Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PERIMENOPAUSE


PADA NY. S USIA 49 TAHUN DENGAN GEJALA INSOMNIA
DI PMB SITI LAILATUS ZAHRO, KEDAK, SEMEN, KAB.KEDIRI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan Fisiologis


Holistik Remaja, Pra Konsepsi dan Keluarga Berencana & Komunitas

Program Studi Profesi Bidan

Disusun oleh :

Nama : Nafa Tandryan


NIM : P27224020399
Kelas : Profesi Bidan Reguler

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendahuluan Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO)
menunjukan pertambahan jumlah wanita yang memasuki fase perimenopouse
yang diperkirakan meningkat hingga lebih satu miliar di tahun 2030. Proporsi
di Asia diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 107 juta menjadi 373
juta di tahun 2025. Sedangkan menurut Badan Sensus Penduduk, di Indonesia
jumlah setiap tahunnya mencapai 5,3 juta orang dari jumlah total penduduk
perempuan Indonesia yang berjumlah 118.010.413 juta jiwa (Pusat data dan
Informasi Kesehatan RI, 2013).Fase perimenopouse menurut Varney dalam
buku saku kebidanan mendefinisikan sebagai proses penuaan wanita dari tahap
reproduktif ke nonreproduktif. Pendapat lainnya dari Dennerstein, mengatakan
bahwa awal periode fase perimenopouse diawali dengan penurunan kadar
estrogen dan progesterone yang dapat memicu berbagai gejala fisik dan
psikologis pada wanita.
Berdasarkan beberapa hasi survey dan penelitian di Indonesia, 70% para
wanita yang berusia 45 sampai dengan 54 tahun cenderung mengalami berbagai
gejala seperti hot flushes, jantung berdebar debar, gangguan tidur, depresi,
mudah tersinggung, merasa takut, gelisah dan lekas marah, sakit kepala, cepat
lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, kurang tenaga, berkunang kunang,
kesemutan, gangguan libido, obstipasi, berat badan bertambah, dan nyeri tulang
dan otot. Penting dilakukan penatalaksaan dalam upaya pengananan berbagai
gejala yang muncul dalam meminimalisir munculnya resiko masalah akibat
mengalami ketidaknayaman pada fase perimenopouse, melalui penanganan
farmakologi maupun non farmakologi sebagai upaya peningkatan life
expectancy para wanita di masa perimenopause berdasarkan penelitian untuk
menggali bagaimana para wanita melakukan adaptasi terhadap gejala
perimenopause. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengambil kasus “Asuhan Kebidanan Perimenopouse di PMB Siti Lailatus
Zahro, Kedak Semen, Kab. Kediri”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari laporan
ini adalah bagaimana “Asuhan Kebidanan Perimenopouse di PMB Retno
Indarti, Tangkisan Pos, Jogonalan, Klaten?”
C. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan
perimenopouse dengan menggunakan manajeman kebidanan.
2. Khusus
a) Melaksanakan pengkajian data subjektif pada ibu dengan
perimenopouse
b) Melaksanakan pengkajian data objektif pada ibu dengan
perimenopouse
c) Melakukan analisa data dan masalah pada ibu dengan perimenopouse
d) Melakukakan penatalaksanaan pada ibu dengan perimenopouse

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis dalam
memberikan asuhan pada ibu dengan perimenopouse.
2. Bagi Institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber referensi
khususnya tentang asuhan pada ibu dengan perimenopouse.
3. Bagi fasilitas kesehatan
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi banding dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan perimenopouse.
4. Bagi Profesi Bidan
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi bidan dalam
asuhan komprehensif pada ibu dengan perimenopouse.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perimenopause
1. Pengertian Perimenopause
Perimenopause umunya dikenal sebagai titik dimana siklus
menstruasi berhenti untuk selamanya. Sebelum hal itu terjadi, seseorang
akan mengalami gejala yang dimulai jauh lebih awal. Fase ini disebut
dengan fase Perimenopause. Perimenopause mengacu pada periode waktu
ketika siklus menstruasi seseorang mulai kacau dan tak beraturan (Nanette,
2018).
Perimenopause adalah suatu fase dalam proses menua (aging),
yaitu ketika seorang wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke
masa non-reproduktif (Batan, 2013).
Perimenopause merupakan masa sebelum perimenopause, dimana
mulai terjadi perubahan endokrin, biologis, dan gejala klinik sebagai awal
permulaan dari perimenopause (Frank, 2014).
Perimenopause adalah masa transisiyang terjadi bberapa tahun
sebelum perimenopause hingga menuju menopause. Pada masa ini akan
terjadi perubahan dari siklus ovarium menghasilkan sel telur menjadi
ovarium tidka menghasilkan sel telur, dengan tanda ketidakteraturan siklus
haid. Periode dimana kadar follicle stimulating hormone (FSH) lebih dari
20 IU/I adalah tahun – tahun perimenopause terjadi (Prawirihardjo, 2011).
2. Patofisiologi Sindroma Perimenopause
Menurut prawirohardjo (2011) dan Heffner (2008), Sindrom
Perimenopause adalah sekumpulan gejala dan tanda yang terjadi pada
masa Perimenopause. Kurang lebih 70% wanita usia peri dan pasca
perimenopause mengalami keluhan vasomotor, keluhan psikis, depresi,
dan keluhan lainnya dengan derajat berat-ringan yang berbeda-beda pada
setiap individu. Keluhan tersebut akan mencapai puncaknya pada saat
menjelang dan setelah perimenopause kemuadian berangsur-angsur
berkurang seiring dengan bartambahnya
3 usia dan tecapainya keseimbangan
hormon pada masa senium.
Keluhan dan Gejala Vasomotor Keluhan vasomotor yang dijumpai
berupa perasaan/semburan panas (hot flushes) yang muncul secara tiba-tiba
dan kemudian disertai keringat yang banyak. Keluhan ini muncul di malam
hari dan menjelang pagi kemudian perlahan-lahan akan dirasakan juga
pada siang hari.
Semburan panas ini mula-mula dirasakan di daerah kepala, leher,
dan dada. Kulit di area tersebut terlihat kemerahan, namun suhu badan tetap
normal meskipun pasien merasakan panas. Segera setelah panas, area yang
dirasakan panas tersebut mengeluarkan keringat (night sweats) dalam
jumlah yang banyak pada bagian tubuh terutama seluruh kepala, leher,
dada bagian atas, dan punggung. Selain itu, dapat juga diikuti dengan
adanya sakit kepala, vertigo, perasaan kurang nyaman, dan palpitasi.
Hot flushes pada wanita dalam masa transisi perimenopause
ratarata mulai dirasakan 2 tahun sebelum Final Menstrual Period (FMP)
dan 85 persen wanita akan terus mengalaminya setidaknya selama 1 tahun.
Diantara wanita tersebut, 25 sampai 50 persen mengalami hot flusehes
selama 5 tahun, bahkan ada yang lebih dari 15 tahun. Durasi tiap episode
serangan hot flushes bervariasi, hingga mencapai 10 menit lamanya,
dengan rata-rata durasi serangan 4 menit.
Frekuensi hot flushes setiap harinya bervariasi antar individu,
dimulai 1-2 kali per jam hingga 1-2 kali perminggu. Pada kondisi yang
berat, frekuensinya dapat mencapai 20 kali sehari. Selain itu, jika muncul
pada malam hari hal ini dapat mengganggu kualitas tidur sehingga
cenderung menjadi cepat lelah dan mudah tersinggung. Hot flushes dapat
diperberat dengan adanya stres, alkohol, kopi, makanan dan minuman yang
panas. Hal ini juga dapat terjadi karena reaksi alergi pada kasus hipertiroid,
akibat obat-obatan tertentu seperti insulin, niacin, nifedipin, nitrogliserin,
kalsitonin, dan antiestrogen.
Mekanisme pasti patogenesis keluhan vasomotor belum diketahui,
tapi data yang berhubungan dengan fisiologi dan behavior menunjukkan
bahwa keluhan vasomotor dihasilkan karena adanya defek fungsi pada
pusat termoregulasi di hipotalamus. Pada area preoptik medial hipotalamus
terdapat nukleus yang merupakan termoregulator yang mengatur
pengeluaran keringat dan vasodilatasi yang merupakan mekanisme primer
pengeluaran panas tubuh. Oleh karena keluhan vasomotor muncul setelah
terjadinya perimenopause alami atau pasca ooforektomi, maka
diperkirakan mekanisme yang mendasarinya adalah bersifat endokrinologi
dan berhubungan dengan berkurangnya jumlah estrogen di ovarium
maupun meningkatnya sekresi gonadrotropin oleh pituitari.
Selain itu, besar kemungkinan keluhan ini timbul karena interaksi
antara hormon estrogen dan progesteron yang fluktuatif pada masa
Perimenopause.Keluhan vasomotor dapat muncul pada kondisi kadar
estrogen tinggi, rendah, maupun normal dalam darah. Keluhan vasomotor
muncul sebagai akibat reaksi withdrawl estrogen. Meskipun estrogen
memiliki efek yang signifikan terhadap munculnya hot flushes, namun
masih terdapat faktor lain yang diperkirakan terlibat dalam patofisiologi
hot flushes.
Perubahan kadar neurotransmiter akan mempersempit zona
termoregulasi di hipotalamus dan menurunkan pengeluaran keringat,
bahkan perubahan suhu tubuh yang sangat kecil pun dapat memicu
mekanisme pelepasan panas. Norepinefrin merupakan neurotransmiter
utama yang dapat mempersempit titik pengaturan (setpoint) termoregulasi
dan memicu mekanisme pengeluaran panas tubuh yang berhubungan
dengan hot flushes. Sebagaimana diketahui, estrogen mengatur reseptor
adrenergik pada banyak jaringan.

