Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana (KB)

1. Definisi KB
Keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran
anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2015).

Menurut UU RI No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan


Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang dimaksud
dengan Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran
anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berklualitas
(Depkes RI, 2009 dalam Alfiah 2015).

Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan


untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai
tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan
mengurangi insiden kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan
kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima
dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan,
meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, edukasi, konseling dan
pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria
dalam praktek KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu
(ASI) untuk penunjangan kehamilan (Rachmayani, 2015).
Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana
pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam
segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan
baik. Ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus
janda atau cerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat
menjaga dan memanfaatkan reprduksinya yaitu menekan angka
kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan
interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan
kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang
(Manuaba, 2015).

2. Tujuan Program KB
a. Tujuan utama dari program KB Nasional adalah untuk
memberikan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang
berkualitas kepada masyarakat, menurunkan tingkat kematian
ibu dan bayi serta penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil
berkualitas (Asisah 2016).
b. Tujuan umumnya adalah membentuk keluarga kecil sesuai
dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara
pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga
bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran,
pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga (Sulistyawati, 2013).

Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan


pembangunan KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu
perluasan jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar
secara terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan
dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS) serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga
berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan
kebijakan tersebut terus dimantapkan usaha-usaha operasional
dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan KB, peningkatan
kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB,
penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi
muda, dan pemantapan pelaksanaan program di lapangan
(Rachmayani 2015).

3. Ruang Lingkup Program KB


Ruang lingkup program KB adalah sebagai berikut :
1. Ibu
Dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran.
2. Suami
Dengan memberikan kesempatan suami agar dapat
memperbaiki kesehatan fisik, dan mengurangi beban ekonomi
keluarga yang ditanggungnya.
3. Seluruh keluarga
Dilaksanakannya program kb dapat meningkatkan
kesehatan fisik, mental, dan sosial setiap anggota keluarganya,
dan bagi anak dapat memperoleh kesempatan yang lebih besar
daslam hal pendidikan serta kasih saying orang tuanya
(Sulistyawati, 2011) .

Ruang lingkup KB secara umum adalah sebagai berikut :


1) Keluarga berencana
2) Kesehatan reproduksi remaja
3) Ketahanan dan pemberdayaan keluarga
4) Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas
5) Keserasian kebijakan penduduk
6) Pengelolaan SDM aparatur
7) Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan
8) Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara
(Sulistyawati, 2011).

4. Akseptor Keluarga Berencana (KB)

Akseptor KB adalah pasangan usia subur (PUS) yang


sedang menggunakan salah satu alat metode atau alat
kontrasepsi. Macam-macam akseptor KB yaitu :
a. Akseptor KB baru Akseptor KB baru adalah Pasangan Usia
Subur (PUS) yang baru pertama kali menggunakan alat
kontrasepsi setelah mengalami persalinan atau keguguran
b. Akseptor KB Aktif Akseptor KB aktif adalah peserta KB
yang terus menggunakan alat kontrasepsi tanpa diselingi
kehamilan.
c. Akseptor KB ganti cara Akseptor KB ganti cara adalah
peserta KB yang berganti pemakaian dari suatu metode
kontrasepsi lainnya tanpa diselingi kehamilan. Untuk
menyiapkan akseptor KB ini menggunakan cara
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa pengertian dari akseptor KB adalah Pasangan Usia
Subur (PUS) yang masih menggunakan salah satu metode
atau alat kontrasepsi (Rizki, 2014).

B. Kontrasepsi

1. Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra berati “mencegah” atau


“melawan” dan konsepsi yang berati pertemuan antara sel telur
yang matang dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud
dari kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yag matang
dengan sperma. Untuk itu, maka yang membutuhkan kontrasepsi
adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan intim/seks dan
keduanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki
kehamilan (Suratun, 2008).

Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel


sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang
telah dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).

Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah


terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan
permanen (Wiknjosastro, 2007).

