Disusun oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendahuluan Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO)
menunjukan pertambahan jumlah wanita yang memasuki fase perimenopouse
yang diperkirakan meningkat hingga lebih satu miliar di tahun 2030. Proporsi
di Asia diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 107 juta menjadi 373
juta di tahun 2025. Sedangkan menurut Badan Sensus Penduduk, di Indonesia
jumlah setiap tahunnya mencapai 5,3 juta orang dari jumlah total penduduk
perempuan Indonesia yang berjumlah 118.010.413 juta jiwa (Pusat data dan
Informasi Kesehatan RI, 2013).Fase perimenopouse menurut Varney dalam
buku saku kebidanan mendefinisikan sebagai proses penuaan wanita dari tahap
reproduktif ke nonreproduktif. Pendapat lainnya dari Dennerstein, mengatakan
bahwa awal periode fase perimenopouse diawali dengan penurunan kadar
estrogen dan progesterone yang dapat memicu berbagai gejala fisik dan
psikologis pada wanita.
Berdasarkan beberapa hasi survey dan penelitian di Indonesia, 70% para
wanita yang berusia 45 sampai dengan 54 tahun cenderung mengalami berbagai
gejala seperti hot flushes, jantung berdebar debar, gangguan tidur, depresi,
mudah tersinggung, merasa takut, gelisah dan lekas marah, sakit kepala, cepat
lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, kurang tenaga, berkunang kunang,
kesemutan, gangguan libido, obstipasi, berat badan bertambah, dan nyeri tulang
dan otot. Penting dilakukan penatalaksaan dalam upaya pengananan berbagai
gejala yang muncul dalam meminimalisir munculnya resiko masalah akibat
mengalami ketidaknayaman pada fase perimenopouse, melalui penanganan
farmakologi maupun non farmakologi sebagai upaya peningkatan life
expectancy para wanita di masa perimenopause berdasarkan penelitian untuk
menggali bagaimana para wanita melakukan adaptasi terhadap gejala
perimenopause. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengambil kasus “Asuhan Kebidanan Perimenopouse di PMB Siti Lailatus
Zahro, Kedak Semen, Kab. Kediri”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari laporan
ini adalah bagaimana “Asuhan Kebidanan Perimenopouse di PMB Retno
Indarti, Tangkisan Pos, Jogonalan, Klaten?”
C. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan
perimenopouse dengan menggunakan manajeman kebidanan.
2. Khusus
a) Melaksanakan pengkajian data subjektif pada ibu dengan
perimenopouse
b) Melaksanakan pengkajian data objektif pada ibu dengan
perimenopouse
c) Melakukan analisa data dan masalah pada ibu dengan perimenopouse
d) Melakukakan penatalaksanaan pada ibu dengan perimenopouse
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis dalam
memberikan asuhan pada ibu dengan perimenopouse.
2. Bagi Institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber referensi
khususnya tentang asuhan pada ibu dengan perimenopouse.
3. Bagi fasilitas kesehatan
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi banding dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan perimenopouse.
4. Bagi Profesi Bidan
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi bidan dalam
asuhan komprehensif pada ibu dengan perimenopouse.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Perimenopause
1. Pengertian Perimenopause
Perimenopause umunya dikenal sebagai titik dimana siklus
menstruasi berhenti untuk selamanya. Sebelum hal itu terjadi, seseorang
akan mengalami gejala yang dimulai jauh lebih awal. Fase ini disebut
dengan fase Perimenopause. Perimenopause mengacu pada periode waktu
ketika siklus menstruasi seseorang mulai kacau dan tak beraturan (Nanette,
2018).
Perimenopause adalah suatu fase dalam proses menua (aging),
yaitu ketika seorang wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke
masa non-reproduktif (Batan, 2013).
Perimenopause merupakan masa sebelum perimenopause, dimana
mulai terjadi perubahan endokrin, biologis, dan gejala klinik sebagai awal
permulaan dari perimenopause (Frank, 2014).