Pada saat perimenopause, terjadi penurunan kadar estrogen dan


resptor α2 adrenergik di hipotalamus. Penurunan reseptor α2 adrenergik
presinaps akan memicu peningkatan norepinefrin dan yang selanjutnya
akan menyebabkan gejala vasomotor. Selain itu, penurunan α2 adrenergik
reseptor presinaps juga akan memicu peningkatan serotonin yang
mengakibatkan mekanisme pengeluaran panas yang dipicu oleh perubahan
suhu tubuh meski sangat kecil (Andira, 2010).
3. Penyebab Perimenopause
Siklus menstruasi dikontrol dua hormon yang di produksi di
kelenjar hipofisis yang ada di otak (FSH dan LH) dan dua hormon yang
dihasilkan oleh ovarium (estrogen dan progesterone). Saat menjelang
perimenopause FSH dan LH akan terus diproduksi oleh kelenjar hipofisis
secara normal. Tetapi, karena ovarium semakin tua tidak dapat merespons
FSH dan LH sebagaimana yang seharusnya, sehingga menyebabkan
estrogen dan progesterone yang di produksi semakin berkurang.
Perimenopause terjadi ketika kedua ovarium tidak dapat menghasilkan
hormon estrogen dan progesterone dalam jumlah yang cukup untuk bisa
mempertahankan siklus menstruasi (Brown, P & Spencer, R. F, 2007).
4. Batasan Usia Perimenopause
Usia perimenopause setiap wanita bervariasi, dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti faktor keturunan, apabila ibu kandung
mengalami perimenopause di usia 40 tahun kemungkinan si anak juga akan
mengalami perimenopause di usia tersebut (Mulyani, 2013).
Perimenopause adalah berhentinya menstruasi secara alami yang terjadi
pada wanita antara 45-55 tahun (Chaturvedi, 2016). Pendapat lain
mengatakan, usia perimenopause biasanya berkisar antara 45-55 tahun.
Perimenopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun disebut perimenopause
premature, sedangkan perimenopause yang terjadi pada usia 45 tahun
disebut perimenopause dini (Krishna, 2013).
5. Tanda dan Gejala Masa Perimenopause
Secara medis, masa Perimenapause di tandai dengan menurunnya
kadar estrogen yang mengakibatkan jadwal menstruasi menjadi kacau,
semburan rasa panas, dan rasa kering pada vagina. Tanda dan gejala lain
dapat diakibatkan karena meningkatnya kadar follicle stimulating hormon
(FSH, hormon perangsang folikel) sehingga terjadi perubahan pada
emosional seperti mudah tersinggung, rasa sedih, dan suasana hati berubah-
ubah (Rosenthal, 2009).
Menurut Brown mengidentifikasikan tanda dan gejala
perimenopause dalam 3 gejala yaitu, gejala fisik, psikologis, dan seksual.
Gejala fisiknya seperti hot flushes/rasa panas (pada wajah, leher, dan
dada yang berlangsung selama beberapa menit; merasakan pusing, lemah,
sakit), berkeringat di malam hari, berdebar-debar (detak jantung
meningkat/mengencang), susah tidur, keinginan buang air kecil menjadi
lebih sering, tidak nyaman ketika buang air kecil, ketidakmampuan untuk
mengendalikan buang air kecil (inkontinensia).
Gejala psikologis yang dirasakan seperti mudah tersinggung,
depresi, cemas, suasana hati (mood) yang tidak menentu, sering lupa, susah
berkonsentrasi. Sedangkan gejala seksual yang dirasakan dapat berupa
kekeringan vagina mengakibatkan rasa tidak nyaman selama berhubungan
seksual, dan menurunnya libido (Brown P, 2007).
Depresi atau stres menjadi salah satu tanda dan gejala yang sering
terjadi pada wanita perimenopause. Hal ini terkait dengan adanya
penurunan kadar hormon estrogen yang berpengaruh terhadap
neurotransmiter dalam otak sehingga menimbulkan perasaan cemas yang
merupakan penyebab terjadinya depresi atau stres (Mulyani, 2013).
6. Faktor yang Mempengaruhi Perimenopause
Adapun faktor yang mempengaruhi perimenopause menurut
Mulyani (2013) sebagai berikut :
a. Faktor Psikis
Keadaan psikis sangat mempengaruhi terjadinya perimenopause
pada wanita, keadaan wanita yang tidak menikah dan bekerja akan
mempengaruhi perkembangan psikis. Menurut beberapa penelitian,
mereka akan mengalami waktu perimenopause yang lebih mudah atau
cepat di bandingkan yang menikah dan tidak bekerja atau bekerja dan
tidak menikah.
b. Cemas
Seorang perempuan lebih cenderung mengalami kecemasan
dalam hidupnya, maka bisa di perkirakan bahwa dirinya akan
mengalami perimenopause lebih dini. Sebaliknya, apabila seorang
wanita yang lebih santai dan rileks dalam menjalani hidup biasanya
masa-masa perimenopausenya akan lebih lambat.
c. Usia pada saat pertama haid (menarche)
Wanita yang mendapatkan menstruasi pada usia 16 atau 17 tahun
akan mengalami perimenopause lebih dini, sedangkan wanita yang
menstruasi lebih dini seringkali akan mengalami perimenopause sampai
pada usia mencapai 50 tahun.
d. Usia melahirkan
Menurut penelitian Beth Israel Deaconess Medcal Center in
Boston, ketika seorang wanita yang masih melahirkan diatas usia 40
tahun akan mengalami usia perimenopause yang lebih tua atau lama.
Hal ini disebabkan karena kehamilan dan persalinan akan
memperlambat sistem kerja organ reproduksi bahkan memperlambat
sistem penuaan tubuh.

e. Merokok
Menurut beberapa studi yang pernah dilakukan, wanita perokok
akan mengalami masa perimenopause pada usia yang lebih muda yaitu
43 hingga 50 tahun. Merokok akan mempengaruhi cara tubuh dalam
memproduksi atau membuang hormon estrogen. Penelitian meyakini
bahwa komponen tertentu dari rokok berpotensi membunuh sel telur.
f. Pemakaian Kontrasepsi
Pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal akan
lebih lama atau tua memasuki masa perimenopause.
g. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan,
dan pendidikan. Apabila faktor tersebut baik, akan mengurangi beban
fisiologis dan psikologis.
h. Budaya dan Lingkungan
Pengaruh budaya dan lingkungan dibuktikan sangat
mempengaruhi perempuan untuk dapat atau tidak bisa menyesuaikan
diri dengan fase klimakterium.
i. Diabetes
Diabetes merupakan salah satu penyakit autoimun yang dapat
menyebabkan perimenopause dini. Pada penyakit autoimun, antibodi
yang terbentuk akan menyerang FSH.
j. Status Gizi
Konsumsi makanan yang sembarangan ataupun pola hidup yang
tidak sehat akan mempengaruhi perimenopause lebih awal.
k. Stres
Stres merupakan salah satu faktor yang menentukan kapan
wanita akan mengalami perimenopause. jika sering merasa stres maka
cenderung akan lebih cepat mengalami perimenopause.

7. Perubahan Pada Saat Perimenopause


a. Perubahan Organ Reproduksi
Saat berhentinya menstruasi mengakibatkan berbagai organ
reproduksi akan mengalami perubahan karena sel telur tidak lagi di
produksi, sehingga berpengaruh terhadap komposisi hormon dalam
organ reproduksi. Adapun perubahan organ reproduksi pada wanita,
antara lain :
b. Tuba Fallopi
Saluran tuba mengalami penipisan dan mengkerut, lipatan tuba
menjadi lebih pendek, endosalpingo menipis mendatar dan silia
menghilang
c. Uterus (Rahim)
Uterus mengecil disebabkan karena atrofi endometrium juga
disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat
interstisal.
d. Vagina
Terjadinya atrofi pada epitel vagina hingga hanya tinggal
lapisan sel basal, vagina menjadi kering, dan hal ini yang menyebabkan
rasa sakit ketika berhubungan seksual.
e. Serviks
Serviks (mulut rahim) mengkerut terselubung dinding vagina,
saluran memendek dan menyempit.
f. Dasar Panggul
Kekuatan serta elastisitas dasar panggul berkurang karena atrofi
dan lemahnya daya sokong.
g. Perenium dan Anus
Lemak subcutan menghilang, atrofi, dan otot sekitarnya
menghilang sehingga menyebabkan tonus spinkter melemah dan
menghilang.

