Anda di halaman 1dari 51

A.

Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian KB (Keluarga Berencana)
Keluarga Berencana menurut World Health Organization (WHO)
(2015) adalah suatu tindakan yang membantu individu atau pasangan
suami dan istri untuk:
a. Mendapatkan objektif-objektif tertentu.
b. Menghindari kehamilan yang tidak diinginkan.
c. Mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan.
d. Mengatur interval diantara kehamilan.
e. Mengontrol waktu kelahiran dalam hubungan dengan suami istri.
f. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.
KB menurut Undang-undang (UU) No. 52 tahun 2009 pasal 1 (8)
tentang perkembangan dan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtra adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi perlindungan dan
bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
yang berkualitas.
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama
diperlukannya pelayanan keluarga berencana, disamping itu masih
banyak alasan lain, misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir
terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terhadap
gangguan fisik atau psikologis akibat tindakan abortus yabg tidak
aman, serta tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status
perempuan di masyarakat (Saifuddin, 2006).
Program keluarga berencana memiliki visi untuk mewujudkan
keluarga berkualitas tahun 2015. Keluarga berkualitas adalah keluarga
yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

1
Guna mewujudkan visi tersebut ada enam prioritas misi utama
yang akan dilaksanakan yaitu :

a. Pemberdayaan masyarakat untuk membangun keluarga kecil


berkualitas.
b. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan,
kemandirian, dan ketahanan keluarga.
c. Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
d. Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-
hak reproduksi
e. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender melalui program keluarga
berencana.
f. Mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas sejak pembuahan
dalam kandungan sampai dengan lanjut usia (Wiknjosastro, 2009).
2. Tujuan Program Keluarga Berencana
Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi
perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
yang berkualitas, menurunkan tingkat/angka kematian bayi, dan anak
serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka
membangun keluarga kecil berkualitas.
Perlu diketahui bahwa tujuan-tujuan tersebut merupakan kelanjutan
dari tujuan program KB tahun 1970 yaitu tujuan demografis berupa
penurunan TFR dan tujuan filosofis berupa kelembagaan dan
pembudidayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
(Arum dan Sujiyatini, 2011).
3. Ruang Lingkup Program KB
Dalam Panduan BKKBN (2010) Ruang lingkup program KB secara
umum adalah sebagai berikut :
a. Keluarga berencana
b. Kesehatan reproduksi remaja

2
c. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga
d. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas
e. Keserasian kebijakan kependudukan
f. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
g. Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan
4. Sasaran Program Keluarga Berencana
a. Sasaran langsung yaitu:
Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya
berusia antara 1544 tahun
b. Sasaran tidak langsung yaitu :
1) Pelaksana dan pengelola KB, dengan cara menurunkan tingkat
kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan
terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas,
keluarga sejahtera (Handayani, 2010).
2) Organisasiorganisasi, lembaga kemasyarakatan serta instansi
pemerintah maupun swasta serta tokoh masyarakat dan pemuka
agama yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam
melembagakan NKKBS (Suratun, 2008).
5. Ukuran-ukuran Keluarga Berencana
Beberapa ukuran dalam Keluarga Berencana yang dikenal dalam
pelaksanaan kegiatan KB seperti :
a. Angka Kelangsungan (Continuation Rate-CR)
Pengertian angka kelangsungan adalah angka yang
menunjukkan proporsi akseptor yang masih menggunakan alat
kontrasepsi setelah suatu periode pemakaian tertentu.
b. Peserta KB aktif ( Current User-CU)
c. Bulan Pasangan Perlindungan (Couple Months of Protection-CMP)
d. Perkiraan penurunan fertilitas akibat pelaksanaan KB
(Kartoyo,2007).

3
6. Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang
terikat dalam perkawinan yang sah, yang istrinya berumur antara 15
sampai dengan 49 tahun, dan secara operasional termasuk pula
pasangan suami istri yang istrinya berumur kurang dari 15 tahun dan
telah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid.
Berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan
kontrasepsi adalah pasangan usia subur (PUS) yang aktif melakukan
hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun
tidak menghendaki kehamilan.
PUS yang menggunakan alat kontrasepsi disebut peserta atau
akseptor KB. Peserta KB adalah PUS yang sedang menggunakan salah
satu metode kontrasepsi. Sedangkan peserta KB aktif adalah peserta
KB yang sedang menggunakan salah satu metode kontrasepsi secara
terus-menerus tanpa diselingi kehamilan. Adapula yang disebut peserta
KB baru yaitu PUS yang baru pertama kali menggunakan alat atau cara
kontrasepsi dan atau PUS yang kembali menggunakan metode
kontrasepsi setelah melahirkan atau keguguran (BKKBN, 2009).
7. Pengertian Kontrasepsi
Menurut Wiknjosastro (2009) Suratun dkk, (2008), kontrasepsi
berasal dari kata kontra dan konsepsi.Kontra berarti melawan atau
mencegah sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur
yang matang dengan sperma yang mengakibatkan
kehamilan.Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel
sperma. Secara umum menurut cara pelaksanaannya kontrasepsi dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Cara temporer, yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa
tahun sebelum menjadi hamil lagi.
b. Cara permanen, yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara
mencegah kehamilan secara permanen.

4
Menurut Saifuddin (2006), Tidak ada satupun metode kontrasepsi
yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing
mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien.
Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah :
a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila
digunakan.
b. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai aturan akan dapat
mencegah terjadinya kehamilan.
c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh
lingkungan budaya di masyarakat.
d. Terjangkau harganya oleh masyarakat.
e. Bila pemakaian dihentikan, klien akan segera kembali
kesuburannya
8. Cara Kerja KB
Pada dasarnya prinsip kerja kontrasepsi adalah meniadakan
pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) dengan
cara :
a. Menekan keluarnya sel telur (ovum).
b. Menghalangi masuknya sperma ke dalam alat kelamin wanita
sampai mencapai ovum.
c. Mencegah nidasi
Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal
Hormon estrogen dan progesteron memberikan umpan balik, terhadap
kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan
terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui
hipotalamus dan hipofisis, estrogen dapat menghambat pengeluaran
Folicle Stimulating Hormone (FSH) sehingga perkembanagan dan
kematangan Folicle De Graaf tidak terjadi. Di samping itu
progesteron dapat menghambat pengeluaran Hormone Luteinizing
(LH). Estrogen mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi
mencapai uterus endometrium yang belum siap untuk menerima

5
implantasi (Manuaba, 2010).
Selama siklus tanpa kehamilan, kadar estrogen dan progesteron
bervariasi dari hari ke hari. Bila salah satu hormon mencapai
puncaknya, suatu mekanisme umpan balik (feedback) menyebabkan
mula-mula hipotalamus kemudian kelenjar hypophyse mengirimkan
isyarat-isyarat kepada ovarium untuk mengurangi sekresi dari hormon
tersebut dan menambah sekresi dari hormon lainnya. Bila terjadi
kehamilan, maka estrogen dan progesteron akan tetap dibuat bahkan
dalam jumlah lebih banyak tetapi tanpa adanya puncak-puncak siklus,
sehingga akan mencegah ovulasi selanjutnya. Estrogen bekerja secara
primer untuk membantu pengaturan hormon realising factors of
hipotalamus, membantu pertumbuhan dan pematangan dari ovum di
dalam ovarium dan merangsang perkembangan endometrium.
Progesteron bekerja secara primer menekan atau depresi dan melawan
isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang
terlalu dini atau prematur dari ovarium, serta juga merangsang
perkembangan dari endometrium (Hartanto, 2009).
Adapun efek samping akibat kelebihan hormon estrogen, efek
samping yang sering terjadi yaitu rasa mual, retensi cairan, sakit
kepala, nyeri pada payudara, dan fluor albus atau keputihan. Rasa
mual kadang-kadang disertai muntah, diare, dan rasa perut kembung.
Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan
natrium, dan dapat meningkatkan beratbadan. Sakit kepala disebabkan
oleh retensi cairan. Kepada penderitapemberian garam perlu dikurangi
dan dapat diberikan diuretik. Kadang kadang efek samping demikian
mengganggu akseptor, sehingga hendak menghentikan kontrasepsi
hormonal tersebut. Dalam kondisi tersebut,akseptor dianjurkan untuk
melanjutkan kontrasepsi hormonal dengankandungan hormon
estrogen yang lebih rendah. Selain efek samping kelebihan hormon
estrogen, hormon progesteron juga memiliki efek samping jika dalam
dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur,

6
bertambahnya nafsu makan disertai bertambahnya berat badan, acne
(jerawat), alopsia, kadang-kadang payudara mengecil, fluor albus
(keputihan), hipomenorea. Fluor albus yang kadang-kadang
ditemukan pada kontrasepsi hormonal dengan progesteron dalam
dosis tinggi, disebabkan oleh meningkatnya infeksi dengan candida
albicans (Wiknjosastro, 2009).
Komponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang,
retensi air, dan garam, berat badan bertambah, menimbulkan nyeri
kepala, perdarahan banyak saat menstruasi, meningkatkan
pengeluaran leukorhea, dan menimbulkan perlunakan serviks.
Komponen progesteron menyebabkan payudara tegang, acne
(jerawat), kulit dan rambut kering, menstruasi
berkurang, kaki dan tangan sering kram (Manuaba, 2010).
9. Pengertian Akseptor KB
Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang salah
seorang dari padanya menggunakan salah satu cara atau alat
kontrasepsi dengan tujuan untuk pencegahan kehamilan baik melalui
program maupun non program. Sedangkan menurut kamus besar
bahasa Indonesia (2001) dalam Setiawan dan Saryono (2010) Akseptor
adalah orang yang menerima serta mengikuti dan melaksanakan
program keluarga berencana.
a. Jenis-jenis Akseptor KB
Menurut Handayani (2010) jenis akseptor KB sebagai berikut
1) Akseptor KB baru
Akseptor KB baru adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
pertama kali menggunakan kontrasepsi setelah mengalami
kehamilan yang berakhir dengan keguguran atau kelahiran.
2) Akseptor KB lama
Akseptor KB lama adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
melakukan kunjungan ulang termasuk pasangan usia subur
yang menggunakan alat kontrasepsi kemudian pindah atau ganti