Perimenopause adalah masa transisiyang terjadi bberapa tahun
sebelum perimenopause hingga menuju menopause. Pada masa ini akan
terjadi perubahan dari siklus ovarium menghasilkan sel telur menjadi
ovarium tidka menghasilkan sel telur, dengan tanda ketidakteraturan siklus
haid. Periode dimana kadar follicle stimulating hormone (FSH) lebih dari
20 IU/I adalah tahun – tahun perimenopause terjadi (Prawirihardjo, 2011).
2. Patofisiologi Sindroma Perimenopause
Menurut prawirohardjo (2011) dan Heffner (2008), Sindrom
Perimenopause adalah sekumpulan gejala dan tanda yang terjadi pada
masa Perimenopause. Kurang lebih 70% wanita usia peri dan pasca
perimenopause mengalami keluhan vasomotor, keluhan psikis, depresi,
dan keluhan lainnya dengan derajat berat-ringan yang berbeda-beda pada
setiap individu. Keluhan tersebut akan mencapai puncaknya pada saat
menjelang dan setelah perimenopause kemuadian berangsur-angsur
berkurang seiring dengan bartambahnya
3 usia dan tecapainya keseimbangan
hormon pada masa senium.
Keluhan dan Gejala Vasomotor Keluhan vasomotor yang dijumpai
berupa perasaan/semburan panas (hot flushes) yang muncul secara tiba-tiba
dan kemudian disertai keringat yang banyak. Keluhan ini muncul di malam
hari dan menjelang pagi kemudian perlahan-lahan akan dirasakan juga
pada siang hari.
Semburan panas ini mula-mula dirasakan di daerah kepala, leher,
dan dada. Kulit di area tersebut terlihat kemerahan, namun suhu badan tetap
normal meskipun pasien merasakan panas. Segera setelah panas, area yang
dirasakan panas tersebut mengeluarkan keringat (night sweats) dalam
jumlah yang banyak pada bagian tubuh terutama seluruh kepala, leher,
dada bagian atas, dan punggung. Selain itu, dapat juga diikuti dengan
adanya sakit kepala, vertigo, perasaan kurang nyaman, dan palpitasi.
Hot flushes pada wanita dalam masa transisi perimenopause
ratarata mulai dirasakan 2 tahun sebelum Final Menstrual Period (FMP)
dan 85 persen wanita akan terus mengalaminya setidaknya selama 1 tahun.
Diantara wanita tersebut, 25 sampai 50 persen mengalami hot flusehes
selama 5 tahun, bahkan ada yang lebih dari 15 tahun. Durasi tiap episode
serangan hot flushes bervariasi, hingga mencapai 10 menit lamanya,
dengan rata-rata durasi serangan 4 menit.
Frekuensi hot flushes setiap harinya bervariasi antar individu,
dimulai 1-2 kali per jam hingga 1-2 kali perminggu. Pada kondisi yang
berat, frekuensinya dapat mencapai 20 kali sehari. Selain itu, jika muncul
pada malam hari hal ini dapat mengganggu kualitas tidur sehingga
cenderung menjadi cepat lelah dan mudah tersinggung. Hot flushes dapat
diperberat dengan adanya stres, alkohol, kopi, makanan dan minuman yang
panas. Hal ini juga dapat terjadi karena reaksi alergi pada kasus hipertiroid,
akibat obat-obatan tertentu seperti insulin, niacin, nifedipin, nitrogliserin,
kalsitonin, dan antiestrogen.
Mekanisme pasti patogenesis keluhan vasomotor belum diketahui,
tapi data yang berhubungan dengan fisiologi dan behavior menunjukkan
bahwa keluhan vasomotor dihasilkan karena adanya defek fungsi pada
pusat termoregulasi di hipotalamus. Pada area preoptik medial hipotalamus
terdapat nukleus yang merupakan termoregulator yang mengatur
pengeluaran keringat dan vasodilatasi yang merupakan mekanisme primer
pengeluaran panas tubuh. Oleh karena keluhan vasomotor muncul setelah
terjadinya perimenopause alami atau pasca ooforektomi, maka
diperkirakan mekanisme yang mendasarinya adalah bersifat endokrinologi
dan berhubungan dengan berkurangnya jumlah estrogen di ovarium
maupun meningkatnya sekresi gonadrotropin oleh pituitari.
Selain itu, besar kemungkinan keluhan ini timbul karena interaksi
antara hormon estrogen dan progesteron yang fluktuatif pada masa
Perimenopause.Keluhan vasomotor dapat muncul pada kondisi kadar
estrogen tinggi, rendah, maupun normal dalam darah. Keluhan vasomotor
muncul sebagai akibat reaksi withdrawl estrogen. Meskipun estrogen
memiliki efek yang signifikan terhadap munculnya hot flushes, namun
masih terdapat faktor lain yang diperkirakan terlibat dalam patofisiologi
hot flushes.