h. Kelenjar Payudara
Puting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang,
sehingga payudara menjadi mengendor dan mendatar. Disaat wanita
memasuki perimenopause, turunnya kadar esterogen ini akan
menyebabkan bentuk payudara yang kurang menarik lagi.
i. Kandung Kencing
Aktivitas kendali spinkter dandestrussor menghilang sehingga
menyebabkan sering kencing tanpa disadari (Mulyani,2013).
j. Perubahan Hormon
Hormon berperan dalam mengendalikan pertumbuhan,
perkembangan ciri-ciri seksual dan penyimpanan energi serta
mengendalikan volume cairan, kadar air, dan gula dalam darah. Hormon
mempunyai peranan penting bagi kesehatan tubuh terutama pada laki-
laki dan perempuan.
Laki-laki yang kekurangan hormon testoteron dapat berakibat
terjadinya disfungsi ereksi, sedangkan pada wanita ketika ada
peningkatan sinyal hormon dari pituitari ke ovarium membantu dalam
produksi hormon progesterone dan estrogen yang dapat meningkatkan
terjadinya kehamilan, premenstrual syndrome (PMS) Perimenopause
syndrome, siklus menstruasi yang kadang tidak teratur, dan lain
sebagainya. Kadar hormon akan berkurang seiring dengan pertambahan
usia.
Hormon estrogen terdiri dari tiga jenis yaitu estradiol, estron,
dan estriol. Estradiol, estron, dan estriol memiliki fungsi yang sama
yaitu menjaga kesehatan jantung, tulang, kehalusan kulit, serta
kelembapan vagina. Pada masa remaja, ketika sudah mengalami
menstruasi dan ovarium sudah aktif, produksi estradiol menjadi
meningkat dua belas kali lebih tinggi dibandingkan ketika masa kanak-
kanak. Setelah wanita mendekati masa perimenopause produksi
estradiol mulai menurun dan pada masa perimenopause akan berhenti.
Selain itu, kadar hormon tiroid berpengaruh pada kadar hormon
estrogen dalam tubuh. Wanita yang memiliki kadar hormon tiroid
terlalu banyak maka metabolisme estrogen akan semakin cepat
sehingga terjadinya penurunan estrogen bebas dalam sirkulasi darah.
Sebaliknya jika seorang wanita memiliki kadar hormon tiroid yang
rendah, kadar estrogen dalam darah akan meningkat. Terlalu tinggi atau
terlalu rendah kadar hormon tiroid dapat berpengaruh pada penurunan
tingkat ovulasi. Keluhan yang dapat dialami ketika masa
perimenopause dapat diakibatkan oleh abnormal produksi hormon
tiroid.
Perubahan hormon pada perimenopause tidak hanya hormon
estrogen, tetapi ada perubahan pada hormon progesteron namun hormon
ini tidak mempengaruhi langsung pada perubahan wanita. Produksi
hormon estrogen yang mengalami penurunan akan mengakibatkan
terjadinya perubahan pada menstruasi menjadi jarang, sedikit, bahkan
siklusnya menjadi terganggu. Produksi hormon estrogen yang menurun
akan mempengaruhi langsung pada kondisi fisik tubuh maupun organ
reproduksi wanita.
8. Perubahan Fisik
a. Berat Badan Bertambah
Sebagian besar wanita mengalami pertambahan berat badan, hal
ini di duga ada hubungannya dengan gangguan pertukaran zat dasar
metabolik lemak dan turunnya kadar hormon estrogen dalam darah
menyebabkan lemak yang biasa digunakan untuk membentuk pantat
dan paha menjadi berkurang dan hilang. Akibatnya lemak akan
menumpuk di perut dan pinggul.
b. Perut Kembung
Wanita biasanya mengalami perut kembung sebelum periode
menstruasi disebabkan karena retensi gas dan cairan, dapat juga
disebabkan oleh terapi hormon pengganti atau yang disebut terapu sulih
hormon.
c. Mudah Lelah
Kondisi ini disebabkan karena berat badan yang berlebih atau
karena perimenopause itu sendiri. Lemas, pegal-pegal pada otot
persendian, dan kelelahan yang terjadi setelah makan merupakan
kondisi terkait dengan fluktasi hormon.
d. Insomnia dan Gangguan Tidur
Gejala perimenopause dapat menyebabkan stres pada tubuh,
sehingga dapat menyebabkan insomnia maupun gangguan tidur.
e. Kerontokan Rambut
Kondisi ini tidak hanya dialami oleh laki-laki karena pengaruh
usia dan stres tetapi juga dapat terjadi pada perempuan perimenopause
f. Pusing
Kondisi ini bisa terjadi dari tekanan darah rendah, fluktuasi
kadar gula darah, dan hipoglikemia yang semuanya merupakan gejala
perimenopause.
g. Denyut Jantung Tidak Teratur
Kondisi ini terjadi sebelum atau selama masa perimenopause
yang disebabkan karena penurunan hormon sehingga mempengaruhi
sistem kardiovaskuler.
h. Inkontinensia Urin
Masalah dalam mengontrol kandung kemih bisa terjadi selama
perimenopause. Kadar hormon estrogen yang rendah menyebabkan
penipisan jaringan kandung kemih dan saluran kemih yang berakibat
penurunan kontrol dari kandung kemih atau mudah terjadinya
kebocoran air seni akibat lemahnya otot di sekitar kandun kemih.

i. Perubahan Kulit
Perubahan kulit saat perimenopause dipengaruhi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam menjaga elastisitas kulit. Ketika
menstruasi berhenti maka kulit akan terasa lebih tipis, kurang elastis
terutama pada sekitar wajah, leher dan lengan kulit.
j. Alergi
Pada kondisi perimenopause tingkat sensitivitas akan meningkat
sampai pasca perimenopause. Biasanya ditandai kulit yang gatal,
merah-merah, ataupun berawarna biru.
k. Osteoporosis
Kondisi ini merupakan salah satu dampak yang paling merusak
dari perimenopause, tulang yang lemah atau rapuh lebih beresiko untuk
mengalami patah tulang kecil (small bonefractures) (Mulyani, 2013).
9. Perubahan Emosi
a. Perubahan Mood
Perubahan mood atau yang disebut mood swing merupakan
suatu kondisi yang umum terjadi pada wanita perimenopause seperti
mudah marah, cemas, tidak sabaran, dan depresi.
b. Munculnya Kecemasan
Kondisi ini dapat terjadi pada wanita perimenopause.
Kecemasan merupakan respon alamiah terhadap suatu hal yang akan
atau sudah dihadapi seperti khawatir, detak jantung yang cepat,
berkeringat, tremor otot, mual, ketegangan, dan ketakutan yang tidak
beralasan
c. Kehilangan Kesenangan
Sebagian wanita mulai kehilangan kesenangannya ketika
melakukan kegiatan yang disukai. Kondisi ini seringkali memulai siklus
kemarahan dan depresi.
d. Stres
Kondisi ini disebabkan karena penurunan kadar hormon
estrogen sehingga menyebabkan turunnya neurotransmiter di dalam
otak yang akan mempengaruhi suasana hati seseorang.
e. Gangguan Panik
Gangguan panik (panic disorder) dapat menyebabkan ketakutan
yang intens, berkeringat, menangis, detak jantung yang semakin cepat,
serta perasaan sedih yang mendalam.
f. Gangguan atau Penyimpangan Memori
Kondisi ini terjadi karena ketidakseimbangan hormon dalam
tubuh dapat terjadi baik jangka pendek (short term memory) maupun
jangka panjang (long term memory)
Tidak semua wanita mengalami perubahan emosi ketika
menghadapi perimenopause adapula wanita yang merasa tidak ada
perubahan psikis yang dialaminya. Bagi wanita yang menganggap dan
menilai bahwa perimenopause itu hal yang menakutkan maka
perubahan emosi yang menjurus pada arah negatif sulit untuk dihindari
dan akan membuat dirinya merasa menderita. Semua tergantung
penilaian setiap individu terhadap perimenopause (Mulyani, 2013).

