Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga berencana adalah upaya meningkatkan kepedulian dan peran
serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan jarak
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga
untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Yuhedi, 2013). Peranan
penting bidan dalam keluarga berencana adalah untuk meningkatkan jumlah
penerimaam dan kualitas metode KB kepada masyarakat. Sesuai dengan
pengetahuan dan keterampilan bidan, metode KB yang dapat dilaksanakan adalah
metode sederhana (kondom pantang berkala, pemakaian spermisid, senggama
terputus), metode kontrasepsi efektif (MKE) hormonal seperti suntik, pil dan
susuk serta IUD (Intra Uteri DeviceI), metode MKE kontrasepsi mantap (kontap)
(Manuaba, 2010).
AKDR atau IUD merupakan salah satu metode KB yang banyak
digunakan. Tingkat kepuasan yang tinggi terhadap metode ini diantaranya karena
metode jangka panjang, efektivitas kontraseptif dan kembalinya kesuburan yang
sangat tinggi (Affandi, 2011). Meskipun memiliki banyak keunggulan, metode
kontrasepsi IUD juga memiliki efek samping yang perlu diperhatikan (Handayani,
2010). Terdapat efek samping seperti perdarahan, nyeri dan kejang di perut,
gangguan pada suami oleh karena adanya benang IUD, ekspulsi (pengeluaran
sendiri), dan keputihan (Wiknjosastro, 2010; Mochtar, 2011). Perdarahan di luar
siklus menstruasi dengan jumlah lebih banyak dan lama yang disebut
menometroragia merupakan salah satu masalah yang berkaitan dengan pemakaian
IUD (Sulistyawati, 2013).
Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk, termasuk di dalamnya adalah program Safe Mother Hood yang
meliputi keluarga berencana, persalinan yang aman, pelayanan antenatal, dan
pelayanan obstetri esensial. Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu gerakan
untuk membentuk keluarga yang sehat sejahtera dengan membatasi jumlah
kelahiran. Program KB bertujuan untuk menjarangkan kehamilan dengan
menggunakan kontrasepsi (Saifuddin, 2010).
Berdasarkan survey BKKBN secara nasional tahun 2017 tercatat akseptor
IUD baru sebesar 526.200 jiwa (6,35%) dari 5.584.082 akseptor KB baru. Angka
kejadian perdarahan karena pemakaian IUD sampai dengan Desember 2017
sebanyak 1025 jiwa (0,19%) dari pengguna IUD secara nasional. Metode-metode
kontrasepsi yang ada di Indonesia saat ini meliputi Metode Amenore Laktasi
(MAL), Keluarga Berencana Alamiah (KBA), Kontrasepsi Progestin, Senggama
Terputus, Metode Barier, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), Kontrasepsi
Kombinasi, dan Kontrasepsi Mantap (Saifuddin, 2010). Data SDKI 2012
menunjukkan tren Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi di Indonesia sejak 1991-
2012 cenderung meningkat. CPR telah melampaui target (60,1%) dengan
pencapaian 61,9% (Kemenkes RI, 2014).
Masalah yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah
pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan
penduduk akan semakin besar usaha yang dilakukan untuk mempertahankan
kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan penduduk di Indonesia semakin
nyata. Hal ini terlihat dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah penduduk di Indonesia
meningkat sebesar 32,5 juta dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di
tahun 2010 (BKKBN, 2010). Hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, angka kelahiran total (total fertility rate / TFR) masih di
angka 2,6 artinya rata-rata wanita usia subur (WUS) memiliki 3 anak (Menko
kesra, 2013).
Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, dapat
mempersulit pemerintah dalam upaya menekan AKI (Angka Kematian Ibu) di
tanah air. Perlu adanyaupaya besar untuk menekan laju pertumbuhan agar targer
MDGs (Millenium Development Goals), untuk menurunkan AKI pada tahun 2015
tercapai. AKI merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan
perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yang ke-5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah
mengurangi sampai ¾ risiko jumlah kematian ibu (SDKI, 2011).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
asuhan kebidanan pada Ny.A usia 32 tahun P2A0 dengan akseptor baru KB IUD di
KIA PUSKESMAS PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah yaitu


“Bagaimana asuhan kebidanan Ny.A usia 32 tahun P2A0 dengan akseptor baru KB
IUD di KIA PUSKESMAS PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN melalui
pendekatan holistik berdasarkan evidence based practice?”

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan dengan manajemen SOAP pada
akseptor AKDR
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif pada akseptor AKDR
b. Melakukan pengkajian data objektif pada akseptor AKDR
c. Menentukan analisis pada akseptor AKDR
d. Melakukan penatalaksanaan pada akseptor AKDR

D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber referensi
khususnya tentang asuhan kebidanan pada akseptor AKDR.
2. Bagi Klien dan Keluarga
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan klien dan keluarga agar lebih
mengetahui dan memahami pemasangan, mekanisme kerja, efektifitas,
keuntungan kekurangan serta efek samping dari keluarga berencana dengan
alat kontrasepsi IUD
3. Bagi Lahan Praktek
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi banding dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada akseptor AKDR.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis
1. Keluarga Berencana
a. Definisi
Secara umum KB dapat diartikan sebagai usaha untuk mengatur
banyaknya kehamilan sehingga dapat berdampak positif bagi ibu, bayi,
dan ayah (Suratun, 2008). Hasil kajian selama ini, terlalu dekat jarak
antarkelahiran bisa membahayakan bayi yang akan dilahirkan karena
kondisi fisik alat kandungan ibu belum sempurna (Maternal Depletion
Syndrome). Oleh karena itu, diperlukan jarak optimal antara kelahiran
anak yang satu dengan yang lainnya, yaitu 3-6 tahun (Tukiran, 2010).
b. Tujuan
Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi bertujuan untuk :
a. Mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju
pertumbuhan penduduk (LPP).
b. Mengobati kemandulan bagi pasangan yang belum juga mempunyai
keturunan padahal sudah menikah lebih dari satu tahun untuk
tercapainya keluarga bahagia.
c. Memberikan nasehat perkawinan bagi pasangan remaja yang akan
menikah.
d. Tercapainya keluarga yang sehat, harmonis, tercukupi sandang,
pangan, papan, pendidikan dan juga dapat produktif dari segi
ekonomi (Suratun, 2008).
c. Kebijakan
Program KB nasional diatur dalam Undang- Undang Nomor 10
tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera dan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun
2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2004-2009. Pembangunan KB diarahkan untuk
meningkatkan keluarga kecil berkualitas dan mengendalikan
pertumbuhan penduduk. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan
Keluarga Berencana diselenggarakan melalui 4 program pokok yaitu :
program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, program
ketahanan dan pemberdayaan keluarga, program kesehatan reproduksi
remaja, dan program penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas
(BKKBN, 2008).
d. Sasaran
Sasaran terdiri atas sasaran langsung dan tidak langsung. Sasaran
langsung yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15-49 tahun,
karena pasangan kelompok ini aktif melakukan hubungan seksual yang
dapat mengakibatkan kehamilan. Pasangan tersebut diharapkan secara
bertahap menjadi peserta KB sehingga memberi efek langsung
penurunan fertilisasi. Sedangkan sasaran tidak langsung yaitu kelompok
remaja usia 15-19 tahun dan lembaga kemasyarakatan atau organisasi-
organisasi pemerintah maupun swasta serta tokoh masyarakat dan
pemuka agama (Suratun, 2008).

2. Kontrasepsi
a. Definisi Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti melawan atau
mencegah dan konsepsi yang artinya pertemuan antara sel telur dan sel
sperma yang dapat berakibat terjadinya kehamilan. Jadi kontrasepsi
adalah menghindari atau mencegah pertemuan antara sel telur dengan
sperma agar tidak terjadi kehamilan (Suratun, 2008).
b. Macam-macam Metode Kontrasepsi
NON HORMONAL HORMONAL
1. Metode Amenore Laktasi (MAL) 1. Progestin: pil, injeksi dan
2. Kondom implan
3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 2. Kombinasi: pil dan
4.Kontrasepsi Mantap (Tubektomi dan injeksi
Vasektomi)
(Sumber : BKKBN & Kemenkes RI, 2012)
1) Pil
Pil mudah dipakai, nyaman, tidak mengganggu siklus
menstruasi, tidak memerlukan pemeriksaan panggul, tidak
mengganggu aktivitas hubungan seksual, dan akan efektif jika
diminum setiap hari pada waktu yang sama,. Akan tetapi dalam
beberapa hari pertama pemakaian pil akan muncul mual, pusing,
letih, sedikit perdarahan, dan bila lupa satu pil saja dapat terjadi
kegagalan dalam pemakaiannya (Hartanto, 2011).
2) Suntikan
Suntikan memiliki beberapa keuntungan yaitu tidak
mengganggu laktasi, sangat efektif dalam mencegah kehamilan (0,3
kehamilan per 100 perempuan dalam satu tahun pertama), dapat
digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai perimenopause,
dan membantu menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.
Sementara untuk kekurangannya muncul pusing, mual, bercak
perdarahan, mengubah siklus menstruasi, penurunan atau
pertambahan berat badan yang menyolok, dan terlambat kembalinya
kesuburan setelah penghentian pemakaian (Hartanto, 2011).
3) Implan
Kelebihan implan adalah kontrasepsi yang sangat efektif
karena memiliki kegagalan 0,2-1,0 kehamilan per 100 perempuan,
daya guna tinggi, pengembalian tingkat kesuburan yang cepat,
perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun), dan tidak
mengganggu kegiatan ASI maupun sanggama. Tetapi memiliki
keterbatasan yaitu membutuhkan tindakan minor untuk insersi dan
pencabutan, klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaiannya
dan tidak mencegah infeksi menular seksual (BKKBN dan
Kemenkes RI, 2012).
4) Metode Amenore Laktasi (MAL)
Metode Amenore Laktasi memiliki keuntungan yaitu
tidakmemakai biaya, tidak memerlukan pengawasan medis, obat atau
alat, efektivitas tinggi, tidak mengganggu senggama, dan tidak ada
efek samping secara sistemik,. Sedangkan keterbatasannya yaitu
perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar menyusui dalam 30
menit pasca persalinan, efektif hanya sampai 6 bulan atau
kembalinya haid, tidak melindungi terhadap IMS (BKKBN dan
Kemenkes RI, 2012).
5) Kondom
Kondom efektif dalam mencegah kehamilan bila
digunakandengan benar. Kelebihannya ialah tidak mengganggu
produksi ASI dan kesehatan klien, murah, dapat dibeli secara umum
dan tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus.
Tetapi dalam pemakaiannya mengurangi sentuhan langsung, harus
selalu tersedia setiap kali berhubungan dan pembuangan kondom
bekas mungkin menimbulkan masalah dalam hal limbah (BKKBN
dan Kemenkes RI, 2012).
6) Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap terdiri dari 2 jenis, yaitu tubektomi
merupakan metode kontrasepsi mantap yang bersifat sukarela bagi
seorang wanita dengan cara mengikat dan memotong atau memasang
cincin tuba falupii, sehingga ovum tidak dapat bertemu dengan
sperma dan vasektomi yaitu prosedur klinik dengan cara mengoklusi
vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat
(BKKBN dan Kemenkes RI, 2012).
c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
1) Definisi
AKDR adalah kontrasepsi yang mencegah kehamilan secara
efektif, aman, dan reversible dengan memasukan suatu alat plastik
atau logam kecil melalui kanalis servikalis ke uterus bagi wanita
tertentu terutama yang sudah pernah melahirkan dan tidak terjangkit
PMS (Suratun, 2008).
2) Jenis
Tiga jenis AKDR yang tersedia saat ini adalah Cu T 380A
dan levonogestrel-releasing intra uterine devices (LNG-IUDs) yang
terdiri dari 20 mcg yang dikeluarkan per 24 jam (mirena) dan dosis
yang lebih kecil 14 mcg per 24 jam (Skyla). AKDR tembaga pertama
kali dikembangakan tahun 1960 sampai 1970an dan Cu T 380A
pertama kali disetujui oleh United States Food and Drug
Administration (FDA) pada tahun 1984. Penggunaan Cu T 380A
pertama kali adalah untuk 4 tahun saja, kemudian diperpanjang
sampai 10 tahun pada tahun 1994 (Rowe et al, 2016).
Pengembangan AKDR progesterone dimulai pada tahun 1970an dan
menghasilkan antara lain dalam persetujuan peraturan obat di
Finlandia tahun 1990 dimana AKDR dengan 52 mg LNG (mirena)
yang melepaskan 20 mcg perhari dapat efektif selama 5 tahun. US
FDA baru menyetujui LNG 20 mcg yang efektif selama 5 tahun pada
tahun 2000. Tahun 2014 FDA menyetujui AKDR dengan 13,5 mg
LNG-IUD dan ditahun 2015 52 mg LNG-IUDs (liletta). Yang mana
Skyla dan lilleta efektif selama 3 tahun (Rowe et al, 2016).
Angka kegagalan di tahun pertama untuk Cu T 380A 0,6-0,8%,

