Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN AKSEPTOR KB IMPLANT


PADA NY. Y P1001 USIA 29 TAHUN
DI PMB SITI LAILATUS ZAHRO, KEDAK, SEMEN, KAB.KEDIRI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan Fisiologis


Holistik Remaja, Pra Konsepsi dan Keluarga Berencana & Komunitas

Program Studi Profesi Bidan

Disusun oleh :

Nama : Nafa Tandryan


NIM : P27224020399
Kelas : Profesi Bidan Reguler

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah
pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan
penduduk akan semakin besar usaha yang dilakukan untuk mempertahankan
kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan penduduk di Indonesia semakin
nyata. Hal ini terlihat dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah penduduk di Indonesia
meningkat sebesar 32,5 juta dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di
tahun 2010 (BKKBN, 2010). Hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, angka kelahiran total (total fertility rate / TFR) masih di angka
2,6 artinya rata-rata wanita usia subur (WUS) memiliki 3 anak (Menko kesra,
2013).
Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk, termasuk didalamnya adalah program Safe Mother Hood yang meliputi
keluarga berencana, persalinan yang aman, pelayanan antenatal, dan pelayanan
obstetri esensial. Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu gerakan untuk
membentuk keluarga yang sehat sejahtera dengan membatasi jumlah kelahiran.
Program KB bertujuan untuk menjarangkan kehamilan dengan menggunakan
kontrasepsi (Saifuddin, 2010).
Metode-metode kontrasepsi yang ada di Indonesia saat ini meliputi Metode
Amenore Laktasi (MAL), Keluarga Berencana Alamiah (KBA), Kontrasepsi
Progestin, Senggama Terputus, Metode Barier, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR), Kontrasepsi Kombinasi, dan Kontrasepsi Mantap (Saifuddin, 2010).
Data SDKI 2012 menunjukkan tren Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi di
Indonesia sejak 1991-2012 cenderung meningkat. CPR telah melampaui target
(60,1%) dengan pencapaian 61,9% (Kemenkes RI, 2014).
Sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan kontrasepsi, khususnya
kontrasepsi jangka panjang seperti AKDR, alat kontrasepsi ini memiliki
keuntungan diantaranya yaitu sebagai alat kontrasepsi yang memiliki efektifitas
tinggi, tidak mempengaruhi volume Air Susu Ibu (ASI), dan dapat dipasang segera
setelah melahirkan (Allen, 2009). Kerugian AKDR yaitu dapat meningkatkan
risiko terjadinya radang panggul, bertambahnya darah haid dan rasa sakit untuk
beberapa bulan pertama pemakaian, tidak melindungi dari PMS dan dapat terjadi
ekspulsi serta dalam pemasangan atau pelepasan AKDR harus dengan bantuan
tenaga medis (Hartanto, 2010).
Metode pemasangan AKDR dapat dilakukan pada masa interval maupun pada
pasca persalinan. AKDR pasca persalinan adalah AKDR yang dipasang pada 10
menit setelah plasenta lahir (post plasenta) sampai 48 jam pasca persalinan
(Shukla et al, 2012). AKDR interval adalah AKDR yang dipasang selama siklus
haid. Efektivitas AKDR dinyatakan melalui angka kontinuitas yaitu berapa lama
AKDR tinggal in-utero tanpa ekspulsi spontan, pengangkatan/pengeluaran karena
alasan medis atau pribadi dan terjadinya kehamilan. Faktor yang mempengaruhi
efektivitas AKDR antara lain dipengaruhi oleh faktor AKDR (bentuk, ukuran,
mengandung Cu atau progesteron), faktor akseptor (umur, paritas dan frekuensi
sanggama), faktor waktu pemasangan (interval, post partum, post abortus dan post
coital), faktor teknik pemasangan serta faktor tenaga medis yang memasang
(Hartanto, 2010).
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar merupakan rumah sakit milik
pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar sebagai rumah sakit Tipe C yang
memiliki akses pelayanan maupun rujukan KB di poli kebidanan dan kandungan.
Akseptor KB pada tahun 2015 jumlah akseptor IUD 1031 jiwa (93,8%). Dengan
banyaknya akseptor IUD di RSUD Karanganyar, maka kemungkinan semakin
banyak pula akseptor IUD mengalami efek samping. Meskipun menggambarkan
angka kejadian yang sedikit, peran bidan tetap diperlukan dalam memberikan
asuhan kepada akseptor IUD pasca plasenta agar komplikasi lebih lanjut dan
peningkatan angka kejadian dapat dicegah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan permasalahan:
“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan pada ibu dengan Akseptor Keluarga
Berencanadengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) ?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan teori, konsep dan prinsip kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu akseptor KB alamiah dengan
pendekatan manajemen kebidanan dan melakukan dokumentasi secara SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif pada ibu akseptor KB
AKDRdengan pendekatan holistik.
b. Mampu melakukan pengkajian data objektif pada ibu akseptor KB
AKDRdengan pendekatan holistik.
c. Mampu melakukan analisis data pada ibu akseptor KB AKDRdengan
pendekatan holistik.
d. Merencakan dan melaksanakan penatalaksanaan pada ibu akseptor KB
AKDRdengan pendekatan holistik.
e. Melakukan implementasi asuhan ibu akseptor KB AKDRdengan
pendekatan holistik berdasarkan evidence based practice.
f. Melakukan pendokumentasian asuhan ibu akseptor KB AKDRyang
standar dengan model dokumentasi SOAP notes.

D. Manfaat
1. Bagi Lahan Praktik
Diharapkan menjadi masukan dan motivasi bagi lahan untuk terus
melakukan promosi kesehatan mengenai keluarga berencana terutama Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)agar terjadi kenaikan angka baik dalam
hal minat masyarakat.
2. Bagi Pendidikan/Institusi
Diharapkan dapat menjadi sumbangan pengetahuan dan informasi
mengenai pengetahuan tentang kontrasepsi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR).
3. Bagi Profesi
Diharapakan dapat menambah pengetahuan ilmu kebidanan khususnya
dibidang kesehatan reproduksi dan metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR).
4. Bagi Ibu
Diharapkan dapat nenambah wawasan tentang Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) sebagai metode KB jangka panjang.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Medis Intra Uterine Device (IUD)


1. Pengertian IUD
Pengertian IUD adalah salah satu alat kontrasepsi modern yang telah
dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi
kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi,
menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplementasi dalam uterus
(Hidayati, 2009).
Pengertian AKDR atau IUD atau Spiral adalah suatu benda kecil yang
terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga
mengandung hormon dan di masukkan ke dalam rahim melalui vagina dan
mempunyai benang (Handayani, 2010).
Intra Uterine Device (IUD) adalah suatu alat kontrasepsi yang
dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari
plastik (polythyline), ada yang dililit tembaga (Cu) ada pula yang tidak, tetapi
ada pula yang dililit dengan tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada
pula yang batangnya berisi hormon progesterone. (Kusmarjati, 2011).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi
yang berarti pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang
mengakibatkan kehamilan, sehingga kontrasepsi adalah upaya
untukmencegah terjadinya kehamilan dengan cara mengusahakan agar tidak
terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur
dengan sel sperma (Wiknjosastro, 2003).
Menurut Saifudin (2010), beberapa keuntungan untuk pemakaian IUD
adalah sebagai berikut :
a. Sangat efektif, reversible dan berjangka panjang (dapat sampai 10 tahun:
CuT-380A)
b. Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak
c. Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan
d. Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
e. Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada Infeksi Menular
Seksual (IMS).