B. Pengukuran gejala Perimenopause


Keluhan dan gejala perimenopause adalah serangkaian keluhan yang
terjadi di masa perimenopause. Diukur dengan menggunakan Menopausal
Rating Scale (Heinemman, 2003). Menopausal Rating Scale yang merupakan
angket yang dapat diisi sendiri oleh responden. Menopausal Rating Scale
(MRS), telah dikembangkan di Jerman selama lebih dari 15 tahun dan kini telah
digunakan di 70 negara. MRS ini terdiri dari 11 pertanyaan dengan masing-
masing pertanyaan terdapat 5 pilihan jawaban atas berat ringannya keluhan.
Skor terendah dari seluruh item keluhan dalam MRS ini adalah 0 dan
skor tertingginya 44. Skor minimal dan maksimal bervariasi untuk tiga dimensi
keluhan, yaitu:
1. Keluhan psikologis: skor 0-16, terdiri dari 4 keluhan yaitu:
a. Perasaan tertekan (merasa tertekan, sedih, mudah menangis, tidak
bergairah/lesu, mood yang berubahubah.
b. Mudah marah (merasa gugup, rasa marah, agresif)
c. Rasa resah (rasa gelisah, rasa panik)
d. Kelelahan fisik dan mental (menurunnya kinerja secara umum,
berkurangnya daya ingat, menurunnya konsentrasi, mudah lupa/pikun)
2. Somato-vegetatif : 0-16 (terdiri dari 4 keluhan)
a. Badan terasa panas, berkeringat
b. Rasa tidak nyaman pada jantung (detak jantung yang tidak biasa,
jantung berdebar)
c. Masalah tidur (susah tidur, susah untuk tidur nyenyak, bangun terlalu
pagi)
d. Rasa tidak nyaman pada persendian dan otot
3. Keluhan urogenital : 0-12 (terdiri dari 3 keluhan)
a. Masalah seksual (perubahan dalam gairah seksual, aktifitas seksual dan
kepuasan seksual
b. Masalah-masalah pada kandung dan saluran kemih (sulit buang air
kecil, sering buang air kecil, buang air kecil yang tidak terkontrol)
c. Kekeringan pada vagina (rasa kering atau terbakar pada vagina,
kesulitan dalam berhubungan intim). Rincian kategori tersebut dapat
dilihat pada tebel 2.1

Tabel 2.1 hasil skor MRS

C. Evidence base Midwifery

1. Berdasarkan jurnal Effect Of Health Education Combining Diet And


Exercise Supervision in Chinese Women With Perimenopausal Symptoms:
A Randomized Controlled Trial (2017), yang telah dilakukan appracial.
Dimana hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa dengan memberikan
edukasi kesehatan dengan kombinasi diet/makanan serta berolahraga dapat
menurunkan gejala perimenopause.
Edukasi kesehatan perlu diberikan kepada ibu agar ibu lebih siap dan
dapat memahami keadaan dirinya. Kemudian diet yang baik, dapat
menurunkan gejala seperti hot flushes yang dialami oleh ibu, sekaligus
upaya agar berat badan ibu dapat mengalami perbaikan.
Olahraga juga diperlukan dalam penanganan hot flushes karena saat
berolahraga, tubuh akan mengeluarkan hormon beta-endorphin yang akan
membantu tubuh untuk mengontrol suhu tubuh dan mengurangi kepekaan
rasa sakit pada sendi. Selain itu juga olahraga dapat menurunkan berat
badan berlebih (s.xi, 2017).

2. Konseling untuk menurunkan kecemasan

Pengetahuan wanita tentang menopause perlu diperhatikan karena


akan dapat menumbuhkan efek positif pada penataan kondisi psikologis.
Kesiapan mental dan pengetahuan yang cukup akan memudahkan
seseorang dalam mengontrol depresi, kecemasan, serta gangguan
emosional. Salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman wanita
tentang menopause adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan
berupa konseling yang bertujuan memberikan informasi agar dapat
memperoleh pemahaman diri yang lebih baik, mampu mengontrol diri,
dan dapat mengarahkan diri dalam pemecahan masalah dan memperbaiki
tingkah laku di masa yang akan datang. Seorang wanita yang sudah
merasa siap dalam menghadapi gejala pada saat menopause akan
membantu menekan keadaan psikologisnya supaya tidak mengalami
kecemasan.
Konseling dapat memberikan fasilitas kepada wanita
perimenopause dalam pengambilan keputusan, pencapaian suatu
wawasan yang sebelumnya tidak dimengerti dan sebagai perbaikan diri
untuk ke depannya. Dengan konseling, wanita dapat mengungkapkan
macam perasaan, emosi dan pikiran-pikiran yang mengganggunya
dengan tujuan untuk membantu melepaskan dari penderitaan emosional
yang dialami sehingga melalui konseling kepribadian klien menjadi lebih
baik dari yang sebelumnya.
3. Akupresur dan aromaterapi lavender untuk mengatasi insomnia
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi insomnia dapat
menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi secara
farmakologi yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia yaitu
benzodiazepin, antuhistamine, dan trypophan tetapi terdapat efek
samping pusing dan dapat tergantung dengan obat tersebut (Moses,
2005). Selain itu penanggana insomnia juga dapat menggunakan terapi
non farmakologi yang tidak terdapat efek samping dengan cara pemijatan
refleksi, aromaterapi, mandi,lavender, minyak yang menenangkan,
akupuntur dan pemijatan akupresur (Kelly, 2005).
Akupresur adalah pemijatan dengan menggunakan jari. Akupresur
berasal dari pengobatan Cina, akupresur dilakukan dengan pemijatan
pada titik akupuntur (acupoint) (Sukanta, 2008). Titik akupresur tersebut
adalah titik neiguan, titik shen men, dan titik san yin jiou (Majid, 2014).
Cara kerja akupresur dengan menekan titik-titik akupuntur sehingga akan
mempengaruhi sel saraf pusat dan meningkatkan pengeluaran serotonin
sehingga mengaktifkan kelenjar pineal yang mempengaruhi SCN
(entrains suprachiasmatic nucleus) di hipotalamus anterior sehingga
terjadi penurunan sleep latency, nocturnal awakening dan meningkatkan
kualitas dan kuantitas tidur (Iswari dan Wahyuni, 2013).
Terapi non farmakologi lain untuk mengatasi insomnia adalah
aromaterapi. Aromaterapi merupakan tindakan yang terapeutik karena
menggunakan minyak yang mempunyai manfaat untuk meningkatkan
keadaan fisik dan psikologi untuk terapi relaksasi, menghilangkan stres,
dan menenangkan pikiran (Agustini, 2014).
Aromaterapi lavender bersifat menenangkan (Suranto, 2011).
Aromaterapi lavender mengandung antispasmodik, antivirus, dan dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, cara kerja aromaterapi melalui
penciuman terdapat reseptor ke sistem limbik yang berkaitan dengan
suasana hati dan merangsang raphe nucleus di otak yang berfungsi
mengeluarkan sekresi serotonin yang menghantarkan seseorang untuk
tertidur (Howard dan Hughes, 2007).
4. Senam aerobic low impact untuk meningkatkan kebugaran
Salah satu cara dalam meningkatkan kebugaran tubuh dan
mengurangi gejala premenopause ini adalah dengan olahraga, diantaranya
senam aerobik low impact. Senam body language merupakan salah satu
olahraga yang dianjurkan bagi wanita premenopause, senam body
language memberikan banyak manfaat, seperti mengencangkan kembali
otot-otot sekitar rahim, melancarkan peredaran darah terutama pada organ
reproduksi metabolism tubuh lebih teratur. Senam body language ini
bermanfaat dalam pembakaran lemak, meningkatkan keindahan tubuh dan
mempertahankan stamina (Atmanegara, 2005). Menurut Nursalam &
Kurniawati (2007) Olahraga dapat meningkatkan produksi endorfin.
Endorfin yang diproduksi tubuh dapat berfungsi untuk mengurangi rasa
nyeri dan memberikan ketenangan sehingga sering dideskripsikan sebagai
suatu kebahagiaan
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PERIMENOPAUSE


PADA NY. R UMUR 49 TAHUN DENGAN GEJALA INSOMNIA
DI PMB SITi LAILATUS ZAHRO, KEDAK, SEMEN, KAB. KEDIRI

PENGKAJIAN

Hari/Tanggal : Jum’at, 13 November 2020

Jam : 09.00 WIB

IDENTITAS PASIEN

Identitas Pasien Penanggung Jawab

Status : Suami

1. Nama : Ny. R 1. Nama : Tn. T


2. Umur : 49 tahun 2. Umur : 50 tahun
3. Agama : Islam 3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA 4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : IRT 5. Pekerjaan : Swasta
6. Suku bangsa : Jawa/Indonesia 6. Suku bangsa: Jawa/Indonesia
7. Alamat : Tangkisan Pos, Alamat : Tangkisan Pos,
Jogonalan
Jogonalan

I. DATA SUBJEKTIF
A. Keluhan Utama
Ibu mengatakan akhir-akhir ini sering susah tidur dan sering terbangun jika malam
hari
B. Riwayat Perkawinan
Status pernikahan sah, pernikahan pertama, umur saat menikah 23 tahun, lama
pernikahan 26 tahun
C. Riwayat Menstruasi
Menarche usia 13 tahun, siklus ± 30 hari, lama 4-5 hari, warna darah merah
kecokelatan, banyaknya 3 kali ganti pembalut/hari, namun sudah beberapa bulan
terakhir siklus menstruasi sudah tidak teratur dan terkadang tidak menstruasi

D. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu


P3A0
Hami Persalinan Nifas
l ke-
Tahun Jenis Penolon Komplikasi JK BB Perdara Laktasi Komplik
Lahir Persalinan g Lahir han asi
Ibu Bayi
1 1996 Spontan Bidan Tidak Tidak L 2800 normal ASI 2 Tidak
ada ada gram tahun ada

