Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI


AKDR DI RS X SURABAYA

Oleh :
Dian Hosiana Pangaribuan
NIM 012023243011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu indikator penilaian kemajuan
pembangunan suatu negara, dan salah satu komponennya adalah angka kelahiran total
atau Total Fertility Rate (TFR). TFR di Indonesia semakin tahun semakin menurun,
pada tahun 2017 turun menjadi 2,4 anak perwanita. Walaupun telah terjadi angka
penurunan, target yang ditetapkan pemerintah masih belum tercapai yaitu 2,3 anak per
wanita pada tahun 2015-2019, dan target jangka panjang pada tahun 2020 yaitu 2,1
anak per wanita (BKBBN, 2019).
Salah satu program pemerintah dalam menurunkan TFR adalah Keluarga
berencana. Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak
reproduksi serta penyelenggaraan pelayanan, pengaturan dan dukungan yang
diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur
jumlah, jarak, dan usia ideal melahirkan anak, mengatur kehamilan dan membina
ketahanan serta kesejahteraan anak (BKKBN, 2015).
Program keluarga berencana dapat dilakasanakn dengan penggunaan kontrasepsi
untuk merencakan kehamilan dan persalinan yang sehat. Alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) atau juga sering disebut intrauterine devices (IUD) merupakan salah satu
pilihan yang terbaik karena sangat efektif, praktis, dan aman (Nelson & Massoudi,
MPH, 2016). AKDR merupakan kontrasepsi jangka panjang yang dimasukkan ke
dalam rahim yang terbuat dari plastik elastis yang dililit tembaga atau campuran
tembaga dengan perak (Putri & Oktaria, 2016).
AKDR memiliki keefektifan yang cukup tinggi yaitu 0,1-1 kehamilan per 100
perempuan. Keunggulan IUD adalah pemasangan tidak memerlukan alat medis yang
sulit, kontrol medis ringan, penyulit tidak terlalu berat serta pulihnya kesuburan setelah
IUD dicabut berlangsung cepat (Manuaba, 2010). Di samping keefektifan
menggunakan IUD, terdapat beberapa kerugian dalam penggunaannya, seperti
perdarahan (spotting) antarmenstruasi, nyeri haid yang berlebihan, periode haid lebih
lama, dan perdarahan berat pada waktu haid. Hal-hal tersebut memungkinkan
terjadinya anemia dan resiko lainnya. AKDR merupakan salah jenis kontrasepsi
jangka panjang. Namun kontrasepsi jenis ini masih jarang digunakan di Indonesia,
hanya 22,6% dari semua pengguna metode kontrasepsi (Putri & Oktaria, 2016).
Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berhubungan langsung pada wanita
memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pelayanan keluarga berencana
yang tepat dan berkualitas, termasuk memfasilitasi pasangan usia subur untuk memilih
metode kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dan nyaman digunakan oleh
wanita sesuai dengan tujuan pasangan dalam mengikuti program keluarga berencana.
Berdasarkan hal diatas saya tertarik mengambil judul asuhan kebidanan akseptor
kontrasepsi AKDR di RS X.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada akseptor kontrasepsi
AKDR sesuai dengan manajemen kebidanan
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar kontrasepsi AKDR
b. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan kebidanan pada
akseptor kontrasepsi AKDR
c. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada akseptor
kontrasepsi AKDR
d. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi dengan metode SOAP pada
akseptor kontrasepsi AKDR
e. Mampu melakukan pembahasan mengenai konsep dasar dan kasus yang
didapatkan berkaitan dengan asuhan kebidanan pada akseptor kontrasepsi
AKDR

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan konsep dasar AKDR kepada
akseptor kontrasepsi AKDR sehingga dapat melakukan asuhan kebidanan secara
kompreshensif dan berkualitas.
1.3.2 Bagi pelayanan kesehatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan.
1.3.3 Bagi institusi
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah referensi khususnya
tentang asuhan kebidanan pada akseptor kontrasepsi IUD
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)


