangkangan paha
c) Pembengkakan dan sakit di buah zakar
d) Gatal di sekitar alat kelamin
e) Demam
Dampak infeksi menular seksual yaitu kondisi kesehatan menutun,
mudah tertular HIV/AIDS. Mandul, keguguran, hamil di luar
kandungan, cacar bawaan janin, kelainan penglihatan, kelainan
syaraf, kanker serviks, dan kanker organ seksual lainnya.
(e) Pemeriksaan HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang
dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk melawan infeksi
sehingga tubuh mudah tertular berbagai penyakit. AIDS (Acquire
Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan tanda
penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
HIV. Seseorang yang menderita HIV, tiak langsung menjadi AIDS
dalam kurun waktu 5 – 10 tahun. Penularan HIV di dapatkan di
dalam darah dan cairan tubuh lainnya (cairan sperma, cairan vagina,
dan air susu ibu). Cara penularan HIV melalui:
(1) Hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
(2) Penggunaaan jarum suntik bersama-sama dengan orang yang
sudah terinfeksi HIV (alat suntik, alat tindik, dan alat tato).

267
(3) Ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya. Penularan
dapat terjadi selama kehamilan, saat melahirkan, dan saat
menyusui.
(4) Transfusi darah atau produk darah lainnya yang terkontaminasi
HIV.
Semua orang bisa berisiko tertular HIV, tetapi risiko tinggi terdapat
pada pekerja seksual, pelanggan seksual, homoseksual (sesame jenis
kelamin), dan penggunaan narkoba suntik. Cara pencegahan
penularan HIV – AIDS dapat dilakukan dengan ABCDE yaitu:
(2) Abstinence (tidak berhubungan seksual)
(3) Be faithful (saling setia, tidak berganti pasangan)
(4) Use Condom (menggunakan kondom jika memiliki perilaku
seksual berisiko)
(5) No Drugs (tidak menggunakan obat-obat terlarang, seperti
narkotika, zat adiktif, tidak berbagi jarum (suntik, tindik, tato)
dengan siapapun.
(6) Education (membekali informasi yang benar tentang HIV/AIDS)
3) Pemeriksaan urin rutin
Urinalissis atau tes urin rutin digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal
dan mengetahui adanya infeksi pada ginjal atau saluran kemih.
c. Pemerian imunisasi
Pemberian imunisasi dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan
terhadap penyakit tetanus, sehingga akan memiliki kekebalan seumur hidup
untuk melindungi ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus. Pemberian
imunisasi tetanus toxoid (TT) dilakukan untuk mencapai status T5 hasil
pemberian imunisasi dasar dan lanjutan. Status T5 sebagaimana dimaksud
ditujukkan agar wanita usia subur memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status
imunisasi belum mencapai status T5 saat pemberian imunisasi dasar dan
lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus toxoid dapat dilakukan saat yang
bersangkutan menjadi calon pengantin.
Tabel 2.2 Perlindungan Status Imunisasi TT

268
Status TT Interval Pemberian Lama Perlindungan
TT 1 Langkah awal pembentukan
kekebalan tubuh terhadap
penyakit Tetanus
TT II 4 minggu setelah TT 1 3 tahun
TT III 6 bulan setelah TT II 5 tahun
TT IV 1 tahun setelah TT III 10 tahun
TT V 1 tahun setelah TT IV > 25 tahun *)
Sumber: Kemenkes, 2017.
*) Yang dimaksud dengan masa perlindungan > 25 tahun adalah apabila telah
mendapatkan imunisasi TT lengkap mulai dari TT 1 sampai TT 5.

Tabel 2.3 Skrining Status TT Wanita Usia Subur


No. Riwayat Imunisasi TT Pernah/Tidak Diimunisasi Kesimpulan Status
DPT/DPT-HB/Dt/Td/TT TT
A. Riwayat Imunisasi DPT-HB
saat bayi:
Bayi yang lahir mulai tahun
1990 status TTnya dihitung
TT II
B. Riwayat BIAS
1 Untuk WUS yag lahir
antara tahun 1973 s.d
1976
a. Kelas 6 (2 dosis)
2 Untuk WUS yang lahir
antara 1977 s/d 1987
a. Kelas 6 (2 dosis)
b. Kelas 6 (2 dosis)
3 Untuk WUS yang lahir
tahun 1988
a. Kelas 1
b. Kelas 5
c. Kelas 6
4 Untuk WUS yang lahir
tahun 1989
a. Kelas 1
b. Kelas 4
c. Kelas 5
d. Kelas 6
5 Untuk WUS yang lahir
tahun 1990
a. Kelas 1
b. Kelas 3
c. Kelas 4
d. Kelas 5
e. Kelas 6

269
Untuk WUS yang lahir
6 tahun 1991
a. Kelas 1
b. Kelas 2
c. Kelas 3
d. Kelas 4
7 Untuk WUS yang lahir
tahun 1992 s/d
sekarang
a. Kelas 1
b. Kelas 2
c. Kelas 3
C Saat Calon Pengantin
D Saat Hamil
a. Hamil 1
b. Hamil 2
c. Hamil 3
d. Hamil 4
E Lain-lain (Kegiatan
Kampanye/Ori Difteri)
Contoh: saat SMA tahun
2003 – 2005, dan akselerasi
WUS di Bangkalan dan
Sumenep (2009 – 2010), Ori
Difteri 2011, Sub PIN
Difteri 2012
Sumber: Kemenkes, 2014.
Keterangan tabel:
a. Bagi WUS yang lahir sebelum tahun 1973, pertanyaan yang diajukan
hanya pada riwayat calon pengantin (C), Hamil (D), dan lain-lain (E).
b. Vaksinasi DPT 3 dosis dimulai sejak 1977 s.d sekarang
c. Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT tahun 1984 – 1997: kelas 1
laki-laki dan perempuan (DT 2 dosis) dan kelas 6 perempuan
d. Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT tahun 1998 – 2000: kelas 1
(DT) s/d 2 – 6 (TT)
e. Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT dan TT tahun 2001 – sekarang: kelas
1, 2, dan 3.
f. Vaksinasi catin dan ibu hamil (2 dosis) dimulai sejak tahun 1984 s/d 2000
– tahun 2001 s/d sekarang harus diskrining terlebih dahulu
g. Interval minimal pemberian TT: TT 1 ke TT 2 = 4 minggu, TT 2 ke TT 3
= 6 bulan, TT 3 ke TT 4 = 1 tahun, TT 4 ke TT 5 = 1 tahun.
d. Suplementasi gizi

270
Peningkatan status gizi calon pengantin terutama perempuan melalui
penanggulangan KEK (Kekurangan Energi Kronis) dan anemia gizi besi, serta
defisiensi asam folat. Dilaksanakan dalam bentuk pemberian edukasi gizi
seimbang dan tablet tambah darah.
e. Konseling/Konsultasi kesehatan pranikah
Konseling pranikah dikenal dengan sebutan pendidikan pranikah,
konseling edukatif pranikah, terapi pranikah, maupun program persiapan
pernikahan. Konseling pranikah merupakan suatu proses konseling yang
diberikan kepada calon pasangan untuk mengenal, memahami dan menerima
agar mereka siap secara lahir dan batin sebelum memutuskan untuk
menempuh suatu perkawinan (Triningtyas, dkk, 2017).
Bimbingan konseling pra nikah merupakan kegiatan yang diselenggarakan
kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan dengan rencana
pernikahannya. Pihak-pihak tersebut datang ke konselor untuk membuat
keputusannya agar lebih mantap dan dapat melakukan penyesuaian di
kemudian hari secara baik (Latipun, 2010). Konseling pernikahan atau yang
biasa disebut marriage counseling) merupakan upaya membantu pasangan
calon pengantin. Konselig pernikahan ini dilakukan oleh konselor yang
professional. Tujuannya agar mereka dapat berkembang dan mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya melalui cara-cara yang saling
menghargai, toleransi, dan komunikasi, agar dapat tercapai motivasi
berkeluarga, perkembangan, kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota
keluarganya (Willis, 2009).
Konseling pernikahan juga disebut dengan terapi untuk pasangan yang
akan menikah. Terapi tersebut digunakan untuk membantu pasangan agar
saling memahami, dapat memecahkan masalah dan konflik secara sehat, saling
menghargai perbedaan, dan dapat meningkatkan komunikasi yang baik
(Kertamuda, 2009).Bimbingan konseling pra nikah mempunyai objek yaitu
calon pasangan suami istri dan anggota keluarga calon suami istri. Calon
suami istri atau lebih tepatnya pasangan laki-laki dan perempuan yang dalam
perkembangan hidupnya baik secara fisik maupun psikis sudah siap dan

271
sepakat untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius (pernikahan).
Anggota keluarga calon suami istri yaitu individu-individu yang mempunyai
hubungan keluarga dekat, baik dari pihak suami maupun istri (Zulaekha,
2013).
Menurut Kemenkes (2015), informasi pranikah yang dibutuhkan sebelum
memasuki jenjang pernikahan meliputi:
1) Kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Catin perlu
mengetahui mengetahui informasi kesehatan reproduksi untuk
menjalankan proses fungsi perilaku reproduksi yang sehat dan aman.
Catin perempuan akan menjadi calon ibu yang harus mempersiapkan
kehamilannya agar dapat melahirkan anak yang sehat dan berkualitas.
Catin laki-laki akan menjadi calon ayah yang harus memiliki kesehatan
yang baik dan berpartisipasi dalam perencanaan keluarga, seperti
menggunakan alat kontrasepsi serta mendukung kehamilan dan persalinan
yang aman. Laki-laki dan perempuan mempunyai risiko masalah
kesehatan reproduksi terhadap penularan penyakit. Perempuan lebih
rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada saat
berhubungan seksual,hamil, melahirkan, nifas, keguguran, dan pemakaian
alat kontrasepsi, karena struktur alat reproduksinya lebih rentan secara
sosial maupun fisik terhadap penularan infeksi menular seksual. Laki-laki
dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menjaga
kesehatan reproduksi.
2) Hak dan kesehatan reproduksi seksual
Hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap laki-laki dan perempuan yang
berkaitan dengan kehidupan reproduksinya. Hak inii menjamin setiap
pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung
jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak serta untuk

272
memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Informasi yang perlu
diketahui natra lain:
1. Kesehatan reproduksi, permasalahan, dan cara mengatasinya.
2. Penyakit menular seksual, agar perempuan dan laki-laki
terlindung dari infeksi meular seksual (IMS), HIV – AIDS, dan
infeksi saluran reproduksi (ISR), serta memahamicara
penularannya, upaya pencegahan, dan pengobatan.
3. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang aman, efektif,
terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, dan tanpa
paksaan serta mengetahui dan memahami efek samping dan
komplikasi dari masing-masinng alat dan obat kontrasepsi.
4. Catin laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan reproduksi yang dibutuhkan. Catin perempuan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan
agar sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan, persalinan,
nifas, serta memperoleh bayi yang sehat.
5. Hubungan suami istri harus didasari rasa cinta dan kasih sayang,
saling menghargai dan menghormati pasangangan, serta
dilakukan dalam kondisi dan waktu yang diinginkan bersama
tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
Perilaku yang harus dihindari dalam aktivitas seksual antara lain:
1. Melakukan hubungan seksual pada saat menstruasi dan masa nifas
2. Melakukan hubungan seksual melalui dubur dan mulut karena
berisiko dalam penularan penyakit dan merusakorgan reproduksi.
3) Kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi
Gender adalah pembagian dalam peran kedudukan dan tugas antara laki-
laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat
laki-laki dan perempuan yang dianggap pantas sesuai norma, adat istiadat,
kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Kesetaraan gender adalah suatu
dan kondisi (kualitas hidup) adalah sama, laki-laki dan perempuan bebas
mengembangkan kemampuan personil mereka dan membuat pilihan-

273
pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, peran gender yang kaku. Penerapan
kesetaraan gender dalam pernikahan:
a. Pernikahan yang ideal dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki
dapat saling menghormati dan menghargai satu sama lain, misalnya:
Dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga dilakukan secara
bersama dan tidak memaksakan ego masing-masing
1. Suami-istri saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga,
pengasuhan, dan pendidikan anak.
2. Kehamilan merupakan tanggung jawab bersama laki-laki dan
perempuan.
3. Laki-laki mendukung terlaksananya pemberian ASI eksklusif
b. Pernikahan yang bahagia harus terbebas dari hal-hal di bawah ini:
1. Kekerasan secara fisik (memukul, menampar, menjambak
rambut, menyudut dengan rokok, melukai, dan lain-lain)
2. Kekerasan secara psikis (selingkuh, menghina, komentar-
komentar yang merendahkan, membentak, mengancam, dan lain-
lain)
3. Kekerasan seksual
4. Penelantaran rumah tangga.
4) Cara merawat organ reproduksi
Untuk menjaga kesehatn dan fungsi organ reproduksi perlu dilakukan
perawatan baik pada laki-laki dan perempuan, antara lain:
1. Pakaian dalam diganti minimal 2 kali sehari.
2. Menggunakan pakaian dalam yang menyerap keringat dan
cairan.
3. Bersihkan organ kelamin sampai bersih dan kering.
4. Menggunakan celana yang tidak ketat
5. Membersihkan organ kelamin setelah BAK dan BAB.
Cara merawat organ reproduksi perempuan antara lain:
1. Bersihkan organ kelamin dari depan ke belakang dengan
menggunakan air bersih dan dikeringkan.