Perubahan kadar neurotransmiter akan mempersempit zona
termoregulasi di hipotalamus dan menurunkan pengeluaran keringat,
bahkan perubahan suhu tubuh yang sangat kecil pun dapat memicu
mekanisme pelepasan panas. Norepinefrin merupakan neurotransmiter
utama yang dapat mempersempit titik pengaturan (setpoint) termoregulasi
dan memicu mekanisme pengeluaran panas tubuh yang berhubungan
dengan hot flushes. Sebagaimana diketahui, estrogen mengatur reseptor
adrenergik pada banyak jaringan.
e. Merokok
Menurut beberapa studi yang pernah dilakukan, wanita perokok
akan mengalami masa perimenopause pada usia yang lebih muda yaitu
43 hingga 50 tahun. Merokok akan mempengaruhi cara tubuh dalam
memproduksi atau membuang hormon estrogen. Penelitian meyakini
bahwa komponen tertentu dari rokok berpotensi membunuh sel telur.
f. Pemakaian Kontrasepsi
Pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal akan
lebih lama atau tua memasuki masa perimenopause.
g. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan,
dan pendidikan. Apabila faktor tersebut baik, akan mengurangi beban
fisiologis dan psikologis.
h. Budaya dan Lingkungan
Pengaruh budaya dan lingkungan dibuktikan sangat
mempengaruhi perempuan untuk dapat atau tidak bisa menyesuaikan
diri dengan fase klimakterium.
i. Diabetes
Diabetes merupakan salah satu penyakit autoimun yang dapat
menyebabkan perimenopause dini. Pada penyakit autoimun, antibodi
yang terbentuk akan menyerang FSH.
j. Status Gizi
Konsumsi makanan yang sembarangan ataupun pola hidup yang
tidak sehat akan mempengaruhi perimenopause lebih awal.
k. Stres
Stres merupakan salah satu faktor yang menentukan kapan
wanita akan mengalami perimenopause. jika sering merasa stres maka
cenderung akan lebih cepat mengalami perimenopause.
h. Kelenjar Payudara
Puting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang,
sehingga payudara menjadi mengendor dan mendatar. Disaat wanita
memasuki perimenopause, turunnya kadar esterogen ini akan
menyebabkan bentuk payudara yang kurang menarik lagi.
i. Kandung Kencing
Aktivitas kendali spinkter dandestrussor menghilang sehingga
menyebabkan sering kencing tanpa disadari (Mulyani,2013).
j. Perubahan Hormon
Hormon berperan dalam mengendalikan pertumbuhan,
perkembangan ciri-ciri seksual dan penyimpanan energi serta
mengendalikan volume cairan, kadar air, dan gula dalam darah. Hormon
mempunyai peranan penting bagi kesehatan tubuh terutama pada laki-
laki dan perempuan.
Laki-laki yang kekurangan hormon testoteron dapat berakibat
terjadinya disfungsi ereksi, sedangkan pada wanita ketika ada
peningkatan sinyal hormon dari pituitari ke ovarium membantu dalam
produksi hormon progesterone dan estrogen yang dapat meningkatkan
terjadinya kehamilan, premenstrual syndrome (PMS) Perimenopause
syndrome, siklus menstruasi yang kadang tidak teratur, dan lain
sebagainya. Kadar hormon akan berkurang seiring dengan pertambahan
usia.
Hormon estrogen terdiri dari tiga jenis yaitu estradiol, estron,
dan estriol. Estradiol, estron, dan estriol memiliki fungsi yang sama
yaitu menjaga kesehatan jantung, tulang, kehalusan kulit, serta
kelembapan vagina. Pada masa remaja, ketika sudah mengalami
menstruasi dan ovarium sudah aktif, produksi estradiol menjadi
meningkat dua belas kali lebih tinggi dibandingkan ketika masa kanak-
kanak. Setelah wanita mendekati masa perimenopause produksi
estradiol mulai menurun dan pada masa perimenopause akan berhenti.
Selain itu, kadar hormon tiroid berpengaruh pada kadar hormon
estrogen dalam tubuh. Wanita yang memiliki kadar hormon tiroid
terlalu banyak maka metabolisme estrogen akan semakin cepat
sehingga terjadinya penurunan estrogen bebas dalam sirkulasi darah.