mirena 0,2%, dan Skyla 0,9%. Setelah penghentian pemakaian Cu T


380A, pengguna akan kembali normal menjadi subur kembali
dengan tingkat kehamilan 82% pada 1 tahun pertama setelah
pelepasan dan 89% pada 2 tahun setelah pelepasan. Sedangkan untuk
Skyla tingkat kehamilan setelah dilakukan pelepasan AKDR adalah
77%. Meskipun dengan meningkatnya harga AKDR, mereka
merupakan salah satu bentuk kontrasepsi yang paling efektif untuk
jangka panjang (Hardeman and Weiss, 2014).
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja secara pasti dari AKDR belum diketahui.
Ada beberapa mekanisme kerja AKDR yang telah diajukan :
a) Timbulnya reaksi radang lokal non-spesifik di dalam cavum
uteri yang mengakibatkan implantasi sel telur yang telah dibuahi
terganggu dan dapat mengakibatkan lysis dari
spermatozoa/ovum dan blastocyst.
b) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang dapat
menyebabkan terhambatnya implantasi.
c) Pergerakan ovum di dalam tuba falopii yang bertambah cepat.
d) Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.
e) Terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
Untuk AKDR yang mengandung Cu :
a) Cu menghambat reaksi carbonic anhydrase sehingga tidak
memungkinkan untuk terjadinya implantasi .
b) Mengganggu pengambilan estrogen endogenous oleh mukosa
uterus.
c) Mengganggu jumlah DNA dalam endometrium.
d) Mengganggu metabolism glikogen.
Untuk AKDR yang mengandung progesterone:
a) Timbul penekanan terhadap endometrium dan terganggunya
proses implantasi akibat adanya gangguan proses pematangan
proliferatif-sekretoir.
b) Lendir serviks menjadi lebih kental/tebal.
(Hartanto, 2010)
4) Keuntungan dan Keterbatasan
AKDR memiliki keuntungan yaitu segera efektif setelah
pemasangan, klien tidak perlu lagi mengingat-ingat, tidak ada efek
samping hormonal, merupakan metode jangka panjang dengan
efektivitas tinggi, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dan
dapat dipasang segera pasca persalinan dan pasca abortus apabila
tidak terjadi infeksi. Tetapi AKDR juga memiliki keterbatasan yaitu
tidak baik digunakan pada klien yang suka berganti pasangan sebab
AKDR tidak mencegah IMS, klien juga tidak dapat melepas AKDR
sendiri, diperlukan prosedur medis termasuk pemeriksaan pelvis, dan
klien harus memeriksa posisi benang AKDR dengan cara
memasukkan jarinya ke dalam vagina, namun sebagian perempuan
tidak mau melakukan ini (BKKBN dan Kemenkes RI, 2012).
5) Efek samping
Efek samping AKDR mencakup perdarahan uterus abnormal,
dismenore, ekspulsi, atau perforasi uterus. Akan tetapi dengan
penggunaan yang lama serta usia akseptor yang meningkat maka
frekuensi kehamilan, ekspulsi dan komplikasi perdarahan menurun.
Kista ovarium fungsional lebih sering terjadi pada bulan-bulan awal
penggunaan LNG-IUD namun biasanya dapat sembuh spontan . Efek
samping lain yang dapat terjadi yaitu infeksi pelvis, kehamilan
ektopik, anemia, dispareuni, leukorea, bercak menstruasi, nyeri dan
keram, vaginitis, darah menstruasi lebih banyak dan lebih lama, dan
reaksi alergi pada kulit (Cunningham et al, 2013).
6) Indikasi
AKDR dapat dianggap sebagai metode kontrasepsi pilihan
pertama bagi wanita monogami, bahkan apabila ia nulipara. AKDR
sangat sesuai untuk wanita yang mengalami kesulitan menggunakan
metode kontrasepsi yang memerlukan kepatuhan. AKDR juga
menawarkan kontrasepsi efektif jangka panjang bagi mereka yang
mungkin sudah melengkapi keluarga mereka tetapi ingin menghindari
atau menunda sterilisasi. AKDR yang mengandung tembaga, tetapi
bukan melepaskan hormon, sangat efektif sebagai kontrasepsi darurat
(Glaiser, 2006).
7) Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut pemakaian AKDR adalah kehamilan
dan peradangan pelvik aktif. Ada pula yang memasukan sangkaan
carcinoma cervicis uteri, carcinoma corporis uteri sebagai
kontraindikasi absolut. Kontraindikasi relatif antara lain ialah tumor
ovarium, kelainan uterus (fibroid, polip dan sebagainya), gonorrhea,
cervicitis, kelainan haid, dysmenorrhea, stenosis canalis cervicalis
dan panjang uteri yang kurang dari 6,5 cm (Prawiroharjo, 2010).
8) Pemasangan AKDR
a) Sewaktu haid sedang berlangsung
Dilakukan pada hari-hari pertama atau pada hari-hari terakhir
haid. Keuntungan IUD pada waktu ini antara lain ialah :
i. Pemasangan lebih mudah oleh karena serviks pada waktu
itu agak terbuka dan lembek.
ii. Rasa nyeri tidak seberapa keras.
iii. Perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak
seberapa dirasakan.
iv. Kemungkinan pemasangan IUD pada uterus yang sedang
hamil tidak ada.
v. Kerugian IUD pada waktu haid sedang berlangsung antara
lain : Infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila pemasangan
dilakukan saat haid. Dilatasi canalis cervikal adalah sama
pada saat haid maupun pada saat mid - siklus (Hartanto,
2008).
b) Sewaktu pasca salin
Bila pemasangan IUD tidak dilakukan dalam waktu seminggu
setelah bersalin, menurut beberapa sarjana, sebaiknya IUD
ditangguhkan sampai 6 - 8 minggu postpartum oleh karena jika
pemasangan IUD dilakukan antara minggu kedua dan minggu
keenam setelah partus, bahaya perforasi atau ekspulsi lebih besar.
c) Sewaktu post abortum
Sebaiknya IUD dipasang segera setelah abortus oleh karena dari
segi fisiologi dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Tetapi,
septic abortion merupakan kontraindikasi.
d) Beberapa hari setelah haid terakhir Dalam hal yang terakhir ini
wanita yang bersangkutan dilarang untuk bersenggama sebelum
IUD dipasang. Sebelum pemasangan IUD dilakukan, sebaiknya
diperlihatkan kepada akseptor bentuk IUD yang dipasang, dan
bagaimana IUD tersebut terletak dalam uterus setelah terpasang.
Dijelaskan bahwa kemungkinan terjadinya efek samping seperti
perdarahan, rasa sakit, IUD keluar sendiri (Sarwono, 2005).
9) Efektivitas Pemasangan AKDR
Seberapa besar keefektifan berbagai kontrasepsi tergantung
dari berapa usia pengguna, seberapa sering melakukan seks dan
seberapa patuh pengguna mengikuti instruksi yang di berikan. Bila
seratus wanita yang aktif seksual tidak menggunakan kontrasepsi
apapun 80-90 akan hamil dalam setahunnya. Ada perbedaan dari
masing-masing tipe AKDR. AKDR yang baru mengandung lebih
banyak tembaga dan lebih efektif (99% efektif). Ini berarti setidaknya
kurang dari 2 wanita dari 100 akan hamil dalam 5 tahun. AKDR yang
lama mengandung sedikit tembaga dan sedikit lebih tidak efektif dari
AKDR yang baru. AKDR adalah metode kontrasepsi jangka panjang.
Semua kontrasepsi jangka panjang sangat efektif karena ketika
kontrasepsi tersebut digunakan pengguna tidak harus megingat untuk
mengambil atau menggunakan AKDR (Public Health England,
2015).
Faktor yang mempengaruhi efektivitas AKDR antara lain :
a) Faktor AKDR
Dilihat dari bentuk, ukuran, mengandung Cu atau progesteron
b) Faktor akseptor
Dilihat dari umur, paritas dan frekuensi sanggama. Makin tua
usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan pengangkatan
atau pengeluaran AKDR. Makin muda usia, terutama
multigravida, makin tinggi angka ekspulsi dan pengeluaran
AKDR
c) Faktor waktu pemasangan
Waktu pemasangan AKDR yaitu masa interval, post partum,
post abortus dan post coital yang dapat berpengaruh pada
efektivitas AKDR
d) Faktor teknik pemasangan
e) Faktor tenaga medis yang memasang (Hartanto, 2010).
Dari uraian diatas maka efektivitas dari AKDR tergantung pada
variable administrative, termasuk kemudahan insersi, pengalaman
pemasangan, kemungkinan ekspulsi dari pihak aseptor, kemampuan
akseptor untuk mengetahui terjadinya ekspulsi dan kemudahan
akseptor untuk mendapatkan pertolongan medis (Hartanto, 2010).
Efektivitas AKDR dinyatakan melalui angka kontinuitas
yaitu berapa lama AKDR tinggal in-utero tanpa ekspulsi spontan,
pengangkatan/pengeluaran karena alasan medis atau pribadi dan
terjadinya kehamilan (Handayani, 2010). Ekspulsi adalah kejadian
dimana AKDR tidak berada di bagian semestinya yakni di bagian
fundus uteri bahkan sampai keluar dari rahim melalui introitus
vagina. Persalinan adalah faktor risiko untuk terjadinya ekspulsi
karena pada saat ini serviks masih berdilatasi. (Sucak et al, 2015).
Pengeluaran AKDR dapat dilakukan karena alasan medis seperti
adanya infeksi, ekspulsi, perforasi, kehamilan, nyeri, peningkatan
darah menstruasi, menstruasi yang tidak teratur, amenore dan lain-
lain (Dickerson et al, 2013).
Infeksi dapat terjadi selama 20 hari pertama setelah dilakukan
pemasangan AKDR. Tanda-tanda infeksi dapat dilihat dari adanya
demam dan discharge yang bau dari vagina. Perforasi juga dapat
terjadi ditandai dengan nyeri tetapi sering tanpa gejala. Jika hal ini
terjadi, pencabutan AKDR harus dilakukan dengan operasi (Public
Health England, 2015). Nyeri juga menjadi alasan untuk dilakukan
pengeluaran AKDR meliputi nyeri saat menstruasi, nyeri saat
hubungan seksual dan nyeri yang berkepanjangan (Teva Women’s
Health Inc, 2014). Nyeri terjadi akibat iritasi dinding uterus oleh
lengan transversal AKDR, kontraksi uterus yang meningkat dalam
usahanya mengeluarkan benda asing dan peninggian kadar
prostaglandin dari endometrium yang menyebabkan kontraksi uterus
(Glaiser, 2006).Perubahan siklus menstruasi umumnya terjadi pada 3
bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan, hal ini
diakibatkan oleh enzim-enzim yang merusak protein dan
mengaktivasi penghancuran bekuan-bekuan darah (plasminogen
activator) terkumpul dalam jaringan endometrium yang
berhubungan dengan AKDR (Hartanto, 2004). Enzim-enzim ini
menyebabkan bertambahnya aktivitas fibrinolitik, yaitu pemisahan
fibrin yang membentuk bagian-bagian bekuan darah. Maka terjadilah
pengeluaran darah yang bertambah banyak dan menstruasi yang
terjadi pada akseptor lebih cepat (Glaiser, 2006).
Prosedur pemasangan AKDR
Nilai
NO LANGKAH KERJA
0 1 2