2 2001 Spontan Bidan Tidak Tidak P 3000 normal ASI 2 Tidak


ada ada gram tahun ada

3 2005 Spontan Bidan Tidak Tidak L 3100 normal ASI 2 Tidak


ada ada gram tahun ada

E. Riwayat Kontrasepsi
Ibu mengatakan pernah memakai alat kontrasepsi pil dan suntik 3 bulan, namun
sekarang sudah tidak menggunakan alat kontrasepsi
F. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit yang pernah/sedang diderita
Ibu mengatakan tidak ada penyakit menurun dan menular seperti jantung, asma,
TBC, ginjal, diabetes melitus, malaria, HIV/AIDS.
2. Penyakit yang pernah/ sedang diderita keluarga
Ibu mengatakan keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit menurun dan
menular seperti jantung, asma, TBC, ginjal, diabetes melitus, malaria,
HIV/AIDS.
3. Riwayat operasi
Ibu mengatakan tidak pernah operasi
4. Riwayat kembar, cacat
Ibu mengatakan tidak ada keturunan kembar dan cacat
G. Kebutuhan Fisik
1. Nutrisi :
Makan : Frekuensi 3 x/hari, porsi 1 piring, jenis nasi, lauk, sayur, buah, tidak ada
pantangan dan keluhan.
Minum : ± 8 gelas sehari, jenisnya air putih dan teh
2. Eliminasi :
a. BAK
Frekuensi ±7 x/hari, warna jernih kekuningan, bau khas, tidak ada keluhan
b. BAB
Frekuensi ±1 x/hari, sifat lembek, warna kecoklatan, bau khas, tidak ada
keluhan
3. Istirahat (tidur)
Ibu mengatakan jarang tidur siang dan tidur malam ± 5 jam, keluhan sering
terbangun dimalam hari dan terkadang susah tidur
4. Personal hygiene
Mandi 2 x/hari, ganti pakaian 2x/hari, ganti pakaian dalam 2 x/hari, gosok gigi
saat mandi

5. Ambulasi/Aktivitas
Ibu hanya melakukan aktivitas sebagai ibu rumah tangga seperti memasak, mencuci,
bersih-bersih rumah

H. Keadaan Psiko, Sosio


1. Dukungan suami/keluarga
Ibu mengatakan suami dan keluarga mendukung ibu untuk berkonsultasi dengan
tenaga kesehatan tentang kondisinya
2. Pengetahuan ibu tentang kondisinya
Ibu mengatakan belum mengetahui apa yang menyababkan dirinya susah tidur
akhir-akhir ini

II. DATA OBJEKTIF


A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda – Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Suhu : 36,5 oC

Respirasi : 20 x/menit

Nadi : 80 x/menit

4. Berat Badan : 53 kg
5. Tinggi badan : 155 cm
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Rambut bersih, tidak mudah rontok, tidak ada ketombe
2. Muka
Tidak ada odema, tidak ada closma gravidarum
3. Mata
Simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran sekret abnormal, tidak ada pernapasan
cuping hidung.
5. Mulut
Bersih, tidak ada caries gigi, gusi merah muda.
6. Telinga
Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran serumen berlebih.
7. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan vena jugularis
eksterna
8. Dada (payudara):
Simetris, tidak ada retraksi kulit payudara, puting susu menonjol. tidak ada
massa/ benjolan

9. Abdomen
Tidak ada bekas luka operasi, tidak ada pembesaran yang abdormal
10. Genetalia Eksterna
Tidak ada cairan keputihan yang keluar, tidak ada pembengkakan kelenjar bartholini

11. Anus
Tidak ada hemoroid.
12. Ekstrimitas (Atas dan Bawah)
Ekstremitas atas kuku tidak pucat dan tidak ada odema, ekstremitas bawah tidak
odema dan tidak ada varices

III. ANALISIS DATA


Diagnosa : Ny. R 49 tahun P3A0 dengan gejala insomnia
Masalah : Akhir-akhir ini sering susah tidur dan sering terbangun jika malam hari
IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik
Rasionalisasi :
Memberi tahu hasil pemeriksaan merupakan salah satu hak pasien
Hasil :
Ibu mengerti dengan kondisinya
2. Menjelaskan kepada ibu tentang kondisinya sekarang bahwa ibu sudah memasuki masa
perimenopouse yaitu masa dimana berakhirnya masa menstruasi yang ditandai dengan berbagai
gejala seperti siklus menstruasi yang sudah tidak teratur bahkan tidak menstruasi, susah tidur,
emosi yang tidak stabil, wajah terasa panas, jantung mudah berdebar-debar, mudah lelah
Rasionalisasi :
Ibu belum mengetahui tentang kondisinya sehingga diperlukan informasi tersebut
Hasil :
Ibu mengerti tentang kondisinya dan memahami apa yang terjadi pada dirinya
3. Menjelaskan tentang cara mengurangi keluhan susah tidur yaitu dengan cara menggunakan
aromaterapi lavender, cara penggunaanya yaitu dengan meneteskan sekitar 2 tetes aromaterapi
lavender pada tisu atau handuk kecil kemudian disamping tempat tidur sambil dihirup sekitar
20 menit sebelum tidur
Rasionalisasi :
Pemberian aromaterapi lavender dapat digunakan sebagai pilihan alternatif alami yang dapat
digunakan untuk mengurangi gejala susah tidur pada usia perimenopouse
Hasil :
Ibu mengerti dan bersedia menggunakan aromaterapi lavender untuk mengatasi keluhannya
4. Menganjurkan ibu untuk menerapkan pola hidup sehat seperti aktif melakukan aktivitas fisik
seperti olahraga ringan yaitu jalan-jalan pagi atau sore dan mengurangi aktivitas yang berat saat
menjelang waktu tidur, diet gizi yang seimbang, dan mengurangi makan makanan cepat saji.
Rasionalisasi :
Dengan menerapkan pola hidup sehat diharapkan ibu dapat menjalani masa perimenopouse
maupun menopause dengan sehat dan dapat mengurangi gejala-gejala yang timbul seiring
dengan bertambahnya usia
Hasil :
Ibu mengerti dan bersedia untuk melaksanakannya
5. Mendokumentasikan hasil asuhan yang telah diberikan
Rasionalisasi :
Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, singkat, dan logis dalam suatu
metode pendokumentasian yang dapat mengomunikasikan kepada orang lain mengenai
asuhan yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan pada seorang klien yang di dalamnya
tersirat proses berpikir yang sistematis seorang bidan dalam menghadapi seorang klien sesuai
langkah-langkah dalam proses manajemen kebidanan
Hasil :
Asuhan yang diberikan telah didokumentasikan
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengkajian data subjektif didapatkan bahwa ibu mengatakan


mengatakan akhir-akhir ini sering susah tidur dan sering terbangun jika malam hari, dan juga
beberapa bulan terakhir siklus menstruasi sudah tidak teratur dan terkadang tidak menstruasi.
Pola istirahat, ibu jarang tidur siang dan tidur malam ± 5 jam sehari. Untuk aktivitas fisik ibu
hanya melakukan aktivitas sebagai ibu rumah tangga seperti memasak, mencuci, bersih-
bersih rumah. Penatalaksaan asuhan yang diberikan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
fisik yang telah ditentukan yaitu memberikan konseling tentang masa perimenopouse.
Perimenopause merupakan suatu proses alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita.
Perimenopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen dan dianggap sebagai suatu
bagian dari perubahan yang berkaitan dengan umur. Pada saat terjadi menopause, indung
telur (ovarium) tidak berespon lagi terhadap hormon gonadotropin sehingga siklus haid ini
menjadi hilang atau merupakan suatu proses dimana ovulasi (pelepasan sel telur) di ovarium
berhenti atau mengalami burning out (Guyton, 2007 dalam Gundarman 2016). Penurunan
hormon estrogen juga menjadi salah satu penyabab siklus menstruasi menjadi tidak teratur.
Wanita yang semakin tua mendapatkan menopause maka akan meningkatkan faktor resiko
terjadinya insomnia (Wijayanti, 2014). Umur seseorang berbanding lurus dengan
meningkatnya gangguan tidur yang sifatnya temporer atau menetap, dimana prevalensi
insomnia meningkat dengan bertambahnya usia. Semakin meningkatnya umur maka semakin
rentan kondisi fisik dan psikis sehingga risiko morbiditas meningkat pula. Wanita
menunjukkan prevalensi lebih sering dibanding pria disebabkan terjadinya menopause yang
berhubungan dengan menurunnya kadar estrogen pada wanita menopause, yang mana
berkaitan dengan kejadian insomnia. Insomnia kronik ditemukan pada wanita yang
mengalami menopause dan hal ini berkorelasi dengan timbulnya perasaan panas yang berupa
sensasi panas disertai keringat yang mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat beraktifitas.