2. Macam-macam IUD
Beberapa macam-macam IUD yang dipakai di Indonesia antara lain :
a. Copper-T

Gambar 2.1 Jenis IUD Copper-T


Menurut Imbarwati (2009), IUD berbentuk T, terbuat dari bahan
polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawattembaga
halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti
pembuahan) yang cukup baik. Menurut ILUNI FKUI (2010), Spiral jenis
copper T (melepaskan tembaga) mencegah kehamilan dengan cara
menganggu pergerakan sperma untuk mencapai rongga rahim dan dapat
dipakai selama 10 tahun.
b. Progestasert IUD

Gambar 2.2 Jenis Progestasert IUD


Progestasert IUD adalah melepaskan progesteron dan hanya efektif
untuk 1 tahun, dapat digunakan untuk kontrasepsi darurat Copper-7.
Menurut Imbarwati (2009), IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud
untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter
batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas
permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada
IUD Copper-T.
c. Multi load
Gambar 2.3 Jenis IUD Multi Load
Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari plastik
(polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang
fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi
gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375mm2
untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu
standar, small, dan mini.
d. Lippes loop

Gambar 2.4 Jenis IUD Lippes Loop


Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari polyethelene,
berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan
kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis
yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran
25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran
30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang
putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah.
Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi,
jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari
bahan plasti.

3. Cara Kerja IUD


Menurut Saifudin (2010), cara kerja IUD adalah sebagai berikut :
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.
b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
c. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun
AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi perempuan
dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

4. Keuntungan IUD
Menurut Saifudin (2010), beberapa keuntungan dari IUD adalah sebagai
berikut :
a. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi
Sangat efektif → 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun
pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan).
b. AKDR dapat efektik segera setelah pemasangan.
c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu
diganti).
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR ( CuT-380A).
h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi).
j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
l. Membantu mencegah kehamilan ektopik.
5. Kerugian IUD
Menurut Saifudin (2010), beberapa kerugian dari IUD adalah sebagai
berikut :
a. Efek samping yang mungkin terjadi:
1) Perubahan siklus haid (umum pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan).
2) Haid lebih lama dan banyak.
3) Perdarahan (spotting) antar menstruasi.
4) Saat haid lebih sakit.
b. Komplikasi lain:
1) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan.
2) Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang
memungkinkan penyebab anemia.
3) Perforasi dinding uteru (sangat jarang apabila pemasangannya
benar).
c. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang
sering berganti pasangan.
e. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS,
memakai AKDR dapat memicu infertilitas.
f. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik terganggu karena fungsi
AKDR untuk mencegah kehamilan normal

6. Mekanisme Kerja IUD


a. Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara pasti, ada
yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang menimbulkan
reaksi radang setempat, dengan sebutan leukosit yang dapat melarutkan
blastosis atau sperma. Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat
tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang
dikeluarkan ke dalam rongga uterus juga menghambat khasiatanhidrase
karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkanhormon juga
menebalkan lender sehingga menghalangi pasasi sperma (Prawirohardjo,
2005).
b. Sampai sekarang mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti,
kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa AKDR dalam kavum uteri
menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan
sebutan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma.
Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada
pemakaian AKDR yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup
dalam uterus. Walaupun sebelumnya terjadi nidasi, penyelidik-penyelidik
lain menemukan sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKDR
yang dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan oleh
meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada wanita
(Wiknjoastro, 2005).
c. Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan sexual terjadi)
AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan mempengaruhi sel
telur dan sperma sehingga pembuahan tidak terjadi. Sebagai kontrasepsi
darurat (dipasang setelah hubungan sexual terjadi) dalam beberapa kasus
mungkin memiliki mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan
mencegah terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah
dibuahi ke dalam dinding rahim
d. Menurut Saifuddin (2010), mekanisme kerja IUD adalah:
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu
walaupun AKDR membuat sperma sulit ke dalam alat reproduksi
perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur ke dalam uterus.

7. Kontraindikasi IUD
Menurut Kusumaningrum (2009), kontraindikasi dari pemasangan IUD
adalah sebagai berikut :
a. Hamil atau diduga hamil.
b. Infeksi leher rahim atau rongga panggul, termasuk penderita penyakit
kelamin.
c. Pernah menderita radang rongga panggul.
d. Penderita perdarahan pervaginam yang abnormal.
e. Riwayat kehamilan ektopik.
f. Penderita kanker alat kelamin.

8. Efek Samping IUD


Menurut Sujiantini dan Arum (2009), Efeksamping dari pemasangan IUD
adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan (menoragia atau spotting menoragia).
b. Rasa nyeri dan kejang perut.
c. Terganggunya siklus menstruasi (umumnya terjadi pada 3 bulan pertama
pemakaian).
d. Disminore.
e. Gangguan pada suami (sensasi keberadaan benang IUD dirasakan sakit
atau mengganggu bagi pasangan saat melakukan aktivitas seksual)
f. Inveksi pelvis dan endometrium.
Menurut Zahra (2008), efek samping dari penggunaan IUD pada minggu
pertama, mungkin ada pendarahan kecil. Ada perempuan-perempuan pemakai
spiral yang mengalami perubahan haid, menjadi lebih berat dan lebih lama,
bahkan lebih menyakitkan. Tetapi biasanya semua gejala ini akan lenyap
dengan sendirinya sesudah 3 bulan.

9. Pemasangan IUD
a. Alat dan bahan dalam pemasangan IUD adalah sebagai berikut :
Gambar 2.5 Alat untuk memasang IUD
Menurut Sujiantini dan Arum (2009), beberapa peralatan dalam
pemasangan IUD adalah sebagai berikut :
1) Bivalue speculum (speculum cocor bebek)
2) Tampontang
3) Tenakulum
4) Gunting
5) Mangkuk untuk larutan antiseptic
6) Sarung tangan dan barakscort
7) Duk steril
8) Kapas cebok
9) Cairan antiseptic (betadin)

b. Perlengkapan IUD

Gambar 2.6 Perlengkapan pemasangan IUD


Menurut Sujiantini dan Arum (2009), perlengkapan dalam
pemasangan IUD adalah sebagai berikut :
1) Meja ginekologi
2) Lampu sorot/lampu senter
3) Kursi duduk
4) Tempat klorin 0,5 %
5) Tempat sampah basah
c. Pemasangan IUD
Menurut Prawirohardjo (2008), IUD dapat dipasang dalam keadaan
sebagai berikut :
1) Sewaktu haid sedang berlangsung
Karena keuntungannya pemasangan lebih mudah karena servik
pada waktu agak terbuka dan lembek. Rasa nyeri tidak seberapa
keras, perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak
seberapa dirasakan, kemungkinana pemasangan IUD pada uterus
yang sedang hamil tidak ada.
2) Sewaktu post partum
Pemasangan IUD setelah melahirkan dapat dilakukan:
a) Secara dini yaitu dipasang pada wanita yang melairkan sebelum
dipulangkan dari rumah sakit
b) Secara langsung yaitu IUD dipasang dalam masa 3 bulan setelah
partus atau abortus
c) Secara tidak langsung yaitu IUD dipasang sesudah masa tiga
bulan setelah partus atau abortus

3) Sewaktu abortus.
4) Beberapa hari setelah haid terakhir.