Konseling Awal
Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri anda dan tanyakan
1
tujuan kedatangannya.
2 Berikan informasi umum tentang Keluarga Berencana
Berikan informasi tentang jenis kontrasepsi yang tersedia dan
keuntungan-keterbatasan dari masing-masing jenis kontrasepsi
(termasuk perbedaan antara kontap dan metode reversible):
a. Tunjukkan di mana dan bagaimana alkon tsb digunakan
3
b. Jelaskan bagaimana cara kerja alkon tsb
c. Jelaskan kemungkinan efek samping dan masalah kesehatan lain
yang mungkin akan dialami
d. Jelaskan efek samping yang umumnya sering dialami oleh klien
4 Jelaskan apa yang bisa diperoleh dari kunjungannya.
Konseling Metode Khusus

5 Berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien


6 Kumpulkan data-data pribadi klien (nama, alamat, dan sebagainya)
Tanyakan tujuan reproduksi (KB) yang diinginkan (apakah klien ingin
7
mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya).
Tanyakan agama/kepercayaan yang dianut klien, yang mungkin
8
menentang penggunaan salah satu metode KB.
Diskusikan kebutuhan, pertimbangan dan kekhawatiran klien dengan
9
sikap yang simpatik.
10 Bantulah klien untuk memilih metode yang tepat.
Jelaskan kemungkinan-kemungkinan efek samping AKDR Cu T 380
11
A, sampai benar-benar dimengerti oleh klien
Konseling Pra-Pemasangan & Seleksi Klien
Lakukan seleksi klien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan
tidak ada masalah kesehatan untuk menggunakan AKDR Riwayat
kesehatan reproduksi:
 Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid
 Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
 Riwayat kehamilan ektopik
12
 Nyeri yang hebat setiap haid
 Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30)
 Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit Menular Seksual
(PMS) atau infeksi panggul
 Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi)
 Kanker serviks
Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan
13 jelaskan apa yang akan dilakukan dan persilahkan klien untuk
mengajukan pertanyaan.
Pemeriksaan panggul
Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci
14
area genitalia dengan menggunakan sabun dan air
Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan
15
kain bersih
16 Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan
Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau
17
kelainan lainnya di daerah supra pubik
18 Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul
19 Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
20 Pakai sarung tangan DTT
Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan
21
dalam wadah steril atau DTT
22 Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna
Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh
23
(discharge) vagina
24 Masukkan spekulum vagina
25 Lakukan pemeriksaan inspekulo:
 Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina
 Inspeksi serviks
Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali pada
26 tempat semula dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum
digunakan
Lakukan pemeriksaan bimanual:
 Pastikan gerakan serviks bebas
27  Tentukan besar dan posisi uterus
 Pastikan tidak ada kehamilan
 Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi):
28  Kesulitan menentukan besar uterus retroversi
 Adanya tumor pada Kavum Douglasi
Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%,
29
kemudian buka secara terbalik dan rendam dalam klorin
Tindakan pra pemasangan
Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan
30 pada saat proses pemasangan dan setelah pemasangan dan persilahkan
klien untuk mengajukan pertanyaan.
Masukkan lengan AKDR Cu T 380 A di dalam kemasan sterilnya:
 Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke belakang
 Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh
benda tidak steril
 Letakkan kemasan pada tempat yang datar
 Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR
31  Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung
 inserter sampai ke pangkal lengan sehingga lengan akan melipat
 Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik
tabung inserter dari bawah lipatan lengan
 Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk
memasukkan lengan AKDR yang sudah terlipat tersebut ke dalam
tabung inserter
Prosedur pemasangan AKDR

32 Pakai sarung tangan DTT yang baru


33 Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
34 Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
35 Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik pertama)
Masukkan sonde uterus dengan teknik “tidak menyentuh” (no touch
technique) yaitu secara hati-hati memasukkan sonde ke dalam kavum
36
uteri dengan sekali masuk tanpa menyentuh dinding vagina ataupun
bibir spekulum
37 Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde
Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada
38 di dalam kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pada tabung
inserter, kemudian buka seluruh plastik penutup kemasan
39 Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan
yang tidak steril, hati-hati jangan sampai pendorongnya terdorong.
Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal
(sejajar lengan AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada
40
tenakulum, masukkan tabung inserter ke dalam uterus sampai leher
biru menyentuh serviks atau sampai terasa adanya tahanan.
41 Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan
Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik withdrawal
42 yaitu menarik keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong
dengan tetap menahan pendorong
Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali ke
43 serviks sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya
tahanan
Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR
44
kurang lebih 3-4 cm
Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR
45
kurang lebih 3-4 cm
Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin
46
0,5%
Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan
47
tenakulum, tekan dengan kasa selama 30-60 detik
Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin
48
0,5%
Tindakan pascapemasangan
Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin
49
0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi
Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung
50
tangan sekali pakai) ke tempat yang sudah disediakan
Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
51 larutan klorin 0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka
secara terbalik dan rendam dalam klorin 0,5%
52 Cuci tangan dengan air dan sabun
Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit
53
sebelum memperbolehkan klien pulang
Konseling pascapemasangan
Ajarkan klien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR dan
54
kapan harus dilakukan
Jelaskan pada klien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek
55
samping
56 Beritahu kapan klien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol
57 Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10 tahun
Yakinkan klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila
58 memerlukan konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan
AKDR tersebut dicabut
Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah
59
diberikan
60 Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk klien
d. Implant
1) Definisi
Kontrasepsi yang populer dengan nama susuk KB ini berisi
progestin yang memiliki efektivitas yang cukup tinggi dengan angka
kegagalan kurang dari 1 kegagalan dalam setiap 100 wanita/ tahun
untuk 5 tahun pertama (Yuhedi dan Kurniawati, 2015). Implan adalah
alat kontrasepsi yang berbentuk batang dengan panjang sekitar 4 cm
yang di dalamnya terdapat hormon progesteron, implan ini kemudian
dimasukkan di dalam kulit bagian lengan atas (Purwoastuti dan
Mulyani, 2015).
Metode ini dikembangkan oleh The Population Council yaitu
suatu organisasi internasional yang didirikan tahun 1952 untuk
mengembangkan teknologi kontrasepsi, implan merupakan metode
kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dapat mencegah
terjadinya kehamilan antara tiga tahun hingga lima tahun (Affandi,
2012). Kontrasepsi implan sangat efektif, bekerja lama dan cocok
untuk hampir semua wanita untuk menunda atau membatasi kehamilan
(Jacobstein dan Stanley, 2013) dan implan memberikan perlindungan
yang sangat efektif 3-5 tahun (Samal dan Ranjit, 2015).
2) Cara kerja
Cara kerja implan menurut Saifuddin (2010), adalah menekan
ovulasi, menganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit
terjadi implantasi, mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui
sperma, mengurangi transportasi sprema.
Menurut Affandi (2012), mekanisme kerja implan yaitu implan
mencegah terjadinya kehamilan melalui berbagai cara sama halnya
dengan mekanisme kerja kontrasepsi yang mengandung progestin pada
umumnya, mekanisme utamanya adalah menebalkan lendir serviks
sehingga tidak bisa dilewati oleh sperma, perubahan terjadi setelah
pemasangan implan progestin menekan pengeluaran FSH dan LH dari
hipotalamus dan hipofisis, levonogestrel yang terkandung pada kapsul
implan menekan lonjakan LH agar tidak terjadi ovulasi, penggunaan
progestin dalam jangka panjang dapat menyebabkan hipotropisme
pada endometrium sehingga dapat menganggu proses implantasi.
3) Efektifitas
Menurut The NSW Ministry of Health (2013), implan adalah
metode yang sangat efektif untuk mencegah kehamilan lebih dari
99,9% efektif. Menekan ovulasi, menganggu proses pembentukan
endometrium sehingga sulit terjadi implantasi, mengurangi transportasi
sperma, lendir serviks menjadi kental (Tresnawati, 2013).
4) Keuntungan
Saifuddin (2010), menyatakan bahwa keuntungan implan
dibagi atas dua yaitu keuntungan sebagai kontrasepsi dan
nonkontrasepsi. Adapun keuntungan implan sebagai kontrasepsi
menurut Yuhedi dan Kurniawati (2013: 105), yaitu daya guna tinggi,
perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun), pengembalian tingkat
kesuburan yang cepat setelah pencabutan, tidak memerlukan
pemeriksaan dalam, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu
kegiatan senggama, tidak mengganggu ASI, klien hanya perlu kembali
ke klinik bila ada keluhan, dapat dicabut setiap saat sesuai dengan
kebutuhan. Keuntungan nonkontrasepsi yaitu mengurangi rasa nyeri
dan jumlah darah haid serta menurunkan angka kejadian endometriosis
(Saifuddin, 2010).
5) Kerugian
Kerugian implan menurut Tresnawati (2013), yaitu tidak
memberikan efek protektif terhadap penyakit menular seksual,
termasuk AIDS, membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi
dan pencabutan, akseptor tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian
kontrasepsi ini sesuai keinginan akan tetapi harus pergi ke klinik untuk
pencabutan, memiliki semua resiko sebagai layaknya setiap tindak
bedah minor (infeksi, hematoma dan perdarahan), pada kebanyakan
klien dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola haid. Keluhan-
keluhan yang mungkin berhubungan dengan pemakaian susuk norplan
seperti peningkatan/penurunan berat badan, dermatitis atau jerawat
(Saifuddin, 2010).

6) Indikasi
Indikasi implan menurut Yuhedi dan Kurniawati (2013), adalah
wanita usia reproduksi, wanita nulipara atau yang sudah mempunyai
anak atau yang belum mempunyai anak, wanita yang menghendaki
kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektivitas yang tinggi,
wanita yang setelah keguguran dan setelah melahirkan, yang menyusui
atau tidak menyusui, wanita yang tidak menginginkan anak lagi tapi
menolak untuk sterilisasi, wanita yang tekanan darahnya kurang dari
180/110 mmHg, wanita yang sering lupa meminum pil kontrasepsi.
7) Kontra indikasi
Kontra indikasi menurut Tresnawati (2013), yaitu hamil atau
diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya,
kanker payudara atau riwayat kanker payudara, tidak dapat menerima
perubahan pola haid yang terjadi, menderita mioma uterus, penyakit
jantung, hipertensi, diabetes militus, penyakit tromboemboli, gangguan
toleransi glukosa.
8) Waktu Memulai Menggunakan Implan
Menurut Affandi (2012), adapun waktu yang tepat untuk
memulai menggunakan implan antara lain:
a) Setiap saat selama siklus haid hari ke- 2 sampai hari ke- 7 tidak
diperlukan metode kontrasepsi tambahan.
b) Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi
kehamilan. Bila diinsersi setelah hari ke- 7 siklus haid, klien jangan
melakukan hubungan seksual, atau menggunakan metode
kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
c) Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja
diyakini tidak terjadi kehamilan, jangan melakukan hubungan
seksual atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
d) Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan.
Insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh, klien
tidak perlu memakai metode kontrasepsi lain.
e) Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali,
insersi dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melakukan
hubungan seksul selama 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi
lain untuk 7 hari.

f) Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin


menggantinya dengan implan, insersi dapat dilakukan setiap saat,
asal saja diyakini klien tersebut tidak hamil, atau klien
menggunakan kontrasepsi terdahulu dengan benar.
g) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi non hormonal
(kecuali IUD) dan klien ingin menggantinya dengan implan, insersi
implan dapat dilakukan setiap saat, asal saja yakini klien tidak
hamil. Tidak perlu menunggu sampai datangnya haid berikutnya.
h) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah IUD dan klien ingin
menggantinya dengan implan, implan dapat diinsersikan pada saat
haid hari ke-7 dan klien jangan melakukan hubungan seksual
selama 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari
saja. IUD segera dicabut.
i) Pasca keguguran implan dapat diinsersikan.
9) Prosedur Pemasangan.
Ada beberapa prosedur pemasangan kontrasepsi implan, salah satunya
menurut Affandi (2012), sebagai berikut :
a) Persiapan pemasangan
i. Pelaksanaan pelayanan untuk pemasangan maupun pencabutan
implan, ruangan sebaiknya jauh dari area yang sering
digunakan atau ramai di rumah sakit serta harus memilih
pencahayaan yang cukup, terbebas dari debu dan serangga,
memiliki ventilasi yang baik selain itu juga perlu ada fasilitas
untuk mencuci tangan termasuk air bersih dan mengalir.
ii. Peralatan untuk pemasangan harus tersedia lengkap di setiap
klinik atau fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta. Yang penting, semua peralatan dan bahan
harus dalam kondisi baik (misalnya: trokar dan skapel harus
tajam). Pastikan semua alat dan bahan dalam keadaan steril
atau DTT.
iii. Kapsul implan-2 dikemas dalam wadah steril, tertutup baik dan
tetap steril selama tiga tahun sesuai dengan jaminan sterilitas
dan masa aktif dari produsennya, kemasannya tidak rusak dan
disimpan di tempat yang sejuk dan kering.
iv. Peralatan yang diperlukan untuk setiap pemasangan adalah
i) Tempat tidur
ii) Sabun untuk mencuci tangan.
iii) 2 kapsul implan dalam satu kemasan steril (sudah terdapat
skapel dan trokar 1 set dengan pendorong).
iv) Kain penutup operasi steril (bersih) yang kering.
v) 3 mangkok steril atau DTT (1 untuk betadine, 1 tempat air
DTT/steril, kasa).
vi) Sepasang sarung tangan steril/DTT.
vii) Larutan antiseptik.
viii) Anestesi lokal (lidokain 5cc).
ix) Tabung suntik dan jarum suntik (5 atau 10 ml).
x) Jika ingin menandai posisi kapsul dapat digunakan bolpoin.
xi) Band aid (plester untuk luka ringan) atau kasa steril dengan
plester.
b) Persiapan pemasangan
i. Langkah 1
Pastikan klien telah mencuci dan membilas lengan atas
hingga bersih.Periksa kembali tidak ada sisa sabun karena
dapat menurunkan efektivitas antiseptik tentu.
ii. Langkah 2
Lapisi tempat penyangga lengan dengan kain bersih.
iii. Langkah 3
Persilahkan klien berbaring dan lengan atas yang telah
disiapkan, ditempatkan di atas kain yang telah disiapkan,
lengan atas membentuk sudut 30° terhadap bahu dan sendi
siku 90° untuk memudahkan petugas melakukan
pemasangan
iv. Langkah 4
Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm (3 inci)
di atas lipat siku. Tandai posisi lengan yang dengan
berbentuk V
v. Langkah 5
Siapkan tempat peralatan dan bahan serta buka bungkus
steril tanpa menyentuh peralatan yang ada di dalamnya
c) Tindakan sebelum pemasangan
i. Langkah 1
Cuci tangan 6 langkah dengan sabun dan air, keringkan
dengan kain bersih.
ii. Langkah 2
Pakai sarung tangan steril atau DTT
iii. Langkah 3
Persiapkan tempat insisi dengan larutan antiseptik
(betadine) menggunakan kasa. Mulai mengusap dari tempat
yang akan dilakukan insisi ke arah luar dengan gerakan
melingkar sekitar 8-13 cm (3-5 inci) dan biarkan kering
(sekitar 2 menit) sebelum memulai tindakan
iv. Langkah 4
Bila ada, gunakan kain penutup (doek) yang mempunyai
lubang untuk menutupi lengan. Lubang tersebut harus
cukup lebar untuk memaparkan tempat yang akan dipasang
kapsul. Dapat juga dengan menutupi lengan di bawah
tempat pemasangan dengan kain steril.
v. Langkah 5
Setelah memastikan (dari anamnesa) tidak ada riwayat
alergi terhadap obat anestesi, isi alat suntik dengan 3 ml
obat anestesi (lidocaine 1% tanpa epinefrin). Dosis ini
sudah cukup untuk menghilangkan rasa sakit selama
memasang dua kapsul implant
vi. Langkah 6
Masukkan jarum tepat di bawah kulit pada tempat insisi,
kemudian lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak
masuk ke dalam pembuluh darah. Suntikkan sedikit (0,3 cc)
obat intrakutan, kemudian tanpa memindahkan jarum,
masukkan ke subdermal. Hal ini akan membuat kulit
terangkat dari jaringan lunak di bawahnya dan dorong
jarum menelusuri bawah kulit hingga 4 cm, kemudian tarik
jarum sambil menyuntikkan anestesi pada kedua jalur
kapsul (masingmasing 1 ml) membentuk huruf V

d) Pemasangan kapsul
Sebelum membuat insisi, pastikan efek anestesi telah
berlangsung dan sensasi nyeri hilang.
i. Langkah 1
Ingat kegunaan kedua tanda pada trokar.Trokar harus
dipegang dengan ujung yang tajam menghadap ke atas.Ada
2 tanda pada trokar, tanda (1) dekat pangkal menunjukkan
batas trokar dimasukkan ke bawah kulit sebelum
memasukkan setiap kapsul. Tanda (2) dekat ujung
menunjukkan batas trokar yang harus tetap di bawah kulit
setelah memasang setiap kapsul
ii. Langkah 2
Dengan trokar dimana posisi angka dan panah menghadap
keatas masukkan ujung trokar pada luka insisi dengan
posisi 45° (saat memasukkan ujung trokar) kemudian
turunkan menjadi 30° saat memasuki lapisan subdermal dan
sejajar permukaan kulit saat mendorong hingga tanda 1 (3-5
mm dari pangkal trokar).
iii. Langkah 3
Untuk meletakkan kapsul tepat di bawah kulit, angkat
trokar ke atas, sehingga kulit terangkat.Masukkan trokar
perlahan-lahan dan hati-hati ke arah tanda (1) dekat
pangkal.Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba
dari luar dengan jari.Trokar harus selalu terlihat
mengangkat kulit selama pemasangan. Masuknya trokar
akan lancar bila berada tepat di bawah kulit. Jangan
menyentuh trokar terutama bagian tabung yang masuk ke
bawah kulit untuk mencegah trokar terkontaminasi pada
waktu memasukkan dan menarik keluar
iv. Langkah 4
Saat trokar masuk sampai tanda (1), dorong trokar (posisi
panah disebelah atas) setelah tanda 1 tercapai sambil
meraba dan menahan bagian kapsul untuk memastikan
bahwa kapsul sudah keluar dari trokar dan sudah berada
dalam kulit.
v. Langkah 5
Tarik trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk ke
arah luka insisi atau mendekati pangkal pendorong sampai
tanda 2 muncul di luka insisi dan pangkalnya menyentuh
pegangan pendorong. Pangkal trokar tidak akan mencapai
pangkal pendorong karena akan tertahan di tengah karena
terhalang oleh ujung pendorong yang belum memperoleh
akses ke kapsul kedua.
vi. Langkah 6
Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar
ke arah lateral kanan dan kembalikan lagi ke posisi semula.
Untuk memastikan kapsul pertama bebas, kapsul kedua
ditempatkan setelah trokar didorong kembali mengikuti
kaki V sebelahnya hingga tanda 1, kemudian dorong
pendorong sampai kapsul keluar dari trokar.
vii. Langkah 7
Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan
kedua kapsul telah terpasang.Pastikan ujung dari kedua
kapsul harus cukup jauh dari luka insisi.
viii. Langkah 8
Setelah kedua kapsul terpasang dan posisi setiap kapsul
sudah di pastikan tepat keluarkan trokar pelan-pelan.Tekan
tempat insisi dengan jari menggunakan kasa selama 1 menit
untuk menghentikan pendarahan.Bersihkan tempat
pemasangan dengan kasa antiseptik.
e) Tindakan setelah pemasangan kapsul
i. Menutup luka insisi
Temukan tepi kedua insisi dan gunakan band aid atau
plester dengan kasa steril untuk menutup luka insisi.Periksa
adanyaperdarahan, selanjutnya buang sampah sekali pakai
yang telah terkontaminasi oleh klien, cuci alat lalu rendam
dengan larutan klorin selama 10 menit dan sterilkan.Cuci
tangan segera dengan sabun dan air (Affandi, 2012 PK-26).

ii. Perawatan klien


Buat catatan pada rekam medik tempat pemasangan kapsul
dan kejadian tidak umum yang mungkin terjadi selama
pemasangan. Amati klien lebih kurang 15 sampai 20 menit
untuk kemungkinan perdarahan dari luka insisi atau efek
lain sebelum memulangkan klien. Beri petunjuk untuk
perawatan luka insisi setelah pemasangan, kalau
bisadiberikan secara tertulis (Affandi, 2012 PK-27).
iii. Petunjuk perawatan luka insisi di rumah
i) Mungkin akan terdapat memar, bengkak atau sakit di
daerah insisi selama beberapa hari, Hal ini normal.
ii) Jaga luka insisi tetap kering dan bersih selama paling
sedikit 48 jam. Luka insisi dapat mengalami infeksi bila
basah saat mandi atau mencuci pakaian.
iii) Jangan membuka pembalut tekan selama 48 jam dan
biarkan band aid di tempatnya sampai luka insisi
sembuh (umumnya 3-5 hari).
iv) Klien dapat segera bekerja secara rutin. Hindari
benturan atau luka di daerah tersebut atau
menambahkan tekanan.
v) Setelah luka insisi sembuh, daerah tersebut dapat
disentuh dan dibersihkan dengan tekanan normal.
vi) Bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam, daerah
insisi kemerahan dan panas atau sakit yang menetap
selama beberapa hari, segera kembali ke klinik
(Affandi, 2012: PK-27)
iv. Bila terjadi infeksi obati dengan pengobatan yang sesuai
untuk infeksi lokal dan bila terjadi abses (tanpa ekspulsi
kapsul), cabut semua kapsul.
v. Kunci keberhasilan pemasangan
i) Untuk tempat pemasangan kapsul, pilihlah lengan klien
yangjarang digunakan.
ii) Gunakan cara pencegahan infeksi yang dianjurkan.
iii) Pastikan kapsul-kapsul tersebut di tempatkan sedikitnya
8 cm (3inci) di atas lipat siku, di daerah medial lengan.
iv) Insisi untuk pemasangan harus kecil, hanya sekedar
menembus kulit. Gunakan trokar tajam untuk membuat
insisi.
v) Masukkan trokar melalui luka insisi dengan sudut yang
kecil, superfisial tepat di bawah kulit. Waktu
memasukkan trokar jangan dipaksakan. Trokar harus
dapat mengangkat kulit setiap saat, untuk memastikan
pemasangan tepat di bawah kulit. Pastikan 1 kapsul
benar-benar keluar dari trokar sebelum memasang
kapsul berikutnya (untuk mencegah kerusakan kapsul
sebelumnya, pegang kapsul yang sudah terpasang
tersebut dengan jari tengah dan masukkan trokar pelan-
pelan disepanjang tepi jari tersebut.
vi) Setelah selesai memasang, bila sebuah ujung kapsul
menonjol keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi,
harus dicabut dengan hati-hati dan dipasang kembali
dalam posisi yang tepat.
vii) Jangan mencabut ujung trokar dari tempat insisi
sebelum semua kapsul dipasang dan diperiksa seluruh
posisi kapsul. Hal ini untuk memastikan bahwa kedua
kapsul dipasang dengan posisi yang benar dan pada
bidang yang sama di bawah kulit.
viii) Melakukan dokumentasi pada rekam medik dan buat
catatan bila ada kejadian tidak umum yang mungkin
terjadi selama pemasangan.
10) Instruksi Untuk Klien
Menurut Saifuddin (2010), instruksi untuk klien atau akseptor
implan yaitu daerah insersi harus tetap dibiarkan kering dan
bersih selama 48 jam pertama. Hal ini bertujuan untuk
mencegah infeksi pada luka insisi, perlu dijelaskan bahwa
mungkin terjadi sedikit rasa perih, pembengkakan atau lebam
pada daerah insisi.Hal ini tidak perlu dikhawatirkan, pekerjaan
rutin harian tetap dikerjakan.Namun, hindari benturan,
gesekan atau penekanan pada daerah insersi.Balutan penekan
jangan dibuka selama 48 jam, sedangkan plester dipertahankan
hingga luka sembuh (biasanya 5 hari).Setelah luka sembuh,
daerah tersebut dapat disentuh dan dicuci dengan tekanan yang
wajar, bila ditemukan adanya tanda-tanda infeksi seperti
demam, peradangan atau bila rasa sakit menetap selama
beberapa hari segera kembali ke klinik.
11) Efek Samping dan Penanganannya
Menurut Yuhedi dan Kurniawati (2013:115), efek samping
dan penanganan implan adalah sebagai berikut:
i. Amenorea
Penanganan :
Lakukan pemeriksaan kehamilan untuk memastikan
apakah klien hamil atau tidak.Apabila klien tidak hamil,
tidak perlu penanganan khusus.Apabila terjadi kehamilan
dan ingin melanjutkan kehamilan cabut implan.Rujuk klien
jika diduga terjadi kehamilan.
ii. Perdarahan bercak (spotting) ringan
Penanganan :
Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan
terutama pada tahun pertama.Bila tidak ada masalah dan
klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun.Bila
klien tetap saja mengeluh masalah perdarahan dan ingin
melanjutkan pemakaian implan dapat diberikan pil
kombinasi satu siklus atau ibu profen 3x800 mg selama 5
hari. Terangkan kepada klien bahwa akan terjadi
perdarahan setelah pil kombinasi habis. Bila terjadi
perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil
kombinasi untuk 3-7 hari dan kemudian dilanjutkan
dengan satu siklus pil kombinasi.
iii. Ekspulsi
Penanganan :
Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang
lain masih ditempat dan apakah terdapat tanda-tanda
infeksi daerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul
lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1
buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi
cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru
pada lengan yang lain atau anjurkan klien menggunakan
metode kontrasepsi lain.
iv. Infeksi pada daerah insersi
Penanganan :
Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun
dan air atau antiseptik.Berikan antibiotik yang sesuai untuk
7 hari.Implan jangan dilepas dan klien diminta kembali
satu minggu.
v. Berat badan naik / turun
Penanganan :
Informasikan kepada klien bahwa perubahan berat badan
1-2 kg adalah normal, kaji ulang diet klien apabila terjadi
perubahan berat badan.