2. Efektivitas (Daya Guna) Kontrasepsi

Menurut Wiknjosastro (2007) efektivitas atau daya guna


suatu cara kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat, yakni:
a. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), yaitu
kemampuan suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila
kontrasepsi tersebut digunakan dengan mengikuti aturan yang
benar.
b. Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan
kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya
dipengaruhi oleh faktor faktor seperti pemakaian yang tidak
hati-hati, kurang disiplin dengan aturan pemakaian dan
sebagainya.
3. Faktor-faktor yang Berperan dalam Pemilihan Kontrasepsi

Beberapa faktor yang mempengaruhi akseptor dalam


memilih metode kontrasepsi antara lain sebagai berikut:
a. Faktor pasangan dan motivasi, meliputi:
1) Umur
2) Gaya Hidup
3) Frekuensi senggama
4) Jumlah keluarga yang diinginkan
5) Pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu
b. Faktor kesehatan, meliputi:
1) Status kesehatan
2) Riwayat haid
3) Riwayat keluarga
4) Pemeriksaan fisik dan panggul
c. Faktor metode kontrasepsi
1) Efektivitas
2) Efek samping
3) Biaya (Proverawati, 2010).

4. Macam-macam Kontrasepsi
a. Metode Kontrasepsi Sederhana
Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode
kontrasepsi sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi
dengan alat. Metode kontrasepsi tanpa alat antara lain: Metode
Amenorhoe Laktasi (MAL), Couitus Interuptus, Metode
Kalender, Metode Lendir Serviks, Metode Suhu Basal Badan,
dan Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal dan lendir
servik. Sedangkan metode kontrasepsi sederhana dengan alat
yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan spermisida
(Handayani, 2010)
b. Metode Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang di dalamnya
mengandung hormon estrogen dan progesteron. Metode
kontrasepsi hormonal dibagi menjadi dua yaitu kombinasi
(mengandung hormon progesteron dan estrogen sintetik) dan
yang hanya berisi progesteron saja. Sedangkan kontrasepsi
hormonal yang berisi progesteron terdapat pada pil, suntik, dan
implant. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal dibedakan
berdasarkan jenis hormon yang terkandung didalamnya (Furry
2016).
Berikut jenis kontrasepsi hormonal:
a) Kontrasepsi Oral/Pil
Kontrasepsi pil adalah suatu cara kontrasepsi untuk
wanita yang berbentuk pil atau tablet didalam strip yang
berisi gabungan hormon estrogen dan progesterone atau
yang hanya terdiri dari hormon progesterone saja.
Kebijaksanaan penggunaan pil diarahkan terhadap
pemakaian pil dosis rendah, tetapi meksipun demikian pil
dosis tinggi masih disediakan terutama untuk membina
peserta KB lama yang menggunakan dosis tinggi (Suratun,
2008).
Kontrasepsi oral/pil dikenal dengan 4 tipe
kontrasepsi oral, yakni tipe kombinasi, tipe sekuensial, pil
mini, dan pil pasca senggama (morning after pill). Tetapi
yang banyak digunakan adalah tipe kombinasi dan mini pil
karena dikenal dengan efektivitasnya yang tinggi
(Ganiswarna, 1995).
b) Kontrasepsi Suntik Menurut Hartanto (2003: 142) dua
kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama yang sekarang
banyak dipakai adalah:
1) Suntik Kombinasi (1 bulan) Kontrasepsi suntik bulanan
merupakan metode suntikan yang pemberiannya tiap
bulan dengan jalan penyuntikan secara intramuscular
sebagai usaha pencegahan kehamilan berupa hormon
progesterone dan estrogen pada wanita usia subur.
Penggunaan kontrasepsi suntik mempengaruhi
hipotalamus dan hipofisis yaitu menurunkan kadar FSH
dan LH sehingga perkembangan dan kematangan
folikel de Graaf tidak terjadi (Mulyani dan Rinawati,
2013).
Jenis suntikan 1 bulan antara lain:
a. Suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo
Medroksiprogesterone Asetat dan 5 mg Estradiol
b. Sipionat yang diberikan injeksi intramuscular (IM)
sebulan sekali (Cyclofem) dan 50 mg Noretindron
Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat yang diberikan
injeksi IM sebulan sekali (Mulyani dan Rinawati,
2013).
2) Suntik Progestin (Tribulan)
Suntik tribulan merupakan metode kontrasepsi yang
diberikan secara intramuscular setiap tiga bulan.
Keluarga berencana suntik merupakan metode
kontrasepsi efektif yaitu metode yang dalam
penggunaannya mempunyai efektifitas atau tingkat
kelangsungan pemakaian relatif lebih tinggi serta angka
kegagalan relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan
alat kontrasepsi sederhana (BKKBN, 2002).