Sebaliknya jika seorang wanita memiliki kadar hormon tiroid yang
rendah, kadar estrogen dalam darah akan meningkat. Terlalu tinggi atau
terlalu rendah kadar hormon tiroid dapat berpengaruh pada penurunan
tingkat ovulasi. Keluhan yang dapat dialami ketika masa
perimenopause dapat diakibatkan oleh abnormal produksi hormon
tiroid.
Perubahan hormon pada perimenopause tidak hanya hormon
estrogen, tetapi ada perubahan pada hormon progesteron namun hormon
ini tidak mempengaruhi langsung pada perubahan wanita. Produksi
hormon estrogen yang mengalami penurunan akan mengakibatkan
terjadinya perubahan pada menstruasi menjadi jarang, sedikit, bahkan
siklusnya menjadi terganggu. Produksi hormon estrogen yang menurun
akan mempengaruhi langsung pada kondisi fisik tubuh maupun organ
reproduksi wanita.
8. Perubahan Fisik
a. Berat Badan Bertambah
Sebagian besar wanita mengalami pertambahan berat badan, hal
ini di duga ada hubungannya dengan gangguan pertukaran zat dasar
metabolik lemak dan turunnya kadar hormon estrogen dalam darah
menyebabkan lemak yang biasa digunakan untuk membentuk pantat
dan paha menjadi berkurang dan hilang. Akibatnya lemak akan
menumpuk di perut dan pinggul.
b. Perut Kembung
Wanita biasanya mengalami perut kembung sebelum periode
menstruasi disebabkan karena retensi gas dan cairan, dapat juga
disebabkan oleh terapi hormon pengganti atau yang disebut terapu sulih
hormon.
c. Mudah Lelah
Kondisi ini disebabkan karena berat badan yang berlebih atau
karena perimenopause itu sendiri. Lemas, pegal-pegal pada otot
persendian, dan kelelahan yang terjadi setelah makan merupakan
kondisi terkait dengan fluktasi hormon.
d. Insomnia dan Gangguan Tidur
Gejala perimenopause dapat menyebabkan stres pada tubuh,
sehingga dapat menyebabkan insomnia maupun gangguan tidur.
e. Kerontokan Rambut
Kondisi ini tidak hanya dialami oleh laki-laki karena pengaruh
usia dan stres tetapi juga dapat terjadi pada perempuan perimenopause
f. Pusing
Kondisi ini bisa terjadi dari tekanan darah rendah, fluktuasi
kadar gula darah, dan hipoglikemia yang semuanya merupakan gejala
perimenopause.
g. Denyut Jantung Tidak Teratur
Kondisi ini terjadi sebelum atau selama masa perimenopause
yang disebabkan karena penurunan hormon sehingga mempengaruhi
sistem kardiovaskuler.
h. Inkontinensia Urin
Masalah dalam mengontrol kandung kemih bisa terjadi selama
perimenopause. Kadar hormon estrogen yang rendah menyebabkan
penipisan jaringan kandung kemih dan saluran kemih yang berakibat
penurunan kontrol dari kandung kemih atau mudah terjadinya
kebocoran air seni akibat lemahnya otot di sekitar kandun kemih.
i. Perubahan Kulit
Perubahan kulit saat perimenopause dipengaruhi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam menjaga elastisitas kulit. Ketika
menstruasi berhenti maka kulit akan terasa lebih tipis, kurang elastis
terutama pada sekitar wajah, leher dan lengan kulit.
j. Alergi
Pada kondisi perimenopause tingkat sensitivitas akan meningkat
sampai pasca perimenopause. Biasanya ditandai kulit yang gatal,
merah-merah, ataupun berawarna biru.
k. Osteoporosis
Kondisi ini merupakan salah satu dampak yang paling merusak
dari perimenopause, tulang yang lemah atau rapuh lebih beresiko untuk
mengalami patah tulang kecil (small bonefractures) (Mulyani, 2013).
9. Perubahan Emosi
a. Perubahan Mood
Perubahan mood atau yang disebut mood swing merupakan
suatu kondisi yang umum terjadi pada wanita perimenopause seperti
mudah marah, cemas, tidak sabaran, dan depresi.
b. Munculnya Kecemasan
Kondisi ini dapat terjadi pada wanita perimenopause.