274
2. Sebaiknya tidak menggunakan cairan pembilas vagina karena dapat
membunuh bakteri baik dalam vagina dan memicu tumbuhnya jamur.
3. Pilihlah pembalut berkualitas yang lembut dan mempunyai daya serap
tinggi. Jangan memakai pembalut dalam waktu lama. Saat menstruasi,
ganti pembalut sesering mungkin.
4. Jika sering keputihan, berbau, berwarna, dan terasa gatal, serta
keluhan organ reproduksi lainnya segera memeriksakan diri ke
petugas kesehatan.
Cara merawat organ reproduksi laki-laki antara lain:
1. Menjaga kebersihan organ kelamin
2. Dianjurkan sunat untuk menjaga kebersihan kulup kulit luar yang
menutup penis.
3. Jika ada keluhan pada organ kelamin dan daerah sekitar kelamin
segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

B. Konsep Dasar Perencanaan Kehamilan (Prakonsepsi)


1. Definisi perencanaan kehamilan dan prakonsepsi
Masa pranikah dapat digolongkan dalam masa prakonsepsi, namun
masa prakonsepsi tidak selalu digolongkan ke dalam masa pranikah.
Perencanaan kehamilan merupakan perencanaan berkeluarga yang optimal
melalui perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan
salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal.
Menjaga jarak kehamilan tidak hanya menyelamatkan ibu dan bayi dari sisi
kesehatan, namun juga memperbaiki kualitas hubungan psikologi keluarga
(Mirza, 2008). Merencanakan kehamilan merupakan perencanaan kehamilan
untuk mempersiapkan kehamilan guna mendukung terciptanya kehamilan yang
sehat dan menghasilkan keturunan yang berkualitas yang diinginkan oleh
keluarga (Nurul, 2013).

275
Prakonsepsi berasal dari dua kata yakni pra dan konsepsi. Pra artinya
sebelum (Setiawan, 2017). Konsepsi atau pembuahan adalah bertemunya sel
telur (ovum) dengan sperma (spermatozoa) (Purwandari, 2011). Prakonsepsi
adalah masa sebelum kehamilan terjadi (Katherine, dkk, 2013). Sehingga
prakonsepsi adalah sebelum terjadinya pertemuan antara sel telur dengan
sperma yang dapat menyebabkan kehamilan. Perawatan prakonsepsi adalah
perawatan yang diberikann sebelum kehamilan dengan sasaran mempermudah
seorang wanita mencapai tingkat kesehatan yang optimal sebelum ia
mengandung (Varney, 2007).
Konsepsi merupakan istilah lain yang digunakan untuk
menggambarkan proses terjadinya pembuahan. Fertilisasi (pembuahan) adalah
penyatuan ovum (oosit sekunder) dengan spermatozoa yang biasanya
berlangsung di ampula tuba. Proses fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa
ke dalam ovum, fusi sprematozoa dan ovum, dan diakhiri dengan fusi materi
genetik. Kehamilan terjadi ketika hasil konsepsi mengalami nidasi (implantasi)
pada dinding uterus. Sehingga untuk dapat terjadinya kehamilan perlu ada
spermatozoa, ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi hasil konsepsi
(Prawirohardjo, 2010).
Prakonsepsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
masa sebelum konsepsi. Perawatan prakonsepsi adalah satu set intervensi yang
bertujuan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi risiko yang diakibatkan
oleh perilaku dan kondisi sosial untuk mencapai status kesehatan wanita dan
kesehatan kehamilan melalui upaya preventif dan manajemen (CDC, 2006).
Masa prakonsepsi disebut juga masa sebelum hamil. Pelayanan
kesehatan masa sebelum hamil didefinisikan sebagai kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang ditujukan pada perempuan sejak saat remaja hingga
saat sebelum hamil dalam rangka menyiapkan perempuan menjadi hamil sehat
(Kemenkes, 2014).
Asuhan kebidanan prakonsepsi adalah suatu perencanaan intervensi
biomedik, perilaku, dan kesehatan social pada perempuan dan pasangannya
sebelm terjadi konsepsi. Pengertian lainnya yakni sejumlah intervensi yang

276
bertujuan untuk menemukan dan mengubaj risiko biomedik, perilaku, dan
social uuntuk mewujudkan kesehatan perempuan atau hasil kehamilan melalui
pencegahan dan pengelolaan yang menyangkit faktor-faktor tersebut yang
harus dilaksanakan sebelum terjadinya konsepsi atau pada masa kehamilan dini
untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Winardi, 2016).
2. Faktor yang mempengaruhi kesuburan
Kesuburan (fertilitas) adalah kemampuan seorang wanita (istri) untuk
menjadi hamil dan melahirkan anak hidup dari pasangan pria (suami) yang
mampu menghamilkannya (Handayani, dkk, 2010). Masa subur adalah suatu
masa dalam siklus menstruasi perempuan di mana terdapat sel ovum yang siap
dibuah, sehingga bila perempuan tersebut melakukan hubungan seksual maka
dimungkinkan terjadi kehamilan. Masa subur merupakan rentang waktu pada
wanita yang terjadi “sebulan sekali” (Indriarti, dkk, 2013). Masa subur terjadi
pada hari ke-14 sebelum menstruasi selanjutnya terjadi (Purwandari, 2011).
Menurut Saifuddin, dkk (2010), untuk perhitungan masa subur dipakai rumus
siklus terpanjang dikurangi 11 dan siklus terpendek dikurangi 18.

Sumber: Purwandari, 2011.


Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan pasangan usia subur
antara lain:
1) Umur
Pada perempuan, usia reproduksi sehat dan aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun (Prawirohardjo,
2010). Rentang usia risiko tinggi adalah <20 tahun dan ≥ 35
tahun. Hal ini dikarenakan pada usia <20 tahun secara fisik dan
mental ibu belum kuat yang memungkinkan berisiko lebih besar

277
mengalami anemia, pertumbuhan janin terhambat, dan persalinan
prematur. Sedangkan pada usia ≥35 tahun kondisi fisik mulai
melemah. Meskipun pada umur 40 tahun keatas perempuan
masih dapat hamil, namun fertilitas menurun cepat sesudah usia
tersebut. Usia reprodukstif perempuan yang terbaik pada usia 20
tahunan, selanjutnya kesuburan secara bertahap menurun pada
usia 30 tahun, terutama setelah usia 35 tahun (American Society
for Reproductive Medicine, 2012).
Pada laki-laki, tingkat kesuburan akan mulai menurun
secara perlahan-lahan. Kesuburan laki-laki diawali saat
memasuki usia pubertas ditandai dengan perkembangan organ
reproduksi, rata-rata umur 12 tahun. Perkembangan organ
reproduksi laki-laki mencapai keadaan stabil umur 20 tahun.
Tingkat kesuburan akan bertambah sesuai dengan pertambahan
umur dan akan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Setelah
usia 25 tahun kesuburan pria mulai menurun secara perlahan-
lahan, dimana keadaan ini disebabkan karena perubahan bentuk
dan faal organ reproduksi (Khaidir, 2006). Disarankan pria untuk
menikah pada usia kurang dari 40 tahun, karena di atas usia
tersebut motilitas, konsentrasi, volume seminal, dan fragmentai
DNA telah mengami penurunan kualitas sehingga meningkatkan
risiko kecacatan janin (RSUA, 2013).
2) Frekuensi sanggama
Fertilisasi (pembuahan) atau peristiwa terjadinya
pertemuan antara spermatozoa dan ovum,akan terjadi bila koitus
(senggama) berlangsung pada saat ovulasi. Dalam keadaan
normal sel spermatozoa masih hidup selama 1-3 hari dalam organ
reproduksi wanita, sehingga fertilisasi masih mungkin jika
ovulasi terjadi sekitar 1-3 hari sesudah koitus berlangsung.
Sedangkan ovum seorang wanita umurnya lebih pendek lagi
yaitu lx24 jam, sehingga bila kiotus dilakukan-pada waktu

278
tersebut kemungkinan besar bisa terjadi pembuahan. Hal ini
berarti walaupun suami istri mengadakan hubungan seksual tapi
tidak bertepatan dengan masa subur istri yang hanya terjadi satu
kali dalam sebulan, maka tidak akan terjadi pembuahan dan tidak
akan terjadi kehamilan pada istri (Khaidir, 2006).
3) Lama berusaha
Penelitian mengenai lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk menghasilkan kehamilan menunjukkan, bahwa 32,7%
seorang istri akan hamil dalam satu bulan pertama, 57,0% dalam
tiga bulan pertama, 72.1% dalam enam bulan pertama, 85,4%
dalam 12 bulan pertama, dan 93,4% dalam 24 bulan pertama.
Waktu rata~rata yang dibutuhkan untuk menghasilkan kehamilan
adaleh. 2,3-2.8 bulan. Jadi lama suatu pasangan suami istri
berusaha secara teratur merupakan faktor penentu untuk dapat
terjadi kehamilan (Khaidir, 2006).

3. Persiapan kehamilan
BKKBN (2014) mengungkapkan berbagai persiapan kehamilan yang sehat
diantaranya:
1. Pemeriksaan kesehatan
Pemeriksaan kesehatan merupakan salah satu bagian penting
dari pelayanan kesehatan prakonsepsi yang bertujuan untuk
mempersiapkan calon ibu dalam menjalani kehamilan dan persalinan
yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat.
Pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan di puskesmas atau rumah
sakit.
2. Menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh
Dapat dilakukan dengan cara olahraga yang teratur. Aktivitas
fisik/olahraga tidak perlu dilakukan selama berjam-jam. Cukup 3 kali

279
dalam seminggu selama 1/2 jam, dan lakukan secara rutin. Manfaat
olahraga selain menyehatkan, juga mencegah terjadinya kelebihan
berat badan.
Berat badan yang sehat membantu pembuahan dan kehamilan
membuat lebih nyaman. Diet penurunan berat badan harus benar-
benar dikontrol agar dapat aman selama kehamilan, terutama
disarankan untuk wanita yang mengalami kelebihan berat badan
serius, tetapi harus disertai dengan selalu berkonsultasi dengan dokter
dan atas rekomendasi ahli gizi. Berat badan kurang dapat mengganggu
kesuburan karena kekurangan jumlah lemak yang dibutuhkan tubuh.
Sementara kelebihan berat badan dapat mempengaruhi proses ovulasi
menjadi tidak teratur. Selain itu, kelebihan berat badan berisiko lebih
besar untuk mengalami komplikasi, seperti tekanan darah tinggi dan
diabetes selama kehamilan.
3. Menghentikan kebiasaan buruk
Kebiasaan merokok, minum alkohol, atau bahkan menggunakan
narkoba, dapat menyebabkan berbagai masalah selama kehamilan,
juga janin yang dikandung, Bayi dapat lahir prematur, lahir dengan
cacat bawaan hingga kematian janin. Perempuan yang minum alkohol
memiliki kemungkinan rendah untuk bisa hamil. Sedangkan untuk
kaum pria, minum alkohol dapat mempengaruhi kualitas sperma
dengan menurunkan tingkat testosteron dan bisa menyebabkan testis
layu. Begitu pula rokok dapat menurukan kesuburan baik pada
perempuan maupun laki-laki. Racun pada rokok dapat mengakibatkan
kerusakan kromosom pada telur, dan melemahkan kemampuan untuk
menghasilkan estrogen yang sangat diperlukan untuk menyiapkan
lapisan rahim menjelang kehamilan. Bagi laki-laki, rokok berpengaruh
terhadap kualitas dan kuantitas sperma. Kemauan sperma membuahi
sel telur dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa.
4. Meningkatkan asupan makanan bergizi

280
Persiapan kehamilan sehat memang sangat penting terkait
dengan makanan dan nutrisi yang dikonsumsi. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah mengatur pola makan dengan prinsip gizi
seimbang, memperbanyak konsumsi buah dan sayuran, menghindari
makanan yang mengandung zat-zat aditif seperti penyedap, pengawet,
dan pewarna. Kandungan radikal bebas dari zat aditif tersebut dapat
memicu terjadinya mutasi genetik pada anak sehingga menyebabkan
kelainan fisik, dan cacat kongenital.
Saat terjadi pembuahan, janin sudah terekpos dengan nutrisi
yang dimakan ibu sejak dua mingu sebelumnya. Sehingga calon ibu
harus memperhatikan asupan makanan yang mendukung pembentukan
janin sehat. Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung :
a) Protein
Berfungsi untuk meningkatkan produksi sperma. Makanan
sumber protein seperti telur, ikan, daging, tahu dan tempe.
b) Asam folat
Berperan dalam perkembangan system saraf pusat dan darah
janin, cukup asam folat mengurangi risiko bayi lahir dengan cacat
sistem saraf sebanyak 70%. Jika seorang perempuan memiliki
kadar asam folat yang cukup setidaknya 1 bulan sebelum dan
selama kehamilan, maka dapat membantu mencegah kecacatan
pada otak dan tulang belakang bayi. Asam folat dapat diperoleh
melalui makanan, seperti sayuran berwarna hijau tua (bayam,
sawi hijau, caisim mini), asparagus, brokoli, pepaya, jeruk,
stroberi, rasberi, kacang-kacangan, alpukat, okra, kembang kol,
seledri, wortel, buah bit, dan jagung. Sebagian susu untuk ibu
hamil pun mengandung asam folat cukup tinggi, sehingga dapat
membantu memenuhi kebutuhan Ibu. Ibu dapat memilih susu
untuk ibu hamil yang rasanya enak untuk mengurangi rasa mual,
serta tentu merupakan produk yang berkualitas tinggi.