10. Kunjungan Ulang setelah Pemasangan IUD


Menurut BKKBN (2003), jadwal kunjungan ulang setelah pemasangan
IUD adalah sebagai berikut :
a. 1 minggu pasca pemasangan
b. 2 bulan pasca pemasang
c. Setiap 6 bulan berikutnya
d. 1 tahun sekali
e. Bila terlambat haid 1 minggu
f. Perdarahan banyak dan tidak teratur
Pendapat lain menurut Prawirohardjo (2008), pemeriksaan sesudah IUD
dipasang dilakukan pada:
a. 1 minggu pasca pemasangan
b. 3 bulan berikutnya
c. Berikutnya setiap 6 bulan

11. Pemeriksaan pada saat Kunjungan Ulang


Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2006), Setelah IUD dipasang
seorang klien wanita, ia harus diarahkan untuk menggunakan preparat
spermisida dan kondom pada bulan pertama. Tindakan ini akan memberi
perlindungan penuh dari konsepsi karena IUD menghambat serviks, uterus,
dan saluran tuba falopii, tempat yang memungkinkan pembuahan dan
penanaman sel telur dan ini merupakan kurun waktu IUD dapat terlepas secara
spontan. Klien harus melakukan kunjungan ulang pertamanya dalam waktu
kurang lebih enam minggu. Kunjungan ini harusdilakukan setelah masa
menstruasi pertamanya pasca pamasangan IUD. Pada waktu ini, bulan
pertama kemungkinan insiden IUD lebih tinggi untuk terlepas secara spontan
telah berakhir. IUD dapat diperiksa untuk menentukannya masih berada pada
posisi yang tepat. Selain itu, seorang wanita harus memiliki pengalaman
melakukan pemeriksaan IUD secara mandiri dan beberapa efeksamping
langsung harus sudah diatasi. Kunjungan ulang memberi kesempatan untuk
menjawab pertanyaan dan memberi semangat serta meyakinkan klien.
Diharapkan, hal ini membuahkan hasil berupa peningkatan jumlah pengguna
IUD. Data-data terkait IUD berikut dapat diperoleh pada kunjungan ulang ini.
a. Riwayat
1) Masa menstruasi (dibandingkan dengan menstruasi sebelum
menggunakan IUD)
a) Tanggal
b) Lamanya
c) Jumlah aliran
d) Nyeri
2) Diantara waktu menstruasi (dibading dengan sebelum menggunakan
IUD)
a) Bercak darah atau perdarahan: lamanya, jumlah
b) Kram: lamanya, tingkat keparahan
c) Nyeri punggung: lokasi, lamanya, tingkat keparahan.
d) Rabas vagina: lamanya, warna, bau, rasa gatal, rasa terbakar saat
berkemih (sebelum atau setelah urine mulai mengalir)
3) Pemeriksaan benang
a) Tanggal pemeriksaan benang yang terakhir
b) Benang dapat dirasakan oleh pasangan selama melakukan
hubungan seksual
4) Kepuasaan terhadap metode yang digunakan (baik pada wanita
maupun pasangannya)
5) Setiap obat yang digunakan: yang mana, mengapa
6) Setiap kunjungan ke dokter atau keruang gawat darurat sejak
pemasangan IUD: mengapa
7) Penggunaan preparat spermisida dan kondom: kapan, apakah ada
masalah
8) Tanda-tanda dugaankehamilan jika ada indikasi
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan pada
bagian bawah abdomen
2) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri tekan akibat CVA, jika
diindikasikan untuk diagnose banding
3) Tanda-tanda kemungkinan kehamil, jika ada indikasi.
c. Pemeriksaan pelvic
1) Pemeriksaan speculum
a) Benang terlihat
b) Panjang benang: pemotongan benang bila ada indikasi
c) Rabas vagina: catat karakteristik dan lakukan kultur dan apusan
basah bila diindikasikan.
2) Pemeriksaan bimanual
a) Nyeri ketika serviks atau uterus bergerak
b) Nyeri tekan pada uterus
c) Pembesaran uterus
d) Nyeri tekan pada daerah sekitar
e) Tanda-tanda kemungkinan kehamilan bila diindikasikan
d. Laboratorium
1) Hemoglobin atau hematokrit
2) Urinalis rutin sesuai indikasi untuk diagnosis banding
3) Kultur serviks dan apusan basah, jika ada indikasi
4) Tes kehamilan, jika ada indikasi
Apabila hasil pemeriksaan diatas memuaskan, maka klien akan
mendapatkan jadwal untuk melakukan pemeriksaan fisik rutinnya. Pada
kunjungan tersebut bidan akan melakukan hal-hal seperti mengkaji riwayat
penapisan umum yaitu pemeriksaan fisik dan pelvic, pap smear, kultur
klamedia dan gonorea, tes laboratorium rutin lain dan pengulangan kunjungan
ulang IUD seperti dijelaskan diatas. Pengarahan supaya klien memeriksakan
IUD, kapan harus menghubungi bila muncul masalah atau untuk membuat
perjanjiansebelum kunjungan tahunnya dapat ditinjau kembali bersama klien
selama kunjungan ulang ini.

12. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan IUD


a. Faktor internal
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu
(Notoatmodjo, 2007). Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Tingkat
pengetahuan yang cukup tentang kontrasepsi merupakan dasar bagi
pasangan suami istri sehingga diharapkan semakin banyak yang
memilih metode IUD (Nomleni dkk, 2014).
Hasil penelitian Putri dan Ratmawati (2015), menyimpulkan
bahwa pengetahuan mempunyai hubungan dengan pemilihan alat
kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) di wilayah kerja Puskesmas
Pagentan 2 dan dibuktikan secara statistik (p=0,004). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan cukup lebih
memilih untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD daripada
menggunakan kontrasepsi lain.
2) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses perubahan dan peningkatan
pengetahuan, pola pengetahuan, pola pikir dan perilaku masyarakat.
Adanya dinamika berbagai aspek maka proses pendidikan akan terus
menerus dan berkesinambungan sehingga masyarakat mampu
menerima gagasan invasif secara rasional dan bertanggungjawab
(BKKBN, 2008). Pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku
sehari-hari, orang yang berpendidikan tinggi belum tentu
menggunakan KB yang efektif.
3) Paritas
Menurut Subiyatun dkk (2009), jumlah anak mempengaruhi
pemilihan kontrasepsi yang akan digunakan. Semakin banyak anak
yang dimiliki maka akan semakin besar kecenderungan untuk
menghentikan kesuburan sehingga lebih cenderung untuk memilih
metode kontrasepsi jangka panjang.
4) Usia
Usia seseorang memempengaruhi jenis kontrasepsi yang dipilih.
Responden berusia di atas 20 tahun memilih AKDR karena secara
fisik kesehatan reproduksinya lebih matang dan memiliki tujuan yang
berbeda dalam menggunakan kontrasepsi. Usia diatas 20 tahun
merupakan masa menjarangkan dan mencegah kehamilan sehingga
pilihan kontrasepsi lebih ditujukan pada kontrasepsi jangka panjang.
Responden kurang dari 20 tahun lebih memilih Non AKDR karena
usia tersebut merupakan masa menunda kehamilan sehingga memilih
kontrasepsi selain AKDR yaitu pil, suntik, implan, dan kontrasepsi
sederhana
b. Faktor eksternal
1) Dukungan suami
Lingkungan sosial mempengaruhi penggunaan dan pemilihan
alat kontrasepsi (BKKBN, 2008). Dorongan atau motivasi yang
diberikan kepada istri dari suami, keluarga maupun lingkungan
sangat mempengaruhi ibu dalam menggunakan suatu metode
kontrasepsi (Manuaba, 1998). Seorang wanita jika suaminya
mendukung kontrasepsi, kemungkinan dia menggunakan kontrasepsi
meningkat, sebaliknya ketika wanita merasa gugup berkomunikasi
dengan suaminya tentang kontrasepsi atau suaminya membuat
pilihan kontasepsi, kemungkinan dia menggunakan metode
kontrasepsi menurun (Widyawati dkk, 2012).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nuryati
dan Fitria (2014), diketahui bahwa terdapat pengaruh dukungan
suami dalam menggukan MKJP (p = 0,0001). Hal tersebut
menunjukkan bahwa dukungan suami sangat berpengaruh terhadap
pemakaian alat kontrasepsi yang dipakai istrinya. Penelitian tersebut
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Nomleni dkk (2014)
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat
kontrasepsi IUD yang dibuktikan secara statistik (p = 0,018).
2) Kenyamanan seksual
Menurut Widyawati dkk (2012), penggunaan AKDR dapat
berpengaruh pada kenyamanan seksual karena menyebabkan nyeri
dan pendarahan post coitus ini disebabkan karena posisi benang
AKDR yang mengesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga
menimbulkan pendarahan dan keputihan. Akan tetapi, pendarahan
yang muncul hanya dalam jumlah yang sedikit. Pada beberapa kasus
efek samping ini menjadi penyebab bagi akseptor untuk melakukan
drop out, terutama disebabkan dukungan yang salah dari suami.
3) Kepercayaan
Meskipun program KB sudah mendapat dukungan departemen
agama dalam Memorandum of Understanding (MoU) nomor 1 tahun
2007 dan nomor 36/HK.101/FI/2007 setiap agama mempunyai
pandangan yang berbeda terhadap KB sesuai agamanya (Yanti dkk,
2012). Kepercayaan yang positif disertai dengan pengetahuan yang
baik akan meningkatkan probabilitas individu untuk menggunakan
IUD.
4) Budaya
Budaya adalah pandangan serta pemahaman masyarakat tentang
tubuh, seksualitas, dan kesehatan perempuan berkontribusi terhadap
kerentanan tubuh dan kesehatan reproduksi perempuan. Akseptor
yang budayanya mendukung menggunakan metode kontrasepsi IUD
dan sebaliknya.
5) Pemberian Informasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah
pemberian informasi. Informasi yang memadai mengenai berbagai metode
KB akan membantu klien untuk menentukan pilihan alat kontrasepsi.
Pemberian informasi yang memadai mengenai efek samping alat
kontrasepsi, selain akan membantu klien mengetahui alat yang cocok
dengan kondisi kesehatan tubuhnya, juga akan membantu klien
menentukan pilihan metode yang sesuai dengan kondisinya (Maika dan
Kuntohadi, 2009).