Kecemasan merupakan respon alamiah terhadap suatu hal yang akan
atau sudah dihadapi seperti khawatir, detak jantung yang cepat,
berkeringat, tremor otot, mual, ketegangan, dan ketakutan yang tidak
beralasan
c. Kehilangan Kesenangan
Sebagian wanita mulai kehilangan kesenangannya ketika
melakukan kegiatan yang disukai. Kondisi ini seringkali memulai siklus
kemarahan dan depresi.
d. Stres
Kondisi ini disebabkan karena penurunan kadar hormon
estrogen sehingga menyebabkan turunnya neurotransmiter di dalam
otak yang akan mempengaruhi suasana hati seseorang.
e. Gangguan Panik
Gangguan panik (panic disorder) dapat menyebabkan ketakutan
yang intens, berkeringat, menangis, detak jantung yang semakin cepat,
serta perasaan sedih yang mendalam.
f. Gangguan atau Penyimpangan Memori
Kondisi ini terjadi karena ketidakseimbangan hormon dalam
tubuh dapat terjadi baik jangka pendek (short term memory) maupun
jangka panjang (long term memory)
Tidak semua wanita mengalami perubahan emosi ketika
menghadapi perimenopause adapula wanita yang merasa tidak ada
perubahan psikis yang dialaminya. Bagi wanita yang menganggap dan
menilai bahwa perimenopause itu hal yang menakutkan maka
perubahan emosi yang menjurus pada arah negatif sulit untuk dihindari
dan akan membuat dirinya merasa menderita. Semua tergantung
penilaian setiap individu terhadap perimenopause (Mulyani, 2013).
PENGKAJIAN
IDENTITAS PASIEN
Status : Suami
I. DATA SUBJEKTIF
A. Keluhan Utama
Ibu mengatakan akhir-akhir ini sering susah tidur dan sering terbangun jika malam
hari
B. Riwayat Perkawinan
Status pernikahan sah, pernikahan pertama, umur saat menikah 23 tahun, lama
pernikahan 26 tahun
C. Riwayat Menstruasi
Menarche usia 13 tahun, siklus ± 30 hari, lama 4-5 hari, warna darah merah
kecokelatan, banyaknya 3 kali ganti pembalut/hari, namun sudah beberapa bulan
terakhir siklus menstruasi sudah tidak teratur dan terkadang tidak menstruasi
E. Riwayat Kontrasepsi
Ibu mengatakan pernah memakai alat kontrasepsi pil dan suntik 3 bulan, namun
sekarang sudah tidak menggunakan alat kontrasepsi
F. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit yang pernah/sedang diderita
Ibu mengatakan tidak ada penyakit menurun dan menular seperti jantung, asma,
TBC, ginjal, diabetes melitus, malaria, HIV/AIDS.
2. Penyakit yang pernah/ sedang diderita keluarga
Ibu mengatakan keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit menurun dan
menular seperti jantung, asma, TBC, ginjal, diabetes melitus, malaria,
HIV/AIDS.
3. Riwayat operasi
Ibu mengatakan tidak pernah operasi
4. Riwayat kembar, cacat
Ibu mengatakan tidak ada keturunan kembar dan cacat
G. Kebutuhan Fisik
1. Nutrisi :
Makan : Frekuensi 3 x/hari, porsi 1 piring, jenis nasi, lauk, sayur, buah, tidak ada
pantangan dan keluhan.
Minum : ± 8 gelas sehari, jenisnya air putih dan teh
2. Eliminasi :
a. BAK
Frekuensi ±7 x/hari, warna jernih kekuningan, bau khas, tidak ada keluhan
b. BAB
Frekuensi ±1 x/hari, sifat lembek, warna kecoklatan, bau khas, tidak ada
keluhan
3. Istirahat (tidur)
Ibu mengatakan jarang tidur siang dan tidur malam ± 5 jam, keluhan sering
terbangun dimalam hari dan terkadang susah tidur
4. Personal hygiene
Mandi 2 x/hari, ganti pakaian 2x/hari, ganti pakaian dalam 2 x/hari, gosok gigi
saat mandi
5. Ambulasi/Aktivitas
Ibu hanya melakukan aktivitas sebagai ibu rumah tangga seperti memasak, mencuci,
bersih-bersih rumah
Suhu : 36,5 oC
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
4. Berat Badan : 53 kg
5. Tinggi badan : 155 cm
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Rambut bersih, tidak mudah rontok, tidak ada ketombe
2. Muka
Tidak ada odema, tidak ada closma gravidarum
3. Mata
Simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran sekret abnormal, tidak ada pernapasan
cuping hidung.
5. Mulut
Bersih, tidak ada caries gigi, gusi merah muda.