Jenis kontrasepsi tribulan yaitu DMPA (Depo


Medroxy Progesterone Asetat) atau Depo Provera yang
diberikan tiap tiga bulan dengan dosis 150 mg yang
disuntik secara Intra Muscular (Mulyani dan Rinawati,
2013).
c) Kontrasepsi Implant Kontrasepsi Implant adalah suatu alat
kontrasepsi yang mengandung Levonogestrel yang
dibungkus dalam kapsul silastic silicon
(polydimethylsiloxane) dan dipasang dibawah kulit. Sangat
efektif (kegagalan 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan)
(Mulyani dan Rinawati, 2013). Terdapat 3 jenis Implant,
yaitu:
a. Norplant Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga
dengan panjang 3,4 cm dengan diameter 2,4 mm yang
diisi dengan 36 mg Levonogestrel dan lama kerjanya 5
tahun.
b. Implanon dan Sinoplant Terdiri dari 1 batang putih
lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2
mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan
lama kerjanya 3 tahun.
c. Jadena dan Indoplant Terdiri dari 2 batang yang diisi
dengan 75 mg Levonogestrel dengan lama kerjanya 3
tahun (Mulyani dan Rinawati, 2013).

c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


(AKDR)
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2
yaitu AKDR yang mengandung hormon sintetik (sintetik
progesteron) dan yang tidak mengandung hormon (Handayani,
2010). AKDR yang mengandung hormon Progesterone atau
Leuonorgestrel yaitu Progestasert (Alza-T dengan daya kerja 1
tahun, LNG-20 mengandung Leuonorgestrel (Hartanto, 2002).
d. Metode Kontrasepsi Mantap
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu
Metode Operatif Wanita (MOW) dan Metode Operatif Pria
(MOP). MOW sering dikenal dengan tubektomi karena prinsip
metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba/tuba
falopii sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan sperma.
Sedangkan MOP sering dikenal dengan nama vasektomi,
vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran vas deferens
sehingga cairan sperma tidak dapat keluar atau ejakulasi
(Handayani, 2010).

C. KB IUD (Intra Uterine Device)


1. Definisi
IUD adalah salah satu alat kontrasepsi modern yang telah
dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa
aktif fungsi kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uteri sebagai
usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur
berimplementasi dalam uterus (Marikar,Kundre and Bataha,2015).

AKDR atau IUD atau SPIRAL adalah suatu benda kecil


yang terbuat dari plastic yang lentur, mempunyai lilitan tembaga
atau juga mengandung hormone dan dimasukkan ke dalam rahim
melalui vagina dan mempunyai benang (Pinontoan,2013)

IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke


dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastic
(polytyline), ada yang dililit tembaga (Cu) ada pula yang tidak,
tetapi ada pula yang dililit tembaga dengan bercampur perak (Ag).
Selain itu ada pula yang batangnya berisi hormone progesterone
(Lontan,Kusmiyati and Dompas, 2014).

2. Jenis Jenis IUD

IUD yang banyak dipakai di indonesia dewasa ini dari jenis


Un Medicate yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicate Cu
T, Cu-7, Multiload dan Nova-T. (Handayani, 2010).
A. AKDR Non-Hormonal
Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4, karena itu
berpuluh-puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari
generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam
sampai generasi plastic (polietilen) baik yang ditambah obat
maupun tidak.

a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2 :


1) Bentuk terbuka (oven device): Misalnya : LippesLoop,
CUT, Cu-7, Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
2) Bentuk tertutup (closed device): Misalnya : Ota-Ring,
Atigon dan Graten Berg Ring.
b. Menurut Tambahan atau Metal
1) Copper-T
AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di
mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat
tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini
mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang
cukup baik.
2) Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran
diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan
gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas
permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya
lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T.
3) Multi Load
AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene)
dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang
fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm.
Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas
permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah
efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar,
small (kecil), dan mini.
4) Lippes Loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya
seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk
meudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya.
Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut
ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25
mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam),
tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm
(tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop
mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan
lain dari spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang
menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab
terbuat dari bahan plastic ( Erfandi, 2008)

B.  IUD yang mengandung hormonal

a.  Progestasert-T = Alza T
1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor
warna hitam.
2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan
65 mcg progesteron per hari.
3) Tabung insersinya berbentuk lengkung
4) Daya kerja : 18 bulan
5) Teknik insersi : plunging (modified withdrawal)

b. LNG-20
1) Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan 20
mcg per hari.
2) Sedang diteliti di Firlandia.
3) Angka kegagalan / kehamilan angka terendah : <0,5 per 100
wanita per tahun.
4) Penghentian pemakaian oleh karena persoalan-persoalan
perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya,
karena 25% mengalami amenore atau pendarahan haid yang
sangat sedikit.