B. Evidence Based Midwifery (Practice)


EBM didirikan oleh RCM dalam rangka untuk membantu mengembangkan
kuat profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuhbidan berorientasi
akademis. RCM Bidan Jurnal telah dipublikasikan dalam satu bentuk sejak 1887
(Rivers, 1987) dan telah lama berisi bukti yang telah menyumbang untuk
kebidanan pengetahuan dan praktek. Pada awal abad ini, peningkatan
jumlah bidan terlibat dalam penelitian dan mengeksploitasi baru kesempatan
untuk kemajuan akademik. Ada juga keinginan untuk ini ditulis oleh dan
untuk bidan. EBM secara resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk
penelitian murni bukti pada konferensi tahunan di RCM Harrogate, Inggris pada
tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Itu dirancang 'untuk membantu bidandalam
mendorong maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama
meningkatkan perawatan untuk ibu dan bayi (Silverton, 2003).
EBM mengakui nilai bukti harus berkontribusi pada praktek dan profesi
kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian kuantitatif,
analisis filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan sistematis,
kohort studi, terstruktur, logis dan transparan, sehingga bidan benar dapat menilai
arti dan implikasi untuk praktek, pendidikan dan penelitian lebih lanjut.
Evidence Based Midwifery dalam kegagalan KB IUD dalam dijelaskan
sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Hasil
penelitian Putri dan Ratmawati (2015), menyimpulkan bahwa pengetahuan
mempunyai hubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi Intra Uterine Device
(IUD) di wilayah kerja Puskesmas Pagentan 2 dan dibuktikan secara statistik
(p=0,004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan
pengetahuan cukup lebih memilih untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD
daripada menggunakan kontrasepsi lain.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mitha Destyowati (2011),
menyimpulkan bahwa pengetahuan mempunyai hubungan dengan minat
pemakaian kontrasepsi IUD di Des Harjobinangun Kecamatan Grabak
Kabupaten Purworejo dengan hasil statistik (p=0,000). Hasil penelitian
menunjukan bahwa responden yang memiliki pengetahuan tentang
kontrasepsi IUD baik 62,5% berminat memakai IUD. Responden yang
memiliki pengetahuan tentang IUD cukup sebanyak 84,0% berminat memakai
IUD, pengetahuan responden tentang kontrasepsi IUD kurang sebanyak 100
% tidak berminat memakai IUD.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses perubahan dan peningkatan pengetahuan,
pola pengetahuan, pola pikir dan perilaku masyarakat. Pendidikan seseorang
mempengaruhi perilaku sehari-hari, orang yang berpendidikan tinggi belum
tentu menggunakan KB yang efektif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Abrar Jurisman, Ariadi dan Roza Kurniati tentang hubungan karakteristik ibu
dengan pemilihan kontrasepsi di Puskesmas Padang Pasir, Padang hasil
analisis bivariat menunjukkan tingkat pendidikan memiliki hubungan yang
bermakna dengan pemilihan kontrasepsi (p=0,000), sedangkan umur dan
jumlah anak tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan
kontrasepsi (p=0,590). Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna
antara tingkat pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi. Seseorang dengan
tingkat pendidikan tinggi cenderung memilih kontrasepsi IUD.
3. Dukungan suami
Dorongan atau motivasi yang diberikan kepada istri dari suami, keluarga
maupun lingkungan sangat mempengaruhi ibu dalam menggunakan suatu
metode kontrasepsi (Manuaba, 1998).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nuryati dan Fitria
(2014), diketahui bahwa terdapat pengaruh dukungan suami dalam
menggukan MKJP (p = 0,0001). Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan
suami sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi yang dipakai
istrinya. Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
Nomleni dkk (2014) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemilihan alat kontrasepsi IUD yang dibuktikan secara statistik (p = 0,018).
4. Pemberian Informasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi adalah pemberian
informasi. Pemberian informasi yang memadai mengenai efek samping alat
kontrasepsi harus dijelaskan pada klien (Maika dan Kuntohadi, 2009). Terkadang
akibat dari kurangnya infirmasi yang diberikan pada klien, klien kurang mengetahui
kapan harus kontrol ulang dan tidak jarang terjadi kegagalan IUD akibat malposisi
dan lain sebagainya.

Beberapa jurnal yang membahas tentang malposisi dan perubahan letak dari
pemasangan IUD salah satunya dilakukan oleh Dirk Wildemeersch, Thomas
Hasskamp dan Norman D Goldstuck (2016) dengan judul Malposition And
Displacement Of Intrauterine Devices-Diagnosis, Management And Prevention
menyimpulkan bahwa Ultrasonography and hysteroscopy are the best and most
practical methodologies to diagnose malpositionand the possible existence of uterine
anomalies. (Ultrasonografi dan histeroskopi adalah metodologi terbaik dan paling
praktis untuk mendiagnosis malposisi dan kemungkinan adanya anomali uterus)

C. Teori Manajemen Kebidanan


1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Menurut Mufdlilah, Asri H & Ima K (2010), Manajemen kebidanan
adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data,
diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2. Langkah-Langkah Manajemen Kebidanan
Menurut Mufdlilah, Asri H & Ima K (2010), proses manajemen
kebidanan terdiri dari 7 langkah, yaitu :
a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar
Langkah pertama merupakan langkah awal yang akan menentukan
langkah berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimbau informasi
tentang klien/orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data yang
tepat diperlukan analisa suatu situasi yang menyangkut manusia yang
rumit karena sifatt manusia yang komplek.
Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan
secara terus mnerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung. Data
dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber yang dapat
memberikan informasi paling akurat yang dapat diperolehsecepat
mungkin dan upaya sekecil mungkin. Pasien adalah sumber informasi
yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer. Sumber data
alternatif atau sumber data sekunder adalah data yang sudah ada,
praktikan kesehatan lain, anggota keluarga. Teknik pengumpulan data
ada tiga, yaitu :
1) Observasi, adalah pengumpulan data melalui indera : penglihatan
(perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah), pendengaran
(bunyi batuk, bunyi nafas), penciuman (bau nafas, bau luka),
perabaan (suhu badan, nadi
2) Wawancara, adalah pembicaraan yang terarah yang umumnya
dilakukan paada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang
penting diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data
yang relefan.
3) Pemeriksaan, dilakukan dengan memakai instrumen/alat pengukur.
Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama, kuantitas.
Misalnya : tinggi badan dengan meteran, berat badan dengan
timbangan, tekanan darah dengan tensi meter.
Secara garis besar, diklasifikasikan menjadi data subjektif dan data
objektif. Pada waktu pengumpulan data subjektif bidan harus :
mengembangkan hubungan antar personal yang efektif dengan
pasien/klien/yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal yang
menjadi keluhan utama pasien danyang dicemaskan, berupaya
mendapatkan data/fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan
masalah pasien.
Pada waktu pengumpulan data objektif bidan harus : mengamati
ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan fisik,
memperhatikan aspek sosial budaya pasien, menggunakan teknik
pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang tepat
dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah dan berkaitan dengan
keluahan pasien.