B. Peran dan tanggungjawab Bidan dalam Asuhan kebidanan


Lingkup peran dan tanggungjawab bidan dalam menjalankan asuhan
kebidanan adalah berikut ini:
1. Care Provider ( pemberi asuhan kebidanan)
Seseorang yang mempunyai kemampuan memberikan asuhan kebidanan
secara efektif, aman dan holistik dengan memperhatikan aspek budaya
terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan menyusui, bayi baru lahir, balita dan
kesehatan reproduksi pada kondisi normal berdasarkan standar praktek
kebidanan dan kode etik profesi.
2. Community Leader (Penggerak masyarakat) dalam bidang kesehatan ibu
dan anak.
Seseorang yang mempunyai kemampuan menjadi penggerak dan pengelola
masyarakatmdalam upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak dengan
menggunakan prinsip partnership dan pemberdayaan masyarakat sesuai
dengan kewewenang dan lingkup praktek bidan
3. Communicator (komunikator)
Seseorang yang mempunyai kemampuan berkomunikasi secara efektif
dengan perempuan, keluarga, masyarakat, sejawat dan profesi lain dalam
upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak.
4. Decision Maker (pengambil keputusan dalam asuhan kebidanan) Seseorang
yang mempunyai kemampuan mengambil keputusan klinik dalam asuhan
kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan menggunakan
prinsip partnership.
5. Manager (pengelola)
Seseorang yang mempunyai kemampuan mengelola klien dalam asuhan
kebidanan dalam tugas secara mandiri, kolaborasi (team) dan rujukan dalam
kontek asuhan kepada individu, keluarga dan masyarakat. (Yulizawati, dkk.
2017)
C. Standar Asuhan Kebidanan
Standar Asuhan Kebidanan dalam Permenkes 938 tahun 2007, diantaranya:
1. STANDAR I  : Pengkajian
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Kriteria
Pengkajian :
a. Data tepat, akurat dan lengkap
b. Data Subjektif
c. Data Objektif
2. STANDAR II  : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakan
diagnose dan masalah kebidanan yang tepat. Kriteria Perumusan
Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan :
a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur Kebidanan
b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
c. Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
3. STANDAR III : Perencanaan
Bidan merencakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan
masalah yang ditegakkan. Kriteria Perencanaan :
a. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan
kondisi pasien; tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan
secara komprehensif
b. Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga
c. Mempertimbangkan kondisi psikologis, sosial budaya
klien/keluarga
d. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang
diberikan bermanfaat untuk klien.
e. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber
daya serta fasilitas yang ada
4. STANDAR IV : Implentasi
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif, efesien dan aman berdasarkan evidence based kepada
klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.  Kriteria Implentasi :
a. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-
spritual-kultural
b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien
dan atau keluarganya
c. Melaksanakan asuhan berdasarkan evidence based
d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
e. Menjaga privacy klien/pasien
f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
g. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan
h. Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai
i. Melakukan tindakan sesuai standar
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
5. STANDAR V : Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektifandari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan
perubahan perkembangan kondisi klien. Kriteria Evaluasi :
a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan
sesuai kondisi klien
b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasiakn pada klien dan
keluarga
c. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien
6. STANDAR VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas
mengenai kaeadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam
memberikan asuhan kebidanan Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan :
Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir
yang tersedia (Rekam Medis/KMS/Status pasien/Buku KIA). Ditulis
dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P adalah penatalaksanaan mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segara, tindakan secara komprehensif: penyuluhan, dukungan,
kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan

D. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan


Menurut Jannah (2012: 212), catatan SOAP dipakai untuk
pendokumentasian asuhan kebidanan karena pendokumentasian dengan
metode SOAP berupa kemajuan yang sistematis yang mengorganisir
penemuan dan kesimpulan hingga terwujud rencana asuhan. Metode ini
merupakan penyaringan dari proses penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan
penyediaan dan pendokumentasian asuhan. SOAP merupakan catatan yang
bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis.
a. S: Data subjektif (langkah I)
Mengambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data dari
pasien, suami atau keluarga melalui anamnesis (wawancara) yang
merupakan ungkapan langsung tentang identitas, keluhan masalah KB,
riwayat menstruasi, riwayat kehamilan dan nifas yang lalu, riwayat KB,
riwayat kesehatan dan pola kebiasaan sehari-hari.
b. O: Data objektif (langkah I)
Mengambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil
lab dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data focus untuk
mendukung assessment. Pada data objektif yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan (tanda keadaan umum, tanda vital, fisik dan pemeriksaan
lab atau pemeriksaan penunjang).Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi.
c. A: Assessment / analisis (langkah II,III,IV)
Assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif (Mangkuji,
2012).Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan
meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta
perlu tidaknya tindakan segera. Dalam pendokumentasian manajemen
kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami
perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif
maupun data objektif. Maka proses pengkajian data akan menjadi
sangat dinamis.
d. P: Penatalaksanaan (V, VI, VII)
Mengambarkan pendokumentasian dan perencanaan serta evaluasi
berdasarkan assessment (Mangkuji, 2012). Rencana dari tindakan yang
akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau
laboratorium, serta konseling untuk tindak lanjut.

E. Evidence Based Midwifery


Menurut Sackett et al. Evidence-based (EB) adalah suatu pendekatan
medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan
pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EB
memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti
ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya.
Pengertian lain dari evidence based adalah proses yang digunakan
secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-review, dan memanfaatkan
hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Jadi secara
lebih rincinya lagi, EB merupakan keterpaduan antara :
1. Bukti-bukti ilmiah, yang berasal dari studi yang terpercaya (best research
evidence)
2. Keahlian klinis (clinical expertise)
3. Nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values).
Publikasi ilmiah adalah suatu pempublikasian hasil penelitian atau
sebuah hasil pemikiran yang telah ditelaaah dan disetujui dengan beberapa
petimbangan baik dari accountable aspek metodologi maupun accountable
aspek ilmiah yang berupa jurnal, artikel, e-book atau buku yang diakui.
Penggunaan kebijakan dari bukti terbaik yang tersedia sehingga tenaga
kesehatan (Bidan) dan pasien mencapai keputusan yang terbaik, mengambil
data yang diperlukan dan pada akhirnya dapat menilai pasien secara
menyeluruh dalam memberikan pelayanan kebidanan (Gray, 1997). Praktek
kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan
pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.
Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan pranikah, pelaksanaan praktik
asuhan kebidanan bukan sekedar berdasarkan kebiasaan rutinitas praktik atau
pengalaman klinik saja tetapi harus berdasarkan bukti yang terbaik (Evidence
Based Practice), adapun yang dimaksud dengan bukti yang terbaik (evidence
based) adalah hasil riset yang terbukti terpilih dan direkomendasikan untuk
memperbaiki kualitas asuhan kebidanan. Semakin banyak bukti penelitian
yang tersedia untuk menginformasikan asuhan nifas yang akan diberikan,
bidan terlebih dahulu harus menerapkan pengetahuan maupun kompetensi
asuhan pranikah. Seperti yang dinyatakan pada kode NMC “sebagai bidan
harus memberikan asuhan berdasarkan bukti terbaik yang ada atau praktik
yang terbaik”. Bukti dalam praktik kebidanan meliputi banyak aspek, dan
keputusan yang diambil oleh bidan tentang ptaktiknya akan dipengaruhi oleh
serangkaian faktor. Namun asuhan kebidanan harus berdasarkan bukti
terbaik sebanyak mungkin, apapun itu. (Heni, 2018).
Intra Uterine Devices (IUD) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR) merupakan salah satu kontrasepsi jangka panjang yang efektif,
aman, dan reversibel, dimana terbuat dari plastik atau logam kecil yang dililit
dengan tembaga dengan berbagai ukuran dan dimasukkan ke dalam uterus.
Dari seluruh metode kontrasepsi, akseptor IUD di Indonesia mencapai
22,6%. IUD memiliki efektivitas yang sangat tinggi dimana keberhasilannya
mencapai 0,6 sampai 0,8 kehamilan per 100 perempuan yang menggunakan
IUD dengan 1 kegagalan dalam 125 sampai 170 kehamilan. Di samping
keefektifan IUD, terdapat beberapa kerugian dalam penggunaannya, seperti
perdarahan antar menstruasi, nyeri haid yang berlebihan, periode haid lebih
lama dan perdarahan berat pada waktu haid. Hal-hal tersebut memungkinkan
terjadinya anemia dan risiko lainnya (Putri dan Dwita, 2016).
Evidence Based pada asuhan kebidanan Keluarga Berencana diantaranya :
1. Randomized trial to evaluate contraceptive efficacy, safety and
acceptability of a two-rod contraceptive implant over 4 years in the
Dominican Republic yang membahas tentang efektifitas implan-2 bahwa
indeks dari Pearl (yaitu jumlah kehamilan per 100 pengguna dalam 1
tahun) untuk empat tahun pertama di Republik Dominika adalah 0,74 per
100 perempuan (Steiner, 2019). Keamanan dan penerimaan kedua
produk serupa, sementara penyedia didokumentasikan secara signifikan
tingkat kerusakan yang lebih tinggi selama pengangkatan Sino-implant
(II) (16,3% vs 3,1%; pb.001). Berdasarkan hasil ini, WHO melakukan
pra-kualifikasi Sino-Implant (II) dengan label penggunaan 3 tahun pada
Juni 2017, 2 tahun lebih pendek dari durasi 5 tahun Jadelle®.
2. Effects of the copper intrauterine device versus injectable progestin
contraception on pregnancy rates and method discontinuation among
women attending termination of pregnancy services in South Africa: a
pragmatic randomized controlled trial. Penelitian yang dilakukan di dua
rumah sakit Eastern Cape, Frere Hospital (FH) dan Rumah Sakit Cecelia
Makiwane (CMH), di Afrika Selatan yang dimulai pada 6 Juli 2009
sampai dengan 8 November 2012. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
wanita PUS disana lebih menyukai alat kontrasepsi IUD, dan IUD
merupakan kontrasepsi yang lebih efektif dari pada suntik hasil stasistik
menunjukan (RR) 0.69, 95 % l (CI) 0.50 - 0.96; P = 0.025.
3. Persepsi Istri Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD di Kabupaten
Klaten
Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Astuti pada tahun 2012
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang akan menganalisa
permasalahan mengenai persepsi istri terhadap penggunaan alat
kontrasepsi IUD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden tidak
mau menggunakan alat kontrasepsi IUD karena takut terjadi pendarahan
sebanyak 15 responden (50%), tidak nyaman dalam hubungan suami itri
sebanyak 3 responden (10%), malu sebanyak 5 responden (17%), biaya
yang mahal sebanyak 4 responden (13%), dan responden yang tidak
mengetahui alasan mengapa mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi
IUD sebanyak 3 responden (10%)
Ungkapan responden menyatakan bahwa IUD kurang aman
digunakan karena berdasarkan informasi yang mereka peroleh tentang
IUD yang menyebabkan kurang nyaman dalam hubungan suami istri dan
masih banyaknya kasus pendarahan yang ditimbulkan karena
menggunakan IUD. Informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut
merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan akseptor dalam
menggunakan alat kontrasepsi IUD. Apabila informasi tentang kegagalan
dan mitos-mitos tentang IUD yang lebih sering beredar di masyarakat
dan tidak sebanding dengan penyuluhan tentang alat kontrasepsi IUD, hal
ini akan mengakibatkan masyarakat semakin menjauh dari pilihan alat
kontrasepsi IUD. (Yuli, 2012)
4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kontrasepsi IUD dengan
Minat Pemakaian Kontrasepsi IUD di Desa Harjobinangun Kecamatan
Grabak Kabupaten Purworejo Tahun 2011
Penelitian yang pernah dilakukan diantaranya penelitian oleh
Mitha Destyowati (2011) yang mengkaji tentang hubungan tingkat
pengetahuan ibu tentang IUD terhadap pemakaian IUD. Berdasarkan
penelitian tersebut, didapatkan 62.5% responden yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang KB IUD dan memiliki ketertarikan
menggunakan KB IUD dan tingkat kecemasan akan efek samping IUD
terhitung rendah. Sementara pada responden yang memiliki pengetahuan
yang kurang tentang IUD 100% menyatakan tidak berminat mengikuti
KB IUD dan tingkat kecemasan akan efek samping yang timbul dari
penggunaan IUD tergolong tinggi.(Mitha, 2011)