281
c) Konsumsi berbagai Vitamin
a) Vitamin A
Berperan cukup penting dalam produksi sperma yang sehat.
Terdapat pada hati, mentega, margarin, telur, susu, ikan
berlemak, brokoli, wortel, bayam, dan tomat.
b) Vitamin D
Kekurangan vitamin D akan menurunkan tingkat kesuburan
hingga 75%. Sumber vitamin D diproduksi di dalam tubuh
dengan bantuan sinar matahari, selain itu dapat pula diperoleh
dari telur, susu, hati, minyak ikan, ikan tuna, margarin, dan
ikan salmon.
c) Vitamin E
Vitamin E dapat meningkatkan kemampuan sperma membuahi
sel telur dan mencegah keguguran karena perannya dalam
menjaga kesehatan dinding rahim dan plasenta. Banyak
terdapat pada minyak tumbuh-tumbuhan, bekatul gandum, dan
kecambah atau tauge.
d) Vitamin B6
Kekurangan vitamin ini akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan hormon, padahal keseimbangan hormon
estrogen dan progesteron penting untuk terjadinya kehamilan.
Sumber vitamin B6 antara lain ayam, ikan, beras merah,
kacang kedelai, kacang tanah, pisang, dan sayur kol.
e) Vitamin C
Pada wanita, vitamin C berperan penting untuk fungsi indung
telur dan pembentukan sel telur. Selain itu, sebagai antioksidan
(bekerjasama dengan vitamin E dan beta karoten) vitamin C
berperan melindungi sel-sel organ tubuh dari serangan radikal
bebas (oksidan) yang mempengaruhi kesehatan sistem
reproduksi . Vitamin C banyak terdapat pada jambu biji, jeruk,
stroberi, pepaya, mangga, sawi, tomat, dan cabai merah.

282
d) Cukupi zat seng
Berperan penting dalam pertumbuhan organ seks dan juga
pembentukan sperma yang sehat. Bagi calon ibu, seng membantu
produksi materi genetik ketika pembuahan terjadi. Bagi calon
ayah, melancarkan pembentukan sperma. Sumber seng antara lain
makanan hasil laut/seafood (seperti lobster, ikan, daging
kepiting), daging, kacang-kacangan (kacang mete dan almond),
biji-bijian (biji labu dan bunga matahari), serta produk olahan
susu.
e) Cukupi zat besi
Kekurangan zat besi membuat siklus ovulasi (pelepasan sel telur)
ibu tergangu. Makanan atau multivitamin yang mengandung zat
besi akan membantu dalam persiapan kehamilan dan menghindari
anemia yang sering kali dikeluhkan oleh ibu hamil. Sumbernya:
hati, daging merah, kuning telur, sayuran hijau, jeruk, dan serealia
yang diperkaya zat besi.
f) Fosfor
Jika kekurangan, menurunkan kualitas sperma calon ayah. Ada di
susu, dan ikan teri.
g) Selenium (Se)
Berperan penting dalam produksi sperma yang sehat. Gejala
kekurangan selenium antara lain tekanan darah tinggi, disfungsi
seksual dan ketidaksuburan. Sumber selenium antara lain adalah
beras, bawang putih, kuning telur, seafood, jamur, dan semangka.
h) Kurangi konsumsi kandungan makanan yang berminyak
Jika memungkinkan, calon ibu dapat mengganti minyak goreng
dengan minyak zaitun. Kandungan asam lemak yang terkandung
di dalam minyak zaitun bermanfaat untuk kesehatan jantung,
tubuh, serta level kolestrol sehingga menyeimbangkan endokrin
yang sehat.
i) Membatasi Kafein

283
Batasi konsumsi kopi dan teh dikarenakan mengandung kafein
yang dapat memperburuk kesehatan menjelang persiapan
kehamilan. Rekomendasi dari pakar kesehatan bahwa mengawali
kehamilan dapat dilakukan dengan batas mengkonsumsi kafein
sebanyak 200 miligram, hal ini juga dapat dibatasi sampai
kehamilan.
j) Hindari konsumsi
1) Daging mentah, karena berisiko mengandung virus penyebab
toksoplasma, parasit penyebab infeksi janin, dan bakteri E.coli
yang berbahaya bagi kehamilan dan janin.
2) Sayuran mentah (lalap dan salad). Bila proses pencucian
kurang baik, dapat mengandung virus penyebab toksoplasma.
3) Daging ayam dan telur ½ matang atau mentah, kemungkinan
ada bakteri salmonella penyebab diare berat.
4) Ikan bermekuri. Merkuri yang terakumulasi dan tertinggal di
darah akan memengaruhi sistem saraf janin. Waspada makan
ikan tuna kalengan, tuna beku, kakap putih, bawal hitam,
marlin, tongkol, dan hiu. Meski kaya omega 3 dan 6, ikan dari
sebagian perairan Indonesia diduga tercemar merkuri melalui
penurunan kualitas air maupun rantai makanan.
5. Persiapan secara psikologis dan mental
Calon ibu dapat mulai merencanakan kehamilan dengan
memikirkan tujuan memiliki anak atau tidak memiliki anak, dan
bagaimana mencapai tujuan ini. Hal ini disebut dengan rencana hidup
reproduktif. Misalnya bila Ibu berpikir ingin menunda kehamilan,
pilihlah kontrasepsi yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Jika
Ibu berpikir untuk hamil, sangatlah penting untuk mengambil
langkah-langkah agar Ibu dapat hamil sehat dan melahirkan bayi yang
sehat pula.
Ibu dapat memperkaya pengetahuan seputar kehamilan yang
berhubungan dengan perencanaan, perawatan selama kehamilan,

284
menjelang persalinan, pasca persalinan dan juga perawatan bayi dari
berbagai sumber yang terpercaya.
Agar kehamilan yang akan dijalani tidak menimbulkan
ketegangan, hindari hal – hal yang akan memberi pengaruh buruk
dalam keseimbangan hormonal. Stres dapat merusak siklus bulanan,
dan mencegah proses ovulasi. Sebuah studi membuktikan, wanita
dengan tingkat stres tinggi umumnya sulit hamil. Jadi sangat baik jika
calon ibu mulai belajar mengatasi stres sehingga tidak mempengaruhi
kesehatan reproduksi. Sebaiknya ibu mulai mempersiapkan mental
dalam menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat kehamilan.
Ibu harus mendapat dukungan selama kehamilan dari orang terdekat
seperti suami dan keluarga sehingga semakin siapuntuk menjadi ibu
baru.
6. Perencanaan financial/keuangan
Persiapan financial/ keuangan yang matang untuk persiapan
pemeliharaan kesehatan dan persiapan menghadapi kehamilan dan
persalinan penting dilakukan karena timbulnya ketegangan psikis serta
tidak terpenuhinya kebutuhan gizi yang baik pada saat kehamilan
sebagian besar disebabkan karena ketidaksiapan pasangan dalam hal
financial/keuangan.
Kehamilan merupakan hal yang dapat diperkirakan termasuk
biayanya. Biaya kehamilan ini dapat di diskusikan antara suami dan
isteri karena biaya kehamilan merupakan bagian dari biaya kehidupan
berumah tangga. Adapun biaya yang perlu diperhatikan guna
persiapan kehamilan ini, diantaranya mencakup biaya kesehatan
(biaya konsultasi, pemeriksaan, obat dan melahirkan), biaya-biaya
pasca melahirkan (tempat tidur bayi, pakaian bayi, popok, selimut, dll)
dan persiapkan pula biaya untuk hal-hal yang tak terduga.
7. Jangan malu bertanya dan berkonsultasi
Calon ibu dan suami sangat dianjurkan untuk konsultasi dengan
dokter/bidan/tenaga kesehatan lainnya mengenai kesehatan reproduksi

285
ibu dan pasangan. Dokter/bidan akan memberikan saran mengenai
masalah yang dikeluhkan. Konsultasikan pada dokter mengenai
riwayat kesehatan keluarga yang perlu mendapat perhatian.
Selain itu, jika mengalami kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), maka ibu disarankan untuk meminta bantuan. KDRT yang
tidak diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan cedera hingga
kematian, termasuk selama kehamilan (BKKBN, 2014).

C. Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan pada Calon Pengantin dengan


Perencanan Kehamilan
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Biodata / Identitas
Hal utama yang penting dikaji pada pasangan prakonsepsi antara lain;
a) Umur
(1) Perempuan
Umur reproduksi sehat dan aman adalah umur 20 – 35
tahun (Prawirohardjo, dkk, 2010). Pada umur < 20 tahun,
fisiologis alat reproduksi belum sepenuhnya matang dan
psikologis masih belum stabil akibatnya meningkatkan
risiko mengalami penyulit saat hamil (Sukaesih, 2012).
Sedangkan pada umur > 35 tahun, fungsi alat reproduksi
dan organ lainnya sudah menurun, apalagi wanita yang
hamil pertama pada usia ini, memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami preeklampsia (Indriani, 2012).
(2) Laki-laki
Kesuburan pria ini diawali saat memasuki usia pubertas
ditandai dengan perkembangan organ reproduksi pria,
ratarata umur 12 tahun. Perkembangan organ reproduksi
pria mencapai keadaan stabil umur 20 tahun. Tingkat
kesuburan akan bertambah sesuai dengan pertambahan

286
umur dan akan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun.
Setelah usia 25 tahun kesuburan pria mulai menurun
secara perlahan-lahan, dimana keadaan ini disebabkan
karena perubahan bentuk dan faal organ reproduksi
(Khaidir, 2006). Semakin tua usia seseorang maka
kesuburan juga menjadi berkurang (RSUA, 2013). Usia
laki-laki ≥ 40 tahun semakin meningkatkan risiko
kelainan baik fisik maupun psikis pada keturunananya
(McGrath, dkk, 2014).
b) Alamat
Kondisi lingkungan tempat tinggal ikut memberikan
pengaruh terhadap kesehatan istri dan suami pada masa
prakonsepsi.vBeberapa penelitian menyebutkan bahwa
perempuan yg bekerja di lingkungan pertanian lebih sering
mengalami abortus spontan dan kasus Stillbirth (lahir mati)
lebih sering dijumpai diantara perempuan yang bertempat
tinggal dekat tempat aplikasi karbamat pada trimester II
(Winardi, 2016).
c) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan jembatan untuk memperoleh uang
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk
mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan.
Pendapatan seseorang berpengaruh terhadap kemampuannya
dalam memenuhi kebutuhan hidup, salah satunya adalah
kebutuhan nutrisi. Kondisi nutrisi yang kurang baik dapat
menyebabkan terjadinya anemia pada ibu hamil, gangguan
pertumbuhan janin dalam uterus, BBLR, dan prematur
(Reeder, dkk, 2011).
2) Riwayat menstruasi
Hal utama yang perlu dikaji adalah menarche, siklus menstruasi dan
gangguan menstruasi. Menarche adalah menstruasi pertama kali yang

287
merupakan tahap kematangan organ-organ seksual perempuan dan
tanda siklus masa subur telah mulai (Yusuf, dkk, 2014). Siklus
menstruasi dan gangguan mentruasi dapat mempengaruhi masa subur
(Indriarti, dkk, 2013).
a) Usia menarche: umumnya remaja wanita mengalami menarche
usia 12-16 tahun.
b) Siklus menstruasi: siklus menstruasi merupakan waktu sejak
hari pertama menstruasi sampai datangnya menstruasi periode
berikutnya. Siklus menstruasi pada wanita normal berkisar
antara 21-32 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus
menstruasi 28 hari (Proverawati & Misaroh, 2009).
c) Lama menstruasi: normalnya menstruasi berlangsung 3-7 hari
(Ramaiah, 2006), sedangkan menurut Proverawati & Misaroh
(2009) lama mestruasi berlangsung selama 3-5 hari dan ada
juga yang 7-8 hari.
d) Keluhan saat haid: umumnya mengeluh nyeri haid/
dismenorea (Kusmiran, 2012)
e) Pengeluaran sekret: keputihan normal adalah tidak berbau,
berwarna putih, dan tidak gatal apabila berbau, berwarna, dan
gatal dicurigai adanya kemungkinan infeksi alat genital.
(Saifuddin, 2010)
3) Riwayat imunisasi
Skrining status imunisasi perlu dilakukan pada calon ibu terutama
imuniasai TT. Indonesia merupakan salah satu negara yang belum
dapat mengeliminasi tetanus 100% sehingga status imunisasi
ibu/calon ibu harus selalu diskrining (Kemenkes RI, 2012).
Status imunisasi lain yang perlu diskrining yaitu hepatitis B, HPV,
TORCH/Rubella, dan imunisasi penyakit lainnya yang memiliki
prevalensi tinggi di daerah tempat tinggal caon pengantin wanita dan
laki – laki.
4) Riwayat kontrasepsi

288
Penggunaan kontrasepsi berhubungan dengan masa kembalinya
kesuburan pada perempuan. Organ reproduksi memerlukan waktu
untuk pemulihan setelah lepas/berhenti dari pemakaian kontrasepsi.
Hal ini seperti diungkapkan oleh Handayani, dkk (2010), bahwa
lama kembalinya kesuburan dari wanita pasca menggunakan KB
suntik 3 bulan adalah 6 bulan dan yang paling lama adalah 13 bulan.
5) Riwayat obstetri yang lalu
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas terdahulu yang berkaitan
dengan morbiditas dan masalah-masalah lain adalah signifikan dan
perlu digali dengan cermat untuk menghasilkan riwayat yang akurat
sebelum memberikan nasihat tentang konsepsi.
a) Paritas
Menurut Forney A dan E. W.Whitenhorne, paritas yang aman
untuk tidak terjadinya komplikasi pada saat persalinan yaitu
dengan jumlah melahirkan 1 - 2 kali (Manuaba, 2010). Paritas
lebih dari 3 memiliki besar risiko 3 kali untuk mengalami
komplikasi persalinan. Bahaya yang dapat terjadi pada ibu yang
pernah melahirkan 4 kali atau lebih yakni antara lain : kelainan
letak, persalinan letak lintang: robekan rahim pada kelainan letak
lintang; persalinan lama; perdarahan pasca persalinan (Rochjati,
2011).
b) Jumlah anak
Persalinan yang pertama sekali (primipara) biasanya mempunyai
risiko relatif tinggi terhadap ibu dan anak, kemudian risiko ini
menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi
pada paritas keempat dan seterusnya (Sofian, 2011).