6. Telinga
Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran serumen berlebih.
7. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan vena jugularis
eksterna
8. Dada (payudara):
Simetris, tidak ada retraksi kulit payudara, puting susu menonjol. tidak ada
massa/ benjolan
9. Abdomen
Tidak ada bekas luka operasi, tidak ada pembesaran yang abdormal
10. Genetalia Eksterna
Tidak ada cairan keputihan yang keluar, tidak ada pembengkakan kelenjar bartholini
11. Anus
Tidak ada hemoroid.
12. Ekstrimitas (Atas dan Bawah)
Ekstremitas atas kuku tidak pucat dan tidak ada odema, ekstremitas bawah tidak
odema dan tidak ada varices
PEMBAHASAN
Berdasarkan beberapa hasi survey dan penelitian di Indonesia, 70% para wanita yang
berusia 45 sampai dengan 54 tahun cenderung mengalami berbagai gejala seperti hot flushes,
jantung berdebar debar, gangguan tidur, depresi, mudah tersinggung, merasa takut, gelisah
dan lekas marah, sakit kepala, cepat lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, kurang tenaga,
kesemutan, gangguan libido, obstipasi, berat badan bertambah/berkurang, dan nyeri tulang
dan otot (Koeryaman, 2018). Gangguan tidur atau insomnia merupakan suatu keadaan
seseorang yang mengalami sulit untuk tidur atau sering terbangun dimalam hari atau
terbangun terlalu pagi. Insomnia diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu insomnia
dengan gejala susah untuk tertidur dan insomnia yang ditandai dengan sering atau gampang
terbangun dari tidur. Insomnia dapat disebabkan oleh rasa gelisah, ketegangan, rasa sakit,
kafein, obat-obatan, ketidakseimbangan emosi, dan rasa cemas untuk tidak bisa bangun tepat
waktu. Lingkungan tempat tidur juga memberikan pengaruh signifikan terhadap insomnia
seperti suara bising, tempat tidur yang tidak nyaman, terlalu terang/gelap,dan suhu ruangan
yang tidak cocok. Faktor kesehatan fisik juga dapat mengakibatkan munculnya insomnia
(Andria, 2014).
Selain farmakologi juga ada dengan cara non farmakologi dengan cara pemberian
aroma terapi dari bunga-bunga. Aromaterapi merupakan salah satu bentuk terapi relaksasi.
Mekanisme aroma terapi adalah dimulai dari aroma yang dihirup memasuki hidung dan
berhubungan dengan silia, penerima di dalam silia dihubungkan dengan alat penghirup yang
berada di ujung saluran bau. Bau-bauan diubah oleh silia menjadi impuls listrik yang
dipancarkan ke otak melalui sistem penghirup. Semua impulsi mencapai sistem limbik di
hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan gelombang alfa di dalam otak dan akan
membantu kita untuk merasa rileks. Posisi rileks akan menurunkan stimulus ke sistem
aktivasi retikular (SAR), yang berlokasi pada batang otak teratas yang dapat mempertahankan
kewaspadaan dan terjaga akan diambil alih oleh bagian otak yang lain yang disebut BSR
(bulbar synchronizing regoin) yang fungsinya berkebaikan dengan SAR, sehingga bias
menyebabkan tidur yang diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas tidur (Lanywati,
2013).