F. Teori Fish Bone


Fishbone Diagrams (Diagran Tulang Ikan) merupakan konsep analisis sebab
akibat yang dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa untuk mendekripsikan suatu
permasalahan dan penyebabnya dalam sebuah kerangka tulang ikan. Fishbone
diagrams juga dikenal dengan istilah diagram Ishikawa, yang diadopsi dari nama
seorang ahli pengendali statistik dari Jepang yang menemukan dan
mengembangkan diagram ini pada tahun 1960-an. Diagram ini pertama kali
digunakan untuk manajemen kualitas di perusahaan Kawasaki, yang selanjurnya
diakui sebagai salah satu pioner pembangunan dari proses manajemen modern.
Watson (2004) dalam Illie G dan Ciocoiu CN (2010) mendefinisikan
fishbone sebagai alat (tool) yang menggambarkan sebuah cara yang sistematis
dalam memandang berbagai dampak atau akibat dan penyebab yang membuat
atau berkontribusi dalam berbagai dampak tersebut. Oleh karena fungsi tersebut,
diagram ini biasa disebut diagram sebab-akibat. Langkah-langkah pembuatan
diagram fishbone yaitu:
1. Menyepakati permasalah utama yang terjadi dan diungkapkan bahwa masalah
tersebut merupakan suatu pernyataan masalah (problem statement).
Masalah merupakan perbedaan kondisi yang ada dengan kondisi yang
diinginkan ( W. Pounds 1969 dalam Robbins dan Coulter, 2012). Pada
langkah pertama ini, harus dilakukan kesepakatan terhadap sebuah pernyataan
masalah yang kemudian diinterpretasikan sebagai effect atau secara visual
dalam fishbone seperti kepala ikan. Selanjutnya menuliskan problem
statement di sebelah kanan diagram dan menggambar sebuah kotak yang
mengelilingi tulisan pernyataan masalah tersebut dan membuat panah
horizonatal panjang menuju ke arah kotak.

CAUSE EFFECT

PROBLEM
STATEMENT
Gambar Kesepakatan permasalahan utama
2. Mengidentifikasi penyebab masalah yang mungkin
Identifikasi dilakukan dengan metode brainstorming. Gasperz dan
Fontana (2011) mengelompokkan penyebab masalah menjadi tujuh yaitu
manpower (SDM), machines (mesin dan peralatan), methods (metode),
materials (bahan baku), media, motivation (motivasi), dan money (keuangan).
Kelompok penyebab masalah ini ditempatkan dalam diagram fishbone pada
sirip ikan. Pada tahap kedua ini, dilanjutkan dengan pengisian penyebab
masalah yang disepakati seperti gambar sebagai berikut.
Kelompo
k
Penyebab

Masalah

Penyebab
3. Identifikasi kategori penyebab
Dimulai dari garis horizontal utama, membuat garis diagonal yang
menjadi cabang, setiap cabang mewakili sebab utama dari masalah yang
ditulis. Sebab ini diinterpretasikan sebagai cause secara viasual dalam
fishbone seperti tulang ikan. Kayegori sebab utama mengorganisasikan sebab
sedemikian rupa sehingga masuk akal dengan situasi.
4. Menemukan sebab potensial
Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan
melalui sesi brainstorming. Saat sebab-sebab dikemukakan, tentukan
bersama-sama dimana sebab tersebut ditempatkan dalam fishbone diagram,
yaitu tentukan di bawah kategori yang mana gagasan tersebut harus
ditempatkan. Sebab0sebab ditulis dengan garis horizontal sehingga banya
tulang kecil dari garis diagonal.
5. Mengkaji kembali
Setelah menemukan penyebab potensial dari setiap penyebab yang
mungkin kemuadian dikaji kembali urutan penyebab masalah tersebut pada
cabang yang sesuai dengan kategori utama sehingga membentuk sepeti
tulang-tulang kecil dari ikan. Selanjutnya adalah menginterpretasikan dan
mengkaji kembali diagram sebab akibat tersebut mulai dari masalah awal
hingga ditemukannya akar penyebab tersebut.
6. Mencapai kesepakatan
Setelah proses interpretasi dengan melihat penyebab yang mucul
berulang didapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab itu,
sehingga sudah dapat dilakukan pemilihan penyebab yang paling penting dan
dapat diatasi. Selanjutnya adalah memfokus perhatian pada penyebab yang
terpilih untuk hasil yang lebih optimal.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA


PADA NY. A P2A0 USIA 32 TAHUN AKSEPTOR BARU KB IUD
DI PUSKESMAS PAMBANAN KAPUBATEN KLATEN

Tanggal : Kamis, 13 Agustus 2020


Jam : 10.00 WIB
Tempat : KIA Puskesmas Prambanan

I. PENGKAJIAN DATA
1. Identitas
Nama : Ny. A Nama Suami : Tn. S
Umur : 32 tahun Umur : 35 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Brajan, Brajan, Prambanan

A. DATA SUBJEKTIF
1. Alasan datang
Ibu datang ke KIA ingin menggunakan KB IUD untuk pertama kalinya,
ibu mengatakan hari ini adalah hari ke-7 menstruasi. HPHT 07-08-2020.
Ibu mengatakan beberapa waktu lalu mengatakan khawatir dan cemas
mengalami hal-hal yang pernah ibu dengar dari teman atau tetangganya
yang pernah mengalami hal-hal yang tidak diinginkan saat pemakaian KB
IUD.
2. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, usia pertama menikah 23 tahun. Lama pernikahan 9 tahun
3. Data Kebidanan
a. Riwayat Menstruasi : Menarche umur 13 tahun, siklus menstruasi
teratur 28-32 hari, lama menstruasi ±6-7 hari, setiap hari ganti
pembalut saat menstruasi ±4x atau jika selesai BAK karena pembalut
terasa basah membuatnya tidak nyaman ibu langsung menggantinya,
warna darah merah, kadang mengalami keputihan, tetapi tidak berbau
dan warna putih seperti susu. ibu mengatakan tidak mengalami nyeri
pada saat menstruasi.
b. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

Persalinan
Hml
Tgl Jenis BB
ke UK Penolong Komplikasi JK Laktasi
lahir Persalinan
1 2012 39 Normal Bidan Tidak ada L 3100 Asi
Eksklusif
2 2019 39 Normal Bidan Tidak ada P 3000 Asi
Eksklusif

c. Riwayat kontrasepsi yang digunakan

Mulai
Alasan
No. Jenis kapan, oleh, Keluhan Berhenti
Berhenti
di)
1 Suntik 3 Oktober Tidak Januari Ingin ganti
bulan 2004, oleh menstruasi 2017 program
Bidan hamil
2 Kondom Tahun 2019 Tidak Ada Disesuaikan Ingin ganti
KB jangka
panjang

4. Riwayat kesehatan :
Ibu mengatakan tidak mempunyai penyakit IMS, TBC, Malaria, DM,
Hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit kelamin dan riwayat penyakit
ginekologi seperti mioma dan kista.
5. Pola kehidupan sehari-hari

a. Pola nutrisi : makan 3x sehari (nasi, sayur dan lauk,


kadang juga buah-buahan, minum 7-8 gelas
sehari, baik itu air putih atau air teh.
b. Pola istirahat : tidur malam 7 jam, tidur siang ±1-2 jam
c. Pola eliminasi : BAK 7-8 x sehari warna urin kuning jernih,
BAB 1 x sehari kosistensi lembek.
d. Pola Hygiene : mandi 2x sehari, gosok gigi 3x sehari, ganti
celana dalam 2-3 kali sehari. Keramas 3 kali
seminggu
e. Pola seksual : 1-2x seminggu
f. Pola aktivitas : Setiap hari ibu melakukan aktifitas atau
kegiatan rumah tangga seperti mencuci,
menyapu, membereskan rumah, masak, dll.

6. Data Psikososial
a. Dukungan suami/keluarga
suami sangat mendukung ibu tentang kontrasepsi, ini dibuktikan dari
suami yang ikut berpartisipasi dalam riwayat penggunaan kondom
sebelumnya.
b. Pengetahuan ibu mengenai kontrasepsi
Ibu mengetahui jenis-jenis kontrasepsi seperti IUD, Implan, kondom,
pil dan suntik
c. Pengetahuan ibu mengenai kontrasepsi sekarang
Ibu mengetahui KB IUD di pasang di dalam Rahim. Ibu mengetahui
bahwa efek samping IUD adalah menstruasi menjadi teratur. .Ibu
mengatakan belum mengerti secara jelas mengenai efek samping lain
dari IUD.