c) Jarak kehamilan
Jarak kelahiran optimal adalah antara 2 tahun sampai dengan 5
tahun. Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi

289
keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2
tahun (BKKBN, 2009).
d) Riwayat komplikasi
Riwayat kehamilan dan persalinan yang buruk sebelumnya
merupakan salah satu penyebab komplikasi obstetrik yang tidak
langsung. Termasuk riwayat obstetrik sebelumnya yang buruk
meliputi abortus, partus prematur, IUFD, perdarahan postpartum,
riwayat pre eklamsia, riwayat kehamilan mola hidatidosa,
perdarahan antepartum, gemeli, hidramnion, riwayat persalinan
dengan tindakan. Seorang ibu yang pernah mengalami komplikasi
pada kehamilan atau persalinan yang sebelumnya berisiko akan
mengalami komplikasi pada kehamilan atau persalinan
berikkutnya (Manuaba, 2010).
6) Riwayat kesehatan klien
a) Hipertensi
Penyakit hipertensi diakaitkan dengan peningkatan persalinan
prematur dan retardasi pertumbuhan intrauterin serta insiden
mortalitas perinatal yang lenih tinggi. Penyakit ini juga
merupakan salah satu penyebab kematian ibu yang paling sering.
Tekanan darah harus distabilkan sebelum konsepsi dan kemudian
dipantau ketat selama masa kehamilan. Sebagian besar wanita
dengan hipertensi kronis dapat mengharapkan kelahiran seorang
bayi yang normal dan sehat. Sasaran utama pada periode
prakonsepsi ialah menghindarai penggunaan penghambat ACE
dan antogonis reseptor angiotensin. Wanita harus diberi
pendidikan kesehatan tentang risio pereeklampsia dan hambatan
pertumbuhan janin (Varney, 2007). Pada laki-laki tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan masalah gangguan ereksi baik secara
langsung maupun karena efek samping obat.
b) Diabetes Melitus (DM)

290
Telah terbukti adanya suatu hubungan antara hiperglikemia pada
sekitar waktu konsepsi dengan kelainan pembentukan organ,
terutama tuba nueral, jantung, dan ginjal. Komplikasi yang dapat
timbul selama masa kehamilan meliputi preeklamsia,
polihidramnion, dan persalinan prematur. Oleh karena itu, wanita
yang menderita diabetes melitus perlu mendapat konseling dan
memantau disbetesnya dengan cermat, baik sebelum masa
prakonsepsi maupun sepanjang masa usia subur (Varney, 2007;
Prawirhardjo, 2010).
c) Penyakit ginjal
Pada perempuan sebelum konsepsi, terdapat perubahan adaptif
ginjal untuk mempersiapkan kehamilan. Pada fase luteal setiap
siklus menstruasi, aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi
glomerulus (LFG) meningkat hingga 10-20%. Jika kehamilan
terjadi, perubahan hemodinamik ini terus berlanjut. Pada
pertengahan trimester kedua, aliran darah ke ginjal meningkat
hingga 70-80% jika dibandingkan wanita tidak hamil,
menyebabkan peningkatan LFG hingga 55%. (Wicaksono, dkk,
2017). Pada laki-laki gagal ginjal kronis, terjadi kegagalan dalam
pembuangan limbah tubuh. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas
sperma dan kesuburan.
d) Asma
Wanita dengan riwayat asma saat hamil dapat berkurang
gejalanya atau bertambah keparahannya. Untuk menghindari
bertambah parahnya penyakit, hindarilah kemungkinan
terjadinya infeksi pernapasan dan upayakan tekanan emosional
tetap stabil (Agustina, 2015). Asma juga merupakan salah satu
penyakit yang dapat diturunkan secara genetik.
e) Anemia dan thalassemia
Pada perempuan dengan riwayat penyakit anemia atau
thalassemia akan bertambah buruk saat kehamilan. Pada

291
kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu
peningkatan produksi eritropoetin. Akibatnya, volume plasma
bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga
terjadi penurunan konsentrasi haemoglobin (Hb) akibat
hemodilusi. (Prawirohardjo, 2010)
Pada lak-laki terapi androgen pada anemia dapat meningkatkan
produksi eritropoetin namun dapat menimbulkan gejala
prostatisme atau pertumbuhan yang cepat dari ca prostat.
f) Hemofilia
Hemofilia A (defisiensi faktor VIII) dan Hemofilia B (defisiensi
faktor IX) diwariskan secara X-linked recessive. Perempuan dari
keluarga penderita hemofilia umumnya adalah pembawa
(carrier) yang asimptomatik. Namun 10-20% perempuan
pembawa dapat beresiko terhadap komplikasi perdarahan yang
bermakna karena penurunan faktor VIII atau IX di bawah jumlah
minimal untuk mempertahankan keseimbangan hemostatik.
Hemofilia dapat menyebabkan infertilitas, namun sejumlah kecil
penderita mungkin mempunyai cukup folikel-folikel untuk
hamil. (Prawirohardjo, 2010)
Pada laki-laki dengan Hemofilia lebih sering terjadi, gejala
perdarahan dalam waktu terus menerus dan lebih cepat karena
darah tidak dapat menggumpal tanpa pengobatan. Hal tersebut
dapat mengganggu saat berhubungan seksual dan dapat
menurunkan penyakit hemofilia pada keturunannya (Darmono,
2012).
g) Jantung
Penyakit jantung pada kehamilan akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan.
Kehamilan dapat memperberat penyakit jantung. Kemungkinan

292
timbulnya payah jantung (dekompensasi cordis) pun dapat
terjadi. Pada ibu hamil yang rentan terhadap gangguan jantung,
stres pada perubahan fisiologis normal dapat mencetuskan
dekompensasi jantung. Tanda dan gejala penyakit jantung
(palpitasii, frekuensi jantung sangat cepat, sesak napas ketika
beraktivitas, dispnea, dan nyeri dada) harus dapat diketahui agar
dapat dilakukan penatalaksaan yang tepat (Paramita, dkk, 2016).
Pada laki-laki penyakit arteri koroner dapat menyebabkan
masalah dengan ereksi. Hal ini bisa disebabkan karena terjadinya
pengerasan pembuluh darah penis dan jantung.
h) Hepatitis
Hepatitis dapat terjadi pada setiap wanita atau pasangan dan
mempunyai pengaruh buruk bagi janin dan ibu saat terjadi
kehamilan. Pengaruhnya dalam kehamilan dapat dalam bentuk
keguguran atau persalinan prematuritas dan kematian janin
dalam rahim. (Prawiroharjo, 2010)
i) IMS
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang disebabkan oleg
bakteri, virus, parasit, atau jamur yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada
mitra seksualnya. Infeksi menular sekusual merupakan salah satu
penyebab Infeksi Saluran Reproduksi (ISR). IMS seperti gonore,
klamidiasis, sifilis, trikomoniasis, herpes genitalis, kondiloma
akuminata, bacterial vaginosis, dan infeksi HIV.
j) TORCH
Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes
Simpleks. Kelima jenis penyakit yang disebutkan di atas
merupakan penyakit yang dapat menjangkiti pria maupun wanita
dan dapat berpengaruh burukpada janin yang dikandung.
Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit
yang disebut Toxoplasma gondii. Penyakit ini sering diperoleh

293
dari tanah atau kotoran kucing yang terinfeksi toksoplasma, atau
memakan daging dari hewan terinfeksi yang belum matang
sempurna. Gejala yang sering muncul meliputi: demam, nyeri
otot, kelelahan, dan pembengkakan kelenjar limfe.
Wanita yang dalam usia reproduksinya bila terkena
toxoplasmosis dapat menimbulkan aborsi dan gangguan fertilitas.
Janin bisa terinfeksi melalui saluran plasenta. Infeksi parasit ini
bisa menyebabkan keguguran atau cacat bawaan seperti
kerusakan pada otak dan fungsi mata (Prawirohardjo, 2010).
7) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit pada keluarga dapat menurun karena faktor
genetik, dan bisa menular kepada klien. Riwayat penyakit keluarga
memegang peran penting dalam mengkaji kondisi medis yang
diwariskan dan kelainan gen tunggal. Beberapa jenis kanker, penyakit
arteri koroner, diabetes melitus tipe 2, depresi, dan trombofilia
merupakan penyakit yang memiliki tendensi familial dan dapat
berpengaruh pada kesehatan reproduksi wanita dan laki-laki (Varney,
2007).
8) Pola fungsional kesehatan
a) Nutrisi
Widyakarya Nasional Pangan Gizi VI (WKNPG VI) menganjurkan
angka kecukupan gizi (AKG) energi untuk remaja dan dewasa muda
perempuan 2000-2200 kkal, sedangkan untuk laki-laki antara 2400-
2800 kkal setiap hari. Kekurangan nutrisi akan berdampak pada
penurunan fungsi reproduksi (Felicia, dkk, 2015).
b) Aktivitas
Apa saja aktivitas yang dilakukan ibu, kelelahan dapat
mempengaruhi sistem hormonal. Aktivitas fisik dapat memicu
penurunan sirkulasi hormone seksual (Idrissi, dkk, 2015).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
nomor PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 Bab 1, Pasal 1, Ayat 8:

294
”Nilai Ambang Batas” yang selanjutnya disingkat NAB adalah
standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas
rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
c) Personal hygiene
Personal hygiene yang buruk dapat menimbulkan infeksi pada
organ reproduksi (Kemenkes, 2015). Mengganti pakaian dalam 2
kali sehari, tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat dan
berbahan non sintetik. Saat menstruasi normalnya ganti pembalut
maksimal 4 jam sekali atau sesering mungkin (Kemenkes RI,
2015). Menggunakan air bersih saat mencuci vagina dari arah
depan ke belakang dan tidak perlu sering menggunakan sabun
khusus pembersih vagina ataupun obat semprot pewangi vagina
(Fitriyah, 2014).
d) Istirahat
Otak dan sistem tubuh dapat bekerja dalam tingkat berbeda
dalam melakukan suatu aktivitas. Tubuh memerlukan istirahat
yang cukup, artinya tidak kurang dan lebih. Ketidakseimbangan
istirahat/tidur, misalnya kurang istirahat, dapat menyebabkan
tubuh mudah terserang penyakit. Tidur/istirahat pada malam hari
sangat baik dilakukan sekitar 7- 8 jam dan istirahat siang sekitar
2 jam (Latifah, dkk, 2002a; Varnney, 2007).
e) Pola kebiasaan
Seorang perokok pasif akan memiliki risiko yang sama dengan
perokok aktif. Hampir semua komplikasi pada plasenta dapat
ditimbulkan oleh rokok, seperti abortus, solusio plasenta,
infusiensi plasenta, plasenta previa dan BBLR. Selain itu dapat
menyebabkan dampak buruk bagi janin antara lain SIDS

295
(sindroma kematian bayi mendadak), penyakit paru kronis, asma,
otitis media (Prawirohardjo, 2010).
Konsumsi jamu-jamuan yang belum jelas komposisinya dapat
membahayakan janin dan ibu. Satu hal yang menjadi perhatian
medis adalah kemungkinan mengendapnya material jamu pada
air ketuban. Air ketuban yang tercampur dengan residu jamu
membuat air ketuban menjadi keruh dan menyebabkan bayi
hipoksia sehingga mengganggu saluran napas janin (Purnawati,
dkk, 2012).
Memiliki binatang peliharaan seperti kucing dapat menyebabkan
penyakit toxoplasmosis (Wijayanti, dkk, 2014).
9) Riwayat pernikahan
Mengetahui riwayat pernikahan dulu dan berapa lama usia
pernikahan, alasan berpisah. Tujuannya mengetahui jumlah pasangan
sebelumnya dan hubungan dengan pasangan sebelumnya yang dapat
mempengaruhi hubungannya dengan pasangan sekarang.
10) Riwayat psikososial budaya dan spiritual
Kondisi psikologis individu yang perlu di kaji saat premarital
psychological screening antara lain : kepercayaan diri kedua pihak
sebelum membangun sebuah keluarga, kemandirian masing-masing
calon dalam memenuhi kebutuhan hidup sahari-hari misal bekerja
atau kendaraan dan tempat tinggal pribadi, tidak lagi selalu
bergantung pada orang tua, kemampuan komunikasi antara kedua
belah pihak yang dapat membantu menyelesaikan persoalan dalam
rumah tangga serta penentuan pengambil keputusan dalam keluarga,
efek masa lalu yang belum terselesaikan harus dapat
dikomunikasikan secara terbuka antara kedua pihak. Selain itu
hubungan antara kedua pihak keluarga, seberapa jauh keluarga besar
dapat menerima atas pernikahan tersebut (Kemenkes, 2013).
Keadaan budaya dan spiritual kedua pihak, perkawainan antar budaya
atau ras akan menimbulkan masalah-masalah dan isu-isu yang

296
spesifik, misalnya tentang perbedaan dalam mengekspresikan cinta
dan keintiman, cara berkomunikasi, keyakinan beragama, komitmen
dan sikap yang mengarah pada perkawinan itu sendiri, nilai-nilai
kultural yang disampaikan oleh orangtua sejak kecil dan pola
pengasuhan anak (Imanda, 2016).