7
ke cara atau alat yang lain atau mereka yang pindah klinik baik
menggunakan cara yang sama atau cara (alat) yang berbeda.
3) Akseptor KB aktif
Peserta KB aktif adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang pada
saat ini masih menggunakan salah satu cara atau alat
kontrasepsi.
4) Akseptor KB aktif kembali
Perserta KB aktif kembali adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
telah berhenti menggunakan selam tiga blan atau lebih yang tidak
diselingi oleh suatu kehamilan dan kembali menggunakan alat
kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara
setelah berhenti atau istirahat paling kurang tiga bulan berturut-
turut dan bukan karena hamil.
10. Penggunaan Kontrasepsi Menurut Umur
a. Umur ibu kurang dari 20 tahun:
1) Penggunaan prioritas kontrasepsi pil oral.
2) Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan
muda frekuensi bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai
kegagalan tinggi.
3) Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan.
b. Umur di bawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu.
1) Umur ibu antara 2030 tahun
2) Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan
melahirkan.
3) Setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai spiral
sebagai pilihan utama. Pilihan kedua adalah pil.
c. Umur ibu di atas 30 tahun
1) Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant.
2) Kondom bisa merupakan pilihan kedua.

8
3) Dalam kondisi darurat, metode mantap dengan cara operasi
(sterlilisasi) dapat dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan
dengan spiral, kondom, maupun pil dalam arti mencegah
11. Macam-macam Jenis Kontrasepsi
Kontrasepsi sederhana tanpa alat
a. Senggama Terputus
Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua. Senggama
dilakukan sebagaimana biasa, tetapi pada puncak senggama, alat
kemaluan pria dikeluarkan dari liang vagina dan sperma
dikeluarkan di luar. Cara ini tidak dianjurkan karena sering gagal,
karena suami belum tentu tahu kapan spermanya keluar.
b. Pantang Berkala (sistem berkala)
Cara ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada saat
istri dalam masa subur.Selain sebagai sarana agar cepat
hamil,kalender juga difungsikan untuk mencegah kehamilan.Cara
ini kurang dianjurkan karena sukar dilaksanakan dan membutuhkan
waktu lama untuk puasa.Selain itu, kadang juga istri kurang
terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan.
Kontrasepsi sederhana dengan alat
a. Kondom
Kondom merupakan salah satu pilihan untuk mencegah
kehamilan yang sudah dikenal di masyarakat. Kondom adalah
suatu kantung karet tipis, biasanya terbuat dari lateks, tidak
berpori, dipakai untuk menutupi penis yang berdiri (tegang)
sebelum dimasukkan ke dalam liang vagina. Kondom sudah
dibuktikan dalam penelitian di laboratorium sehingga dapat
mencegah penularan penyakit seksual, termasuk HIV/AIDS.
Manfaat pemakaian kontrasepsi kondom:
1) Efektif bila digunakan dengan benar.
2) Tidak mengganggu produksi ASI.
3) Tidak mengganggu kesehatan klien.

9
4) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
5) Murah dan dapat dibeli secara umum.
6) Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus
7) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya
harus ditunda.
b. Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat
dari lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum
berhubungan seksual dan menutup serviks.
Jenis kontrasepsi diafragma:
1) Flat spring (flat metal band).
2) Coil spring (coiled wire).
3) Arching spring.
Cara kerja kontrasepsi diafragma:
Menahan sperma agar tidak mendapatkan akses mencapai
saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba falopi) dan
sebagai alat tempat spermisida.
Manfaat kontrasepsi diafragma:
1) Efektif bila digunakan dengan benar.
2) Tidak mengganggu produksi ASI.
3) Tidak mengganggu hubungan seksual karena telah terpasang
sampai 6 jam sebelumnya.
4) Tidak mengganggu kesehatan klien.
5) Tidak mengganggu kesehatan sistemik.
c. Spermisida
Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9)
digunakan untuk menon-aktifkan atau membunuh sperma.
Jenis kontrasepsi spermisida:
1) Aerosol.
2) Tablet vaginal, suppositoria, atau dissolvablefilm.
3) Krim.

10
Cara kerja kontrasepsi spermisida:
Menyebabkan sel membran sperma terpecah, memperlambat
pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuahan sel
telur.
Manfaat kontrasepsi spermisida:
1) Efektif seketika (busa dan krim).
2) Tidak mengganggu produksi ASI.
3) Bisa digunakan sebagai pendukung metode lain.
4) Tidak mengganggu kesehatan klien.
5) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
6) Mudah digunakan.
7) Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual.
8) Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus.
d. KB Suntik
Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk mencegah terjadinya
kehamilan dengan melalui suntikan hormonal.
1) KB Suntik 1 bulan (kombinasi)
Terdapat 25 mg Depo medroksiprogestreon asetat dan 5 mg
esestradiol sipionat yang diberikan injeksi IM sebulan sekali
(Cyclofem).Dan 50 mg roretindron enantat dan 5mg
Estradional Valerat yang diberikan injeksi IM sebulan sekali.
Keuntungan menggunakan KB Suntik:
a) Praktis, efektif dan aman dengan tingkat keberhasilan
lebih dari 99%.
b) Tidak membatasi umur.
c) Obat KB suntik yang 3 bulan sekali (Progesteron saja)
tidak mempengaruhi ASI dan cocok untuk ibu menyusui.
Kerugian menggunakan KB Suntik:
a) Di bulan-bulan pertama pemakaian terjadi mual,
pendarahan berupa bercak di antara masa haid, sakit
kepala dan nyeri payudara.

11
b) Tidak melindungi dari IMS dan HIV AIDS.
Indikasi KB suntikan 1 bulanan :
a) Wanita usia 35 tahun yang merokok aktif.
b) Ibu hamil atau diduga hamil
c) Pendarahan vaginal tanpa sebab
d) Penderita jantung, stroke, lever, darah tinggi dan kencing
manis
e) Sedang menyusui kurang dari 6 minggu
f) Penderita kanker payudara
2) KB Suntikan 3 bulan.
Depo-provera ialah 6-alfa-metroksiprogesteron yang
digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai
efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Obat ini
termasuk obat depot. Noristerat termasuk dalam golongan
kontrasepsi ini. Mekanisme kerja kontrasepsi ini sama seperti
kontrasepsi hormonal lainnya. Depo-provera sangat cocok
untuk program postpartum oleh karena tidak mengganggu
laktasi.
Keuntungan KB suntik 3 bulan
a) Resiko terhadap kesehatan kecil.
b) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri.
c) Tidak di perlukan pemeriksaan dalam.
d) Jangka panjang.
e) Efek samping sangat kecil.
f) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
Kerugian KB suntik 3 bulan
a) Gangguan haid. Siklus haid memendek atau memanjang,
perdarahan yang banyak atau sedikit, spotting, tidak haid
sama sekali.
b) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu.

12
c) Permasalahan berat badan merupakan efek samping
tersering
d) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian
pemakaian.
e) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan
jangka panjang.
f) Pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan
densitas tulang.
g) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan
kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan
emosi, sakit kepala, nervositas, dan jerawat.
3) KB Pil
Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum.Pil telah
diperkenalkan sejak 1960. Pil diperuntukkan bagi wanita yang
tidak hamil dan menginginkan cara pencegah kehamilan
sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur.
Minum pil dapat dimulai segera sesudah terjadinya keguguran,
setelah menstruasi, atau pada masa post-partum bagi para ibu
yang tidak menyusui bayinya. Jika seorang ibu ingin menyusui,
maka hendaknya penggunaan pil ditunda sampai 6 bulan
sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui) dan
disarankan menggunakan cara pencegah kehamilan yang lain.
a) Jenis-jenis kontrasepsi Pil
(1) Pil gabungan atau kombinasi
Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon
estrogen dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat
dari cara kerja kedua hormon yang mencegah kehamilan,
dan hampir 100% efektif bila diminum secara teratur.
Jenis jenis pil kombinasi:
(a) Monofasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21
tablet mengandung hormone aktif

13
estrogen/progesterone dalam dosis yang sama,
dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
(b) Bifasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormone aktif estrogen/progesterone
dalam dua dosis yang berbeda adalah estrogen dan
progesteron, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif.
(c) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormone aktif estrogen/progesterone
dalam tiga dosis yang berbeda adalah mengandung
berbagai dosis progestin. Pada sejumlah jenis obat
tertentu, dosis estrogen didalam ke 21 pil aktif
bervariasi. Maksud dari variasi ini adalah
mempertahankan besarnya dosis pada pasien
serendah mungkin selama siklus dengan tingkat
kemampuan dalam pencegahan kehamilan yang
setara
(2) Pil khusus Progestin (pil mini)
Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin
sintetis dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama
dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah
sekresi pada leher rahim) sehingga mempersulit
pengangkutan sperma.Selain itu, juga mengubah
lingkungan endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga
menghambat perletakan telur yang telah dibuahi.
b) Kontra indikasi Pemakaian Pil
Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang
menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudara
atau kanker kandungan, hipertensi, gangguan jantung,
varises, perdarahan abnormal melalui vagina, kencing manis,
pembesaran kelenjar gondok (struma), penderita sesak napas,
eksim, dan migraine (sakit kepala yang sebelah).