3. Efektifitas IUD

IUD dapat bekerja secara efektif mencegah kehamilan dari


98% hingga mencapai hampir 100%, bergantung pada alatnya,
semakin baru alat maka angka kegagalan akan lebih rendah pada
semua tahap pemakaian tanpa ada kehamilan setelah 8 tahun
pemakaian

4. Cara kerja IUD


Cara kerja dari alat kontrasepsi IUD adalah :
1) Menghambat kemampuan sperma masuk ketuba fallopi
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
3) IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu.
4) IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi
perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk
fertilisasi.
5) Memungkinkan untuk mencegah implantasi dalam uterus.
(Sarwono,2007).

5. Indikasi
  

Yang dapat menggunakan: Syarat-syarat yang harus dipenuhi


sebelum seseorang akan memilih AKDR (IUD) adalah :
1) Usia reproduktif
2) Keadaan nulipara
3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
4) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
6) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi Resiko
rendah dari IMS
7) Tidak menghendaki metode hormonal
8)  Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
9) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama.
10)  Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat
adanya infeksi
11) Sedang memakai antibiotika atau antikejang
12) Gemuk ataupun kurus
13) Perokok

6. Kontraindikasi

Ada beberapa ibu yang dianggap tidak cocok memakai kontrasepsi


jenis IUD ini. Ibu-ibu yang tidak cocok itu adalah mereka yang
menderita atau mengalami beberapa keadaan berikut ini :
1) Kehamilan.
2) Penyakit kelamin (gonorrhoe, sipilis, AIDS, dsb).
3) Perdarahan dari kemaluan yang tidak diketahui penyebabnya.
4) Tumor jinak atau ganas dalam rahim.
5) Kelainan bawaan rahim.
6) Penyakit gula (diabetes militus)
7) Penyakit kurang darah.
8) Belum pernah melahirkan.
9) Adanya perkiraan hamil.
10) Kelainan alat kandungan bagian dalam seperti: perdarahan yang
tidak normal dari alat kemaluan, perdarahan di leher rahim, dan
kanker rahim
11) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Saifuddin, 2006).
7.  Keuntungan

Keuntungan dari alat kontrasepsi IUD adalah sebagai


berikut :
1) Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi.
2)  IUD (AKDR) dapat efektif segera setelah pemasangan,
3) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan
tidak perlu diganti)
4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat
5) Tidak mempengaruhi hubungan seksual
6) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut
untuk hamil
7)  Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-
380A)
8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
9) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi). .Dapat digunakan sampai
menopause (1 tahun lebih setelah haid terakhir)
10) Tidak ada interaksi dengan obat-obat
11) Membantu mencegah kehamilan ektopik (Saifuddin. AB, 2006)

8. Waktu Penggunaan IUD

Agar mencapai keefektifan yang diharapkan IUD dapat


dipasang pada hari pertama sampai ke-7 siklus haid, setiap waktu
dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil, segera
setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu
pasca persalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode
amonorea laktasi (MAL), setelah menderita abortus (segera atau
dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi, selama 1
sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak dilindungi.
9. Pemeriksaan Ulang IUD

Kontrol medis perlu dilakukan untuk tetap menjaga IUD


terpasang dengan baik, pemeriksaan ulang dapat dilakukan
diantaranya, setelah pemasangan kalau dipandang perlu diberikan
antibiotika profilaksis.
Jadwal pemeriksaan ulang dapat dilakukan:
1. Dua minggu setelah pemasangan
2. Satu bulan setelah pemeriksaan pertama
3. Tiga bulan setelah pemeriksaan kedua
4. Setiap enam bulan sampai satu tahun
Selain itu, pemeriksaan juga dapat dilakukan apabila ingin
membuka IUD atau pada keadaan-keadaan
Selain itu, pemeriksaan juga dapat dilakukan apabila ingin
membuka IUD atau pada keadaan-keadaan :
1. Ingin hamil kembali
2. Lokhea yang sulit diobati
3. Terjadi infeksi
4. Terjadi perdarahan