c. Data Objektif
1) Pemeriksaan umum
a) Tanda-tanda vital, normal jika :
1) Tekanan Darah
Bertujuan untuk menilai adaya gangguan pada sistem
kardiiovaskuler. Normal 100/60-140/90 mmHg
2) Nadi
Pemeriksaan nadi disertai pemeriksaan jantung untuk
mengetahui pulsus defisit (denyut jantung yang tidak cukup kuat
untuk menimbulkan denyut nadi sehingga denyut jantung lebih
tinggi dari denyut nadi). Dilakukan pula pemeriksaan frekuensi
nadi. Kondisi takikardi (denyut jantung lebih cepat dari
kecepatan normal), dapat dijumpai pada keadaan hipertermia,
aktivitas tinggi, kecemasan, gagal jantung, dehidrasi, dll.
Normal antara 80-110 x/menit.
3) Suhu
Digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh serta
membantu menentukan diagnosis penyakit. Normal antara
36,0°C – 37,0°C.
4) Respirasi
Bertujuan untuk menilai frekuensi pernapasan, irama,
kedalaman, dan tipe/pola pernapasan. Pernafasan normal antara
18-24 kali per menit (Uliyah, dkk, 2009).
b) Antropometri

297
1) Berat badan
Apabila klien yang datang untuk mendapat konseling
prakonsepsi mengalami amenore dan berat badannya dibawah
normal, ia harus diindikasikan untuk meningkatkan asupan
kalori. Sebaliknya, apabila ia mengalami obesitas, ia harus
dianjurkan untuk mengurangi asupan kalori supaya berat
badannya turun sampai rentang normal pada saat konsepsi,
karena obesitas dalam masa kehamilan meningkatkan resiko
preeklampsia dan gangguan tromboembolisme. Wanita juga
harus dianjurkan untuk meningkatkan asupan asam folat sebesar
400 mg per hari (Kemenkes, 2015; Varney, 2007).
Mempertahankan status nutrisi yang baik, mencapai berat badan
ideal, mengontrol gangguan makan, dan mengembangkan
kebiasaan diet nutrisi yang seimbang, dapat membantu
mempertahankan kesehatan sistem reproduksi (Soetjiningsih,
2010).
(1) Tinggi badan
TB yang normal yaitu >145cm. Pada calon ibu yang memiliki
TB <145cm (low high) akan meningkatkan resiko panggul
sempit (Laming, dkk, 2013).
Ukuran BB dan TB digunakan juga untuk menghitung Indeks
Massa Tubuh (IMT) dengan rumus :

Indeks Massa Tubuh =

Dengan klasifikasi :
Kategori IMT (kg/m2)
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Norma 18,5 – 25,0
l
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Obesitas Kelas 1 30-34,9

298
Obesitas kelas 2 35-39,9
Obesitas ekstrem (kelas 3) > 40
(sumber : Depkes RI, 2011; Varney, 2007)

(2) Lingkar lengan atas (LiLA)


Ukuran LiLA normal yaitu >23,5cm. Jika < 23,5 cm merupakan
indikator Ibu kurang gizi sehingga beresiko untuk melahirkan
BBLR (Maryam, 2016).
5) Pemeriksaan fisik
(3) Wajah
Keadaan muka pucat merupakan salah satu tanda anemia
(Mariana, dkk, 2013). Sedangkan oedem pada muka bisa
menunjukkan adanya masalah serius jika muncul dan tidak hilang
setelah beristirahat dan diikuti dengan keluhan fisik yang lain
(Prawirohadjo, 2010).
(4) Leher
Pembengkakan kelenjar getah bening merupakan tanda adanya
infeksi pada klien. Pembengkakan vena jugularis untuk
mengetahui adanya kelainan jantung, dan kelenjar tiroid untuk
menyingkirkan penyakit Graves dan mencegah tirotoksikosis.
(5) Payudara
Tidak terdapat benjolan/masa yang abnormal.
(6) Abdomen
Menilai ada tidaknya massa abnormal dan ada tidaknya nyeri
tekan.
(7) Genitalia
Tidak terdapat tanda-tanda IMS seperti bintil-bintil berisi cairan,
lecet, kutil seperti jengger ayam pada daerah vulva dan vagina.
Tidak terdapat tanda-tanda keputihan patologis
(8) Ekstremtas
Tidak ada odema, CRT < 2 detik, akral hangat, pergerakan bebas
(Sugiarto, dkk, 2017).

299
6) Pemeriksaan Penunjang
(9) Pemeriksaan laboratorium
(10) Albumin
Untuk menyngkirkan proteinuria (yang dapat mengindikasikan
pielonefritis atau penyakit ginjal kronis)
(11) Reduksi urin
Untuk menyingkirkan glikosuria (yang dapat dikaitkan dengan
diabetes melitus).
(12) Hemoglobin
Apabila kadar Hb rendah, penyebabnya harus dipastikan dan
diberikan terapi yang tepat. Hb juga dapat dideteksi dari sampel
darah.
(13) Golongan darah dan rhesus
(14) HbsAg
(15) HIV/AIDS
(16) IMS (Sifilis)
(17) Pemeriksaan tambahan jika diperlukan : TORCH, USG,
pemeriksaan gigi, tes sperma, tes tuberculosis.
d. Perumusan diagnosis dan masalah
1) Diagnosis
Pasangan usia subur dengan perencanaan pernikahan dan kehamilan
2) Keluhan dan masalah
Masalah yang sering muncul pada klien prakonsepsi adalah kurang
pengetahuan mengenai persiapan kehamilan (prakonsepsi).
3) Kebutuhan
Konseling persiapan kesehatan prakonsepsi untuk pasangan.
4) Diagnosa dan masalah potensial
Tidak ada
5) Kebutuhan tindakan segera
Tidak ada
6) Perencanaan

300
Rencana asuhan dibuat sesuai dengan masalah yang ditemukan dalam
pengkajian, meliputi:
a) Jelaskan hasil pemeriksaan
b) R/ menjelaskan hasil pemeriksaan dengan bahasa yang mudah
dimengerti sangat penting agar calon ayah dan ibu memahami
kondisinya dan dapat mengambil keputusan terkait dengan masalah
yang dihadapi
c) Berikan KIE tentang kesehatan reproduksi, persiapan pernikhan, dan
persiapan kehamilan sesuai panduan konseling calon pengantin yang
telah ditentukan oleh Kemenkes (2014)
d) R/ meningkatkan pengetahuan pasangan tentang kesehatan reproduksi
dan prakonsepsi.
e) Anjuran untuk banyak mengkonsumsi makanan atau suplemen asam
folat untuk prakonsepsi.
f) R/ Disarankan mengkonsumsi asam folat minimal 1 bulan sebelum
hamil agar indung telur yang dihasilkan berkualitas. Selain itu asam
folat mampu menurunkan resiko gangguan metabolisme DNA yang
bisa saja terjadi (CDC, 2006).
7) Implementasi
Pelaksanaan asuhan kebidanan dilakukan berdasarkan perencanaan
yang telah disusun sebelumnya dengan harapan mencapai tujuan sesuai
kriteria yang telah ditetapkan.
8) Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan dari tujuan asuhan
yang diberikan dapat berupa evaluasi tindakan dan evaluasi proses.
Kriteria hasil:
a) Calon ayah dan ibu (calon pengantin) dapat menjelaskan kembali
mengenai penjelasan yang diberikan mengenai hasil pemeriksaannya.
b) Calon ayah dan ibu (calon pengantin) dapat menjelaskan kembali hasil
konseling yang diberikan mengenai persiapan kehamilan.

301
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : kamis, 7 Januari 2020, pukul 11.00 WIB


Tempat Pengkajian : Poli KIA Puskesmas Ngargoyoso

A. Subjektif
1. Identitas
Catin Wanita Catin Laki-laki
Nama : Nn. I Nama : Tn. J
Umur : 30 tahun Umur : 32 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Segoro Gunung Alamat : Ngargoyoso
2. Alasan datang
Konseling persiapan pernikahan
3. Keluhan Utama
tidak ada
4. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 14 tahun
b. Siklus : 27 - 33 hari/bulan, teratur, lama ±4-5 hari
c. Banyaknya : ganti pembalut 4 kali/hari 3 hari awal pertama,
hari berikutnya 2-3 kali ganti pembalut
d. Dismeorhe : Tidak ada.
e. HPHT : 13 Juli 2019
f. Fluor Albus : kadang-kadang, bening, sebelum dan setelah
menstruasi, tidak gatal, tidak berbau

302
5. Penyuluhan yang Pernah Didapat
Klien dan pasangan belum mendapat penyuluhan kesehatan reproduksi dan
perencanaan kehamilan
6. Riwayat Kesehatan
a. Catin Wanita : Tidak sedang ataupun pernah menderita
penyakit jantung, hipertensi, asma, DM, ginjal,
batuk lama (TBC atau difteri), belum pernah
melakukan pemeriksaan hepatitis, IMS dan
HIV/AIDS. Status TT3 tahun 1999 (SD Kelas
1,2 dan 6).
b. Catin Laki-laki : Tidak sedang ataupun pernah menderita
penyakit jantung, hipertensi, asma, DM, ginjal,
batuk lama (TBC atau difteri), belum pernah
melakukan pemeriksaan hepatitis, IMS dan
HIV/AIDS.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Catin Wanita : Almarhum Ayah menderita hipertensi, tidak ada
keluarga yang pernah atau sedang menderita
jantung, asma, alergi, DM, ginjal, hemophilia,
thalassemia, cacat bawaan, hepatitis, dan TBC
b. Catin Laki-laki : Ibu menderita DM, tidak ada keluarga yang
pernah atau sedang menderita asma, alergi,
hemofillia, thalassemia, cacat bawaan,
preeklampsia, hepatitis, dan TBC

8. Pola Kebiasaan yang Memperngaruhi Kesehatan


a. Catin Wanita : Tidak ada
b. Catin Laki-laki : Merokok

303
9. Pola Fungsional Kesehatan
a. Nutrisi : Makan 3 kali sehari dengan porsi sedang, terdiri dari nasi,
ayam, telur, daging, jarang mengkonsumsi buah dan sayur
(khususnya Nn. I). Minum air putih 8-9 gelas sehari, suka
mengkosumsi minuman berwarna seperti es teh dan kopi.
Tidak ada pantangan/alergi makanan
b. Eliminasi :
(a) Catin Wanita : BAB 1 kali sekali, kadang-kadang keras, warna
kuning khas, tidak ada keluhan sakit saat BAB.
BAK 4-6 kali sehari, tidak nyeri saat berkemih
(b) Catin Laki-laki : BAB 1 kali sehari. BAK 4-6 kali sehari, tidak
nyeri saat berkemih
c. Istirahat : jarang tidur siang dan pada malam hari tidur 7-8 jam
d. Aktivitas : Bekerja dan mengejakan pekerjaan rumah tangga
e. Hygiene : Mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, ganti celana
dalam 2-3 kali/hari atau setiap kali basah. Setelah BAK atau
BAB dikeringkan menggunakan tisu.
f. Riwayat Pernikahan
Pasangan akan menikah tanggal 28 September 2019.
1) Catin Wanita : pernikahan yang pertama
2) Catin Laki-laki : pernikahan yang pertama
g. Riwayat Psikososial Budaya
Keluarga dari dua belah pihak mendukung pernikahan. Kedua calon
pengantin mengatakan sudah siap secara mental untuk menikah dan tidak
menunda kehamilan setelah menikah, bahkan ingin segera memiliki anak.
Tidak ada budaya tertentu yang berhubungan dengan pernikahan.
B. Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Catin Wanita Catin Laki-laki
a. Keadaan Umum : baik Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : composmentis Kesadaran :composmentis

304
c. Antropometri :
BB : 55 kg BB : 60 kg
TB : 158 cm TB : 168 cm
IMT : 21,88 kg/m2 IMT : 22,36 kg/m2
LILA : 24 cm
d. Tanda-tanda Vital
TD : 110/80 mmHg TD : 120/70 mmHg
N : 79 x/menit N : 85 x/menit
RR : 20 x/menit RR : 22 x/menit
2. Pemeriksaan Fisik
1) Catin Wanita
(1) Bentuk tubuh : Normal
(2) Wajah : wajah tidak pucat, tidak ada kelainan yang
berkenaan dengan genetic seperti sindrom down
(3) Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
(4) Mulut : bibir tidak pucat, lembab tidak kering
(5) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
(6) Dada : tidak dilakukan
(7) Abdomen : tidak dilakukan
(8) Anogenital : tidak dilakukan
2) Catin Laki-laki
(1) Bentuk tubuh : Normal
(2) Wajah : wajah tidak pucat, tidak ada kelainan yang berkenaan
dengan genetic seperti sindrom down
(3) Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih
(4) Mulut : bibir tidak pucat, lembab tidak kering
(5) Leher : tidak terkaji
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 8 Agustus 2019
Catin Wanita
1) Golongan Darah :B

305
2) Rhesus : (+)
3) HB : 12,4 g/dL ( Normal 12 – 15 g/dL)
4) HIV : Non Reaktif (-)
5) HbSAg : Non Reaktif (-)
6) IMS (Sifilis) : Non Reaktif (-)
Catin Laki-laki
1) Golongan Darah :B
2) Rhesus : (+)
3) HB : 15,1 g/dL (Normal 14 – 18 g/dL)
4) HIV : Non Reaktif (-)
5) HbSAg : Non Reaktif (-)
6) IMS (Sifilis) : Non Reaktif (-)

C. Analisa Data
Pasangan usia subur NN. I Usia 30 tahun dan Tn. J usia 32 Tahun calon
pengantin dengan perencanaan kehamilan

D. Penatalaksanaan
Tanggal/Jam Tindakan
7 /1/2021
11.25 WIB 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada kedua calon pengantin bahwa
secara umum keadaan mereka baik, tanda- tanda vital dalam batas
normal, hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal, kedua
catin mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
Rasionalisasi : Dengan mengetahui kondisi nya dalam keadaan baik
akan membuat psikologis pasangan tenang dan tidak khawatir
sehingga keadaannya tetap dalam keadaan baik.
Hasil : pasangan mengetahui bahwa kondisinya sekarang dalam
keadaan baik
2. Menjelaskan dampak buruk merokok terhadap kesehatan catin laki-
laki dan catin wanita serta bahaya dari kandungan zat adiktif dan