14
c) Efek Samping Pemakaian Pil
Pemakaian pil dapat menimbulkan efek samping berupa
perdarahan di luar haid, rasa mual, bercak hitam di pipi
(hiperpigmentasi), jerawat, penyakit jamur pada liang vagina
(candidiasis), nyeri kepala, dan penambahan berat badan.
4) AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra
Uterine Device)
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra
Uterine Device) bagi banyak kaum wanita merupakan alat
kontrasepsi yang terbaik.Alat ini sangat efektif dan tidak perlu
diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui,
AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar
air susu ibu (ASI). Namun, ada wanita yang ternyata belum
dapat menggunakan sarana kontrasepsi ini. Karena itu, setiap
calon pemakai AKDR perlu memperoleh informasi yang
lengkap tentang seluk-beluk alat kontrasepsi ini.
a) Keuntungan menggunakan AKDR/IUD :
(1) Efektifitasnya tinggi
(2) IUD (AKDR) dapat efektif segera setelah pemasangan
(3) Tidak mempengaruhi hubungan seksual
(4) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu
takut hamil
(5) Tidak ada efek samping hormonal
(6) Tidak mempengaruhi ASI
(7) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah
abortus
(8) Tidak ada berinteraksi dengan obat-obatan
(9) Membantu mencegah kehamilan etropik
b) Keterbatasan/kerugian penggunaan AKDR/IUD :
(1) Terjadi perubahan siklus haid
(2) Tidak dapat mencegah infeksi menular seksual

15
(3) Pengguna tidak dapat melepas AKDR sendiri
(Atikah,dkk 2010).
c) Jenis-jenis AKDR :
(1) Copper-T
AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen
di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat
tembaga halus.Lilitan kawat tembaga halus ini
mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang
cukup baik.
(2) Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran
diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan
gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas
permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya
lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T.
(3) Multi Load
AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene)
dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang
fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm.
Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas
permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah
efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small
(kecil), dan mini.
(4) Lippes Loop
AKDR ini terbuat dari bahan
polyethelene,bentuknya seperti spiral atau huruf S
bersambung.Untuk meudahkan kontrol, dipasang benang
pada ekornya.Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang
berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A
berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9

16
(benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang
kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D.
Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah.
Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila
terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau
penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.
Insersi IUD post plasenta telah direkomedasikan oleh
WHO sebagai metode yang aman dan efektif. Masa post plasenta
merupakan masa dimana wanita memiliki motivasi tinggi dan
merupakan metode efektif dmana anak dapat dirawat dengan
pikiran yang relax tanpa adanya kecemasan untuk hamil. Insersi
alat kontrasepsi dalam rahim selama masa ini merupakan metode
yang ideal untuk beberapa wanita, karena tidak mempengaruhi
pemberian air susu ibu (ASI) (Suri V, 2012 dan Kapp , 2009)
IUD post plasenta adalah IUD yang dipasang dalam waktu 10
menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam
(EngenderHealth, 2008).
a) Cara Kerja
IUD yang dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan
berfungsi seperti IUD yang dipasang saat siklus menstruasi.
Pada pemasangan IUD post plasenta, umumnya digunakan jenis
IUD yang mempunyai lilitan tembaga yang menyebabkan
terjadinya perubahan kimia di uterus sehingga sperma tidak
dapat membuahi sel telur.
b) Efektivitas
Efektivitas sangat tinggi. Tiap tahunnya 3-8 wanita
mengalami kehamilan dari 1000 wanita yang menggunakan IUD
jenis Copper T 380A. Kejadian hamil yang tidak diinginkan
pada pasca insersi IUD post plasenta sebanyak 2.0 - 2.8 per 100
akseptor pada 24 bulan setelah pemasangan. Setelah 1 tahun,
penelitian menemukan angka kegagalan IUD post plasenta 0.8

17
%, dibandingkan dengan pemasangan setelahnya. Sesuai dengan
kesepakatan WHO, IUD dapat dipakai selama 10 tahun
walaupun pada kemasan tercantum efektifitasnya hanya 4 tahun
(BKKBN, 2010).
c) Keuntungan
(1) Langsung bisa diakses oleh ibu yang melahirkan di
pelayanan kesehatan
(2) Efektif dan tidak berefek pada produksi menyusui
(3) Aman untuk wanita yang positif menderita HIV
(4) Kesuburan dapat kembali lebih cepat setelah pelepasan
(5) esiko terjadi infeksi rendah yaitu dari 0,1-1,1 %
(6) Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi
dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita
(7) Mudah dilakukan pada wanita dengan epidural
(8) Sedikit kasus perdarahan daripada IUD yang dipasang di
waktu menstruasi
d) Kelemahan
Angka keberhasilannya ditentukan oleh waktu pemasangan,
tenaga kesehatan yang memasang, dan teknik pemasangannya.
Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah keluarnya plasenta
memungkinkan angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan
ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan)
dan teknik pemasangan sampai ke fundus juga dapat
meminimalisir kegagalan pemasangan.
e) Efek Samping dan Komplikasi
(1) Ekspulsi
Angka kejadian ekspulsi pada IUD sekitar 2-8 per 100
wanita pada tahun pertama setelah pemasangan. Angka
kejadian ekspulsi setelah post partum juga tinggi, pada
insersi setelah plasenta lepas kejadian ekspulsi lebih rendah
daripada pada insersi yang dilakukan setelahnya. Gejala

18
ekspulsi antara lain kram, pengeluaran per vagina, spotting
atau perdarahan, dan dispareni. Resiko terjadinya ekspulsi
adalah umur muda, nulipara, dan perdarahan berat. Banyak
klinisi berpendapat bahwa pengguna IUD sebaiknya datang
secara regular untuk mengecek IUDnya (Shukla M,2012)
(2) Kehamilan
Kehamilan yang terjadi setelah pemasangan IUD post
plasenta terjadi antara 2.0-2.8 per 100 akseptor pada 24
bulan. Setelah 1 tahun, studi menyatakan angka
kegagalannya 0,8 % dibandingkan dengan pemesangan IUD
saat menstruasi.
(3) Infeksi
Prevalensi infeksi cenderung rendah yaitu sekitar 0,1 %
sampai 1,1 %.
(4) Perforasi
Perforasi pada uterus dapat terjadi pada saat insersi IUD
meskipun hal ini jarang disadari. Pada percobaan klinis
yang besar didapatkan 1,3 setiap 1000 insersi. Follow up
rutin dilakukan 6 minggu setelah insersi. Panjang cavitas
uteri harus diukur untuk dan digunakan tenakulum saat
insersi untuk mengurangi resiko terjadinya perforasi
(Shukla M,2012)
5) Implant
Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di
bawah kulit pada lengan atas, alat kontrasepsi ini disusupkan di
bawah kulit lengan atas sebelah dalam .Bentuknya semacam
tabung-tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan
ukurannya sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti
kipas dengan enam buah kapsul atau tergantung jenis susuk
yang akan dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon.
Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit.

19
Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan
menghalangi migrasi sperma.Pemakaian susuk dapat diganti
setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada juga yang diganti setiap tahun.
Keuntungan menggunakan implan :
a) Tidak menekan produksi ASI
b) Praktis dan efektif
c) Tidak ada faktor lupa
d) Masa pakai jangka panjang
e) Membantu mencegah anemia
Keterbatasan menggunakan implan :
a) Implan harus dipasang oleh tenaga kesehatan yang terlatih
b) Implan lebih mahal daripada suntik atau pil dan cara KB
jangka pendek lainnya.
c) Pola haid terganggu
d) Wanita tidak dapat menghentikan penggunaannya sendiri
e) Cara ini belum begitu dikenal sehingga beberapa masih
enggan memakainya
f) Implan terlihat di bawah kulit (Suratun,dkk 2008).
6) Kontrasepsi Tubektomi (Sterilisasi pada Wanita)
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur
wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan
mendapatkan keturunan lagi. Sterilisasi bisa dilakukan juga pada
pria, yaitu vasektomi.Dengan demikian, jika salah satu pasangan
telah mengalami sterilisasi, maka tidak diperlukan lagi alat-alat
kontrasepsi yang konvensional. Cara kontrasepsi ini baik sekali,
karena kemungkinan untuk menjadi hamil kecil sekali.Faktor
yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi adalah
kesukarelaan dari akseptor. Dengan demikian, sterilisasi tidak
boleh dilakukan kepada wanita yang belum/tidak menikah,
pasangan yang tidak harmonis atau hubungan perkawinan yang
sewaktu-waktu terancam perceraian, dan pasangan yang masih

20
ragu menerima sterilisasi. Yang harus dijadikan patokan untuk
mengambil keputusan untuk sterilisasi adalah jumlah anak dan
usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25-30 tahun, jumlah anak
yang hidup harus 3 atau lebih. Keuntungan menggunakan
tubektomi :
a) Tekhniknya mudah, sehingga dapat dilakukan oleh dokter
umum
b) Perlengkapan dan peralatan bedah sederhana
c) Dapat dilakukan pada pasca persalinan, pasca keguguran dan
masa interval
d) Kegagalan sangat rendah dan keberhasilan hampir 100%
e) Waktu pembedahan singkat dan biaya relatif murah
(Suratun,dkk 2008)
Keterbatasan metode Tubektomi :
a) Harus dipertimbangkan sifat mantap metode ini karena tidak
dapat dipulihkan kembali.
b) Pengguna dapat menyesal di kemudian hari
c) Tidak melindungi dari infeksi menular seksual
(Atikah,dkk 2010).
7) Kontrasepsi vasektomi
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan
kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa
deferensia alur transportasi sperma terhambat dan proses
fertilisasi tidak terjadi.
a) Indikasi kontrasepsi vasektomi
Vasektomi merupakan upaya untuk menghenttikan fertilis
dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan
terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan
ketahanan dan kualitas keluarga. Kondisi yang perlu
perhatian khusus bagi tindakan vasektomi :
(1) Infeksi kulit pada daerah operasi.