D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan


Kontrasepsi

Menurut Bertrand (1980) seperti dikutip Nazilah (2013)


mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
kontrsepsi adalah faktor sosio-demografi, faktor sosio-psikologi dan
faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Faktor sosio-
demografi yang berpengaruh adalah pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, umur, paritas, suku dan agama. Penggunaan kontrasepsi
lebih banyak pada wanita yang berumur 20-30 tahun dengan jumlah
anak lebih dari 2 orang.
Penerimaan keluarga berencana lebih banyak pada mereka yang
memiliki standar hidup yang lebih tinggi. Faktor sosio-psikologi yang
penting adalah ukuran anak ideal, pentingnya nilai anak laki, sikap
terhadap keluarga berencana, komunikasi suami istri, dan persepsi
terhadap kematian anak. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan adalah keterlibatan dalam yang berhubungan
dengan keluarga berencana, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi,
jarak kepusat pelayanan, dan keterlibatan dengan media masa.

Teori yang dikembangkan oleh Philips dan Morrison (1998) yaitu


faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan
yaitu faktor lingkungan yang melihat hubungan antara system layanan
kesehatan dengan lingkungan luarnya, dan karakteristik populasi yang
mencakup karakteristik pendukung (predisposing factor), faktor
pemungkin (enabling factor) dan faktor kebutuhan (needs). Kedua
faktor tersebut akan mempengaruhi pola perilaku kesehatan yang
terdiri dari pilihan kesehatan perorangan dan penggunaan pelayanan
kesehatan. Ketiga kelompok variabel yang saling berhubungan
tersebut pada gilirannya akan memberikan dampak pada derajat
kesehatan, yang digambarkan antara lain dengan tingkat morbiditas
dan mortalitas (Kemenkes R.I, 2013).

Woyanti (2005) mengatakan bahwa harga perolehan kontrasepsi,


biaya hidup anak dan pendapat keluarga mempengaruhi pemilihan
kontrasepsi wanita. Varney (2006) mengatakan bahwa faktor yang
akan mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi adalah keinginan
untuk mengendalikan kelahiran secara permanen atau sementara,
keefektifan metode yang digunakan, pengaruh media, kemungkinan
efek samping dan pertanyaan yang mungkin muncul tentang
keamanan suatu metode, kemungkinan manfaat kesehatan yang dapat
diperoleh dari setiap metode, kemampuan suatu metode untuk
mencegah penyakit (HIV, penyakit menular seksual, kanker),
perkiraan lamanya penggunaan metode kontrasepsi, biaya, frekuensi
hubungan seksual, jumlah pasangan seksual, faktor seksual, faktor
agama (apakah metode ertentu dikenakan sanksi oleh badan-badan
keagamaan yang dianut individu atau pasangan, faktor psikologis
(perasaan tentang setiap aspek yang terkait dengan metode tertentu
misalnya pengalaman dimasa lalu yang tidak menguntungkan karena
penggunaan metode tertentu), dan kemudahan menggunakan satu
metode tertentu.

Tedjo (2009) mengatakan bahwa ada hubungan keikutsertaan


dalam jamkesmas dan dukungan pasangan dengan pemilihan jenis
kontrasepsi yang digunakan pada keluarga miskin sedangkan variabel
lain tidak berhubungan. Kusumaningrum (2009) mengatakan bahwa
umur istri, jumlah anak, dan tingkat pendidikan mempengaruhi
pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan pada PUS. dan setelah
dilakukan uji Binarylogistik diketahui bahwa umur istri merupakan
faktor yang paling berpengaruh.