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Berat Badan : 55 kg
d. Tinggi Badan : 156 cm
e. Tekanan Darah : 110/75 mmHg
f. Nadi : 76 x/menit
g. Suhu : 36,8o C
h. Pernafasan : 18 x/menit

2. Pemeriksaan fisik

a. Mata : Konjungtiva merah muda, Sklera putih


b. Leher : tidak adanya pembesaran vena jugularis/
tidak, tidak adanya pembesaran kelenjar
tyroid
c. Payudara : simetris, tidak ada retraksi, puting
menonjol, tidak ada benjolan.
d. Abdomen : Tidak ada bekas luka operasi, tidak ada
pembesaran Rahim.
e. Genetalia, vulva, : Vulva tidak ada kelainan. tidak ada
anus pembengkakan pada kelenjar Skene dan
Bartholini
f. Ektremitas : Atas dan bawah : Tidak ada oedema dan
tidak ada varieses

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan

C. ANALISIS DATA
Ny. A P2A0 umur 32 tahun dengan akseptor baru KB IUD

D. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 13 Agustus 2020 Jam: 10.00
1. Membina hubungan baik dengan ibu
Rasionalisasi :
Bidan adalah seorang communicator yang mempunyai kemampuan
berkomunikasi secara efektif dengan perempuan, keluarga, masyarakat,
sejawat dan profesi lain dalam upaya peningkatan derajat kesehatan ibu
dan anak (Tyastuti, siti dan heni puji. 2016).
Hasil : Hubungan baik telah terbina
2. Memberikan informasi tentang alat kontrasepsi yang saat ini akan
digunakan yakni IUD. Informasi yang diberikan diantaranya : Pengertian
IUD, Mekanisme kerja IUD, Efektifitas IUD, Efek samping IUD,
Kelebihan dan kekurangan IUD.
Rasionalisasi : Pengetahuan tentang kontrasepsi IUD mempengarui pola
pikir ibu dalam memilih kontrasepsi apakah sesuai dengan kondisi dan
kebutuhannya, dan salah satu refleksinya dapat berbentuk minat pada
pemakaian kontrasepsi IUD sebelum ke fase pemilihan IUD sebagai alat
kontrasepsinya (Notoatmodjo, 2007)
Hasil : Ibu sudah lebih mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
Sebagai bahan evaluasi sejauh mana pemahaman ibu mengenai informasi
yang disampaikan adalah ibu mampu mengulang kembali penjelasan yang
telah disampaikan.
3. Meminta persetujuan tindakan dengan melakukan informed concent secara
lisan dan tertulis kepada ibu
Rasionalisasi : Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari
klien dan atau keluarganya (Standar IV, Permenkes no 938 tahun 2007).
Hasil: Ibu menyetujui tindakan yang akan dilakukan
4. Menjelaskan hasil pemeriksaan asuhan kebidanan
Rasionalisasi : Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasiakn pada
klien dan keluarga ( Standar V, Permenkes no 938 tahun 2007).
Hasil : ibu mengetahui hasil pemeriksaannya.
5. Memberitahu ibu untuk buang air kecil dan mencuci daerah
kewanitaannya
Rasionalisasi : buang air kecil berfungsi untuk memberi rasa nyaman
kepada pasien.
Hasil : Ibu telah buang air kecil dan mencuci daerah kewanitaannya
6. Menyiapkan alat dan bahan untuk pemasangan IUD
Rasionalisasi : Sebelum pemasangan IUD harus disiapkan alat dan bahan
agar sesuai dengan standar operasional prosedur dan di susun secara
ergonomis
Hasil : telah disiapkan IUD set, kasa, povidon iodine, lampu sorot, dan
larutan klorin 0,5 %.
7. Melakukan pemeriksaan bimanual
Rasionalisasi : pemeriksan bimanual dilakukan untuk menentukan besar
dan posisi uterus serta memastikan tidak ada infeksi atau tumor pada
adneksa
Hasil : pemeriksaan bimanual sudah dilakukan
8. Memasukkan spekulum kedalam lubang vagina sampai serviks terlihat
kemudian lakukan inspekulo
Rasionalisasi : pemeriksaan inspekulo dilakukan untuk melihat adanya lesi
atau keputihan pada vagina serta inspeksi serviks.
Hasil : tidak ada keputihan dan tidak ada lesi pada serviks atau portio
9. Mengusap serviks dengan kasa, melakukan klem pada arah anterior
serviks menggunakan klem ovum kemudian mengukur kedalaman uterus
sehingga bisa mencocokkan dengan ukuran IUD
Rasionalisasi : Langkah dilakukan secara sistematis dan sesuai standar
operasional prosedur
Hasil : Telah dilakukan semua langkah, kedalaman serviks 7 cm antefleksi
10. Memasukkan IUD kedalam pendorong, kemudian memasukkan IUD
kedalam rahim sampai ada tahanan, dan kemudian menarik pipa
pendorong, serta melepas pipa IUD, kemudian menggunting benang 2-3
cm dari bibir serviks
Rasionalisasi : Langkah dilakukan secara sistematis dan sesuai standar
operasional prosedur
Hasil : Telah dilakukan semua langkah, IUD terpasang dengan baik
11. Melepaskan klem ovum dan menekan bekas klem dengan kasa selama 30-
60 detik, kemudian melepaskan speculum
Rasionalisasi : Langkah dilakukan secara sistematis dan sesuai standar
operasional prosedur
Hasil : Langkah telah dilakukan
12. Melepaskan speculum dan merendam alat pada larutan klorin 0.5%
Rasionalisasi : Langkah dilakukan secara sistematis dan sesuai standar
operasional prosedur
Hasil : alat telah direndam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit lalu
dilakukan cuci bilas serta dikeringkan
13. Mengajarkan ibu cara memeriksa benang IUD dengan cara memasukkan 1
jari kedalam vagina dan merabanya
Rasionalisasi : Memeriksa IUD secara berkala agar mengetahui IUD
terpasang dengan baik
Hasil : Ibu memahami penjelasan dan bisa melakukan
14. Memotivasi ibu untuk meningkatkan personal hygiene terutama di daerah
genetalia.
Rasionalisasi : Keadaan yang lembab pada daerah kewanitaan akan lebih
mendukung berkembangnya jamur penyebab keputihan dan infeksi
(Anolis, 2011).
Evaluasi : Ibu bersedia menjaga personal hygiene teruatama di daerah
genetalia.
15. Menganjurkan ibu kunjungan ulang pada tanggal 20 Agustus 2020
Rasionalisasi : kunjungan diberitahukan agar pasien ingat dan tidak
sampai telat melakukan kunjungan ulang
Hasil : ibu bersedia melakukan kunjungan ulang 1 minggu lagi atau jika
ada keluhan
16. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
Rasionalisasi :Dokumentasi kebidanan adalah bukti pencatatan dan
pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang
dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk
kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan bidan sendiri (Hidayat,
2009).
Hasil : Kegiatan telah didokumentasikan di rekam medis pasien
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian asuhan kebidanan akseptor KB yang telah
dilakukan pada Ny. A dari pengkajian data subjektif dan objektif didapatkan
diagnosis Ny. A umur 32 tahun P2A0 akseptor baru KB IUD. Usia Ny.A
sesuai dengan indikasi pemakaian MKJP karena AKDR menawarkan
kontrasepsi efektif jangka panjang bagi mereka yang mungkin sudah
melengkapi keluarga mereka tetapi ingin menghindari atau menunda
sterilisasi. (Glaiser, 2006).
Ny. A untuk pertama kalinya memakai KB IUD dan mengatakan bahwa
pada saat datang ke puskesmas merupakan hari ke-7 haidnya. HPHT 07
Agustus 2020. Ibu mengatakan beberapa waktu lalu mengatakan khawatir dan
cemas mengalami hal-hal yang pernah ibu dengar dari teman atau
tetangganya yang pernah mengalami hal-hal yang tidak diinginkan saat
pemakaian KB IUD. Selain itu, Ny. A Ibu mengetahui KB IUD di pasang di
dalam Rahim. Ibu mengetahui bahwa efek samping IUD adalah menstruasi
menjadi teratur. .Ibu mengatakan belum mengerti secara jelas mengenai efek
samping lain dari IUD.
Pengambilan keputusan dalam penggantian metode konntrasepsi dilakukan
secara bersama-sama atau musyawarah bersama suami. Dimana dari riwayat
pemakaian alat kontrasepsi yang pernah digunakan terakhir adalah kondom,
ini telah sesuai dengan Penelitian yang di Afrika Selatan yang menyebutkan
bahwa wanita PUS disana lebih menyukai alat kontrasepsi IUD, dan IUD
merupakan kontrasepsi yang lebih efektif dari pada suntik hasil stasistik
menunjukan (RR) 0.69, 95 % l (CI) 0.50 - 0.96; dengan P = 0.025.
Penatalaksanaan asuhan sudah sesuai dengan standar asuhan kebidanan
pada akseptor KB IUD yaitu memberikan informasi tentang hasil
pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, melakukan pemasangan IUD sesuai
dengan SOP, memberikan informasi mengenai pengertian IUD, mekanisme
kerja IUD, efeks samping IUD, kelebihan dan kekurangan IUD, memotivasi
ibu untuk meningkatkan personal hygiene terutama di daerah genetalia, dan
menganjurkan ibu untuk datang kembali satu minggu lagi untuk kontrol atau
apabila ada keluhan. Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan asuhan
yang diberikan.
Terkait asuhan yang dilakukan pada Ny. A, penulis tertarik untuk
membahas dua topik masalah yaitu pengetahuan mengenai efek samping dari
pemakaian KB IUD dan kecemasan yang dirasakan ibu jika menggunakan
KB IUD.

B. Analisis Penyebab Masalah

Methods Man
Informasi Yang kurang
didapatkan oleh ibu Kurangnya pengetahuan
akseptor KB IUD mengenai KB IUD
Pendidikan
Sosial budaya

Kurang
pengetahuan
efek pemakaian
KB IUD
Lingkungan yang
membuat takut mengenai
perolehan informasi
Kurangnya sumberdaya mengenai KB IUD
untuk memperoleh
informasi
Machine Environment

Gambar. Fishbone kurangnya pengetahuan efek samping dan


kecemasan pemakaian IUD
Methoded Man

Konseling awal tentang alat


kontrasepsi belum diberikan secara
menyeluruh.
Keterbatasan petugas
untuk menjelaskan
secara detail tentang Minimnya pengetahuan
alat kontrasepsi IUD ibu tentang keuntungan
dan efek samping IUD
Kecemasan
memakai
IUD

Banyak pemahaman yang salah tentang IUD


pada teman atau tentangga di lingkungan
Kondisi ekonomi keluarga
sekitar ibu. Misalnya IUD dapat terlepas dari
merupakan menengah
rahim secara tiba-tiba
kebawah dimana tingkat
kesadaran ibu akan Money
kesehatan reproduksinya Environment
ya
tergolong rendah