21
(2) Infeksi sistemik yang mengganggu kondisi kesehatan
(3) Hidrokel atau varikokel.
(4) Hernia inguinalis.
(5) Filarisasi (elephantiasis).
(6) Undesensus testikularis.
(7) Massa intraskotalis.
(8) Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang
menggunakan antikoaglansia.
Menurut Atikah,dkk (2010) beberapa faktor yang
mempengaruhi akseptor KB dalam memilih metode
kontrasepsi antara lain :
(1) Faktor pasangan dan motivasi, antara lain :
(a) Umur Gaya hidup
(b)Frekuensi senggama
(c) Jumlah keluarga yang diinginkan
(d)Pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu
(2) Faktor kesehatan, meliputi :
(a) Status kesehatan Riwayat haid
(b)Riwayat keluarga
(c) Pemeriksaan fisik dan panggul
(3) Faktor metode kontrasepsi, meliputi :
(a) Efektivitas
(b)Efek samping
(c) Biaya
Dalam memutuskan metode kontrasepsi yang akan
digunakan, klien dipengaruhi oleh :
(1) Kepentingan pribadi
(2) Faktor kesehatan
(3) Faktor ekonomi dan aksesibilitas
(4) Faktor budaya

22
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi
dapat berubah seiring dengan bertambahnya usia reproduksi
klien sehingga diperlukan re-evaluasi terhadap metode apa
yang paling baik untuk memenuhi individual kebutuhan klien
(Brahm, 2007)
12. Manfaat Program Keluarga Berencana (KB)
Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai banyak
keuntungan.Salah satunya adalah dengan mengkonsumsi pil
kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan
ovarium.Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan
diinginkan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
menurunkan angka kematian maternal.
Pengaturan kelahiran memiliki benefit (keuntungan) kesehatan
yang nyata salah satu contoh pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya
kanker uterus dan ovarium, penggunaan kondom dapat mencegah
penularan penyakit menular seksual, seperti HIV. Meskipun
penggunaan alat/obat kontrasepsi mempunyai efek samping dan risiko
yang kadang-kadang merugikan kesehatan, namun demikian
keuntungan penggunaan alat/obat kontrasepsi tersebut akan lebih besar
dibanding tidak menggunakan kontrasepsi yang memberikan risiko
kesakitan dan kematian maternal.
Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini
dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status
kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan,
menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi.
Program KB, bisa meningkatkan pria untuk ikut bertanggung
jawab dalam kesehatan reproduksi mereka dan keluarganya. Ini
merupakan keuntungan seseorang mengikuti program KB.
13. Kekurangan Program Keluarga Berencana (KB)
Program KB ini dirasa dianggap kurang memadai, karena tidak
semua Posyandu di pedesaan dibekali dengan infrastruktur dan

23
keahlian pemeriksaan KB, ditambah lagi dengan kurangnya presentasi
tentang pengetahuan KB di daerah pedesaan, sehingga kebanyakan
masyarakat indonesia yang berdomisili di pedesaan masih kurang
pengetahuaannya tentang Program KB dan manfaatnya, mereka masih
beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki, padahal zaman
semakin maju dan harus diimbangi dengan pemikiran yang semakin
maju pula
14. Peran Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat
kontrasepsi, petugas kesehatan berperan dalam memberikan informasi
pelayanan, informasi, penyuluhan, dan menjelaskan tentang alat
kontrasepsi. Petugas kesehatan sangat banyak berperan dalam tahap
akhir pemilihan dan pemakaian alat kontrasepsi. Calon akseptor yang
masih ragu-ragu dalam pemakaian alat kontrasepsi akhirnya
memutuskan untuk memakai alat kontrasepsi setelah mendapat
dorongan dari petugas kesehatan. Petugas kesehatan merupakan pihak
yang mengambil peran dalam tahap akhir proses pemilihan dan
pemakaian kontrasepsi (Budiadi,dkk, 2013).

15. Dukungan Pasangan


Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan
wanita danpria dalam berbagai bidang kehidupan. Pada umumnya
kesenjangan ini dapat dilihat dari faktor akses, partisipasi, manfaat dan
pengambilan keputusan (kontrol). Dalam pelaksanaan program
keluarga berencana selama ini, isu gender yang sangat menyolok
adalah :
a. Akses pria terhadap informasi dan pelayanan KB masih sangat
terbatas (hanya 39% pria tahu tentang vasektomi dan lebih dari
88% tahu tentang berbagai metode KB bagi wanita, serta
menganggap KB sebagai urusan wanita).
b. Peserta KB pria baru mencapai 1,3% dari total 58,3% peserta KB.

24
c. Sampai saat ini pria yang mengetahui manfaat KB bagi diri sendiri
dan keluarganya masih sangat sedikit.
d. Masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan KB dan
kesehatan reproduksi ( Suratun,dkk, 2008)

Ketidaksetaraan gender dalam bidang KB dan kesehatan reproduksi


akan berpengaruh pada keberhasilan program. Salah satu upaya untuk
mengurangi ketidaksetaraan gender adalah suami atau istri diharapkan
dapat menjadi motivator bagi suami atau istrinya untuk menjadi
akseptor KB dan jika memungkinkan menjadi motivator bagi
masyarakat luas (BKKBN,2009).

Hartanto (2009) mengatakan bahwa metode kontrasepsi tidak dapat


dipakai istri tanpa kerjasama suami dan saling percaya. Keadaan ideal
bahwa pasangan suami istri harus bersama memilih metoda
kontrasepsi yang terbaik, saling kerjasama dalam pemakaian,
membiayai pengeluaran kontrasepsi, dan memperhatikan tanda bahaya
pemakaian.
16. Evidence Based Keluarga Berencana (KB)
Pembaruan Kriteria Penggunaan Kontrasepsi (US MEC)
Berdasarkan CDC, 2015 Revisi Metode Penggunaan Kontrasepsi
Selama Masa Postpartum, penggunaan kontrasepsi selama masa
postpartum penting dilakukan untuk mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan dan memperpanjang interval kelahiran, yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan ibu dan anak. Pada tahun 2015, CDC
telah mempublikasikan U.S. Medical Eligibility Criteria for
Contraceptive Use (US MEC) yang merupakan pedoman penggunaan
kontrasepsi, yang dilengkapi dengan evidence-based sebagai
pertimbangan dalam pemilihan metode kontrasepsi. Dalam pemilihan
metode kontrasepsi ini, keamanan penggunaan menjadi hal utama yang
harus diperhatikan khususnya untuk wanita yang dengan karakteristik
atau kondisi kesehatan tertentu, termasuk wanita yang masih dalam

25
masa postpartum. Baru-Baru ini, CDC telah melakukan penilaian
terhadap evidence yang memberikan informasi mengenai keamanan
penggunaan kontrasepsi hormonal pada masa postpartum.
. Revisi rekomendasi ini berisi bahwa wanita post partum tidak
boleh menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi selama masa 21
hari setelah melahirkan oleh karena resiko tinggi untuk mendapatkan
tromboemboli vena (TEV) selama masa ini. Masa 21-42 hari
postpartum, pada umumnya wanita tanpa faktor resiko TEV dapat
memulai penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, tetapi wanita
yang memiliki resiko TEV (riwayat TEV sebelumnya atau post
melahirkan secara caesar), tidak boleh menggunakan metode
kontrasepsi ini. Nanti, setelah masa 42 hari postpartum, barulah tidak
ada pembatasan penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi yang
berdasarkan pada keadaan pasien tersebut setelah melahirkan.
a. Pentingnya penggunaan kontrasepsi selama Masa postpartum
Sebagian dari kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan
yang tidak direncanakan, dan kehamilan-kehamilan tersebut biasanya
diikuti dengan perilaku kehamilan yang merugikan dan memberikan
beberapa dampak negatif, seperti terlambat melakukan prenatal care,
kebiasaan merokok, meningkatkan insidensi bayi berat rendah, dan
tidak menyusui ASI secara ekslusif. Selain itu, interval kehamilan
yang terlalu dekat juga dapat menghasilkan dampak negatif seperti,
kelahiran bayi berat rendah dan bayi prematur. Masa postpartum
merupakan masa yang cukup penting untuk memulai penggunaan
kontrasepsi karena sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan
wanita dan juga dapat meningkatkan motivasi wanita untuk
menghindari kehamilan berikutnya. Masa ovulasi dapat terjadi
secepatnya pada umur 25 hari postpartum pada wanita yang tidak
menyusui, yang menjadi alasan kuat bagi wanita untuk menggunakan
kontrasepsi secepat mungkin.