Berdasarkan beberapa hasi survey dan penelitian di Indonesia, 70% para wanita yang
berusia 45 sampai dengan 54 tahun cenderung mengalami berbagai gejala seperti hot flushes,
jantung berdebar debar, gangguan tidur, depresi, mudah tersinggung, merasa takut, gelisah
dan lekas marah, sakit kepala, cepat lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, kurang tenaga,
kesemutan, gangguan libido, obstipasi, berat badan bertambah/berkurang, dan nyeri tulang
dan otot (Koeryaman, 2018). Gangguan tidur atau insomnia merupakan suatu keadaan
seseorang yang mengalami sulit untuk tidur atau sering terbangun dimalam hari atau
terbangun terlalu pagi. Insomnia diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu insomnia
dengan gejala susah untuk tertidur dan insomnia yang ditandai dengan sering atau gampang
terbangun dari tidur. Insomnia dapat disebabkan oleh rasa gelisah, ketegangan, rasa sakit,
kafein, obat-obatan, ketidakseimbangan emosi, dan rasa cemas untuk tidak bisa bangun tepat
waktu. Lingkungan tempat tidur juga memberikan pengaruh signifikan terhadap insomnia
seperti suara bising, tempat tidur yang tidak nyaman, terlalu terang/gelap,dan suhu ruangan
yang tidak cocok. Faktor kesehatan fisik juga dapat mengakibatkan munculnya insomnia
(Andria, 2014).

Insomnia dapat menyebabkan gangguan pada kemampuan intelektual, motivasi yang


rendah, ketidakstabilan emosional, depresi bahkan resiko gangguan penyalahgunaan zat. Efek
fisik yang disebabkan oleh insomnia pada lansia adalah berupa kelelahan, nyeri otot,
memperparah hipertensi, penglihatan menjadi kabur, dan konsentrasi berkurang atau tidak
fokus,dengan adanya gangguan tidur (insomnia) dapat menyebabkan tidak terpenuhinya
kualitas tidur pada lansia (Yuli Aspiani, 2014).
Kualitas tidur merupakan kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang
tersebut tidak memperlihatkan tanda-tanda kurang tidur dan tidak mengalami masalah dalam
tidurnya. Kualitas tidur mencangkup kuantatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur
serta aspek subjektif, seperti tidur malam dan istrirahat. Kualitas tidur yang baik dilihat dari
tanda gejala kualitas tidur diantaranya yaitu, terlihat segar dan bugar disaat bangun dipagi
hari, terpenuhinya kebutuhan tidur sesuai dengan perkembangan usia seseorang. Standar
kebutuhan tidur usia 18-40 tahun adalah 7-8 jam/hari, usia 41-60 7 jam/hari dan usia >60
tahun 6 jam/hari. Masalah kualitas tidur pada lansia seharusnya dapat menjadi perhatian yang
lebih karena jika dibiarkan dapat menyebabkan berbagai macam hal yang merugikan baik
untuk kesehatan tubuh sendiri ataupun menurunkan angka harapan hidup (Kurnia, 2013).
Penanganan masalah gangguan tidur secara farmakologi dan non farmakologi, farmakologis
yaitu dengan pemberian obat tidur dari golongan Benzodazepin, Kloralhidrat, dan Prometazin
(Phenergen). Obat-obat hipotik ini sangat efektif dalam mempercepat tercapainya saat mulai
tidur, memperpanjang tidur dan mengurangi frekuensi bangun. Namun obat ini menimbulkan
efek negatif, diantaranya meninggalkan efek sisa obat, yaitu rasa mual dan mengantuk di
siang hari dan menyebabkan penderita gangguan tidur mengalami ketergantungan obat
sehingga kualitas tidur yang baik tidak akan tercapai (Lanywati, 2013).

Selain farmakologi juga ada dengan cara non farmakologi dengan cara pemberian
aroma terapi dari bunga-bunga. Aromaterapi merupakan salah satu bentuk terapi relaksasi.
Mekanisme aroma terapi adalah dimulai dari aroma yang dihirup memasuki hidung dan
berhubungan dengan silia, penerima di dalam silia dihubungkan dengan alat penghirup yang
berada di ujung saluran bau. Bau-bauan diubah oleh silia menjadi impuls listrik yang
dipancarkan ke otak melalui sistem penghirup. Semua impulsi mencapai sistem limbik di
hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan gelombang alfa di dalam otak dan akan
membantu kita untuk merasa rileks. Posisi rileks akan menurunkan stimulus ke sistem
aktivasi retikular (SAR), yang berlokasi pada batang otak teratas yang dapat mempertahankan
kewaspadaan dan terjaga akan diambil alih oleh bagian otak yang lain yang disebut BSR
(bulbar synchronizing regoin) yang fungsinya berkebaikan dengan SAR, sehingga bias
menyebabkan tidur yang diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas tidur (Lanywati,
2013).

Aroma terapi adalah salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan bau-
bauan yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan serta berbau harum, gurih, dan enak
yang disebut minyak asiri. Aroma terapi suatu cara perawatan tubuh dan penyembuhan
penyakit dengan minyak essensial (essential oil). Beberapa minyak asiri yang umum
digunakan dalam aroma terapi karena sifatnya yang serbaguna diantaranya adalah Langon
Kleri (Salvia Scarea), Eukalipus (EucalyptusGlobulus), Geranium (Pelargonium
Graveolens), Lavender (Lavendula Vera Officianals), Lemon (Citrus Linonem), Peppermint
(Mentha Piperita), Petitgrain (Daun Citus Aurantium), dan Rosmari (Rosmarinus Officinals),
serta Pohon teh (Melalueca Alternifol), dari minyak- minyak tersebut, minyak lavender
merupakan minyak essensial yang paling popular (Andria, 2014). Aroma terapi minyak
lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga. Minyak lavender bersifat serbaguna, sangat
cocok untuk merawat kulit terbakar, terkelupas, psoriasis, dan juga membantu kasus
insomnia. Lavender beraroma ringan bunga-bungaan dan merupakan essensial aroma terapi
yang dikenal memiliki efek sedatif dan anti-neurodepresive. Aromaterapi lavender juga
memiliki kandungan utama yaitu linalool asetat yang mampu mengendorkan dan
melemaskan sistem kerja urat-urat saraf dan otot-otot yang tegang. Menghirup lavender
meningkatkan frekuensi gelombang alfa dan keadaan ini diasosiasikan dengan bersantai
(relaksasi) sehingga dapat mengobati insomnia. Lavender juga membantu keseimbangan
kesehatan tubuh yang sangat bermanfaat dalam menghilangkan sakit kepala, premenstrual
sindroma, stress, ketegangan, kejang otot dan regulasi jantung (Andria, 2014). Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Jokar dkk, 2018 dengan hasil bahwa pemberian aromaterapi yang
diberikan dengan cara meneteskan sekitar 2 tetes aromaterapi lavender pada tisu atau handuk
kecil kemudian disamping tempat tidur sambil dihirup sekitar 20 menit sebelum tidur dapat
menurunkan gangguan tidur.

Alternatif lain untuk mengatasi masalah gangguan sulit tidur sesuai dengan anjuran
dari Australasian Menopause Society (2013) dalam jurnal yang berjudul “Sleep Disturbance
And The Menopause” sebaiknya dilakukan pengaturan istirahat meliputi menetapkan jadwal
tidur, menetapkan jadwal bangun dan menciptakan lingkungan tempat tidur yang nyaman.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Data subjektif yang didapatkan yaitu ibu datang dengan keluhan akhir-akhir ini sering susah
tidur dan sering terbangun jika malam hari dan beberapa bulan terakhir siklus menstruasi sudah
tidak teratur dan terkadang tidak menstruasi. Ibu sekarang sudh tidak menggunakan alat
kontrasepsi
2. Data subjektif yang didapatkan yaitu keadaan umum bayi baik, tanda-tanda vital suhu 36,6°C,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, berat badan 53 kg.
Hasil pemeriksaan fisik dan reflex dalam batas normal
3. Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan kasus diatas adalah Ny. R umur 49 tahun P3A0 dengan
gejala insomnia
4. Penatalaksanaan asuhan yang diberikan berdasarkan evidence based yaitu memberitahu ibu
tentang kondisinya, menjelaskan tentang cara mengurangi keluhan susah tidur yaitu dengan
cara menggunakan aromaterapi lavender, cara penggunaanya yaitu dengan meneteskan sekitar
2 tetes aromaterapi lavender pada tisu atau handuk kecil kemudian disamping tempat tidur
sambil dihirup sekitar 20 menit sebelum tidur, menganjurkan ibu untuk menerapkan pola hidup
sehat seperti aktif melakukan aktivitas fisik seperti olahraga ringan yaitu jalan-jalan pagi atau
sore dan mengurangi aktivitas yang berat saat menjelang waktu tidur, diet gizi yang seimbang,
dan mengurangi makan makanan cepat saji.
B. SARAN
1. Bagi keluarga pasien
Diharapkan dengan adanya informasi tambahan yang sudah didapat, ibu bersedia
menerapkannya sebagai upaya alternatif dari keluhan yang dirasakan
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menganalisa dan melakukan penatalaksanan pada
perimenopouse serta tindakan segera yang harus dilakukan.
3. Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktek dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan asuhan kebidanan pada
perimenopouse sesuai standar pelayanan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadiakn sebagai sumber referensi, sumber bahan
bacaan dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pada masa
perimenopouse.
Jurnal Refleksi Kritis