306
karsinogenik dari rokok yang dapat mengurangi kualitas sperma,
membahayakan kehamilan bila saat hamil terpapar asap rokok. Serta
menganjurkan catin laki-laki untuk mulai mengurangi merokok, serta
menyarankan merokok di luar rumah sehingga keluarga terhindar dari
paparan asap rokok; kedua catin memahami apa yg disampaikan bidan.
Rasionalisasi : Agar catin laki-laki termotivasi berhenti merokok dan
pasangan mengetahui informasi mengenai bahaya merokok
Hasil : Pasangan mengetahui bahaya merokok terhadap kualitas
sperma dan bahaya pada kehamilan
3. Menjelaskan kepada catin perempuan bahwa keputihan yang dialami
merupakan keputihan yang fisiologis. Menganjurkan klien untuk
sering mengganti celana dalam, menggunakan celana dalam dengan
bahan yang gampang menyerap keringat seperti berbahan cutton, tidak
perlu menggunakan cairan pembersih genitalia untuk menjaga tingkat
keasaman normal vagina dan tidak perlu menggunakan pantyliner
untuk mencegah agar vagina tidak lembab, klien mengerti dan bersedia
melakukan.
Rasionalisasi : Agar catin wanita menjaga personal hygiene,
khususnya kebersihan daerah kewanitaan
Hasil : Catin wanita mengetahui tentang cara membersihkan daerah
kewanitaan dan berprilakiu bersih sehat terhadap daerah kewanitaan
4. Menjelaskan kepada kedua catin bahwa keduanya memiliki risiko
terkena DM dan catin perempuan memiliki lebih besar risko
mengalami hipertensi dikarenakan catin perempuan memiliki
keturunan penyakit hipertensi serta kedua calon memiliki keturunan
penyakit DM dan dampak buruk dari hipertensi dan diabetes mellitus,
kedua catin mengerti penjelasan yang diberikan
Rasionalisasi : Agar pasangan berpola hidup sehat
Hasil : Pasangan mengetahui informasi terkait penyakit keturunan
yang berpotensi pada diri pasangan, akan menjaga pola makan dan
pola sehat kehidupan

307
5. Menganjurkan kedua catin menjaga pola makan seimbang,
mengurangi makanan yang mengandung kolesterol, kadar garam
natrium dan kadar gula tinggi, mengurangi makanan cepat saji,
mencegah stress berlebihan, menghentikan kebiasan merokok,
melakukan olahraga secara rutin, dan kontol kesehatan secara rutin
dikarenakan kedua catin berisiko mengalami DM dan khususnya catin
wanita berisiko mengalami hipertensi, kedua catin mengerti dan
bersedia melakukan anjuran yang diberikan.
Rasionalisasi : Agar pasangan berpola hidup sehat
Hasil : Pasangan mengetahui informasi terkait penyakit keturunan
yang berpotensi pada diri pasangan, akan menjaga pola makan dan
pola sehat kehidupan
6. Menganjurkan catin wanita untuk lebih banyak mengkonsumsi
makanan berserat seperti buah, sayur, dan agar untuk membantu
melancarkan BAB, catin wanita mengerti dan mau melaksanakan
anjuran yang diberikan
Rasionalisasi : Untuk persiapan perencanaan kehamilan dan pola hidup
sehat
Hasil : Pasangan mengetahui informasi menu gizi seimbang tinggi
sehat untuk kebutuhan tubuh catin dan perencanaan kehamilan
7. Memberikan konseling kelas catin tentang kesehatan reproduksi
pranikah, yaitu :
1) Konsep pernikahan
2) Hak reproduksi dan seksual
3) Persiapan pranikah
4) Tindak kekerasan yang mengganggu pernikahan
5) Solusi mengatasi tindakan kekerasan
6) Bentuk ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga
7) Organ reproduksi perempuan dan organ reproduksi laki-laki
8) Kehamilan ideal, Metode kontrasepsi, Proses kehamilan
9) Informasi tentang kehamilan, termasuk tanda-tanda kehamilan,

308
memeriksakan kehamilan, menjaga kehamilan, menu makanan
selama kehamilan, tanda bahaya kehamilan, kondisi emosional ibu
hamil, tips relaksasi ibu hamil.
10) Masa subur seorang perempuan, yaitu dekat dengan pertengahan
siklus haid (14 hari sebelum haid berikutnya atau antara kedua
waktu dari siklus terpanjang dikurang 11 dan siklus terpendek
dikurangi 18, jadi perkiraan masa subur Nn. I pada siklus hari ke-
9 s.d. 22) atau terdapat tanda-tanda kesuburan, diantaranya:
- Peningkatan suhu tubuh ±0,5 0C.
- Pembesaran pada payudara, dapat disertai rasa nyeri/tidak
nyaman.
- Perubahan cairan serviks menjadi lebih banyak, bening dan
teksturnya licin.
11) Tanda-tanda persalinan, persalinan di tolong tenaga kesehatan,
perawatan pasca persalinan, IMD dan ASI eksklusif, manfaat ASI
12) IMS (Infeksi Menular Seksual), Penularan HIV/AIDS, Kanker
pada perempuan, kehidupan seksual suami istri
Kedua catin mengerti penjelasan yang diberikan.
Rasionalisasi : menginformasikan kepada tentang masalah potensial
yang dapat terjadi setelah, menikah, dan informasi serta sumber daya
untuk secara efektif mencegah atau, mengatasi masalah-masalah
tersebut, dan untuk menambah wawasan serta kesiapoan perencanaan
kehamilan
Hasil : Pasangan mengetahui informasi terkait kehidupan pernikahan
dan perencanaan kehamilan
8. Menjelaskan kepada catin wanita bahwa status imunisasi TT saat ini
sudah T4 yang masa perlindungannya terhadap tetanus neonatorum
adalah 10 tahun dan belum seumur hidup, sehingga catin wanita masih
perlu diberikan suntik imunisasi TT satu kali lagi, catin wanita
mengerti keadaannya.
Rasionalisasi : Melakukan skrining TT untuk menentukan status TT

309
Hasil : Catin wanita mengetahui status TT nya yaitu TT4
9. Menjelaskan tujuan dan efek samping dari imunisasi TT, catin
perempuan setuju dilakuakan penyuntikkan imunisasi TT
Rasionalisasi : Agar Catin wanita mengetahui efek dan maanfaat dari
pemberian imunisasi TT pada WUS
Hasil : Catin wanita sudah mengetahui efeksamping dan tujuan
pemberian imunisasi TT
10. Memberikan injeksi imunisasi TT 0,5 cc secara IM pada lengan kiri
catin wanita dan menjelaskan bahwa status imunisasi TT sekarang
yaitu TT5 (TT lengkap) yang masa perlindungannya terhadap tetanus
neonatorum adalah seumur hidup, sehingga apabila nanti sudah hamil
atau hamil lagi, catin wanita tidak perlu diberikan suntik imunisasi TT
kembali; catin wanita mengerti dan tidak ada reaksi alergi
Rasionalisasi : Memberikan kekebalan pada catin wanita terhadap
racun tetanus
Hasil : Sudah diberikan imunisasi TT pada lengan kiri atas, sebanyak
0,5 ML disuntikan secara IM
11. Mendiskusikan tentang perencanaan kehamilan, kedua catin sepakat
untuk merencanakan kehamilan segera setelah menikah, berencana
memiliki 2 anak dengan jarak 3 tahun.
Rasionalisasi : Perencanaan yang di lakukan di awal akan
menghasilkan kehamilan yang optimal dan sehat
Hasil : Pasangan sepakat tidak menggunakan alat kontrasepsi dan
ingin segera memiliki keturunan
12. Menganjurkan kepada catin wanita untuk lebih banyak mengkonsumsi
makanan mengandung asam folat seperti pada sayuran bewarna hijau
tua atau minum susu yang terdapat kandungan asam folat, meminum
suplemen asam folat 0,4 mg setiap hari minimal 1 bulan sebelum
menikah untuk persiapan kehamilan
Rasionalisasi : kebutuhan penting pada masa kehamilan dan membantu
mencegah cacat lahir pada bagian otak dan sumsum tulang belakang

310
pada bayi, sehingga tercapai kehamilan yang optimal dan sehat
Hasil : Catin wanita bersedia mengikuti saran yang dianjurkan

311
BAB IV
PEMBAHASAN

Terkait asuhan yang dilakukan pada NN.I, penulis tertarik untuk


membahas dua topik asuhan yang diberikan pada klien yakni Keputihan
Fisiologis dan Perilaku Kebersihan Vulva
Dari kedua topik yang telah ditentukan, penulis melakukan analisis urgensi
masalah dengan menggunakan metode USG yakni:
1. Urgency (dilihat dari ketersediaan waktu, mendesak atau tidaknya masalah
tersebut diselesaikan).
2. Seriousness (tingkat keseriusan masalah).
3. Growth (tingkat perkembangan masalah).
Berdasarkan penilaian dengan menggunakan skala likert yakni poin 1 (sangat
kecil), 2 (kecil), 3 (sedang), 4 (besar), dan 5 (sangat besar) ditemukan hasil penilaian
sebagai berikut.

U S G
Masalah Total
(Urgency) (Seriousness) (Growth)

Perencanaan
4 4 4 12
Kehamilan

Merokok 3 3 3 9

Pada kasus ini Nn. I dan Tn. J sedang melakukan persiapan pernikahan.
Berdasarkan pengkajian data subyektif diperoleh bahwa Nn. I berusia 30 tahun
dan Tn. J berusia 32 tahun. Menurut BKKBN (2017), umur ideal yang matang
secara biologis dan psikologis adalah 20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 – 30
tahun bagi pria. Sehingga Nn. I dan Tn. J termasuk pasangan dengan usia yang
sudah sangat matang atau terbilang sudah berumur untuk menikah. Waalupun
umur meraka telah melewati umur ideal untuk menikah, namun Prawirohardjo
mengatakan bahwa usia reproduksi sehat dan aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-35 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia <20 tahun secara

312
fisik dan mental ibu belum kuat yang memungkinkan berisiko lebih besar
mengalami anemia, pertumbuhan janin terhambat, dan persalinan prematur.
Sedangkan pada usia ≥35 tahun kondisi fisik mulai melemah yang memicu
terjadinya berbagai komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan masa nifas.
Begitupun pria, disarankan untuk menikah pada usia kurang dari 40 tahun, karena
di atas usia tersebut motilitas, konsentrasi, volume seminal, dan fragmentai DNA
telah mengami penurunan kualitas sehingga meningkatkan risiko kecacatan janin
(RSUA, 2013).
Dalam riwayat psikososial didapatkan bahwa kedua calon pengantin sudah
siap secara mental untuk menikah dan tidak menunda kehamilan setelah menikah,
bahkan ingin segera memiliki anak. Keputusan yang dibuat oleh kedua calon
pengantin sudah tepat, karena usia Nn. I yang telah memasuki usia 30 tahun
dimana menurut American Society for Reproductive Medicine (2012) kesuburan
secara bertahap menurun pada usia 30 tahun. Sehingga sangat dianjurkan untuk
segera merencakan memiliki anak jika menikah pertama kali pada usia 30 tahun.
Pada riwayat menstruasi diperoleh bahwa calon pengantin wanita memiliki
siklus haid 27 – 33 hari teratur tiap bulan, lama sekitar 4 – 5 hari, ada nyeri haid 1
– 2 hari tapi tidak mengganggu aktivitas, da nada nyeri pinggang dan mood swing
1-2 hari sebelum menstruasi. Siklus menstruasi pada wanita normal berkisar
antara 21-32 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus menstruasi 28 hari
(Proverawati & Misaroh, 2009). Sedangkan untuk lama menstruasi normalnya
berlangsung 3-7 hari (Ramaiah, 2006), sementara itu menurut Proverawati dan
Misaroh (2009) lama mestruasi berlangsung selama 3-5 hari dan ada juga yang 7-
8 hari. Dengan demikian tidak ada gangguan pada Nn. I terkait menstruasi. Bila
ditemukan gangguan menstruasi, baik siklus, lama menstruasi, nyeri haid
berlebihan, maka dapat berakibat pada gangguan kesuburan, abortus berulang,
atau keganasan. Adapun fluor albus yang kadang-kadangdialami Nn. I memiliki
sifat bening, sebelum dan setelah menstruasi, tidak gatal, tidak berbau merupakan
fisiologis atau normal. Sebagaimana diungkapkan oleh Saifuddin (2010) bahwa
keputihan normal adalah tidak berbau, berwarna putih, dan tidak gatal apabila
berbau, berwarna, dan gatal dicurigai adanya kemungkinan infeksi alat genital.