26
Meskipun demikian, keamanan pengggunaan kontrasepsi
postpartum tetap juga harus dipertimbangkan. Perubahan hematologi
secara normal akan terjadi selama kehamilan, termasuk peningkatan
faktor koagulasi dan fibrinogen dan penurunan bahan antikoagulan
alami, yang menyebabkan peningkatan resiko tromboemboli vena
(TEV) selama masa postpartum. Selain itu, banyak wanita postpartum
memiliki faktor resiko tambahan yang meningkatkan resiko
tromboemboli, misalnya umur 35 tahun, merokok, atau melahirkan
secara caesar. Hal-hal tersebut merupakan perhatian utama yang harus
dipertimbangkan dalam penentuan penggunaan kontrasepsi oleh
karena kontrasepsi hormonal kombinasi (estrogen dan progestin) itu
sendiri memiliki efek samping yang bisa meningkatkan resiko
tromboemboli pada wanita usia produktif.
b. Rasional dan Metode
Publikasi kriteria penggunaan kontrasepsi (US MEC) dilakukan
pertama kali pada tahun 2010 oleh CDC Amerika Serikat. Laporan ini
diadaptasi dari Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use yang
dipublikasikan oleh WHO, yang disebarluaskan secara global sebagai
pedoman penggunaan kontrasepsi berdasarkan evidence sejak tahun
1996. Meskipun demikian pedoman yang dibuat oleh CDC ini
mengadaptasi sejumlah kecil rekomendasi WHO dan ditambahkan
beberapa rekomendasi baru untuk tenaga medis di Amerika Serikat.
Namun, umumnya rekomendasi antara pedoman WHO dan US MEC
adalah sama. Rekomendasi yang diperoleh menggunakan kategori 1-4.
Rekomendasi ini berdasarkan pada pertimbangan keuntungan dan
kerugian signifikan dari keamanan penggunaan kontrasepsi itu sendiri
bagi wanita dengan keadaan atau karakteristik kesehatan tertentu.
Kategori 1 mewakili kelompok pasien yang bisa menggunakan
kontrasepsi tanpa adanya pembatasan sedangkan kategori 4
merupakan kelompok yang sama sekali tidak bisa menggunakan alat
kontrasepsi apapun (Tabel1). CDC merevisi pedoman penggunaan

27
kontrasepsi ini untuk menjamin bahwa rekomendasi tersebut
berdasarkan pada bukti scientific terbaik yang tersedia berupa
identifikasi bukti baru atau berdasarkan pada update evidence-based
yang dibuat sesuai dengan pedoman WHO.
Tabel 1. Up-date rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal,
termasuk kombinasi kontrasepsi, oral, tempel dan cincin vagina,
selama masa post partum pada ibu yang tidak menyusui.
Kondisi Post Kategori Klasifikasi/ bukti
Partum
(tidak menyusui
a. Masa < 21 hari 4 Bukti : Tidak terdapat bukti langsung
yang berhubungan dengan resiko
tromboemboli vena diantara ibu yang
tidak menyusui yang menggunakan
KHK. Resiko tromboemboli vena
TEV meningkat selama kehamilan
dan postpartum ; resiko ini
ditemukan pada minggu pertama
setelah persalinan, menurun setelah
hari ke- 42 postpartum. Penggunaan
KHK dapat meningkatkan resiko
tromboemboli vena pada wanita
sehat dalam umur reproduktif, yang
menjadi resiko tambahan pada saat
ini. Resiko kehamilan selama 21 hari
postpartum cukup rendah, namun
meningkat setelahnya, ovulasi
sebelum menstruasi dapat terjadi.

b. Masa 21-42 hari Klasifikasi :


Pada ibu dengan faktor resiko TEV
lainnya, faktor resiko ini
kemungkinan dan akan meningkat ke
Dengan faktor 3 kategori 4 contoh merokok, riwayat
resiko TEV trombosis vena dalam/ emboli paru
lainnya (seperti yang diketahui sebagai mutasi
umur 35 tahun, thrombogenik dan kardiomiopati
riwayat TEV peripartum.
sebelumnya, Bukti :
thrombofilia, Tidak terdapat bukti langsung

28
immobilitas, pemeriksaan resiko TEV diantara
transfusi saat wanita postpartum menggunakan
persalinan, IMT KHK. Resiko TEV meningkat
30. Perdarahan selama kehamilan dan postpartum;
postpartum, post resiko ini ditemukan pada minggu
caesar, pre- pertama setelah persalinan, menurun
eklampsi, atau mendekati basal pada 42 hari
merokok). postpartum. Penggunaan KHK,
meningkatkan resiko TEV untuk
Tanpa Resiko 2 wanita usia produktif yang sehat,
TEV lainnya yang dapat menambah resiko
penggunaan pada masa ini.
Masa 42 hari 1

Keterangan:
TEV = Tromboemboli vena
KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi;
KOK = Kontrasepsi Oral kombinasi.
Kategori: :
1 = kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi,
2 = kondisi dimana keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari
resiko teoritis dan yang ditemukan,
3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih besar
dibandingkan keuntungannya,
4 = kondisi dimana ibu tidak dapat menggunakan kontrasepsi jenis apapun.

Di tahun 2015, berdasarkan bukti-bukti terbaru, WHO merevisi panduan


penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK) yang aman pada wanita
postpartum yang tidak menyusui, dimana tidak boleh menggunakan kontrasepsi ini
sampai masa 42 hari pertama postpartum, utamanya wanita-wanita yang dengan
faktor resiko TEV. Sedangkan untuk wanita yang menyusui tidak mengalami
perubahan. Oleh karena adanya revisi yang dilakukan oleh WHO ini, CDC memulai
proses penilaian apakah pedoman ini juga harus mengalami pembaruan. Sebelum
proses tersebut, US MEC merekomendasikan bahwa wanita yang melahirkan

29
kurang dari 21 hari umumnya tidak harus menggunakan KHK, nanti setelah waktu
tersebut, KHK dapat digunakan tanpa adanya pembatasan.
Berdasarkan dari review sistematik yang telah dilakukan oleh
WHO dan CDC yang telah digunakan sebagai konsultasi revisi panduan
WHO, didapatkan bukti dari 13 penelitian menunjukkan resiko TEV
pada wanita dalam 42 hari pertama masa postpartum adalah sebesar 22-
84 kali lebih banyak dibanding wanita usia subur yang tidak hamil dan
tidak dalam masa setelah melahirkan. Resiko ini paling tinggi
ditemukan pada masa setelah baru saja melahirkan, menurun secara
cepat setelah 21 hari pertama, namun tidak kembali ke kondisi normal
sampai masa 42 hari postpartum. Penggunaan KHK dapat
meningkatkan resiko TEV pada wanita usia subur yang secara teoritis
dapat menjadi resiko tambahan untuk wanita yang menggunakannya
pada masa postpartum. Namun, tidak terdapat bukti yang ditemukan
mengenai hal tersebut. Bukti-bukti ini hanya terbatas pada penelitian
yang berkaitan dengan interval waktu postpartum yang bisa
menimbulkan TEV dan resiko TEV pada populasi tertentu yang
dibandingkan dengan resiko TEV wanita postpartum. Bukti ini juga
diperiksa pada wanita produktif yang baru melahirkan dan tidak
menyusui, dimana menunjukkan bahwa masa ovulasi tercepat dapat
terjadi pada hari ke-25 postpartum, namun ovulasi subur kemungkinan
tidak akan terjadi sampai paling tidak 42 hari setelah melahirkan.
Sebagai bagian dalam penilaian ini, CDC mengambil 13 orang
dari agensi luar untuk melayani tim reviewer khusus yang merevisi
rekomendasi WHO; mereka diseleksi berdasarkan keahlian mereka
dalam penyakit tromboemboli, hematologi, dan family planning.
Reviewer diminta untuk berpartisipasi dalam telekonferensi dengan
CDC pada Januari 2011, selama telekonferensi berjalan, mereka
mereview semua evidence based dan menentukan apakah revisi
pedoman penggunaan kontrasepsi yang dibuat WHO cocok digunakan
di Negara Amerika Serikat. Kunci persoalan yang perlu diingat bahwa

30
penggunaan KHK yang terlalu cepat pada masa postpartum memiliki
resiko yang cukup tinggi untuk TEV tanpa adanya keuntungan dalam
pencegahan kehamilan karena sebagian besar wanita yang tidak
menyusui tidak akan mengalami ovulasi paling tidak setelah 42 hari
setelah melahirkan. Kemudian, harus diingat kembali bahwa wanita
dengan resiko TEV yang tinggi (contohnya: wanita dengan obesitas
atau yang baru saja melahirkan secara Caesar) penggunaan KHK secara
teoritis dapat meningkatkan resiko TEV. Itulah sebabnya, penggunaan
metode kontrasepsi harus memperhatikan kategori wanita tersebut (
berdasarkan grupnya ). Meskipun demikian, tidak seperti metode
lainnya yang harus mengunjungi dokter ( implants atau IUD ), KHK
dapat dimulai oleh wanita itu sendiri sesuai dengan waktu yang
direncanakan berdasarkan pada resep obat yang telah diberikan
sebelumnya (saat proses persalinan terjadi di rumah sakit).
c. Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Kombinasi
Selama Masa Postpartum
CDC telah merekomendasikan revisi penggunaan kontrasepsi
hormonal kombinasi (KHK) yang aman pada wanita postpartum yang
tidak menyusui (tabel 1). Rekomendasi pengunaan kontrasepsi untuk
wanita menyusui tidak mengalami perubahan. Rekomendasi ini dibuat
berdasarkan bukti yang mengacu pada efek negatif yang dapat
ditimbulkan dari penggunaan kontrasepsi hormonal pada ibu
menyusui, misalnya meningkatnya waktu untuk menyusui dan
meningkatkan jumlah suplemen makanan tambahan. Pada wanita yang
menyusui dan melahirkan kurang dari 1 bulan, kontrasepsi hormonal
kombinasi dimasukkan dalam kategori 3 karena perhatian terhadap
efek estrogen pada masa menyusui.
Setelah 1 bulan, kontrasepsi hormonal kombinasi dimasukkan
dalam kategori 2 untuk ibu menyusui. Meskipun demikian, beberapa
revisi rekomendasi berdasarkan pada resiko TEV telah menggantikan
ketentuan penggunaan kontrasepsi untuk kriteria ibu yang menyusui.