A. Harapan akan Proses Pembelajaran Klinik


Kenapa saya mempelajari materi ini ?
1. Untuk mengidentifikasi dan mengoreksi terhadap aktivitas atau tindakan kebidanan
yang pernah dilakukan.
2. Untuk perbaikan dan pengembangan terhadap kompetensi kebidanan yang akan di
lakukan.
3. Mencegah kesalahan berulang atau duplikasi terhadap tindakan kebidanan yang
dirasa tidak benar.
4. Menjadikan asuhan kebidanan yang dilakukan akan menjadi lebih efisien, efektif,
dan mencegah ‘Human error’.
Apa yang saya siapkan dalam mempelajari topik ini?
Dalam mempelajari topik ini yang saya siapkan adalah jurnal mengenai topik yang
akan saya bahas berkaitan dengan keadaan klien.
Langkah-langkanya sebagai berikut :
1. Penerapan evidence based medicine-practice dimulai dari pasien, masalah klinis
atau pertanyaan yang timbul terkait perawatan yang diberikan pada klien
2. Merumuskan pertanyaan klinis (rumusan masalah) yang mungkin, termasuk
pertanyaan kritis dari kasus/ masalah ke dalam kategori, misal: desain studi dan
tingkatan evidence
3. Melacak/ mencari sumber bukti terbaik yang tersedia secara sistematis untuk
menjawab pertanyaan
4. Penilaian kritis (critical appraisal) akan bukti ilmiah yang telah didapat untuk
validitas internal/ kebenaran bukti, (meliputi: kesalahan sistematis sebagai akibat
dari bias seleksi, bias informasi dan faktor perancu; aspek kuantitatif dari diagnosis
dan pengobatan; ukuran efek dan aspek presisi; hasil klinis; validitas eksternal atau
generalisasi), dan kegunaan dalam praktrk klinis.
5. Penerapan hasil dalam praktek pada klien, dengan membuat keputusan untuk
menggunakan atau tidak menggunakan hasil studi tersebut, dan atau
mengintegrasikan bukti tersebut dengan pengalaman klinis dan faktor pasien/ klien
dalam menentukan keputusan tersebut.
6. Evaluasi kinerja, yaitu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan pada
klien.
Apa yang saya harapkan dalam mempelajari topik ini ? Semoga dengan mempelajari
topik ini yang saya harapkan adalah dengan terapi tersebut applicable (dapat diterapkan)
dalam praktik sehari-hari kepada klien kita.
Apa yang perlu saya perhatikan dalam mempelajari topik ini? Bagaimana
perencanaannya? Yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Apakah hasil penelitian ini penting Importance (Penting) : penting tidaknya isu atau
pokok-pokok pikiran yang dikemukakan
b. Apakah hasil penelitian ini Relevance (Keterkaitan) : dari pernyataan yang
dikemukakan.
c. Apakah hasil penelitian ini Novelty (Kebaruan) : kebaruan dari isi pikiran, baik
dalam membawa ide-ide atau infomasi baru maupun dalam sikap menerima adanya
ide-ide orang lain.
d. Apakah hasil penelitian ini Outside Material : menggunakan pengalamanya sendiri
atau bahan-bahan yang diterimanya dari perkuliahan
e. Apakah hasil penelitian ini Ambigu Clarified : mencari penjelasan atau informasi
lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan
f. Apakah hasil penelitian ini Lingking Ideas : senantiasa menghubungkan fakta, ide
atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan
g. Apakah hasil penelitian ini Justification (Bukti) : memberi bukti-bukti, contoh, atau
justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk
didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan
kerungian dari suatu situasi atau solusi
h. Apakah hasil penelitian ini valid dan evidence based dari penelitian tersebut.
i. Apakah dapat diterapkan dalam praktik sehari-hari.
Perencanaannya :
Untuk menggunakan hasil penelitian/ bukti sebagai referensi dalam memberikan
perawatan pada klien, diperlukan suatu tinjauan sistematis/ review sistematis (evidence
review/ systematic review) dari hasil penelitian-penelitian serupa. Tinjauan sistematis
ini dapat kita lakukan sendiri atau menggunakan tinjauan sistematis yang sudah disusun
dan dipublikasikan oleh seorang penulis (peneliti, akademisi, praktisi) yang ahli
dibidangnya untuk memberikan rencana terperinci dan berulang tentang pencarian
literatur dan evaluasi dari bukti-bukti tersebut. Setelah semua bukti terbaik dinilai,
pengobatan/ perawatan dikategorikan sebagai:
1. Mungkin bermanfaat,
2. Mungkin berbahaya, atau
3. Bukti tidak mendukung salah satu manfaat atau bahaya.
Lalu menjawab semua pertanyaan kritisi menggunakan lembar evidence based practice
dan menghitung nilai NNT bagi pasien kita.

B. Refleksi Kritis dari Materi yang Dipelajari


Sebutkan capaian pembelajaran yang tertera pada panduan: Memberikan asuhan
atau terapi sesuai dengan Evidence Based Practice pada asuhan nifas dan menyusui
fisiologis holistic
Bagi saya, satu hal yang paling penting dalam capaian pembelajaran tersebut
adalah: Melakukan telaah kritis bukanlah suatu proses mencari-cari kesalahan tetapi
untuk mencari nilai informasi yang penting bagi kita. Selain itu kita terbiasa untuk
selalu menggunakan fikiran berdasarkan pengalaman dan fakta yang pernah
dilakukan, khususnya aktifitas dalam memberikan asuhan kebidanan kepada pasien.
Dalam refleksi praktis temukan adanya alasan ilmiah atau rasionalisasi berdasarkan
bukti dan logika terhadap kesenjangan fakta pengalaman yang pernah di lakukan.
Dalam refleksi praktis, seorang bidan akan melakukan pemecahan masalah
kesenjangan yang dihadapi berdasarkan penyebab yang mempunyai implikasi praktis
terhadap perbaikan untuk masa yang akan datang.
Saya mengidentifikasi sumber informasi menarik dalam topik pembelajaran ini
adalah : Selain hasil penelitian utama, ada hal lain yang menarik yaitu :
1. Referensi yang dicantumkan
2. Ide yang menarik
Capaian pembelajaran yang paling saya butuhkan untuk terus saya kerjakan
adalah :
1. Adakah yang baru dari hasil penelitian ini?
2. Apa kepentingannya bagi dunia kesehatan?
3. Relevan kah dengan tempat kerja?
Saya akan mengembangkan pembelajaran saya di bidang ini melalui : Praktik
klinik lapangan
Selama pembelajaran klinik, masalah-masalah yang menghalangi proses
pembelajaran saya adalah:
1. Evidence based medicine-practice menghasilkan penelitian kuantitatif, terutama
dari desain Randomized Controlled Trial (RCT). Dengan demikian, hasilnya
mungkin tidak relevan untuk semua situasi perawatan.
2. Penelitian dengan desain RCT mahal, maka prioritas diberikan pada topic
penelitian yang dipengaruhi oleh kepentingan para “sponsor”.
3. Ada jeda antara saat RCT dilakukan dengan ketika hasilnya dipublikasikan, dan
ada jeda antara saat hasilnya dipublikasikan dengan saat hasilnya diterapkan
dengan benar.
4. Penelitian dengan rancangan RCT membatasi generalisasi, karena penelitian tidak
dilakukan pada semua populasi.
5. Tidak semua bukti dari penelitian dengan rancangan RCT dapat diakses dengan
mudah, sehingga efektivitas pengobatan yang dilaporkan mungkin berbeda dari
yang dicapai dalam praktek klinis rutin.
Hasil studi/ penelitan yang diterbitkan mungkin tidak mewakili semua studi yang
diselesaikan pada topik tertentu (diterbitkan dan tidak diterbitkan) atau mungkin
tidak dapat diandalkan karena kondisi studi yang berbeda dan bervariasi.

Masalah-masalah yang saya temui selama proses pembelajaran klinik pada topik
ini adalah, dan Saya berencana untuk membahasnya melalui: Penelitian
umumnya cenderung berfokus pada populasi, namun tiap-tiap individu dalam populasi
dapat bervariasi secara substansial dari norma-norma yang umum terjadi dalam suatu
populasi. Dapat disimpulkan bahwa evidence based medicine-practice berlaku untuk
kelompok orang (populasi). Namun hal tersebut tidak menghalangi pemberi layanan
dari menggunakan pengalaman pribadi mereka dalam memutuskan bagaimana
menyelesaikan setiap masalah. Salah satu sumber menyarankan bahwa: “pengetahuan
yang diperoleh dari penelitian klinis tidak langsung menjawab pertanyaan klinis, apa
yang terbaik bagi klien”, dan menunjukkan bahwa evidence based medicine-practice
tidak harus menyimpang dari nilai pengalaman klinis. Sumber lainnya menyatakan
bahwa “evidence based medicine-practice berarti mengintegrasikan keahlian klinis
individu dengan bukti klinis terbaik yang tersedia (diakses secara terbuka/ umum) dari
penelitian yang sistematis”. Penerapan evidence based medicine-practice dalam
pelayanan kebidanan (evidence based midwifery) khususnya dalam asuhan kebidanan
pada neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah, diantaranya sebagai pertimbangan
dalam: melaksanakan pemeriksaan ibu bayi baru lahir, mengatasi keluhan/masalah
yang dialami selama masa perkembangan, pemenuhan kebutuhan dasar bayi baru lahir
dan penatalaksanaan penyulit/ komplikasi pada bayi

C. Refleksi Kritis pada Pembelajaran melalui Literatur dengan menggunakan


Lembar Kerja EBM (Evidence Based Medicine) Terapi

The effects of lavender aromatherapy on menopausal symptoms: A


singleblind randomized placebo-controlled clinical trial
1. Apakah hasil penelitian valid?