Aroma terapi adalah salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan bau-
bauan yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan serta berbau harum, gurih, dan enak
yang disebut minyak asiri. Aroma terapi suatu cara perawatan tubuh dan penyembuhan
penyakit dengan minyak essensial (essential oil). Beberapa minyak asiri yang umum
digunakan dalam aroma terapi karena sifatnya yang serbaguna diantaranya adalah Langon
Kleri (Salvia Scarea), Eukalipus (EucalyptusGlobulus), Geranium (Pelargonium
Graveolens), Lavender (Lavendula Vera Officianals), Lemon (Citrus Linonem), Peppermint
(Mentha Piperita), Petitgrain (Daun Citus Aurantium), dan Rosmari (Rosmarinus Officinals),
serta Pohon teh (Melalueca Alternifol), dari minyak- minyak tersebut, minyak lavender
merupakan minyak essensial yang paling popular (Andria, 2014). Aroma terapi minyak
lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga. Minyak lavender bersifat serbaguna, sangat
cocok untuk merawat kulit terbakar, terkelupas, psoriasis, dan juga membantu kasus
insomnia. Lavender beraroma ringan bunga-bungaan dan merupakan essensial aroma terapi
yang dikenal memiliki efek sedatif dan anti-neurodepresive. Aromaterapi lavender juga
memiliki kandungan utama yaitu linalool asetat yang mampu mengendorkan dan
melemaskan sistem kerja urat-urat saraf dan otot-otot yang tegang. Menghirup lavender
meningkatkan frekuensi gelombang alfa dan keadaan ini diasosiasikan dengan bersantai
(relaksasi) sehingga dapat mengobati insomnia. Lavender juga membantu keseimbangan
kesehatan tubuh yang sangat bermanfaat dalam menghilangkan sakit kepala, premenstrual
sindroma, stress, ketegangan, kejang otot dan regulasi jantung (Andria, 2014). Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Jokar dkk, 2018 dengan hasil bahwa pemberian aromaterapi yang
diberikan dengan cara meneteskan sekitar 2 tetes aromaterapi lavender pada tisu atau handuk
kecil kemudian disamping tempat tidur sambil dihirup sekitar 20 menit sebelum tidur dapat
menurunkan gangguan tidur.
Alternatif lain untuk mengatasi masalah gangguan sulit tidur sesuai dengan anjuran
dari Australasian Menopause Society (2013) dalam jurnal yang berjudul “Sleep Disturbance
And The Menopause” sebaiknya dilakukan pengaturan istirahat meliputi menetapkan jadwal
tidur, menetapkan jadwal bangun dan menciptakan lingkungan tempat tidur yang nyaman.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Data subjektif yang didapatkan yaitu ibu datang dengan keluhan akhir-akhir ini sering susah
tidur dan sering terbangun jika malam hari dan beberapa bulan terakhir siklus menstruasi sudah
tidak teratur dan terkadang tidak menstruasi. Ibu sekarang sudh tidak menggunakan alat
kontrasepsi
2. Data subjektif yang didapatkan yaitu keadaan umum bayi baik, tanda-tanda vital suhu 36,6°C,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, berat badan 53 kg.
Hasil pemeriksaan fisik dan reflex dalam batas normal
3. Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan kasus diatas adalah Ny. R umur 49 tahun P3A0 dengan
gejala insomnia
4. Penatalaksanaan asuhan yang diberikan berdasarkan evidence based yaitu memberitahu ibu
tentang kondisinya, menjelaskan tentang cara mengurangi keluhan susah tidur yaitu dengan
cara menggunakan aromaterapi lavender, cara penggunaanya yaitu dengan meneteskan sekitar
2 tetes aromaterapi lavender pada tisu atau handuk kecil kemudian disamping tempat tidur
sambil dihirup sekitar 20 menit sebelum tidur, menganjurkan ibu untuk menerapkan pola hidup
sehat seperti aktif melakukan aktivitas fisik seperti olahraga ringan yaitu jalan-jalan pagi atau
sore dan mengurangi aktivitas yang berat saat menjelang waktu tidur, diet gizi yang seimbang,
dan mengurangi makan makanan cepat saji.
B. SARAN
1. Bagi keluarga pasien
Diharapkan dengan adanya informasi tambahan yang sudah didapat, ibu bersedia
menerapkannya sebagai upaya alternatif dari keluhan yang dirasakan
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menganalisa dan melakukan penatalaksanan pada
perimenopouse serta tindakan segera yang harus dilakukan.
3. Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktek dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan asuhan kebidanan pada
perimenopouse sesuai standar pelayanan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadiakn sebagai sumber referensi, sumber bahan
bacaan dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pada masa
perimenopouse.