C. Alternatif Pemecahan Masalah


1. Minimnya pengetahuan ibu tentang dan efek samping penggunaan IUD
serta kecemasan pemakaian KB IUD.
Kondisi Ny. A dimana ibu terbilang merupakan akseptor baru KB
IUD dan belum terpapar pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD secara
keseluruhan merupakan salah satu faktor pemicu kecemasan ibu tentang
pemakaian alat kontrasepsi IUD. Hal ini sesuai dengan beberapa
penelitian yang pernah dilakukan diantaranya penelitian oleh Destyowati
(2011) yang mengkaji tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang
IUD terhadap pemakaian IUD. Berdasarkan penelitian tersebut,
didapatkan 62.5% responden yang memiliki pengetahuan yang baik
tentang KB IUD dan memiliki ketertarikan menggunakan KB IUD dan
tingkat kecemasan akan efek samping IUD terhitung rendah. Sementara
pada responden yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang IUD
100% menyatakan tidak berminat mengikuti KB IUD dan tingkat
kecemasan akan efek samping yang timbul dari penggunaan IUD
tergolong tinggi. Penelitian yang sama dilakukan oleh Yuli Astuti pada
tahun 2012 mengenai persepsi istri terhadap penggunaan alat kontrasepsi
IUD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden tidak mau
menggunakan alat kontrasepsi IUD karena takut terjadi pendarahan
sebanyak 15 responden (50%), tidak nyaman dalam hubungan suami itri
sebanyak 3 responden (10%), malu sebanyak 5 responden (17%), biaya
yang mahal sebanyak 4 responden (13%), dan responden yang tidak
mengetahui alasan mengapa mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi
IUD sebanyak 3 responden (10%)
Ungkapan responden menyatakan bahwa IUD kurang aman
digunakan karena berdasarkan informasi yang mereka peroleh tentang
IUD yang menyebabkan kurang nyaman dalam hubungan suami istri dan
masih banyaknya kasus pendarahan yang ditimbulkan karena
menggunakan IUD. Informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut
merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan akseptor dalam
menggunakan alat kontrasepsi IUD. Apabila informasi tentang kegagalan
dan mitos-mitos tentang IUD yang lebih sering beredar di masyarakat dan
tidak sebanding dengan penyuluhan tentang alat kontrasepsi IUD, hal ini
akan mengakibatkan masyarakat semakin menjauh dari pilihan alat
kontrasepsi IUD. (Yuli, 2012)
2. Keterbatasan petugas untuk menjelaskan secara detail tentang alat
kontrasepsi IUD.
Petugas kesehatan mengambil peranan penting dalam menurunkan
angka kecemasan ibu tentang penggunaan alat kontrasepsi IUD dengan
menjelaskan alat kontrasepsi secara menyeluruh sebelum ibu memutuskan
untuk menggunakannya. Pada kasus Ny.A, ibu sebelumnya pernah
mendapatkan hal tersebut dari petugas kesehatan. Namun ibu mengatakan
penjelasan yang dilakukan hanya sebatas ibu dianjurkan menggunakan
kontrasepsi jangka panjang jika ibu sudah tidak ingin hamil lagi. Petugas
belum sempat mengedukasi ibu tentang apa saja efek samping
penggunaan IUD dan apa yang harus ibu lakukan untuk mencegah efek
samping itu terjadi. Ketidaktahuan ibu tersebut yang membuat ibu cemas
dengan IUD yang saat ini ia gunakan.
3. Konseling tentang alat kontrasepsi belum diberikan secara menyeluruh.
Pemberian konseling mengenai alat kontrasepsi yang akan digunakan
klien juga mempengaruhi tingkat kecemasan klien terhadap alat
kontrasepsi yang digunakan. Pemberian koseling yang dilakukan
diantaranya pengertian dari IUD itu sendiri bahwa IUD yang di pakai
adalah IUD Cu T 380A dan levonogestrel-releasing intra uterine devices
(LNG-IUDs) yang terdiri dari 20 mcg yang dikeluarkan per 24 jam
(mirena) dan dosis yang lebih kecil 14 mcg per 24 jam (Skyla)
Penggunaan Cu T 380A pertama kali adalah untuk 4 tahun saja, kemudian
diperpanjang sampai 10 tahun pada tahun 1994 (Rowe et al, 2016). Selain
itu karena ibu belum mengetahui secara keseluruhan mengenai efek
samping IUD, disini penulis memberikan KIE mengenai keuntungan,
kerugian serta efek samping.
AKDR/IUD memiliki keuntungan yaitu segera efektif setelah
pemasangan, klien tidak perlu lagi mengingat-ingat, tidak ada efek
samping hormonal, merupakan metode jangka panjang dengan efektivitas
tinggi, Tetapi AKDR juga memiliki keterbatasan yaitu tidak baik
digunakan pada klien yang suka berganti pasangan sebab AKDR tidak
mencegah IMS, klien juga tidak dapat melepas AKDR sendiri, diperlukan
prosedur medis termasuk pemeriksaan pelvis, dan klien harus memeriksa
posisi benang AKDR dengan cara memasukkan jarinya ke dalam vagina,
namun sebagian perempuan tidak mau melakukan ini (BKKBN dan
Kemenkes RI, 2012).
Di samping keefektifan IUD, terdapat beberapa kerugian dalam
penggunaannya, seperti perdarahan antar menstruasi, nyeri haid yang
berlebihan, periode haid lebih lama dan perdarahan berat pada waktu
haid. Hal-hal tersebut memungkinkan terjadinya anemia dan risiko
lainnya (Putri dan Dwita, 2016).
Pada efek samping IUD ibu baru mengetahui bahwa
menstruasinya teratur setiap bulan. Selain itu efek samping AKDR
mencakup perdarahan uterus abnormal, dismenore, ekspulsi, atau
perforasi uterus. Akan tetapi dengan penggunaan yang lama serta usia
akseptor yang meningkat maka frekuensi kehamilan, ekspulsi dan
komplikasi perdarahan menurun. Efek samping lain yang dapat terjadi
yaitu infeksi pelvis, kehamilan ektopik, anemia, dispareuni, leukorea,
bercak menstruasi, nyeri dan keram, vaginitis, darah menstruasi lebih
banyak dan lebih lama, dan reaksi alergi pada kulit (Cunningham et al,
2013).
Perubahan siklus menstruasi umumnya terjadi pada 3 bulan
pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan, hal ini diakibatkan oleh
enzim-enzim yang merusak protein dan mengaktivasi penghancuran
bekuan-bekuan darah (plasminogen activator) terkumpul dalam jaringan
endometrium yang berhubungan dengan AKDR (Hartanto, 2004). Enzim-
enzim ini menyebabkan bertambahnya aktivitas fibrinolitik, yaitu
pemisahan fibrin yang membentuk bagian-bagian bekuan darah. Maka
terjadilah pengeluaran darah yang bertambah banyak dan menstruasi yang
terjadi pada akseptor lebih cepat (Glaiser, 2006)
4. Keadaan ekonomi pasien yang tergolong menengah kebawah dimana
tingkat kesadaran ibu akan kesehatan alat reproduksinya tergolong
rendah.
Tingkat ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor tidak
langsung terhadap keputusan ibu dalam penggunaan metode kontrasepsi.
Pada Ny.A yang merupakan lulusan SMA dan tidak bekerja menjadi
seorang ibu rumah tangga, kesadaran untuk memperhatikan kesehatan
reproduksinya cenderung kurang. Hal ini dapat dibuktikan dengan
bagaimana tingkat pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi yang dapat
dikatakan kurang, padahal ibu merupakan sasaran utama KB yakni
wanita usia subur.
Keterbatasan pendidikan daan ekonomi sebagai salah satu pemicu
kecemasan ibu sebagai akseptor IUD baru sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bernadus (2010) dimana pada wanita dengan pendidikan
lebih tinggi, angka penggunaan IUD jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan
wanita dengan pendidikan lebih tinggi lebih mudah mencerna dan
memilah informasi mengenai alat kontrasepsi yang berikan sehingga
mambu menentukan alat kontrasepsi mana yang lebih baik dan sesuai
dengan kebutuhannya.
5. Pemahaman yang salah dari lingkungan sekitar ibu tentang alat
kontrasepsi IUD.
Budaya atau pun lingkungan sekitar menjadi salah satu faktor yang
kuat dalam menentukan minat dan kecemasan ibu akan pemakaian IUD.
Pada kasus Ny. A, banyak lingkungan sekitar yang mengatakan bahwa
IUD dapat terlepas sendiri dari rahim. Hal ini secara langsung membuat
tingkat kecemasan Ny. A meningkat, ditambah Ny. A belum pernah sama
sekali terpapar pengetahuan mengenai alat kontrasepsi oleh tenaga
kesehatan sebelumnya.
Pegaruh budaya dan lingkungan orang sekitar yang dirasakan oleh
Ny. A ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bernadus (2010)
dimana sugesti atau pun pengalaman orang sekitar mengenai alat
kontrasepsi sangat mempengaruhi ibu dalam memutuskan alat kontrasepsi
apa yang akan digunakan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan kebidanan pada keluarga berencana melalui pendekatan
management Varney dengan tahap-tahap manajemen asuhan kebidanan terdiri
dari pengkajian, interpretasi data, diagnosa/masalah potensial, tindakan
antisipasi, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Sistem pendokumentasian
dilakukan dengan SOAP. Berdasarkan tinjauan kasus yang telah dibuat
asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. A 32 tahun P2A0 Akseptor
Baru KB IUD, dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Pada pengkajian didapatkan data subyektif berdasarkan data yang telah
didapat melalui anamnesis langsung pada Ny. A
2. Pada pengkajian didapatkan data objektif berdasarkan data yang telah
didapat melalui pemeriksaan fisik dan pengkajian pada Ny. A
3. Pada analisa data didapatkan diagnosa kebidanan Ny. A 32 tahun P2A0
akseptor baru KB IUD.
4. Pada kasus Ny. A tersebut, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang
dibuat berdasarkan masalah yang dirasakan ibu dimana perencanaan ini
dibuat untuk memberikan asuhan kepada Ny.A sebagai akseptor baru KB
IUD diantaranya memberikan konseling pra-pemasangan IUD,
melakukan pemasangan sesuai dengan SOP tindakan secara sistematis
dan dilakukan konseling pasca-tindakan.
B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan


Agar menjadi tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan pada
asuhan kebidanan keluarga berencana.
2. Bagi Klien dan Keluarga
Agar Klien lebih mengetahui dan memahami pemasangan, mekanisme
kerja, efektifitas, keuntungan kekurangan serta efek samping dari keluarga
berencana dengan alat kontrasepsi IUD
3. Bagi Lahan Praktik
Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan
untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu
menjaga mutu pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi (2011). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT. Bina
Pustaka.

Ambarwati dan Wulandari (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Anwar (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Astuti, Atusti. DKK. 2012. Persepsi Istri Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi
IUD Di Kabupaten Klaten. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diunduh Tanggal
01 September 2019

BKKBN (2017). Evaluasi Pembangunan Kependudukan dan KB BKKBN


Provinsi Jawa Tengah.

Destyowati, Mitha. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang


Kontrasepsi Iud Dengan Minat Pemakaian Kontrasepsi IUD Di Des
Harjobinangun Kecamatan Grabak Kabupaten Purworejo Tahun 2011.
Diunduh tanggal 18 Agustus 2019

Gasperz dan Fontana (2011). Lean six sigma: for manufacturing and service
industries. Bogor: Vinchristo Publication.

Handayani S (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:


Pustaka Rihama.

Hartanto (2010). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan.

Hidayat (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta: Salemba
Medika.

Hofmey, G Justus. et.al. 2016. Effects of the copper intrauterine device versus
injectable progestin contraception on pregnancy rates and method
discontinuation among women attending termination of pregnancy services
in South Africa: a pragmatic randomized controlled trial. Universities of the
Witwatersrand, Walter Sisulu and Fort Hare, Mthatha, Eastern Cape, South
Africa Reproductive Health. Di akses tanggal 20 Agustus 2019

Illie G dan Ciocoiu CN (2010). Application of fishbone diagram to determine the


risk of an event with multiple causes management research and practice,
vol. 2 Issue 1, 1-20.

Kaviani et all (2013). Comparing the effects of tranexamic acid and mefenamic
acid in IUD-induced menorrhagia: randomized control trial. IJCBNM 1(4):
216-223.

Kumalasari dan Andhyantoro (2012). Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa


Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes RI;
2015

Majid NK (2013). Tentang kontrasepsi IUD di desa Donoyudan kecamatan


Kalijambe kabupaten Sragen. Skripsi. UMS

Manuaba (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.

Marret H et all (2010). Clinical practice guidelines on menoorhagia: management


of abnormal uterine bleeding before menopause. Er J Obstet Gynecol
Reprod Biol 152: 133-7.

Mochtar (2011). Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi Jilid 2. Jakarta: EGC.

Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pendit (2014). Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta: EGC.

Putri dan Dwita (2016). Efektivitas IUD sebagai alat kontrasepsi. Majority 5 (4):
138-141.

Robbins dan Coulter (2012). Manajemen. Jakarta: Erlangga.

Saifuddin (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: YBSP.

Saleha S (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Saminem (2010). Dokumentasi Kebidanan Konsep dan Praktik. Jakarta: EGC.

Sulistyawati (2013). Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika.

Suratun, 2008. Klien Gangguan sistem Muuskuloskeletal. Seri Asuhan


Keperawatan ; Editor Monika Ester, Jakarta: EGC.

Tyas (2015). Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien menometroraghia yang


diberikan KIE dan tidak diberikan KIE di RS dr. Soetarto Yogyakarta.
Skripsi. Stikkes Aisyiyah Yogyakarta.

Varney (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: EGC

Wiknjosastro (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Yuhedi (2013). Buku Ajar Kependudukan dan Pelayanan KB. Jakarta: EGC.

Zannah IR, Ida M (2011). Gambaran keluhan-keluhan akibat penggunaan alat


kontrasepsi IUD pada akseptor KB IUD. FIK-UNPAD

Anda mungkin juga menyukai