Apakah pasien pada Ya.


penelitian Alasan : This was a single-blind parallel randomized
dirandomisasi? placebocontrolled clinical trial.
Apakah cara Tidak
melakukan Alasan : This was a single-blind parallel randomized placebo-
randomisasi controlled clinical trial. A random sample of seventy women
dirahasiakan? was recruited in February–July 2017, from NavvabSafavi
healthcare center, Isfahan, Iran. Women were randomly
allocated to
intervention and placebo groups. The setting of the study was
NavvabSafavi healthcare center, a leading center of healthcare
delivery in Isfahan, Iran. Recruited women were randomly
allocated to receive either 2% lavender aromatherapy (the
intervention group) or placebo aromatherapy with distilled
water (the placebo group).
Apakah follow-up Ya
kepada pasien cukup Alasan : All participants were asked to do this procedure
panjang dan lengkap? twenty minutes per night before sleep for four whole weeks.
Apakah pasien Ya
dianalisis di dalam Alasan : The primary outcome was menopausal symptoms
grup di mana mereka which were assessed via the Kupperman Menopausal Index
dirandomisasi? (KMI). KMI assesses the occurrence and the severity of
eleven most prevalent menopausal symptoms
Apakah pasien, Tidak
klinisi, dan peneliti Alasan : They were provided with containers of either 2%
blind terhadap terapi? lavender essential oil or distilled water and were trained to
apply two drops of the provided liquid ona piece of paper
towel and attach the towel to their collar twenty minutes
before nighttime sleep for four whole weeks. Two research
assistants used Kupperman Menopausal Index to assess
menopausal symptoms before and one, two, three, and four
weeks after the onset of the intervention
Apakah grup pasien Ya
diperlakukan sama,
selain dari terapi yang Alasan : This was a single-blind parallel randomized placebo-
diberikan? controlled clinical trial. A random sample of seventy women
was recruited in February–July, 2017, from NavvabSafavi
healthcare center, Isfahan, Iran. Women were randomly
allocated to intervention and placebo groups
Apakah karakteristik Ya
grup pasien sama Alasan : The study was conducted on menopausal women
pada awal penelitian, who referred to NavvabSafavi healthcare center, Isfahan, Iran.
selain dari terapi yang This center is the leading center of healthcare service delivery
diberikan? to a large number of women in Isfahan. Inclusion criteria were
an agreement for participation, an age of 45 or more, no
menstrual cycle in the past twelve months, experiencing
menopause 1–5 years age, high general health status as
approved by a general physician, no history of sensitivity to
herbal products, no use of hormone replacement therapy in the
past six months, no marital conflict, no serious stress in the
past six months, no olfactory disorder, and no affliction by
chronic cardiac, renal, respiratory, and dermatologic illnesses
and diabetes mellitus. Women were excluded if they showed
sensitivity to lavender, experienced its side effects, were
reluctant

Total
Menurun Tetap
Intervensi 31 a 4b 35
Kelompok 16 c 19 d 35

Relative Risk Absolute Risk Number Needed to


Reduction (RRR) Reduction (ARR) Treat (NNT)
CER EER EER-CER/EER CER-EER 1/ARR
0,45 0,88 0,37 0,43 2,32
95% CI = 0,019
95% CI = +/- 1,96 √[CER x (1-CER)/ #pasien kontrol + EER x (1-EER)/ #
pasien eksperimen]
95% CI = +/- 1,96 √ 0,45 x (1-0,45) / 35 + 0,88 x (1-0,88) / 35
= +/- 1,96 √ 0,45 x (0,55)/35 + 0,88 x (0,12)/35
= +/- 1,96 x 0,01
= +/- 0,019
Rumus Nilai Makna
Control c / (c+d) 0,45 Jika tidak dilakukan intervensi
Event Rate apapun maka pengurangan
(CER) insomnia pada kelompok
kontrol adalah 0,35 atau sebesar
35%.
Experiment a / (a+b) 0,88 Pemberian aromaterapi lavender
Event Rate berpengaruh dalam mengatasi
(EER) gangguan tidur pada kelompok
intervensi adalah 0,88 atau
sebesar 88%.
Relative EER/CER 0,43 Kemungkinan pemberian
Risk (RR) aromaterapi lavender
berpengaruh dalam mengatasi
gangguan tidur pada kelompok
intervensi sebanyak 0,43 kali
dibandingkan kelompok kontrol
Relative CER-EER/ CER 0,37 Bila pemberian aromaterapi
Risk lavender berpengaruh dalam
Reduction mengatasi gangguan tidur pada
(RRR) kelompok intervensi sebesar
37% dari sebelumnya.
(RRR > 37% sehingga
menunjukkan perubahan
signifikan secara klinis).
Absolute CER-EER 0,43 Apabila pemberian aromaterapi
Risk lavender diberikan, maka selisih
Reduction jumlah pengaruh pengurangan
(ARR) gangguan tidur pada kelompok
eksperimen dengan kelompok
ckontrol sebesar 43%
Number 1/ARR 2,32 Kita perlu melakukan pemberian
Needed to aromaterapi lavender terhadap 6
Treat (NNT) orang agar berpengaruh
terhadap pengurangan gangguan
tidur
95% CI +/-1,96 √[CER x 0,019 Rentang kepercayaan (CI) tidak
(1-CER)/ #pasien melampaui angka 1, ini berarti
kontrol + EER x nilai NTT pada penelitian ini
(1-EER)/ # pasien bermakna.
eksperimen]

2. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita? Ya.
Apakah karakteristik Tidak
pasien kita sangat berbeda Alasan : Karakteristik pasien sama dengan subjek
dibandingkan pasien pada atau responden pada penelitian. Sehingga hasil
penelitian sehingga penelitian ini dapat diterapkan pada pasien kita.
hasilnya tidak dapat
diterapkan?
Apakah hasilnya mungkin Ya
dikerjakan di tempat kerja Alasan : Intervensi yang diberikan cukup mudah,
kita? sehingga kita bisa menganjurkannya ditempat kerja
kita.
Apa kemungkinan benefit dan harm dari terapi tersebut?
The independent sample t test showed that there was no significant difference
between the groups regarding the pretest total mean score of menopausal symptoms
(P > 0.05). However, at all other measurement time, the total mean score of
menopausal symptoms in the intervention group was significantly less than the
placebo group (P < 0.05). The repeated measures analysis of variance also revealed
significant decreases in the mean scores of menopausal symptoms in both groups
across the five measurement time points (P < 0.05), even though the decreases in
the intervention group were greater than the placebo group (P < 0.05). The least
significant difference post hoc test showed significant differences between all
measurement time points in both groups (P < 0.05), except for the difference the
fourth and the fifth time points in the placebo group (P > 0.05). These findings
denote the significant effects of both time and group. The results of the independent-
sample t test also indicated no significant between-group differences respecting the
pretest mean scores of the eleven menopausal symptoms (P > 0.05). However, after
the intervention, the mean scores of all eleven menopausal symptoms in the
intervention group were significantly lower than the placebo group (P <0.05).
Metode I: f Risiko terhadap pasien kita, relatif terhadap pasien pada
penelitian
Diekspresikan dalam bentuk desimal: 0,5
NNH = NNT/f = 2,32/0.5 = 5
Makna : Kita membutuhkan 5 orang yang diberi intervensi
untuk menghindari gangguan tidur yang tidak teratasi
Metode II: 1/ PEER (patient’s expected event rate) adalah event rate dari
(PEERxRRR) pasien kita bila mereka menerima intervensi pada penelitian
tersebut
1/ (PEERxRRR) = 1/(0,88x0,37)= 3.12
(NNT bagi pasien kita)
Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini? Ya
Apakah kita dan pasien Dengan adanya telaah jurnal ini, kita memiliki
kita mempunyai penilaian penilaian yang jelas bahwa intervensi yang diberikan
yang jelas dan tepat akan dapat mengatasi gejala perimenopouse. Tetapi untuk
value dan preferensi value dan preferensi pasien dikembalikan kepada
pasien kita? pasien tersebut.
Apakah value dan Seperti yang telah di jelaskan, semua pilihan
preferensi pasien kita dikembalikan lagi kepada pasien, apakah pasien cocok
dipenuhi dengan terapi dengan intervensi yang dianjurkan ataupun lebih
yang akan kita berikan? memilih intervensi yang lain.
f adalah faktor dorongan. f merupakan perkiraan berapa tinggi atau rendahnya risiko
kematian pasien kita dibandingkan pasien pada penelitian. Bila pasien kita
kemungkinan meninggalnya 2 kali lebih besar dibandingkan pasien pada penelitian,
maka besar f adalah 2. Bila pasien kita kemungkinan meninggalnya 2 kali lebih kecil
dibandingkan pasien pada penelitian, maka besar f adalah 0,5.

Anda mungkin juga menyukai