Menurut Ali. R, (2013) menyatakan bahwa pengetahuan,


pendidikan, dan ketersedian alat kontrasepsi berhubungan dengan
pemakaian alat KB pada PUS. Pengetahuan karena banyaknya
informasi yang diperoleh oleh akseptor baik dari petugas kesehatan
maupun dari media menjadikan pengetahuan akseptor menjadi lebih
baik. Pendidikan berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi
pada PUS karena rendahnya pendidikan PUS menjadikan kontrasepsi
kurang diminati, hal ini berdampak pada banyaknya anak yang
dilahirkan dengan jarak persalinan yang dekat. Faktor ketersediaan
alat kontrasepsi juga mempengaruhi PUS untuk menggunakan
kontrasepsi, kontrasepsi yang tersedia dengan lengkap dan mudah
diperoleh dapat meningkatkan pemilihan kontrasepsi. Sitopu (2012)
mengatakan bahwa pengetahuan akseptor KB berhubungan dengan
penggunaan alat kontrasepsi. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang semakin baik pengetahuan seseorang tentang alat
kontrasepsi dan semakin rasional dalam menggunakan alat
kontrasepsi. Tingginya tingkat pendidikan seseorang juga akan
mendukung mempercepat penerimaan informasi KB pada pasangan
usia subur. Dari hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif oleh
Handayani et.al., (2012) bahwa masih banyak akseptor yang
menentukan metode yang dipilih hanya berdasarkan informasi dari
akseptor lain berdasarkan pengalaman masing-masing. Sebagian
petugas kesehatan kurang melakukan konseling dan pemberian
informasi yang menyebabkan kurangnya pengetahuan klien dalam
memilih jenis KB. Namun masyarakat mentolerir pelayanan KB
meskipun pelayanan KB belum seluruhnya memenuhi syarat
pelayanan berkualitas. Informasi yang baik dari petugas membantu
klien dalam memilih dan menentukan metode kontrasepsi yang
dipakai. Informasi yang baik akan memberikan kepuasan klien yang
berdampak pada penggunaan kontrasepsi yang lebih lama sehingga
membantu keberhasilan KB.

a. Umur

Umur yang dimaksud di sini adalah umur akseptor KB. Umur


mempengaruhi akseptor dalam penggunaan alat kontrasepsi. Dari
faktor-faktor umur dapat ditentukan fase-fase. Pembagian umur
menurut Manuaba (2009), dari sudut kematian maternal usia
reproduksi di bagi dalam:
1. Umur di bawah 20 tahun masa menunda kehamilan Masa menunda
kehamilan pertama sebaiknya dilakukan oleh pasangan istrinya
belum mencapai usia 20 tahun. Karena usia di bawah 20 tahun
adalah usia yang sebaiknya menunda untuk mempunyai anak
dengan berbagai alasan. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu
kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya
kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena
pada masa ini pasangan belum mempunyai anak, serta efektifitas
yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah pil KB,
AKDR.
2. Umur 20 sampai 35 tahun, masa mengatur kesuburan atau aman
untuk hamil dan bersalin. Periode usia istri antara 20-35 tahun
merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan
jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun.
Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas tinggi,
reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya
anaklagi. Kontrasepsi dapat dipakai 3-4 tahun sesuai jarak
kelahiran yang direncanakan.
3. Umur lebih dari 35 tahun, masa mengakhiri kehamilan Sebaiknya
keluarga setelah mempunyai 2 anakdan umur lebih dari 35 tahun
tidak hamil. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan
kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena kalau terjadi
kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan
risiko tinggi bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan
akseptor tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi,
kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah metode kontap,
AKDR, implan, suntik KB (Pinem, 2009).

Menurut Hartanto (2004), umur di bawah 20 tahun dan di atas 35


tahun sangat berisiko terhadap kehamilan dan melahirkan, sehingga
berhubungan erat dengan pemakaian alat kontrasepsi. Periode umur
wanita antara 20–35 tahun adalah periode yang paling baik untuk
melahirkan. Pasangan usia subur yang telah melahirkan anak pertama
pada periode ini, sangat dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi
dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan. Apabila ibu
merencanakan untuk mempunyai anak, kontrasepsi dapat dihentikan
sesuai keinginan ibu dan kesuburan akan segera kembali.

b. Pengetahuan

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak


terputus dari generasi ke generasi di manapun di dunia ini. Upaya
memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai
dengan pandangan hidup dan latar belakang sosial setiap masyarakat
tertentu (Tirtarahardja et al., 2005).
Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung
banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Sebagai proses
transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari generasi satu ke generasi yang lain. Sebagai proses
pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta
didik (Tirtarahardja et al., 2005).

Sistem pendidikan terdiri dari 3 subsistem, yaitu :


1) Pendidikan Nonformal,
2) Pendidikan Formal,
3) Pendidikan Informal.

Pendidikan Formal yang sering disebut pendidikan persekolahan berupa


rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku. Mulai dari Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas,
Perguruan Tinggi. Sementara itu pendidikan Taman kanak-kanak masih
dipandang sebagai pengelompokan belajar yang menjambatani anak
dalam suasana hidup dalam keluarga dan di sekolah dasar (Tirtarahardja
et al., 2005).

Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan,


yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan
pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi ( Ikhsan, 2005).

1) Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang
diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik
untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada
prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar
bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk
masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini
dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah,
yang dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar
biasa. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar.

2) Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah adalah pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik dengan
lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan
menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan
menengah umum diselenggarakan selain untuk mempersiapkan
peserta didik mengikuti pendidikan tinggi, juga untuk memasuki
lapangan kerja. Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan
untuk memasuki lapangan kerja atau mengikuti pendidikan
keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan menengah
dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa.
Tingkat pendidikan menengah adalah SMP, SMA dan SMK.
3) Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki
tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau
profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka
pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia
( Ikhsan, 2005).
Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima
pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni
keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan Tinggi terdiri dari
Strata 1, Strata 1, Strata 3
( Ikhsan, 2005).

c. Sumber informasi

Sumber informasi adalah media yang berperan penting bagi


seseorang dalam menentukan sikap dan keputusan untuk bertindak.
Meningkatkan minat Wanita Usia Subur (WUS) mendorong bagi WUS itu
sendiri untuk selalu berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk.
Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman
sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan mudah membuka situs-
situs lewat internet (Taufia, 2017).
Ircham (2003) dalam Susanti (2011) macam-macam media
informasi:
a) Media elektronik Media elektronik sebagai sarana untuk
menyampaiakan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan berbeda-
beda jenisnya antara lain:
1) Televisi Penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan
melalui media televisi dalam bentuk sandiwara, sineton, forum diskusi
atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah), kuis, atau
cerdas cermat dan sebagainya.
2) Radio Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio
juga dapat bermacam-macam bentuknya, antara lain obrolan (tanya
jawab), sandiwara radio, ceramah.
3) Video Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat
melalui video.
4) Internet Informasi dalam internet adalah informasi tanpa batas,
informasi apapun yang dikehendaki dapat dengan mudah diperoleh.

b) Media cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan
sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
1) Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
dalam bentuk buku-buku, baik berupa tulisan maupun gambaran
2) Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan
melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat
maupun gambar atau kombinasi.
3) Selebaran bentuknya seperti leaflet tetapi tidak berlipat
4) Lembar balik, media penyampaian pesan atau informasi-informasi
kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku
dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan lembar baliknya
berisi kalimat sebagai pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar
tersebut.
5) Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan informasi
kesehatan yang biasanya ditempel ditembok, di tempat umum, kendaraan
umum.

c) Petugas kesehatan
Petugas kesehatan disini dimaksudkan adalah petugas yang mempunyai
latar belakang pendidikan kesehatan yang bertugas memberikan
pelayanan, penyuluhan, konseling tentang kesehatan khususnya
pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), antara lain yaitu: bidan,
dokter, perawat.

d) Kader posyandu Kader kesehatan atau kader posyandu merupakan


orang yang lebih dekat dengan masyarakat, sehingga ketika kader
mendapatkan informasi terbaru dari petugas kesehatan di Puskesmas
maupun penyuluhan yang diadakan di Puskesmas, maka kader dapat
segera menyampaikan langsung kepada
e) Keluarga
Keluarga merupakan orang terdekat yang dapat memberikan informasi
atau nasehat verbal untuk membantu dalam menangani masalah.

Pengukuran sumber informasi dalam skala Guttman yang diperoleh


tentang pemeriksaan IVA pada WUS dibagi dua kategori yaitu
mendapatkan sumber informasi dan tidak mendapatkan sumber informasi .
Item sumber informasi antara lain tenaga kesehatan (bidan, dokter,
perawat) teman, keluarga, kader posyandu, media elektronik (televisi,
radio, internet), media cetak (koran, majalah, leaflet, booklet, poster,
lembar balik) (Utami, 2014).
Kerangka teori

Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka, disusun kerangka teori sebagai


berikut:

Variable independent

Faktor Predesposisi

1. Usia
2. Pendidikan
3. Sumber informasi

Variable dependent
Faktor pendukung :
HUBUNGAN
1. Ketersediaan alat
KARAKTERISTIK IBU
kontrasepsi
NIFAS DENGAN
2. Jarak
PENGGUNAAN KB IUD
3. Biaya

Faktor pendorong :

1. Dukungan Suami
2. Dukungan Petugas
kesehatan

Anda mungkin juga menyukai