b. Langkah II (kedua) : Interprestasi data dasar


Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi yang benar
atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan
diinterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang
spesifik.
Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan adalah
pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan menghubungkan data satu
dengan lainnya sehingga tergambar fakta.
Masalah adalah kesenjangan yang diharapkan dengan
fakta/kenyataan. Analisa adalah proses pertimbangan tentang nilai
sesuatu dibandingkan dengan standar. Standar adalah aturan/ukuran yang
telah diterima secara umum dan digunakan sebagai dasar perbandingan
dalam kategori yang sama. Hambatan yang berpotensi tinggi
menimbulkan masalah kesehatan (faktor risiko). Dalam bidangkebidanan
pertimbangan butir-butir tentang profil keadaan dalam hubungannya
dengan status sehat-sakit dan kondisi fisiologis yang akhirnya menjadi
faktor risiko agent yang akan mempengaruhi status kesehatan orang
bersangkutan.
Pengertian masalah/diagnosa adalah “suatu pernyataan dari masalah
pasien/klien yang nyata atau potensial dan membutuhkan tindakan”.
Dalam pengertian yang lain masalah/diagnosa adalah “pernyataan yang
menggambarkan masalah spesifik yang berkaitan denagn keadaan
kesehatan seseorang dan didasarkan pada penilaian asuhan kebidanan
yang bercorak negatif”.
Dalam asuhan kebidanan kata masalah dan diagnosa keduanya
dipakai karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai
diagnosa tetapi perlu tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat
rencana asuhan yang menyeluruh. Masalah sering dihubungkan dengan
bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosa.
Diagnosa adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa
kebidanan. Standar nomenlaktur diagnosa kebidanan :
1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi
2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan
3) Memiliki ciri khas kebidanan
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kabidanan
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
c. Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila klien memungkinkan
dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat
bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial inibener-benar terjadi.
d. Langkah IV (keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera
Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana bidan perlu
bertindak segera, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan
tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga
memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi
situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan yang paling tepat.
Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan.
e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif atau
menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi
pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi.
Suatu rencana asuhan harus sama-sama disetujui oleh bidan maupun klien
agar efektif, karena pada akhirnya klien yang akan melaksanakan rencana
itu atau tidak. Oleh karena itu tugas dalam langkah ini termasuk membuat
dan pendiskusian rencana dengan klien begitu juga termasuk penegasan
akan persetujuannya.
Semua keputusan yang dibuat dalanm merencanakan suatu asuhan
yang komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar, berlandaskan
pengetahuan, teori yang berkaitan dan up to date serta divalidasikan
dengan suami mengenai apa yang diinginkan klien dan apa yang tidak
inginkan. Rational yang berdasarkan asumsi dari perilaku pasien yang
tidak divalidasikan., pengetahuan teoritis yang salah atau tidak memadai,
atau data dasar yang tidak lengkap adalah tidak sah akan menghasilkan
asuhan pasien yang tidak lengkap adalah tidak sah akan menghasilkan
asuhan pasien yang tidak lengkap dan mungkin juga tidak aman.
Perencaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah sebagai
berikut : tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan yang berisi
tentang sasaran/target dan hasil yang akan dicapai, selanjutnyaditentukan
rencana tindakan sesuai dengan masalah/diagnosa dan tujuan yang akan
dicapai.
f. Langkah VI(keenam) : Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian oleh klien, atau anggota tim kesehatan
lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (memastikan langkah tersebut
benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi
dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien
yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggungjawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya dan
meningkatkan mutu asuhan.
g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi
Pada langkah ke 7 ini dilakukan eveluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut
telah efektif sedang sebagian belum efektif.
3. Model Dokumentasi Asuhan Kebidanan SOAP
Model dokumentasi yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah
dalam bentuk catatan perkembangan, karena bentuk asuhan yang diberikan
berkesinambungandan menggunakan peoses yang terus menerus (Mufdlilah,
Asri H, Ima K: 2010).
Metode pendokumentasian yang dilakukan dalam asuhan kebidanan adalah SOAP.
SOAP merupakan singkatan dari :
S : Subjektif, yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data
klien melalui anamnesis tanda gejala yang diperoleh dari hasil bertanya pada pasien,
suami dan keluarga. Pada persalinan data lebih difokuskan lagi karena
biasanya ibu yang melahirkan ditempat bidan sudah melakukan kunjungan kehamilan
di tempat bidan dan bidan sudah mempunyai datanya. Sehingga fokus pendataan
adalah sejak kapan ibu merasakan mulas yang semakin meningkat, apakah ibu
sudah ada perasaan untuk meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, apakah
ibu merasakan adanya tekanan pada anus. Tujuan anamnesis adalah
mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan.
Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk
menentukan diagnosis dan mengembangkan rencana dan perawatan yang sesuai
(Depkes RI, 2007).
O : Objektif, yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
lan dan tes diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus yang mendukung
assesment. Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan.
Pemeriksaan yang dilakukan secara head to toe dan terfokus disesuaikan dengan
kebutuhan pemeriksaan pada ibu hamil.

A : Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi


(kesimpulan) dari data subyektif dan objektif. Karena keadaan pasien
pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan dan akan ditemukan
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses
pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut
bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam
rangka mengikuti perkembangan pasien dan analisis yang tepat dan
akurat mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin cepat
diketahuinya perubahan pada pasien, dapat terus diikuti dan diambil
keputusan/tindakan yang tepat. Analisis data adalah melakukan interpretasi
data yang telah dikumpulkan, mencakup diagnosis/masalah kebidanan,
diagnosis/masalah potensial dan tindakan segera (Muslihatun, 2009).
P : Planning/perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang
akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan
intrepretasi data. Penatalaksanaan (P) di SOAP juga mengandung
Implementasi dan Evaluasi. Pelaksanaan tindakan harus disetujui oleh
pasien, kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan
keselamatan pasien. Sebanyak mungkin pasien harus dilibatkan dalam
proses implementasi ini. Bila kondisi pasien berubah, analisis juga
berubah, maka rencana asuhan maupun implementasinya pun
kemungkinan besar akan ikut berubah atau harus disesuaikan
(Muslihatun, 2009).
BAB III
TINJUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN AKSEPTOR KB IMPLANT


PADA NY. Y P1001 USIA 29 TAHUN
DI PMB SITI LAILATUS ZAHRO, KEDAK, SEMEN, KAB.KEDIRI

PENGKAJIAN DATA
Hari/Tanggal : 26 Oktober2020
Jam : 10.00 WIB

A. Data Subjektif
1. Identitas

Nama Ibu : Ny. Y Nama Suami : Tn. M


Umur : 29 tahun Umur : 35 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa Suku/bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tangkisan Pos Alamat : Tangkisan Pos
01/01, Jogonalan, Klaten 01/01, Jogonalan, Klaten.