313
Riwayat kesehatan keluarga ditemukan bahwa ayah Nn.I memiliki riwayat
penyakit hipertensi dan diabetes mellitus, begitupun ibu Tn. J memiliki penyakit
diabetes melitus. Beberapa penyakit yang dapat diturunkan ialah hipertensi dan
diabetes mellitus.Riwayat keluarga dengan hipertensi dan diabetes mellitus akan
meningkatkan risiko seseorang menderita penyakit tersebut (Cunningham, 2012).
Sebagian besar wanita dengan hipertensi kronis dapat mengharapkan kelahiran
seorang bayi yang normal dan sehat. Sasaran utama pada periode prakonsepsi
ialah menghindarai penggunaan penghambat ACE dan antogonis reseptor
angiotensin. Wanita harus diberi pendidikan kesehatan tentang risio
pereeklampsia dan hambatan pertumbuhan janin. Pada laki-laki tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan masalah gangguan ereksi baik secara langsung maupun
karena efek samping obat (Varney, 2007). Dengan mengetahui gejala dan faktor
risiko hipertensi dan diabetes mellitus diharapkan keturunan penderita dapat
melakukan pencegahan dengan modifikasi diet/gaya hidup, seperti pola makan
seimbang, olahraga rutin, menghindari stress, olahraga rutin, dan cek kesehatan
secara rutin sehingga dapat terhindar dari hipertensi dan diabetes mellitus maupun
komplikasinya (Kemenkes, 2014). Oleh karena itu, kedua catin dianjurkan untuk
pola makan seimbang, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol, kadar
garam natrium dan kadar gula tinggi, mengurangi makanan cepat saji, mencegah
stress berlebihan, menghentikan kebiasan merokok, melakukan olahraga secara
rutin, dan kontol kesehatan secara rutin
Data pola fungsional kesehatan, diketahui bahwa Nn. I jarang makan buah
dan sayur, sehingga pada pola eliminasi didapatkan kebiasaan BAB Nn. I adalah3
– 5 hari sekali. Padahal idealnya adalah BAB 1x sehari (Prawirohardjo, 2010).
Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10,5 g/hari
(Depkes 2008). Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang
dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
untuk orang dewasa usia 19—29 tahun adalah 38 g/hari untuk laki-laki dan 32
g/hari untuk perempuan (WNPG, 2012). Serat makanan memiliki kemampuan
mengikat air di dalam kolon membuat volume feses menjadi lebih besar dan akan
merangsang saraf pada rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi.

314
Dengan demikian feses lebih mudah dieliminir. Pengaruh nyata yang telah
dibuktikan adalah bertambahnya volume feses, melunakkan konsistensi feses dan
memperpendek waktu transit di usus (Kusharto 2006). Buah dan sayur merupakan
sumber serat dan antioksidan bagi tubuh Apalagi Nn. I jarang mengkonsmsi sayur
dan buah sehingga bisa jadi kebutuhan seratnya sangat kurang sehingga
mengurangi kemampuan mengikat air di dalam kolon sehingga Nn. I mengalami
frekuensi BAB yang tidak lancar (3 – 5 hari sekali).
Selain serat, faktor lain yang dapat memperlancar proses defekasi adalah
asupan air. Air memiliki banyak fungsi, salah satu fungsi air adalah media
eliminasi sisa metabolisme. Tubuh menghasilkan berbagai sisa metabolisme yang
tidak diperlukan termasuk toksin. Berbagai sisa metabolisme tersebut dikeluarkan
melalui saluran kemih, saluran nafas, kulit dan saluran cerna yang memerlukan
media air (Santoso, dkk. 2011). Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun
2005 merekomendasikan cairan, terutama air minum, yang harus dikonsumsi
untuk orang dewasa adalah 2 liter atau setara 8 gelas setiap hari. Hal ini
disebebakan karena proses defekasi dapat berjalan dengan lancar apabila minimal
mengonsumsi air putih 2 liter per hari (Ambarita, dkk, 2014). Pada kasus
diperoleh bahwa kebiasaan minum Nn. I adalah 8-9 gelas/hari, sehingga
kebutuhan cairan Nn. I telah terpenuhi dan bukan menjadi penyebab frekuensi
BAB yang tidak teratur.
Pada pola kebiasaan, Tn. J memiliki kebiasaan merokok. Padahal, asap
rokok yang dihirup seorang perokok mengandung beberapa komponen yang
berpotensi menimbulkan radikal bebas ke dalam tubuh, diantaranya karbon
monoksida, karbon dioksida, oksida dan nitrogen dan senyawa hidrokarbon.
Komponen partikel dalam asap rokok diantaranya nikotin, tar dan kadmiun.
Kelebihan produksi radikal bebas atau oksigen yang reaktif (ROS, reactive
oxygen species) dapat merusak sperma, dan ROS merupakan salah satu faktor
penyebab infertilitas. Pada perokok terdapat peningkatan level 8-
hydroxydeoxyguanosine, penanda biokimia dan kerusakan oksidatif DNA sperma,
yang menyebabkan terjadinya kerusakan DNA pada sperma. Spermatozoa
tersebut mengalami kelainan struktur kromatin berupa single/doublestrand DNA

315
breaks (Budiman, 2011). Amaruddin (2012) menyebutkan bahwa pria yang
merokok 10-20 batang per hari memiliki kecenderungan 7,2 kali untuk mengalami
kualitas sperma abnormal dibandingkan pria yang tidak merokok. Pria yang
merokok sebanyak 21–40 batang per hari memiliki kecenderungan mengalami
kualitas sperma abnormal 27,7 kali dibandingkan pria yang tidak merokok.Pada
wanita yang mengonsumsi rokok,ditemukan kadar estradiol yang rendah dalam
darah dan cairan folikular. Respons ovarium terhadap clomifen pada wanita yang
merokok juga rendah, selain menyebabkan infertilitas juga menyebabkan aborsi
dan angka keberhasilan kehamilan rendah. Hal tersebut diakibatkan efek negatif
dari asap rokok seperti nikotin dan PAH terhadap gonadotropin, pembentukan
corpus luteum, interaksi gamet, fungsi tuba, dan implantasi hasil konsepsi,
sehingga bisa terjadi disfungsi tuba, abortus, kehamilan ektopik dan infertilitas
(Sa’adah, dkk, 2016). Dengan demikian Tn. J dianjurkan untuk menghentikan
konsumsi rokok secara bertahap dan jangan merokok didalam rumah jika sudah
menikah dan tinggal satu atap dengan Nn. I.
Pada data objektif, Nn I memiliki IMT 23,88 kg/m2 dan Lila 26 cm yang
termasuk dalam kategori normal. IMT normal ialah 18,5 – 25 kg/m 2 (Depkes,
2011). Sedangkan, ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia
adalah 23,5 cm. Apabila LLA < 23,5 cm atau IMT < 18,5 kg/m 2 , artinya wanita
tersebut mempunyai risiko KEK atau gizi kurang, dan diperkirakan akan
melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR), BBLR mempunyai risiko kematian,
gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak (Supariasa, dkk,
2014). Status nutrisi pada wanita pranikah perlu dikaji karena berhubungan
dengan kesehatan reproduksi. Kegagalan mengkonsumsi diet yang adekuat dalam
masa remaja pranikah dapat menyebabkan kematangan seksual terlambat yang
berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi ketika wanita memasuki fase
pernikahan. Mempertahankan status nutrisi yang baik, mencapai berat badan
ideal, mengontrol gangguan makan, dan mengembangkan kebiasaan diet nutrisi
yang seimbang, dapat membantu mempertahankan kesehatan sistem reproduksi
(Soetjiningsih, 2010). Jika IMT > 30 kg/m2, dapat meningkatkan komplikasi pada

316
kehamilan seperti preeklamsi, diabetus gestasional, kelainan kongenital,persalinan
preterm, dan lain-lain (Lisa, dkk, 2015).
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratoriun dan
diperoleh hasil Hb Nn. I 12,4 g/dL dan Tn. J 17, 1 g/dL. Menurut kriteria WHO
anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g%
pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer
Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di
bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada
penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia
selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya (Oehadian,
2012). Sementara pada kasus ini, kadar hemoglobin kedua calon pengantin berada
dalam batas normal, sehingga tidak menunjukkan adanya tanda penyakit serius
lainnya.
Selain itu, hasil laboratorium Nn. I dan Tn. J menunjukkan HIV Non
Reaktif (-),HbSAg Non Reaktif (-), dan IMS (sifilis) Non Reaktif. Pemeriksaan
ini dilakukan untuk deteksi dini ada /tidaknya penyakit menular seksual yang
nantinya dapat ditularkan kepada janin jika ibu berencana untuk hamil. Sesuai
dengan panduan dari CDC (center for Disease Control and Prevention) US bahwa
deteksi dini HIV dapat rutin pada wanita dengan sex tidak aman, dan semua
wanita yang tidak memiliki risiko virus HIV, sedangkan untuk deteksi dini
hepatitis B dilakukan pada wanita yang memiliki risiko, dan belum pernah vaksin.
Penyakit HIV dan hepatitis B dapat ditularkan saat didalam kandungan melalui
aliran darah plasenta yang dapat menyebabkan abortus spontan, IUGR, kelainan
kongenital (Lisa, dkk,2015).
Setelah dilakukan pengkajian data subjektif dan objektif, maka dilakukan
analisis terhadap Nn. I dan Tn. J yaitu pasangan usia subur dengan persiapan
pernikahan dan perencanaan kehamilan. Penatalaksanaan yang diberikan pada Nn
I diantaranya dengan pemberian konseling pranikah yang didalamnya meliputi
tentang kesehatan reproduksi, khususnya persiapan kehamilan dan masa subur.
Pengetahuan tentang masa subur pada pasangan calon pengantin dengan
perencanaan kehamilan sangatlah penting. Karena masa subur adalah suatu masa

317
dalam siklus menstruasi perempuan di mana terdapat sel ovum yang siap dibuah,
sehingga bila perempuan tersebut melakukan hubungan seksual maka
dimungkinkan terjadi kehamilan (Indriarti, dkk, 2013).
Selain itu, pemberian imunisasi TT pada Nn. I. Hal tersebut dilakukan
dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit tetanus, sehingga
akan memiliki kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi terhadap
penyakit tetanus. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) dilakukan untuk
mencapai status T5 hasil pemberian imunisasi dasar dan lanjutan. Status T5
sebagaimana dimaksud ditujukkan agar wanita usia subur memiliki kekebalan
penuh. Dalam hal status imunisasi belum mencapai status T5 saat pemberian
imunisasi dasar dan lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus toxoid dapat
dilakukan saat yang bersangkutan menjadi calon pengantin (Kemenkes, 2017).
Berdasarkan tahun kelahiran Nn. I yakni 1987 dan mengaku selalu ikut imunisasi
yang diadakan saat SD yakni kelas 1,2 dan 6 yang masing-masing diberikan 2
dosis imunisasi (4 dosis), sehingga status imunisasi TT Nn. I adal T4 dan kurang
satu kali imunisasi TT. Sehingga pada kunjungan ini diberikan injeksi imunisasi
TT yang ke-5 untuk kekebalan seumur hidup
Persiapan kehamilan lainnya yakni dengan menganjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi asam folat atau suplemen asam folat 0,4 gram minimal 1 bulan
sebelum kehamilan. Berperan dalam perkembangan system saraf pusat dan darah
janin, cukup asam folat mengurangi risiko bayi lahir dengan cacat sistem saraf
sebanyak 70%. Jika seorang perempuan memiliki kadar asam folat yang cukup
setidaknya 1 bulan sebelum dan selama kehamilan, maka dapat membantu
mencegah kecacatan pada otak dan tulang belakang bayi (BKKBN, 2014).

318
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nn I usia 30 tahun dan Tn. J usia 32 tahun dengan dengan persiapan
pernikahan dan perencanaan kehamilan. Keputusan untuk merencanakan
kehamilan segera setelah menikah merupakan keputusan yang tepat
mengingat usia Nn. I. Menurut American Society for Reproductive Medicine
(2012) kesuburan secara bertahap menurun pada usia 30 tahun. Apalagi pada
usia ≥35 tahun kondisi fisik mulai melemah yang memicu terjadinya berbagai
komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan masa nifas.
Hasil analisis dari kasus ini berdasarkan hasil pengkajian data
subjektif dan objektif pada Nn. I dan Tn. J sebagai calon pasangan pengantin,
yaitu pasangan usia subur dengan persiapan pernikahan dan perencanaan
kehamilan (prakonsepsi). Sehingga, tata laksana yang diberikan, selain
persiapan pernikahan sesuai panduan calon pengantin yang telah ditetapkan
oleh Kemenkes, juga diberikan tambahan konseling dan anjuran terkait
dengan perencanaan kehamilan, seperti KIE persiapan kehamilan, masa
subur, dan anjuran konsumsi asam folat 0,4 mg minimal satu bulan sebelum
kehamilan. Sehingga, dengan tata laksana yang sesuai diharapkan apat
membantu pasangan calon pengantin mencapai tujuan secara optimal yakni
segera memperoleh keturunan yang sehat atau generasi platinum dalam ikatan
pernikahan yang sah.
B. Saran
1. Bagi Calon Pasangan Pengantin
Diupayakan untuk terus melaksanakan anjuran yang diberikan
tenaga kesehatan agar tujuan mendapatkan keturunan sehat dapat dicapai.
2. Bagi Fasilitas Kesehatan
Pemberian asuhan kebidanan pada masa pra konsepsi harus terus
ditingkatkan,dapat dilakukan dengan cara konseling pranikah karena
melahirkan generasi yang cerdas dimulai dari dalam kandungan, dan
pemberian vaksin sebelum pranikah seperti HPV, Hepatitis B.

319
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, W. 2015. Respon Imun pada Penderita Asma Selama Kehamilan. Jurnal
Ilmu Kesehatan. 4 (1). 58 – 66.

Amarudin. 2012. Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Sperma Pada Pria


dengan Masalah Infertilitas Studi Kasus Kontrol di Jakarta tahun 2011.
Tesis. Jakarta: Univeritas Indonesia.

Ambarita, E. M., dkk. 2014. Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan
Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jurnal Gizi dan
Pangan. 9 (1): 7 – 14.

American Society for Reproductive Medicine. 2012. Age and Fertility. Alabama:
American Society for Reproductive Medicine.

BKKBN. 2013. Pedoman Pelayanan KB dalam Jaminan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: BKKBN.

BKKBN. 2014. Modul pengajaran mempersiapkan kehamilan yang sehat.


BKKBN dan UMM. Diakses dari http://dp2m.umm.ac. id/files/
file/informasi%20progra%20insentif%20 ristek/modul%20pengajaran
%20menjaga%20 kehamila%20sehat.pdf. tanggal 1 April 2018.