2.1.1 Pengertian AKDR
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau juga sering disebut intrauterine
devices (IUD) merupakan kontrasepsi jangka panjang yang dimasukkan ke dalam
rahim yang terbuat dari plastik elastis yang dililit tembaga atau campuran tembaga
dengan perak atau mengandung hormon (Putri & Oktaria, 2016). Lilitan logam
menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan jangka waktu penggunaan antara dua hingga
sepuluh tahun dengan metode kerjanya mencegah masuknya spermatozoa ke dalam
saluran tuba (Nilakusumawati, 2012).
AKDR merupakan salah satu pilihan kontrasepsi yang terbaik karena sangat
efektif, praktis, dan aman (Nelson & Massoudi, MPH, 2016). Alat ini sangat cocok
bagi banyak wanita, efektif tidak seperti pil yang harus tiap hari dikonsumsi, aman
untuk ibu menyusui, aman bagi ibu yang sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu,
menjadi alternatif kontrasepsi bagi pengidap penyakit tertentu, dll. Calon pemakai
AKDR diharapkan dapat memperoleh informasi yang lengkap (Manuaba, 2010).

2.1.2 Jenis AKDR


Jenis AKDR dibagi menjadi dua yakni AKDR hormonal dan non hormonal.
Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi bentuk terbuka (open device) misalnya
Lippes Loop, CU-T, Cu-7, Margulies, Spring Coil, Multiload, Nova-T. Bentuk
tertutup (closed device) misalnya Ota ring, Antigon, Grafen Berg Ring. Menurut
tambahan obat atau metal dibagi menjadi medicated intrauterine device (IUD),
misalnya Cu-T-200, 220, 300, 380A; Cu-7, Nova-T, ML-Cu 250, 375, selain itu ada
Copper-T, Copper-7, Multi Load, dan Lippes Load. AKDR hormonal ada dua jenis
yaitu Progestasert-T dan LNG-20 (Setyaningrum, 2016). Jenis AKDR Cu T-380A
adalah jenis AKDR yang paling banyak beredar di Indonesia. AKDR jenis ini memiliki
bentuk yang kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi
oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu) (Setyaningrum, 2016).
2.1.3 Mekanisme kerja AKDR
Menurut Setyaningrum (2016) cara kerja dari AKDR adalah sebagai berikut:
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii karena adanya ion
tembaga yang dikeluarkan AKDR yang menyebabkan gangguan gerak
spermatozoa.
b. Mencegah implantasi telur dalam uterus karena terjadinya pemadatan
endometrium oleh leukosit, makrofag, dan limfosit menyebabkan blastoksis
mungkin dirusak oleh makrofag dan blastoksis.
Selain itu, Handayani (2010) menjelaskan mekanisme kerja alat kontrasepsi IUD
sebagai berikut:
a. Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada pemakaian
AKDR yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup dalam uterus.
b. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan sering adanya
kontraksi uterus pada pemakaian AKDR yang dapat menghalangi nidasi.
c. AKDR yang mengeluarkan hormon akan mengentalkan lendir serviks sehingga
menghalangi pergerakan sperma untuk dapat melewati cavum uteri.
d. Pergerakan ovum yang bertambah cepat didalam tuba fallopii

2.1.4 Efektivitas dan Reversibilitas AKDR


AKDR memiliki keefektifan yang cukup tinggi. Menurut Manuaba (2010) yaitu
0,1-1 kehamilan per 100 perempuan. Sedangkan menurut (Saifuddin dkk, 2013)
kontrasepsi AKDR tipe T efektifitasnya sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,6-0,8
kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalan 125-170
kehamilan), dan AKDR dengan pregesteron antara 0,5-1 kehamilan per 100
perempuan pada tahun pertama penggunaan.
AKDR memiliki revesibilitas yang tinggi. Ibu dapat segera hamil setelah dilakukan
pelepasan AKDR (Manuaba, 2010)