2. Keluhan utama:
Ibu mengatakan ingin menggunakan KB jangka panjang yang tidak
mengganggu produksi ASI dan cepat mengembalikan kesuburan setelah
melepasnya karena ibu nanti ingin secepatnya memiliki anak lagi mengingat
usia sudah tidak muda.
3. Status perkawinan:
Ibu mengatakan menikah 1 tahun lebih yaitu sejak bulan Januari 2019 usia
saat menikah 27 tahun.
4. Data kebidanan
a. Riwayat Menstruasi:
1) Menarche : 13 tahun
2) Siklus menstruasi : 29 hari (teratur)
3) Lama menstruasi : 6 hari
4) Jumlah/ banyaknya : Ganti pembalut 3-4 kali/hari
5) Bau : Khas
6) Warna darah : Khas
7) Flour albus : Ibu mengatakan pernah mengalami
keputihan tidak berbau, berwaran putih cair, tidak lengket, tidak
berlebihan dan tidak gatal dan tidak mengganggu kenyamanan.
8) Dismenorhea : Tidak ada nyeri haid
b. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Hamil Persalinan Nifas
ke- Tgl UK Jenis Penolong Komp JK BBL Laktasi Komp
Lahir Persalinan
I 17-8- 39 Spontan Bidan Tidak Laki- 3100 ASI Tidak
2020 mg ada laki gr ada
c. Riwayat kontrasepsi yang digunakan
Ibu mengatakan sebelumnya tidak pernah menggunakan alat
kontrasepsi.
5. Data kesehatan
a. Penyakit sistemik yang pernah/sedang diderita : Tidak ada riwayat dan
tidak sedang menderita penyakit darah tinggi, Asma, Gula darah, dan
penyakit jantung
b. Penyakit yang pernah/sedang diderita: Tidak ada riwayat dan tidak sedang
menderita penyakit dan sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit
atau puskesmas.
c. Riwayat penyakit ginekologi : Tidak ada riwayat penyakit Kanker
Rahim, Kanker payudara, dan Penyakit Menular Seksual.
6. Data kebutuhan dasar
a. Nutrisi (makan, minum):
1) Ibu makan nasi dengan lauk dan sayur terakhir jam 08.00 WIB
2) Ibu minum susu 1 gelas terakhir jam 08.00 WIB dan air putih 1 gelas
terakhir jam 10.00 WIB.
b. Eliminasi (BAK, BAB):
1) BAK 5-7 kali sehari terakhir jam 10.30 WIB dengan warna kuning,
bau khas
2) BAB 1 kali sehari terakhir jam 06.30 WIB dengan warna kuning dan
konsistensi lunak
3) Tidak ada nyeri pada saat BAK dan BAB
c. Pola tidur/ istirahat
Tidur malam hanya 4-5 jam karena menyusui anaknya.
d. Aktivitas
Aktivitas ibu jika di rumah memasak, menyapu, mengepel, dan mencuci.
e. Pola seksual
Tidak ada keluhan dalam pola seksual
f. Personal hygiene
Mandi dan gosok gigi 2 kali sehari, keramas 2 kali seminggu, ganti baju
dan celana dalam 2 kali sehari tiap habis mandi atau sewaktu waktu
apabila basah setelah BAK/BAB.
7. Data psikososial
a. Dukungan suami/keluarga : Suami dan keluarga setuju apabila ibu
menggunakan kontrasepsi implan untuk menunda kehamilannya.
b. Pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi : Ibu sudah mengetahui
beberapa kontrasepsi seperti suntik, pil, implan, dan IUD
c. Pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi yang dipakai sekarang : Ibu
mengetahui bahwa alat kontrasepsi implan yang dipakainya tidak akan
mengganggu ASInya dan menggunakannya selama 3 tahun.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Berat badan : 63 kg,
d. Tinggi badan : 156 cm
e. Vital sign
1) Tekanan Darah : 110/80 mmHg
2) Nadi : 79 kali/menit
3) Pernapasan : 22 kali/menit
4) Suhu : 36,7˚C
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1) Rambut warna hitam, bersih, pertumbuhan baik, kulit kepala tidak
ada lesi
2) Muka tidak ada oedem, simetris
3) Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada secret
4) Hidung bersih, tidak ada pembengkakan, simetris, tidak ada secret
5) Telinga bersih,tidak ada serumen
6) Mulut bersih, warna kemerahan, siemtris
b. Leher .
1) Kelenjar thyroid : tidak ada pembengkakan
2) Pembuluh lymfe : tidak ada pembengkakan
3) Bentuk : simetris
4) Massa : tidak ada massa
c. Mammae
1) Bentuk dan ukuran : simetris
2) Keadaan putting : menonjol
3) Pengeluaran : ASI
4) Hyeprpigmentasi : ada
5) Benjolan : tidak ada
d. Abdomen
1) Bentuk : simetris
2) Kelainan : tidak ada kelainan
3) Bekas luka OP : tidak ada
e. Genetalia/vulva, dan anus
1) Vulva : tidak ada odem, tidak ada keputihan
2) Anus : tidak ada Hemorrhoid
f. Ekstremitas (atas dan bawah)
1) Atas : simetris, tidak oedema, jari-jari tangan lengkap, Kuku
jari kemerahan
2) Bawah : tidak ada Oedema dan varices, jari-jari kaki lengkap,
Kuku jari kemerahan, Reflek patella kanan dan kiri Positif (+/+)
3. Pemeriksaan ginekologis (periksa dalam, inspekulo, dll) : tidak dilakukan
4. Pemeriksaan penunjang : tidak di lakukan
C. Analisa
1. Diagnosa :
Ny. Y P1A0 Akseptor KB Implant
2. Masalah :
Kecemasan