31
Contohnya : kontrasepsi hormonal kombinasi diklasifikasikan dalam
kategori 4 untuk semua ibu postpartum, termasuk ibu menyusui yang
melahirkan < 21 hari.
Tabel 2. Revisi rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal
kombinasi, termasukkontrasepsi oral, tempel, cincin vagina,
selama masa post-partum pada ibu yang menyusui
Kondisi Kategori Klasifikasi / Bukti
Postpartum 3 Klasifikasi :
(Ibu Menyusui) Berdasarkan departemen
pelayanan kesehatan dan manusia
Amerika Serikat menetapkan
bahwa bayi harus mendapatkan
ASI Eksklusif selama 4-6 bulan
pertama kehidupan, sebaiknya
dalam masa 6 bulan. Idealnya,
ASI harus dilanjutkan sampai
bayi berumur 1 tahun.
Bukti:
Penelitian eksperimental
memperlihatkan bahwa
ditemukan efek penggunaan
kontrasepsi hormonal oral
terhadap volume ASI. Namun
tidak berefek negatif pada berat
badan bayi. Selain itu, penelitian
juga tidak menemukan adanya
efek merugikan dari estrogen
eksogen terhadap bayi yang
terekspose dengan KHK selama
masa menyusui. Secara umum,
penelitian-penelitian ini masih
memiliki kualitas yang rendah,
kurangnya standar definisi dari
menyusui itu sendiri atau
pengukuran hasil yang tidak
akurat, serta tidak memasukkan
bayi prematur atau bayi yang
sakit sebagai sampel percobaan.
Secara teoritis, perhatian terhadap

32
efek penggunaan kontrasepsi
terhadap produksi asi lebih baik
dilakukan pada masa awal
postpartum disaat aliran asi
sedang dalam masa permulaan.
Bukti:
Tidak terdapat bukti langsung
mengenai resikoTEV pada ibu
postpartum yang menggunakan
KHK. Resiko TEV mengalami
peningkatan selama kehamilan
dan postpartum; resiko ini
utamanya ditemukan pada
minggu pertama setelah
persalinan, menurun ke arah
normal setelah 42 hari
postpartum. Penggunaan KHK
yang dapat meningkatkan resiko
TEV pada wanita usia produktif
yang sehat, kemungkinan dapat
menjadi resiko tambahan jika
digunakan pada masa ini. Resiko
kehamilan dalam masa 21 hari
setelah persalinan sangat rendah,
namun akan meningkat setelah
itu, kemudian kemungkinan
ovulasi sebelum menstruasi
pertama setelah persalinan dapat
terjadi.
Masa <21 hari 4
Masa 21 hari Klasifikasi:
sampai <30 hari Untuk wanita dengan faktor
Dengan faktor 3 resiko TEV, akan meningkat
resiko TEV lainnya ( menuju klasifikasi -4 ; contohnya,
seperti umur 35 merokok, Trombosis Vena
tahun, riwayat TVE Dalam, yang diketahui sebagai
sebelumnya, mutasi thrombogenik dan
thrombofilia, kardiomiopati peripartum.
immobilitas, transfuse Bukti:
saat persalinan, IMT Tidak terdapat bukti langsung

33
30. Perdarahan mengenai resiko TEV pada
postpartum, wanita postpartum yang
postcaesar, pre- menggunakan KHK. Resiko TEV
eklampsi, atau meningkat selama kehamilan dan
merokok) masa postpartum; resiko ini
Tanpa Resiko TEV 3 utamanya ditemukan pada
lainnya minggu pertama setelah
persalinan, menurun ke arah
normal setelah 42 hari persalinan.
Penggunaan KHK, yang
meningkatkan resiko TEV pada
wanita usia reproduksi yang sehat
dapat menimbulkan resiko
tambahan jika digunakan pada
masa ini.
Masa 30 hari - 42 Klasifikasi:
hari Untuk wanita dengan faktor
Dengan faktor resiko 3 resiko TEV,
TEV lainnya akan meningkat menuju klasifikasi 4,
(seperti umur 35 contohnya,
tahun, riwayat TVE merokok, Trombosis Vena
sebelumnya Dalam, yang diketahui sebagai
,thrombofilia, mutasi thrombogenik dan
immobilitas, transfuse kardiomiopati peripartum.
saat persalinan, IMT Bukti:
30. Perdarahan Tidak terdapat bukti langsung
postpartum, mengenai resikoTEV pada wanita
postcaesar, pre- postpartum yang menggunakan
eklampsi, atau KHK.Resiko TEV meningkat
merokok) selama kehamilan dan masa
postpartum; resiko ini utamanya
ditemukan pada minggu pertama
setelah persalinan, menurun ke
Tanpa Resiko TEV 2 arah normal setelah 42 hari
lainnya persalinan. Penggunaan KHK,
yang meningkatkan resiko TEV
pada wanita usia reproduksi yang
sehat dapat menimbulkan resiko
tambahan jika digunakan pada
masa ini.

34
c. > 42 hari 2
Keterangan:
TEV = Tromboemboli vena
KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi;
KOK = Kontrasepsi Oral kombinasi.
Kategori: :
1 = kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi,
2 = kondisi dimana keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar
dari resiko teoritis dan yang ditemukan,
3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih besar
dibandingkan keuntungannya,
4 = kondisi dimana ibu tidak dapat menggunakan kontrasepsi jenis apapun.

d. Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Lainnya Selama Masa


Postpartum
Rekomendasi penggunaan kontrasepsi lainnya, termasuk
kontrasepsi hormonal progestin tunggal, tidak ada perubahan dan
terdapat banyak pilihan kontrasepsi lainnya yang baik untuk wanita
postpartum (tabel 3). Metode kontrasepsi tunggal (progestin), yang
dalam bentuk pil, injeksi depot medroxy progesterone asetat, dan
implant, cukup aman untuk wanita postpartum,termasuk wanita yang
menyusui, dan dapat dimulai sesegera mungkin setelah melahirkan
(kategori 1 dan 2). AKDR, yang dalam bentuk levonorgestrel dan
copper-bearing, juga dapat diinsersi selama masa postpartum, sesegera
mungkin setelah persalinan (kategori 1 dan 2) dan tidak memiliki
komplikasi. Namun, laju ekspulsi AKDR lebih tinggi ketika insersi
dilakukan dalam 28 hari setelah persalinan, dimana lajunya akan
menetap sampai masa 6 bulan postpartum sehingga hal ini
mengharuskan adanya penundaan penggunaan jenis kontrasepsi ini.
Kondom dapat digunakan kapan saja (kategori 1), dan cincin vagina
dapat dimulai pada saat 6 minggu setelah persalinan (kategori 1

35
setelah 6 minggu). Selain itu, wanita yang telah memiliki jumlah anak
yang cukup dapat dipertimbangkan tindakan sterilisasi. Kontrasepsi
setelah persalinan cukup penting untuk menjaga kesehatan ibu dan
anak, dan edukasi yang diberikan berfokus pada pilihan
kontrasespsinya serta tingkat keamanan dalam pemakaian metode ini
selama masa postpartum.
Tabel 3. Kesimpulan Pedoman Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Alat
Kontrasepsi Intrauterin Selama Masa Postpartum
Kondisi KOK/P/R PHP DMPA Implants LNG- Cu-
AKDR AKDR
Postpartum
(wanita tidak menyusui)
a. <21 hari 4 1 1 1
b. 21 sampai 42 hari
Dengan faktor 3 1 1 1
resikoTEV lainnya
(seperti umur 35
tahun, riwayat TVE
sebelumnya
,thrombofilia,
immobilitas, transfuse
saat persalinan, IMT
30. Perdarahan
postpartum, postcaesar,
pre-eklampsi, atau
merokok)
Tanpa faktor resiko 2 1 1 1
TEV
c. > 42 hari 1 1 1 1
Postpartum
(Ibu menyusui)
a. <21 hari 4 2 2 2
b. 21 sampai 30 hari
Dengan faktor 3 2 2 2
resikoTEV lainnya
(seperti umur 35
tahun, riwayat TVE
sebelumnya

36
,thrombofilia,
immobilitas, transfuse
saat persalinan, IMT
30. Perdarahan
postpartum, postcaesar,
pre-eklampsi, atau
merokok)
Tanpa resiko TEV 3 2 2 2
c. Masa 30-42 hari
Dengan faktor 3 1 1 1
resikoTEV lainnya
(seperti umur 35
tahun, riwayat TVE
sebelumnya
,thrombofilia,
immobilitas, transfuse
saat persalinan, IMT 30.
Perdarahan postpartum,
postcaesar, pre-eklampsi,
atau merokok)
Tanpa resiko TEV 2 1 1 1
d. Masa >42 hari 2 1 1 1
Postpartum
(menyusui ataupun tidak
menyusui termasuk post
persalinan secara caesar)
a. Saat <10 menit persalinan 2 1
plasenta
b. 10 menit setelah 2 2
persalinan plasenta
sampai 4 minggu
c. Masa 4 minggu 1 1
d. Sepsis Puerpural 4 4