Jurnal Refleksi Kritis
Masalah-masalah yang saya temui selama proses pembelajaran klinik pada topik
ini adalah, dan Saya berencana untuk membahasnya melalui: Penelitian
umumnya cenderung berfokus pada populasi, namun tiap-tiap individu dalam populasi
dapat bervariasi secara substansial dari norma-norma yang umum terjadi dalam suatu
populasi. Dapat disimpulkan bahwa evidence based medicine-practice berlaku untuk
kelompok orang (populasi). Namun hal tersebut tidak menghalangi pemberi layanan
dari menggunakan pengalaman pribadi mereka dalam memutuskan bagaimana
menyelesaikan setiap masalah. Salah satu sumber menyarankan bahwa: “pengetahuan
yang diperoleh dari penelitian klinis tidak langsung menjawab pertanyaan klinis, apa
yang terbaik bagi klien”, dan menunjukkan bahwa evidence based medicine-practice
tidak harus menyimpang dari nilai pengalaman klinis. Sumber lainnya menyatakan
bahwa “evidence based medicine-practice berarti mengintegrasikan keahlian klinis
individu dengan bukti klinis terbaik yang tersedia (diakses secara terbuka/ umum) dari
penelitian yang sistematis”. Penerapan evidence based medicine-practice dalam
pelayanan kebidanan (evidence based midwifery) khususnya dalam asuhan kebidanan
pada neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah, diantaranya sebagai pertimbangan
dalam: melaksanakan pemeriksaan ibu bayi baru lahir, mengatasi keluhan/masalah
yang dialami selama masa perkembangan, pemenuhan kebutuhan dasar bayi baru lahir
dan penatalaksanaan penyulit/ komplikasi pada bayi
Total
Menurun Tetap
Intervensi 31 a 4b 35
Kelompok 16 c 19 d 35
2. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita? Ya.
Apakah karakteristik Tidak
pasien kita sangat berbeda Alasan : Karakteristik pasien sama dengan subjek
dibandingkan pasien pada atau responden pada penelitian. Sehingga hasil
penelitian sehingga penelitian ini dapat diterapkan pada pasien kita.
hasilnya tidak dapat
diterapkan?
Apakah hasilnya mungkin Ya
dikerjakan di tempat kerja Alasan : Intervensi yang diberikan cukup mudah,
kita? sehingga kita bisa menganjurkannya ditempat kerja
kita.
Apa kemungkinan benefit dan harm dari terapi tersebut?
The independent sample t test showed that there was no significant difference
between the groups regarding the pretest total mean score of menopausal symptoms
(P > 0.05). However, at all other measurement time, the total mean score of
menopausal symptoms in the intervention group was significantly less than the
placebo group (P < 0.05). The repeated measures analysis of variance also revealed
significant decreases in the mean scores of menopausal symptoms in both groups
across the five measurement time points (P < 0.05), even though the decreases in
the intervention group were greater than the placebo group (P < 0.05). The least
significant difference post hoc test showed significant differences between all
measurement time points in both groups (P < 0.05), except for the difference the
fourth and the fifth time points in the placebo group (P > 0.05). These findings
denote the significant effects of both time and group. The results of the independent-
sample t test also indicated no significant between-group differences respecting the
pretest mean scores of the eleven menopausal symptoms (P > 0.05). However, after
the intervention, the mean scores of all eleven menopausal symptoms in the
intervention group were significantly lower than the placebo group (P <0.05).
Metode I: f Risiko terhadap pasien kita, relatif terhadap pasien pada
penelitian
Diekspresikan dalam bentuk desimal: 0,5
NNH = NNT/f = 2,32/0.5 = 5
Makna : Kita membutuhkan 5 orang yang diberi intervensi
untuk menghindari gangguan tidur yang tidak teratasi
Metode II: 1/ PEER (patient’s expected event rate) adalah event rate dari
(PEERxRRR) pasien kita bila mereka menerima intervensi pada penelitian
tersebut
1/ (PEERxRRR) = 1/(0,88x0,37)= 3.12
(NNT bagi pasien kita)
Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini? Ya
Apakah kita dan pasien Dengan adanya telaah jurnal ini, kita memiliki
kita mempunyai penilaian penilaian yang jelas bahwa intervensi yang diberikan
yang jelas dan tepat akan dapat mengatasi gejala perimenopouse. Tetapi untuk
value dan preferensi value dan preferensi pasien dikembalikan kepada
pasien kita? pasien tersebut.
Apakah value dan Seperti yang telah di jelaskan, semua pilihan
preferensi pasien kita dikembalikan lagi kepada pasien, apakah pasien cocok
dipenuhi dengan terapi dengan intervensi yang dianjurkan ataupun lebih
yang akan kita berikan? memilih intervensi yang lain.
f adalah faktor dorongan. f merupakan perkiraan berapa tinggi atau rendahnya risiko
kematian pasien kita dibandingkan pasien pada penelitian. Bila pasien kita
kemungkinan meninggalnya 2 kali lebih besar dibandingkan pasien pada penelitian,
maka besar f adalah 2. Bila pasien kita kemungkinan meninggalnya 2 kali lebih kecil
dibandingkan pasien pada penelitian, maka besar f adalah 0,5.