D. Penatalaksanaan
1. Menjelaskan metode kontrasepsi kepada ibu dengan mengenalkan berbagai
jenis kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana untuk membantu ibu
dalam membuat suatu pilihan (Informed Choice).
Rasionalisasi :
Klien yang Informed Choice akan lebih baik dalam menggunakan KB karena
Informed Choice adalah suatu kondisi peserta/calon peserta KB yang
memilih kontrasepsi didasari oleh pengetahuan yang cukup setelah
mendapat informasi (BKKBN, 2011).
Hasil :
Ibu dan suami memilih untuk memakai alat kontrasepsi Implan
2. Menjelaskan implant-2 merupakan salah satu kontrasepsi dengan efektivitas
yang tinggi.
Rasionalisasi :
Angka kehamilan pada tahun pertama hanya 0,2 per 100 kehamilan pada
tahun pertama hanya 02 per 100 perempuan dan angka kumulatif pada tahun
kelima hanya 1,6. Tidak ada kontrasepsi lain yang seefektif kontrasepsi
subdermal levonorgestrel. Pada tahun 1990, lebih dari 55.000 perempuan
pada 46 negara, termasuk Amerika telah ikut berpartisipasi dalam uji klinik.
Berdasarkan hasil dari seluruh Negara, indeks dari Pearl (yaitu jumlah
kehamilan per 100 pengguna dalam 1 tahun) adalah 0,2 dan 0,9 untuk dua
tahun pertama, 0,5 dan 1,1 per 100 perempuan untuk tahun ketiga
sampaitahun kelima (BKKBN, 2011).
Menurut jurnal penelitian yang direview oleh Power. J, dkk. (2012) tentang
semua jenis kontrasepsi implan adalah metode kontrasepsi yang sangat
efektif pada wanita. Mayoritas wanita yang menggunakan alat kontrasepsi
implan lebih dari 80% wanita.
Hasil :
Ibu dan suami mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
3. Menjelaskan kepada ibu yang boleh menggunakan alat kontrasepsi implan
adalah:
a. Menyukai metode jangka panjang
b. Tidak ingin tambah anak
c. Sedang menyusui
d. Merokok
Rasionalisasi :
Untuk memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan
kondisi kesehatannya.
Hasil :
Ibu dan suami mengerti dengan penjelasan yang dilakukan dan merasa lega
karena alat kontrasepsi implan dapat digunakan untuk ibu menyusui.
4. Memberitahukan efek samping penggunaan implan adalah :
a) Perubahan perdarahan haid
b) Sakit kepala (1,9%)
c) Perubahan berat badan (biasanya meningkat) (1,7%)
d) Perubahan suasana hati (gugup atau cemas) (1,1%)
e) Depresi (0,9%)
f) Lain-lain (mual, perubahan selera makan, payudara lembek,
bertambahnya rambut di badan atau muka dan jerawat) (1,8%).
Rasionalisasi :
Agar klien mengetahui dengan benar apa yang diharapkan dari pemakaian
impan termasuk efek samping yang akan didapatnya.
Hasil :
Ibu mengerti terhadap apa yang dijelaskan
5. Menjelaskan kepada ibu bahwa alat kontrasepsi implan cepat
mengembalikan kesuburan setelah kapsul dicabut.
Rasionalisasi :
Setelah kapsul dicabut, kadar LNG serum dalam beberapa hari sudah
menghilang. Kesuburan perempuan akan cepat kembali pulih seperti saat
sebelum dipasang. Dari beberapa penelitian dilaporkan, setelah pencabutan
tidak ada efek jangka panjang untuk kesuburannya (BKKBN, 2011).
Hasil :
Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
6. Melakukan persetujuan tindakan medis oleh pasangan suami istri (Informed
Consent)
Rasionalisasi :
Setiap tindakan medis yang mengandung risiko harus dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan,
yaitu klien yang bersangkutan dalam keadaan sadar dan sehat mental
(BKKBN, 2011).
Hasil :
Ibu dan suami setuju atas tindakan medis yang akan dilakukan serta sudah
mendatangani lembar (Informed Consent).
7. Mempersiapkan ibu serta memberitahukan langkah yang akan dilakukan
dalam pemasangan implant
Rasionalisasi :
Agar ibu mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan terhadapnya dalam
pemasangan implant
Hasil :
Ibu sudah siap untuk pemasangan alat kontrasepsi implan dan ibu mengerti
dengan langkah-langkah yang sudah dijelaskan.
8. Mempersilakan ibu untuk mencuci seluruh lengan dengan sabun dan air yang
mengalir serta membilas hingga bersih.
Rasionalisasi :
Untuk meminimalisasi resiko infeksi pada klien dalam pemasangan implant.
Hasil :
Ibu sudah mencuci lengannya.
9. Mempersiapkan alat untuk pemasangan implant
Rasionalisasi:
Penting bahwa alat dalam kondisi yang baik (misalnya trocar dan scalpel
harus tajam). Selain itu, semua alat dan bahan lain telah disterilisasi atau di
DTT. Batang implant tersimpan dalam kemasan steril, beralas kertas, dan
terlindung dari panas.
Hasil :
Alat sudah siap dan alat lainnya sudah disterilisasi.
10. Melakukan pemasangan implan dibawah kulit, diatas lipat siku, di daerah
medial lengan atas. Kapsul dipasang superfisial tepat dibawah kulit (dermis).
Rasionalisasi :
Pemasanan yang dalam akan menyebabkan pencabutan menjadi sulit.
Hasil :
Implan sudah terpasang.
11. Memberikan KIE pasca pemasangan alat kontrasepsi implant, yaitu :
a. Memberitahukan ibu mungkin akan timbul memar, pembengkakan dan
kulit kemerahan pada daerah pemasangan selama beberapa hari. tetapi
keadaan ini normal.
Rasionalisasi :
keadaan ini akan berkurang dan sembuh sendiri dalam waktu 1 minggu
sehingga klien tidak perlu khawatir akan efek samping ini bila dirasa
tidak terlalu mengganggu.
b. Menjaga luka tetap kering dan bersih selama paling sedikit 48 jam.
Umumnya luka sembuh 3-5 hari.
Rasionalisasi :
Luka dapat mengalami infeksi bila basah saat mandi atau mencuci
pakaian
c. Ibu dapat segera bekerja setelah implant dipasang.
Rasionalisasi :
Klien bisa segera bekerja seperti biasa selama tempat pemasangan
implant tidak terbentur maupun basah selama beberapa saat setelah
pemasangan
d. Bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam, daerah luka kemerahan
dan panas atau sakit yang menetap selama beberapa hari segera periksa
kembali ke Rumah Sakit.
Rasionalisasi :
Memberitahukan tanda-tanda infeksi kepada klien agar segera periksa
ke Rumah Sakit jika mengalami hal itu.
Hasil :
Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian asuhan kebidanan akseptor KB yang telah dilakukan
pada Ny. Y dari pengkajian data subjektif dan objektif didapatkan diagnosis Ny.
Y umur 29 tahun P1A0 akseptor KB implant. Penatalaksanaan asuhan sudah sesuai
dengan standar asuhan kebidanan pada akseptor KB implant yaitu memberitahu
ibu hasil pemeriksaan, menjelaskan pada ibu tentang KB implant, mekanisme
kerja KB implant, syarat yang boleh dan tidak boleh menggunakan KB implant,
keuntungan dan kerugian KB implant, efek samping KB implant dan prosedur
penggunaan KB implant, memberitahu ibu untuk menandatangani lembar
persetujuan (informed consent), dan melakukan konseling mengenai KB implant.
Terkait asuhan yang dilakukan pada Ny. Y, penulis tertarik untuk membahas
topik masalah yaitu ibu khawatir tentang kembalinya kesuburan setelah
menggunakan KB implant.

B. Analisis Penyebab Masalah


1. Kekhawatiran ibu terhadapnya kegagalan KB implant
Sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan kontrasepsi, khususnya
kontrasepsi implant, alat kontrasepsi ini memiliki keuntungan diantaranya
yaitu sebagai alat kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi, tidak
mempengaruhi volume Air Susu Ibu (ASI), perlindungan jangka panjang
sampai 3 tahun, pengembalian tingkat kesuburan cepat setelah pencabutan,
tidak memerlukan pemeriksaan dalam, bebas dari pengaruh estrogen, tidak
mempengaruhi kegiatan senggama, kembali hanya jika ada keluhan, dan dapat
dicabut setiap saat sesuai kebutuhan. Kerugian KB implant yaitu tidak
melindungi dari PMS, pemasangan dengan tenaga terlatih, lebih mahal, dan
sering timbul perubahan pola haid.

Pada pengkajian data subjektif didapatkan masalah yaitu Ny. Y merasa


khawatir jika setelah pencabutan terjadi pengembalian tingkat kesuburan yang
lama. Menurut Sogo Paulinus dalam Umi Salamah (2013), secara subjektif
penderita kecemasan selalu mengeluh adanya gelisah, tangan selalu dikepal
atau digosokkan, jalan mondar-mandir. Kecemasan dapat menyebabkan
fungsi tidur penderita terganggu, sukar konsentrasi, hilangnya daya ingat,
tiadanya minat terhadap lingkungan, tiada kegembiraan, mudah marah dan
tidur.
Pada segi urgency kekhawatiran ibu terhadap gagalnya KB implant
mendapat poin 4 dikarenakan akan menimbulkan gelisah yang berlebihan.
Pada segi seriousness mendapat poin 4 dan growth mendapat poin 3.
Ketakutan dan kecemasan merupakan masalah yang membutuhkan
pengkajian yang lebih jauh dan perlu suatu perencanaan untuk
mengatasinya. Kebutuhan yang mungkin diperlukan pada kasus ini yaitu
memberikan informasi tentang keadaan yang dialami ibu dan motivasi ibu
untuk tidak terlalu cemas dengan keadaannya (Varney, 2012). Bidan perlu
memberikan dukungan fisik, psiko, sosial, dan spiritual kepada pasien dan
keluarga.