Keterangan :
KOK = Kontrasepsi Oral Kombinasi
P = Kombinasi Hormonal Tempel
R = Kombinasi Cincin Vagina

37
PHP = Pil Hormon Progestin
DMPA = Depot medroxy progesteron Asetat
AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
LNG-AKDR = Levonogestrel- AKDR
Cu-AKDR = Copper-AKDR
Kategori: :
1 = kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi,
2 = kondisi dimana keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko
teoritis dan yang ditemukan,
3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih besar dibandingkan
keuntungannya,
4 = kondisi dimana ibu tidak dapat menggunakan kontrasepsi jenis apapun

Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan pada Calon Akseptor Kontrasepsi

I. PENGKAJIAN
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
Umur : usia PUS (20-55 tahun)mempengaruhi
bagaimana mengambil keputusan dalam
pemeliharaan kesehatannya.
(Wiknjosastro,2009 )
Agama : Masih kuat kepercayaan di kalangan
masyarakat muslim bahwa setiap mahluk yang
diciptakan tuhan pasti diberi rezeki untuk itu
tidak khawatir memiliki jumlah anak yang
banyak. (Wiknjosastro,2009)
Pekerjaan : Wanita yang bekerja memiliki waktu yang
lebih sedikit untuk mengurus anaknya dan
wanita yang bekerja akan cendrung membatasi

38
jumlah anak dibanding wanita yang tidak
bekerja lebih banyak waktu untuk mengurus
anaknya. (Arikunto:2006)
2. Keluhan utama :
- Haid lebih banyak, keram , nyeri haid (AKDR)
- Timbul bercak/flek-flek (AKDR, PIL,Suntik 1
Bulan, AKBK)
- Sakit kepala ringan (PIL, Suntik 3 bulan, Suntik 1
Bulan)
- Berat badan naik/turun (PIL, Suntik 3 bulan, Suntik
1 Bulan)
- Mual (PIL, Suntik 3 bulan, Suntik 1 Bulan)
- Payudara nyeri (Pil dan Suntik 3 bulan)

3. Riwayat Kesehatan Klien :


a. Riwayat Kesehatan yang lalu
1) Penyakit/ Kelainan Reproduksi :
Riwayat kehamilan ektopik dapat menggunakan KB: Pil,
kombinasi, suntikan kombinasi, implant
Kelainan payudara jinak, penyakit radang panggul,
endometriosis atau tumor ovarium jinak dapat
menggunakan KB Pil kombinasi.
Keganasan pada payudara tidak diperbolehkan
menggunakan suntikan kombinasi, suntikan progestin,
implan.
Kelainan bawaaan uterus yang abnormal atau tumor
jinak, kanker alat genital, ukuran rongga rahim kurang
dari 5 cm, menderita infeksi alat genital, perdarahan
vagina yang tidak diketahui penyebabnya tidak boleh
mengunakan metode KB AKDR.

39
2) Penyakit Kardiovaskuler :
Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan
darah tinggi (>(2180/110 mmHg), kelainan
tromboemboli, kelainan pembuluh darah yang
menyebabkan sakit kepala atau migrain tidak boleh
mengunakan: suntikan kombinasi, pil kombinasi,
suntikan progestin, implant.
Penderita penyakit jantung (termasuk penyakit jantung
katup dapat diberi antibiotika sbelum pemasangan
AKDR)
3) Penyakit Darah :
Riwayat gangguan faktor pembekuan darah dan Anemia
bulan sabit tidak boleh menggunakan metode : pil
kombinasi, Suntikan kombinasi.Boleh menggunakan
metode : suntikan progestin, Implant.
4) Penyakit Endokrin :
Diabetes mellitus tanpa komplikasi boleh menggunakan
metode kontrasepsi pil kombinasi dan AKDR.
Diabetes mellitus > 20 tahun tidak boleh menggunakan
metode kontrasepsi pil kombinasi dan suntikan
kombinasi.
Diabetes mellitus disertai komplikasi tidak boleh
menggunakan metode suntikan progestin.
Ganguan toleransi glukosa (DM) tidak boleh
menggunakan metode implant.
Penderita penyakit tiroid atau Diabetes boleh
menggunakan metode ini
5) Penyakit Hati :
Wanita yang menderita penyakit Hepatitis B dapat
menularkan penyakit tersebut kepada bayinya.
6) Penyakit Saraf :

40
Migrain dan gejala neurologik lokal (epilepsi/ riwayat
epilepsi ) tidak boleh menggunakan metode pil kombinasi
7) Penyakit Sistem imunologi :
Pada ibu yang mendertita HIV / AIDS, tiidak dapat
menggunakan Metode Amenore Laktasi (MAL)
8) Penyakit Infeksi :
Pada wanita yang edang mengalami infeksi alat genital
(vaginitis, servisitis) tidak boleh menggunakan alat
kontrasepsi AKDR
Wanita yang sedang menderita tuberkulosis (kecuali
yang menggunakan rifampisin) boleh menggunakan
metode pil kombinasi.

b. Riwayat Kesehatan sekarang


Mengkaji Keadaan kesehatan pasien saat datang periksa dengan
hasil anamnesa
4. Riwayat Menstruasi
Penggunaan AKDR dapat engurangi nyeri haid dan mengurangi
jumlah darah haid namun pada ibu yang mengalami nyeri haid hebat
pada saat menggunakan AKDR klien perlu di rujuk karena pada
dasarnya progestin mengurangi nyeri haid.
Penggunaan MAL dapat dilakukan sebelum ibu mendapatkan haid
pada 8 minggu pertama setelah persalinan (ABPK. 2006)
5. Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan
No Suami Ank UK Peny Jenis Pnlg Tmpt Peny

41
Anak Nifas
JK BB/PB H M Abnormalitas Laktasi Peny

Nulipara dan yang telah memiliki anak, bahkan sudah memiliki


banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi, atau setelah
mengalami abortus boleh menggunakan kontrasepsi progestin.
AKDR boleh digunakan dalam keadaan nulipara (Fraser & Cooper,
2009).
6. Riwayat Kontrasepsi
Mengkaji riwayat pemakaina KB Ibu sebelumnya menggunakan
KB Non hormonal maupun Hormonal dapat menggunakan KB suntik
(Saifudin,2006).

7. Pola Fungsional Kesehatan


Pola Keterangan
Kebutuhan nutrisi tetap sama dengan
memperhatikan menu makan bergizi seimbang.
Nutrisi
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi :
2011)

Tidak ada perubahan dalam system BAB dan BAK


Eliminasi (Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi,
2011)
Kebiasaan istrahat yang diperlukan sesuai dengan
Istirahat
kebutuhan istrahat pada umumnya. (Affandi, 2011)
Tingkat aktivitas seseorang dapat mempengaruhi
Aktivitas pengambilan keputusan dalam kesehatannya
(Arikunto, 2002)
Diperlukan kebiasaan menjaga kebersihan vagina
Personal
yang lebih sering pada penggunaan AKDR.
Hygiene
(Affandi, 2011).

42
Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi obat tertentu
(epilepsy dan tuberculosis) dapat mempengaruhi
Kebiasaan
penetapan pemilihan metode kontrasepsi. (Affandi,
2011)
Metode Kontrasepsi MAL, AKDR, suntik, AKBK,
Seksualitas tidak melindungi dari penyakit menular seksual
(PMS)/HIV. (Affandi, 2011).

8. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


Perasaan tentang setiap aspek yang terkait dengan metode tertentu,
misalnya prosedur yang digunakan, apakah hal tersebut berkaitan
dengan aktivitas seksual, pengalaman masa lalu yang tidak
menguntungkan karena penggunaan metode tertentu.
Tren sosial saat ini terkai penggunaan berbagai metode
apakah metode tertentu dikenakan sanksi oleh badan-badan
keagamaan yang dianut invidu atau pasangan serta pembenaran
terhadap prinsip-prinsip pembenaran keluarga dan konsep dasar
tentang keluarga berencana oleh semua agama. ( Varney, 2007)
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran :
Tanda Vital :
o Tekanan darah tinggi >180/110 mmHg, atau diastolik > 90 mmHg
atau sistolik > 160 mmHg tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi
pil kombinasi, metode kontrasepsi non hormonal merupakan pilihan
yang lebih baik. (Affandi, 2011)
o Nyeri dada hebat, batuk, napas pendek, Nadi > 100x/menit
merupakan keadaan yang perlu mendapatkan perhatian dimana
memungkinkan masalah yang mungkin terjadi seperti serangan
jantung atau bekuan darah di dalam paru.
o Tekanan darah tinggi selama < 180/110 mmHg boleh menggunakan
pil dan suntikan progestin.