BKKBN. 2017. BKKBN: Usia Pernikahan Ideal 21 – 25 Tahun. Diunduh di


https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-usia-pernikahan-ideal-21-25-
tahun. Diakses pada 1 April 2018.

Budiman. 2011. Hubungan Usia, Kebiasaan Merokok, Kebiasaan Minum


Alkohol, Dan Konsumsi Obat-obatan dengan Kualitas Sperma Di
Fertility Centre RSIA Melinda Bandung. Skripsi.

CDC. 2006. Recommendation to improve preconception health and health care-


United state : a report of the CDC/ATSDR preconception care work grup
and the select panel on preconception care.

320
Depkes. 2008. Kegemukan Akibat Kurang Serat. http://www.depkes.go.id
[Agustus 2019].

Depkes. 2011. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT). Jakarta: Depkes RI.

Dinkes Prov. Jawa Tengah. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Effendy, N. 2010. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.


Yogyakarta: Rineka Cipta.

Fatimah, S. 2011. Pola Konsumsi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kejadian
Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Sains dan Teknologi. 7 (3) : 137 – 152.

Felicia, dkk. 2015. Hubungan Status Gizi dengan Siklus Menstruasi pada Remaja
Putri di PSIK FK Unsrat Manado. Ejournal Keperawatan (e-Kp). 3 (1):
1 – 7.

Fitriyah, Imroatul. 2014. Gambaran Perilaku Higiene Menstruasi pada Remaja


Putri di Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan.
Skripsi : FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Handayani, R., dkk. 2010. Hubungan Lamanya Pemakaian Kontrasepsi Suntik


DMPA dengan Kembalinya Kesuburan pada Post Akseptor KB Suntik
DMPA. Bidan Prada: Jurnal Ilmiah Kebidanan. 1 (1): 16 – 27.

Hawkins, A. J., dkk. 2015. Is Couple and Relationship Education Effective for
Love Income Participants? A Meta-Analytic Study. Journal of Family
Psychology. 29 (1): 59 – 68.

Idrissi, K. E., dkk. 2015. Effecr of Physical Activity on Sex Hormones in Women:
A Systematic Review and Meta-Analysis of randomize Controlled Trials.
Breast Cancer Research. 17 (139): 4 – 11.

Imanda, R. Desvita. 2016. Menjalani Pernikahan antar Ras. Vol.5, No.2. Jurnal
Empati. Pp.378-384

321
Indriani, Nanien. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah kota Tegal Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Kebidanan Komunitas. Depok.

Katherine, C., dkk. 2013. Preconception Care: Among Maryland Women Giving
Birth 2009 – 2011. Article. Maryland Departement of Health and Mental
Hygine Center for Maternal and Child Health.

Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Eliminasi


Tetanus Maternal dan Neonatal. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2014. Infodatin Diabetes Melitus. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI.

Kemenkes. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi


Kemenkes RI.

Kemenkes. 2015. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Development Goals


(SDGs). Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2015. Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon Pengantin.


Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2016. Buku Panduan Germas (Gerakan Masyarakan Hidup Sehat).


Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes. 2017. Buku Saku Bagi Penyuluh Pernikahan Kesehatan Reproduksi


Calon Pengantin: Menuju Keluarga Sehat. Jakarta: Kementrian
Kesehatan dan Kementerian Agama.

Kertamuda, E. F. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga di Indonesia.


Jakarta: Salemba Humanika.

Khaidir M. 2006. Penilaian Tingkat Fertilitas Dan Penatalaksanaannya Pada Pria.


Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2006, I (1). Page 30-34.

322
Komalig, dkk. 2008. Faktor Lingkungan yang dapat Meningkatkan Resiko
Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik. Vol. 7, No.2. Jurnal Ekologi
Kesehatan. Pp. 747-757

Kurniawan, L. B. 2016. Patofisiologi, Skrining, dan Diagnosis Laboratorium


Diabetes Melitus Gestasional. CDK-246. 43 (11): 811 – 813.

Kusharto CM. 2006. Serat Makanan dan Peranannya bagi Kesehatan. Jurnal Gizi
dan Pangan, 1(2), 45—54.

Kusmiran, Eny. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta :


Salemba Medika

Laming, C. Y., dkk. 2013. Hubungan Tinggi Badan dengan Ukuran Lebar
Panggul pada Mahasiswi Angkatan 2010 Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik. 1 (1): 178 – 183.

Latifah M, dkk. 2002a. Gaya Hidup Sehat (Buku Ajar Berwawasan Pola Hidup
Sehat untuk Siswa Sekolah Dasar Kelas 3). Kerjasama Pusat Kurikulus
Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dengan Lembaga Penelitian
IPB. Bogor.

Lisa, dkk. 2015. Preconception Care and Reproductive Planning in Primary


Care.Medical The Clinics.
Manuaba, I.B.G., dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB.
Jakarta : EGC

Mariana, W., dkk. 2013. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada
Remaja Putri di SMK Swadaya Wilayah Kerja Puskesmas Karangdoro
Kota Semarang Tahun 2013. Jurnal Kebidanan. 2 (4): 35 – 42.

Maryam, S. 2016. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika.

McGrath, J.J., dkk. 2014. A Comprehensive Assessment of Parental Age and


Psychiatric Disorders. JAMA Psychiatry. 7 (3): 301 – 309.

Mirza, M. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan. Jogjakarta: Kata Hati.

323
Newman. 2006. Developmental Through Life, A Psychosocial Approach (9th
Edition). USA: Timson Higher Education.

Nurul, C. 2013. Panduan Super Lengkap Kehamilan Kelahiran dan Tumbuh


Kembang Anak. Surakarta: Ahad Books.

Oehadian, A. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. CDK-194. 3 (6):


408 – 412.

Paramita, D. A., dkk. 2016. Penyakit Jantung Bawaan pada Kehamilan. CDK-
244. 43 (9): 665 – 668.

Pemerintah Kota Depok. 2011. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dan


Persiapan Pranikah..Pelatihan Peer Konselor Kota Depok.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 tentang


Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan,
Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Kementrian Kesehatan
RI, 2014.

PMK No. 41 tahun 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.

PMK No. 97 tahun 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan
Seksual.

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Proverawati, A. dan Misaroh. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh


Makna. Yogyakarta: Nuha Medika

324
Purnawati, D., dkk. 2012. Konsumsi Jamu Ibu Hamil sebagai Faktor Risiko
Asfiksia Bayi Baru Lahir. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 6 (6):
267 – 272.

Purwandari. 2011. Permulaan Kehidupan Manusia (Perkembangan Pranatal).


Bahan Materi Kuliah. FIP. Yogyakarta: UNY.

Ramaiah, S. 2006. Mengatasi Gangguan Menstruasi. Yogyakarta: Medika.

Reeder, M., dkk. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan
Keluarga. Volume 2. Edisi 18. Jakarta: EGC.

Reeder, Sharon J., Martin LL., and Griffin K. 2011. Keperawatan Maternitas :
Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga (Ed 18) Vol 1 (Yti A, Imami
NR, dan Sri Djuwatiningsih, penerjemah). Jakarta : EGC

Ringoringo, H. P. 2009. Insidens Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada
Bayi Berusia 0 – 12 Bulan di Banjarbaru Kalimantan Selatan: Studi
Kohort Prospektif. Sari Pediatri. 11 (1): 8 – 14.

Rochjati, P. 2011. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga


University Press.

RSUA. 2013. Penyebab Infertilitas pada Pria dan Wanita. Artikel. Web RSUA.
Diunduh dari http://rumahsakit.unair.ac.id/dokumen/Penyebab%20
Infertilitas%20pada%20Pria%20dan%20Wanita.pdf. pada tanggal 1
April 2018.

Sa’adah, N., dkk. 2016. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Berisiko Pasangan
Infertil di Klinik Fertilitas dan Bayi Tabung Tiara Citra Rumah Sakit
Putri Surabaya. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. 5 (1): 61 – 69.

Saifuddin, A. B., dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayana Kontrasepsi.


Jakarta: PT Binda Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Santoso BI, Hardinsyah, Siregar P, & Pardede SO. 2011. Air bagi Kesehatan.
Centra Communications, Jakarta.

325
Sari, F., dkk. 2013. Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya
terhadap Usia Menikah. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 6 (3): 143
– 153.

Setiawan, E. 2017. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online versi 2.0. Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kemdikbud. /. Diakses pada 1
April 2018 di https://www.kbbi.web.id.

Soetjiningsih, 2010. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta :


CV Sagung Seto.

Sofian, Amru, (2011). Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi,


Obstetri Patologi Ed.3, Jilid 1, Jakarta : EGC.

Sugiarto, dkk. 2017. Laboratorium Keterampilan Klinis Buku Manual


Keterampilan Klinis Dasar Pemeriksaan Fisik Untuk Semester 1. Solo:
FK UNS.

Suhaemi. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam


Tyfoid di RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa. Skripsi. Makassar: Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.

Sukaesih, Sri. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu


Hamil Mengenai Tanda Bahaya dalam Kehamilan di Puskesmas Tegal
Selatan Kota Tegal Tahun 2012. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.

Supariasa, I. D. N., B. dkk. 2014. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

SUPAS. 2015. Profil Penduduk IndonesiaHasil SUPAS 2015. Jakarta: Badan


Pusat Statistik.

Triningtyas, D. A., dkk. 2017. Konseling Pranikah: Sebuah Upaya Meredukasi


Budaya Pernikahan Dini di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.
Jurnal Konseling Indonesia. 3 (1): 28 – 32.

Tudiver, F., dkk. 2008. Pregnancy and Psyvological Preparation for Parenthood.
Canadian Family Physician. 28: 1564 – 1568.

326
Uliyah, dkk. 2009. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). Jakarta:
Salemba Medika.

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang


Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidnan. Volume 1. Jakarta: EGC.

Walikota Surabaya. 2017. Instruksi Walikota Surabaya No. 1 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan dan Penyuluhan Kesehatan
Resproduksi Calon Pengantin. Surabaya.

Walikota Surabaya. Surat Edaran Nomor 094/3151/436.7.2/2017 perihal Gerakan


Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).

Wein, dkk. 2012. Chambell-Walsh Urology.10th Editiion. Philadelphia: Saunders


Elsevier.

Wicaksono, dkk. 2017. Sindrom Nefrotik dalam Kehamilan. Vol. 44, No.8.
Laporan Kasus

Wijayanti, T., dkk. 2014. Seropositif Toxoplasmosis Kucing Liar pada Tempat-
tempat Umum di Kabupaten Banjar Negara.BALABA. 10 (02): 59 – 64.

Willis, S. S. 2009. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.

Winardi, B. 2016. Konsep Asuhan Kebidanan pada Masa Prakonsepsi. Bahan


Ajar Perkuliahan Pendidikan Bidan FK UNAIR.

WNPG (Widyakarya Pangan dan Gizi X). 2012. Pemantapan Ketahanan Pangan
Perbaikan Gizi Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal. Jakarta:
20−21 November 2012.

World Health Organization. Meeting to Develop a Global Consensus on


Preconception Care to Reduce Maternal and Childhood Mortality and
Morbidity. Geneva. 2012.

327
Wulandari, P. Y. 2006. Efektivitas Senam Hamil dalam Menurunkan Kecemasan
Menghadapi Persalinan Pertama. Diakses pada: http://rac.uii.ac.id
tanggal 1 April 2018.

Yusuf, Y., dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan Menarche dengan Kesiapan


Remaka Putri Menghadapi Menarche di SMP Negeri 3 Tidore
Kepulauan. Artikel Publikasi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

Zulaekha. 2013. Bimbingan Konseling Pra Nikah bafi “Calon Pengantin” di BP4
KUA Kec. Mranggen (Studi Analisis Bimbingan Konseling Perkawinan.
Skripsi. Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Semarang: Insitut Agama
Islam Negeri Walisongo.

328
Analisis Jurnal Berbasis PICOT
Folic Acid Supplementation before Pregnancy: Reasons for Non-Use and Association with Preconception Counseling

No Populasi Intervensi Comparasion Outcome Time/Lama penelitian Jurnal

1. e analyzed Maryland 28 Maryland PRAMS 2009- foods that The fact that only 27% of We analyzed 2009-2011 Folic Acid
Pregnancy Risk 2011 is unique in that is the contain folic women receive PCC on data from the Maryland Supplementation before
Assessment Monitoring only available large dataset acid folic acid before Pregnancy Risk Assessment Pregnancy: Reasons for
System (PRAMS) survey from those years describing pregnancy is large Monitoring System Non-Use and
responses from women both receipt of PCC on folic missed opportunity to (PRAMS), a population- Association with
with live births from acid and reasons for not reduce the incidence of based survey of postpartum Preconception
2009-2011. Multivariable taking folic acid. devastating and costly women two to nine months Counseling : Paul J.
NTDs. Further efforts are after delivery, designed to Bixenstine, BA,1 Tina
weighted logistic
Yet, messaging should also needed to overcome assess selected maternal L. Cheng, MD, MPH,
regression models
emphasize that all women barriers to the provision behaviors and experiences Diana Cheng, MD,
(n=4426) adjusting for need to consistently take folic of PCC by public health that occur before, during, Katherine A. Connor,
maternal acid daily when they reach professionals and provide and shortly after pregnancy MD, MSPH, and
sociodemographics were childbearing age, particularly targeted folic acid PCC Kamila B. Mistry,
used to explore the given that half of pregnancies to every woman of PhD :
associations between are unintended and most childbearing age at every https://www.ncbi.nlm.n
PCC receipt and folic women do not take folic acid opportunity. ih.gov/pmc/articles/PM
acid use and reasons for before pregnancy because C4589164/ diakses
non-use they are not planning tanggal 9 Agustus 2019
pregnancy

329
257

Anda mungkin juga menyukai