C. Alternatif Pemecahan Masalah


Dari kerangka data di atas, ditemukan salah satu akar permasalahan ialahnya
minimnya sumber informasi tentang KB Implant. Oleh karena itu, alternatif
pemecahan masalahnya yaitu memberikan informasi tentang keadaan yang
dialami ibu dan motivasi ibu untuk tidak terlalu cemas dengan keadaannya.
Kecemasan yang belebihan akan mempengaruhi produksi ASI dan perasaan
nyeri bahkan sakit pada rahim ibu. Sebab, dalam keadaan cemas, hormon kortisol
akan meningkat dan membuat ibu dalam keadaan tidak nyaman bahkan tidak
stabil akibat banyak pikiran negatif dalam pikiran ibu.
Dukungan dari lingkungan seperti keluarga dan tenaga kesehatan sekitar
memberikan andil bagi ibu untuk meyakinkan ibu bahwa pilihannya menggunakan
kontrasepsi implant sudah tepat. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa
dukungan dari suami dalam penentuan KB menjadi dukungan tersendiri bagi
akseptor KB dan memberikan kenyamanan dalam penggunaan KB itu sendiri.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan dengan menggunakan manajemen
varney pada Ny. Y usia 29 tahun P1A0 Akeptor KB Implant di PMB Siti Lailatus
Zahro, Kedak, Semen, Kediri maka penulis dapat membuat kesimpulan sebagai
berikut :
1. Telah dilaksanakan Pengkajian dan analisa data pada Ny. Y usia 29 tahun P1A0
Akeptor KB Implan.
2. Telah dilakukan pengkajian untuk menegakkan diagnosa dan masalah pada
Ny. Y
3. Telah dilakukan pengkajian untuk melaksanakan tindakan segera pada Ny. Y.
4. Telah dilakukan pengkajian untuk merencanakan tindakan dalam asuhan
kebidanan pada Ny. Y dengan hasil peneliti merencanakan berdasarkan
diagnosa/masalah.
5. Telah dilakukan pengkajian untuk melaksanakan tindakan asuhan kebidanan
pada Ny. Y, yaitu semua tindakan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan
seluruhnya dengan baik tanpa adanya hambatan
6. Telah dilakukan pengkajian untuk mengevaluasi hasil tindakan asuhan
kebidanan pada Ny. Y, dengan hasil studi yang tidak ditemukan hal-hal yang
menyimpang dari evaluasi tinjauan pustaka.
7. Telah dilakukan pengkajian untuk pendokumentasian semua temuan dan
tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny. Y.
B. SARAN
1. Bagi Profesi
Diharapkan bidan lebih mampu melakukan tindakan segera dan merencanakan
asuhan kebidanan pada ibu akseptor KB Implan
2. Bagi Lahan Praktik
Agar lebih meningkatkan pelayanan dalam melakukan asuhan pada akseptor
KB Implan baik dari segi prasarana maupun tenaga kesehatan yang ada di
klinik.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Agar lebih meningkatkan mutu pendidikan dalam proses pembelajaran baik
teori maupun praktik. Agar mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan
wawasan teori teori tentang kontrasepsi Implan.
4. Bagi Pasien
Pasien diharapkan setelah ini bisa mengerti tentang kontrasepsi implan dan
mengenali adanya efek samping umum yang biasanya terjadi pada
pemasangan kontrasepsi implant. Pasien mempunya hak untuk menyuarakan
sejelas jelasnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan keadaan yang
dialaminya sekarang kepada tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
CRITICAL APPRAISAL

Adjunctive Social Media for More Effective Contraceptive Counseling A


Randomized Controlled Trial

A. Apakah Hasil Penelitian Valid?


1. Apakah pasien pada penelitian dirandomisasi?
Ya, penelitian tersebut bersifat random. Hal ini dijelaskan pada beberapa
bagian diantaranya :
a. Judul penelitian : Adjunctive Social Media for More Effective
Contraceptive Counseling A Randomized Controlled Tria
b. Abstrak bagian metode penelitian ( halaman 1 baris ke-6 ) : English-
speaking women aged 18–45 years receiving care at an urban
academic center obstetrics and gynecology clinic were included and
randomized to a trial of standard contraceptive education and
pamphlet (n574) compared with standard contraceptive education and
Facebook (n569) information for contraception counseling
2. Apakah semua pasien yang masuk dalam kelompok control dan
eksperimen dicatat dengan benar dan dikaitkan dengan
kesimpulannya?
Ya, pasien dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dicatat
dengan benar dan dikaitkan dengan hasil baik yang primer maupun
sekunder. Hal ini dibuktikan pada data awal penelitian, dicatat secara
lengkap pada tabel 1 yang berisikan karakteristik subjek penelitian mulai
dari paritas, usia, etnis, status pendidikan, status pernikahan, pendapatan per
bulan, indikasi cesarean.
Participants who did not speak English or declined participation were
ineligible as well as currently pregnant participants; 32 participants were
thus excluded. There were no exclusion criteria outside of age, language,
currently pregnant status, and willingness to participate
3. Apakah follow-up kepada pasien cukup panjang dan lengkap?
Ya, pasien di follow up dengan jelas dan panjang.
4. Apakah pasien dianalisis di dalam grup di mana mereka
dirandomisasi?
Ya, pasien dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen
dianalisis dalam grup dimana mereka dirandomisasi. Hal ini dibuktikan
pada data awal penelitian, dicatat secara lengkap pada tabel 1 , selanjutnya
dilakukan pengkajian baik untuk menilai outcome primer maupun
sekunder.
5. Apakah pasien, klinisi, dan peneliti blind terhadap terapi?
Tidak, pada penelitian ini tidak terdaat sistem blind, sebab setiap pasien dan
klinisi/peneliti tlah mengetahui program apa yang akan dilakukan oleh
pasien.
6. Apakah grup pasien diperlakukan sama, selain dari terapi yang
diberikan?
Ya, setiap grup mendapat intervensi yang sama.
7. Apakah karakteristik grup pasien sama pada awal penelitian?
Ya, karakteristik pasien sama dari pengkajian awal. Hal ini dijelaskan pada
bagian hasil, paragraph kedua, yang berbunyi :
Baseline characteristics were similar between the randomized groups
(Table 1). There were no significant differences in the baseline
characteristics of the women lost to follow-up compared to those women
for whom follow-up data were available.

B. Apa Hasil dari Penelitian Tersebut ?


1. Seberapa penting hasil penelitian ini ?
Penelitian ini penting sebab dapat menjadi referensi dalam memberi asuhan
pada perempuan usia subur tentang penggunaan alat kontrasepsi
2. Seberapa tepat estimasi dari efek terapi ?

Pamphlet Facebook

Received treatment 74 69

No treatment 3 21

90 90

CER 69/90 0,76


control event rate
EER 74/90 0.82
experiment event rate
RR = EER / CER 0.82/0.76 1.07 kemungkinan kelompok
relative risk eksperimen dengan menggukan
media facebook atau media sosial
lebih efektif 1.07 kali dari pada
menggunkan media pamphlet

RRI = ( CER – EER) / 0.1/0.82 0.12 RR tidak > 50 % sehingga tidak


CER menunjukkan perubahan
relative risk increase signifikan secara klinis.

ARI = CER – EER 0.76– 0.82 0.8


absolute risk increase
NNT = 1 / ARI 1 1/0.8 1.25
number need to treat

C. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable


(dapat diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
1. Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?
Ya, hasil tersebut sangat dapat diterapkan pada pasien kita.
2. Apakah karakteristik pasien kita sangat berbeda dibandingkan pasien
pada penelitian sehingga hasilnya tidak dapat diterapkan?
Ya, karakteristik pasien sama dengan subjek penelitian. Yakni perempuan
usia subur dengan usia berkisar 18 – 35 tahun.
3. Apakah hasilnya mungkin dikerjakan di tempat kerja kita?
Hasil penelitian cocok jika dilakukan di lingkungan praktek lahan. Dengan
meninjau kemudahan masyarakat untuk mendapatkan bahan bahan yang
dibutuhkan.
4. Apakah kita dan pasien kita mempunyai penilaian yang jelas dan tepat
akan value dan preferensi pasien kita?
Ya, pasien telah memahami value dari metode konseling tengtang alat
kontrasepsi
5. Apakah value dan preferensi pasien kita dipenuhi dengan terapi yang
akan kita berikan?
Ya

Anda mungkin juga menyukai