43
o Tekanan darah tinggi boleh menggunakan metode KB AKDR
Antropometri :
Berat badan sekarang :
o Wanita yang berbadan gemuk ataupun kurus boleh mengunakan
metode KB AKDR.
o Berat badan mencapai 70 kgperlu dilakukan tindakan evaluasi lebih
lanjut untuk menentukan penggunaan alat kontrasepsi Implant.
o Pada pasien yang menggunakan KB suntik biasa nya mengeluh
kenaikan berat badan rata-rata naik 1-2 kg tiap tahun tetapi kadang
bisa lebih.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala : Tidak tampak lesi, tampak bersih, tidak tampak
benjolan, distribusi rambut merata.
Wajah : Tidak tampak pucat, tampak simetris
Mata : Sklera berwarna kuning menandakan kemungkinan
indikasi adanya/penyakit hati pemilihan alat
kontrasepsi non hormonal lebih diutamakan
Hidung : Tampak simetris, tidak tampak pengeluaran/secret,
tidak tampak benjolan
Mulut : Tampak simetris, tampak lembab, tampak bersih,
tidak tampak stomatitis, lidah tampak bersih
Telinga : Tampak simetris, tidak tampak sekret/serumen
Leher : Tidak tampak pembesaran pada kelenjar tiroid, getah
bening, dan vena jugularis
Dada : Nyeri dada dan paha perlu dilakukan tindakan
evaluasi lebih lanjut untuk menentukan penggunaan
alat kontrasepsi implant
Payudara : Penderita tumor jinak atau kanker payudara boleh
menggunakan metode AKDR

44
Abdomen : Nyeri abdomen hebat menandakan penyakit kandung
empedu, bekuan darah, pankreatitis (penggunaan PIL
KB).
Genitalia : Perdarahan vagina yang tidak diketahui sampai dapat
dievaluasi tidak boleh mengunakan metode AKDR.
Tampak adanya varises pada vagina boleh
menngunakan metode AKDR.
Ekstermitas : Pada penggunaan suntik kombinasi, Varises, rasa
sakit dan kaki bengkak menandakan indikasi risiko
tinggi penggumpalan darah pada tungkai.
Tampak adanya varises pada tungkai boleh menngunakan
metode AKDR.
Edema dan nyeri tungkai, dada dan paha perlu dilakukan
tindakan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan
penggunaan alat kontrasepsi AKBK.

Palpasi
Payudara : Terabanya benjolan yang dapat menandakan adanya
kemungkinan akseptor menderita tumor jinak atau
kanker payudara boleh menggunakan metode AKDR.
Teraba tumor / benjolan pada payudara yang
menandakan adanya kanker payudara atau riwayat
kanker payudara tidak boleh menggunakan metode
AKBK (implant)
Abdomen : Tidak teraba massa/ benjolan

Genitalia : Adanya varises pada vulva boleh menggunakan metode


AKDR.

Ekstermitas : Varises, rasa sakit dan kaki bengkak menandakan


indikasi risiko tinggi penggumpalan darah pada tungkai
pada penggunaan suntikan kombinasi. Teraba adanya

45
varises pada tungkai boleh menngunakan metode
AKDR. Edema dan nyeri tungkai, dada dan paha perlu
dilakukan tindakan evaluasi lebih lanjut untuk
menentukan penggunaan alat kontrasepsi implant.

Auskultasi
Dada : Nafas terdengar vesikuler, tidak terdengar suara nafas
tambahan
Abdomen : Bising usus 5-35 x/menit
Perkusi
- Refleks Ekstremitas atas: Refleks Bisep (+), Refleks Trisep (+)
- Refleks Ekstremitas Bawah : Patella (+), Cavilari Refil kembali
dalam waktu < 2 detik, Homan Sign (-)
3. Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan Laboraturium :
- Anemia bulan sabit tidak boleh menggunakan metode pil kombinas,
suntikan kombinasi. Anemia bulan sabit dan anemia defisiensi zat
besi boleh menggunakan metode suntikan progestin dan implant
- PP test untuk memastikan tidak terjadi kehamilan
b. Pemeriksaan USG :
- Dilakukan untuk mengetahui adanya kehamilan serta kelaianan pada
uterus
C. ANALISA
1. Interpretasi Data Dasar
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik
Diagnosis : PAPAH usia . Dengan Akseptor KB
Masalah : hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman hal
yang sedang dialami klien yang ditemukan dari
hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis.

46
Kebutuhan : Hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah.
2. Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial
Langkah ini diambil berdasarkan diagnosis dan masalah aktual yang telah
diidentifikasi. Pada langkah ini juga dituntut untuk merumuskan tindakan
antisipasi agar diagnosis/masalah potensial tersebut tidak terjadi.
3. Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera
Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi/darurat yang harus
dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup
tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau
bersifat rujukan.
D. PENATALAKSANAAN
1) Beritahukan hasil pemeriksaaan yang dilakukan pada ibu
Rasional : informasi yang jelas dapat mempermudah komunikasi petugas
dan klien untuk tindakan selanjutnya
2) Beritahukan kepada ibu tindakan pelayanan kontrasepsi yang akan
dilakukan
Rasional : agar pasien lebih siap dan kooperatif dalam setiap pelaksanaan
tindakan.
3) Jelaskan kembali tentang kekurangan atau kerugian serta efek samping KB
yang digunakan/ ingin digunakan klien
Rasional : penjelasan tentang keuntungan, kerugian, serta efk samping KB
dapat menjadi pertimbangan ibu dalam menentukan kontrasepsi yang akan
digunakan dan mengingatkan kembali kepada ibu mengenai efek samping
KB juga dapat mengurangi kecemasan pada ibu.
4) Berikan pelayanan metode kontrasepsi sesuai kebutuhan klien
Rasional : tindakan pelayanan metode kontrasepsi dilaksanakan sesuia
kebutuhan klien (kontrasepsi suntikan progestin) dan pastikan 5 T sebelum
memberikan pelayanan kontrsepsi (tepat pasien, tepat tempat, tepat obat,
tepat dosis, dan tepat waktu)
5) Lakukan tindakan pasca pelayanan metode kontrasepsi

47
Rasional : memberitahukan informasi mengenai KB yang digunakan
berguna untuk mengingatkan klien, membersihkan alat-alat yang telah
dipaaki, merapikan klien, dan mencuci tangan merupakan tindakan
pencegahan infeksi yang penting dalam setiap tindakan.
6) Lakukan pencatatan pada kartu kunjungan klien dan anjurkan ibu untuk
melakukan kunjungan ulang
Rasional : pendokumentasian serta evaluasi terhadap tindakan yang telah
dilakukan pada kartu kunjungan klien dapat menghindari terjadinya
kesalahan dalam pemberian KB. Keterlambatan jadwal kunjungan ulang
akan mempengaruhi efektivitas dari cara pemakaian atau penggunaan KB.
(ABPK, 2006).

48
DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Arum dan Sujiyatini.. 2011. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.
Yogyakarta. Nuha Medika
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta :
Rineka Cipta
Astuti, E. 2014. Deskriptif Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wanita Usia
Subur (WUS) Tidak Menggunakan Alat Kontrasepsi. Akademi Kebidanan
YLPP Purwokerto. Vol. 5 No. 2 Desember 2014.
Atikah dkk. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Numed
Budiadi, dkk. 2013. Pengetahuan, Dukungan Suami Dan Dukungan Bidan
PadaAkseptor IUD dan Non IUD Di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim
Adjie Kota Bandung. Jurnal Pendidikan Bidan. Bandung.
Budisantoso. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Pria
dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul Tahun
2008. [Tesis Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro.
BKKBN, 2006. Modul Pelatihan Penggunaan ABPK dalam KIP/Konseling KB
Bagi Provider, Jakarta
BKKBN, 2009. Pedoman Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan
Kontrasepsi Program KB Nasional di Kecamatan dan Klinik KB. Jakarta
BKKBN, 2010. Badan Pelayanan kontrasepsi & Pengendalian Lapangan
Program KB Nasional. Jakarta
Brahm, (2007). Ragam Metode kotrasepsi ( Contraceptive Methode Mix ), Jakarta
: EGC
Fridalni, N. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Suami tentang
KB dengan Keikutsertaan KB Oleh Pasangan Usia Subur (PUS) di RW
III Kelurahan Korong Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji
Padang Tahun 2012. [Skripsi Ilmiah]. Padang: STIKES Mercubaktijaya.

49
Fraser, Diane, M. dan Cooper, M. A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta :
EGC
Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:
Pustaka Riham
Hartanto, H., 2009, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Kartoyo, Azwini. 2007. Keluarga Berencana. Dasar-Dasar Demografi. Lembaga
Demografi FE Universitas Indonesia. Jakarta
Kapp. N, Curtis KM. Review Article: Intrauterine Device Insertion during The
Postpartum Period. Elsevier; Contraception 80: 2009. Hal. 327-336)

Kemenkes RI. tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga


bahwa dengan mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang
dan keluarga berkualitas Jakarta: Kemenkes; 2009
Budisantoso. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Pria
dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul Tahun
2008. [Tesis Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro.
Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta:EGC
Prawirohardjo, S. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
YBP-SP
Setiawan, A. dan saryono. 2010. Metodologi Penelitian kebidanan. Nuha
Medika. Jakarta
Saifuddin, A.B., B. Affandy, & Enriquito, R. L., 2006, buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi Edisi 2, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Shukla M, Qureshi S, Chandrawati. Post-placental intrauterine device insertion- A
five year experience at a tertiary care center in north India. Indian J Med
Res 136, September 2012. P 432-435

50
Suratun dkk, 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi.
Trans Info Media. Jakarta
Sulistyawati, A, 2011, Pelayanan Keluarga Berencana, Jakarta: Salemba
Medika
Vasra, E. 2009. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Suami dengan
Keikutsertaan Ber-KB di Kecamatan Sukarami Palembang Tahun 2009.
[Skripsi Ilmiah] Palembang: Kebidanan Politeknik Kesehatan
Varney, H, 2006, Asuhan Kebidanan, Jakarta : EGC
Yudianti I. Poltekkes Malang. Pemasangan AKDR Setelah Persalinan. 2011.
Available in http://www.poltekkes-malang.ac.id/artikel-196.html.

Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo
World Health Organization, 2015, Medical Eligibility Criteria For Contraceptive
Use, 5th Edition Access at http://www.who.int/reproductivehealth/
publications/family_planning/MEC-5/en/

51

Anda mungkin juga menyukai