2.1.5 Kelebihan AKDR


Kelebihan AKDR menurut BKKBN (2019) adalah sebagai berikut:
a. IUD sangat efektif untuk mencegah kehamilan hingga 99%
b. Dapat segera efektif sebagai alat kontrasepsi langsung setelah pemasangan
c. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
d. Dapat digunakan sampai menopause (satu tahun atau lebih setelah haid terakhir)
e. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan seperti obat tuberculosis (TBC), epilepsi
(ayan)
f. Pada umumnya tidak mengganggu hubungan suami istri
g. Ekonomis, masa pakai 10 tahun
h. Tidak mengandung hormone sehingga tidak membuat gemuk

2.1.6 Keterbatasan AKDR


Keterbatasan AKDR menurut BKKBN (2019) adalah sebagai berikut:
a. Efek samping umum seperti perubahan siklus haid (umumnya pada 3-6 bulan
pertama), dapat menyebabkan kram/mules, haid lebih lama dan lebih banyak,
perdarahan bercak selama beberapa minggu.
b. Tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh perempuan yang menderita Infeksi
Menular Seksual (IMS), seperti Klamidia, Sifilis (Raja singa), Herpes Genital,
Gonorhea (Kencing nanah), Scabies (kudis), dan lain-lain. IMS yang diderita mesti
diobati dahulu sebelum pemasangan IUD karena akan menyebabkan infeksi
rongga rahim.
c. Tidak melindungi terhadap penularan HIV/IMS

2.1.7 Indikasi penggunaan AKDR


Indikasi pemasangan AKDR pasca plasenta menurut Rusmini, dkk. (2017) dan
BKKBN (2019) yaitu:
a. Wanita pasca persalinan pervaginam atau pasca persalinan sectio secarea dengan
usia reproduksi dan paritas berapapun
b. Pasca keguguran (non infeksi), masa menyusui (laktasi), riwayat kehamilan
ektopik
c. Tidak memiliki riwayat keputihan purulen yang mengarah kepada IMS (gonore,
klaimidia dan servisitis purulen).
d. Wanita yang mengingikan kontrasepsi jangka panjang
e. Wanita yang tidak mengingikan kontrasepsi hormonal
f. Wanita yang sedang memakai antibiotika (seperti TBC) atau antikejang
g. Wanita pada penderita penyakit kontraindikasi kontrasespsi hormonal seperti
hipertensi, tumor jinak dan kanker payudara, varises pada tungkai, penyakit
jantung, riwayat stroke, penyakit hati dan empedu, tiroid, epilepsi, non pelvic TBC.
2.1.8 Kontraindikasi penggunaan AKDR
Ibu yang tidak boleh menggunakan AKDR adalah hamil atau diduga hamil, sudah
lewat 48 jam pasca melahirkan dan belum 4 minggu, perdarahan vagina yang tidak
diketahui penyebabnya, sedang menderita penyakit IMS (Gonorhea dan Clamidia,
harus diobati sebelum pemasangan AKDR), bagi penderita HIV perlu dilakukan
konseling lebih lanjut, kecurigaan tumor ganas pada alat kelamin, tumor jinak rahim,
kelainan bawaan rahim, peradangan pada panggul, karsinoma organ-organ panggul,
malformasi panggul, mioma uteri terutama submukosa, dismenorhea berat, stenosis
kanalis servikalis, anemia berat dan gangguan koagulasi darah, dan penyakit jantung
reumatik (BKKBN, 2019; Putri & Oktaria, 2016)

2.1.9 Efek samping penggunaan AKDR dan cara penanganannya


Efek samping AKDR menurut Putri & Oktaria (2016) adalah sebagai berikut:
a. Nyeri/kejang perut beberapa hari setelah pemasangan AKDR
b. Ketidaknyaman saat berhubungan seksual pada suami
c. Spotting atau keluarnya bercak-bercak darah di antara siklus menstruasi
d. Perubahan siklus menstruasi: setelah pemasangan IUD, siklus menstruasi menjadi
lebih pendek
e. Amenorhea atau tidak didapat tanda-tanda haid selama tiga bulan atau lebih.
f. Dismenorhea atau munculnya rasa sakit menstruasi tanpa penyebab organik
g. Menorrhagia atau adanya perdarahan berat secara berlebihan selama haid atau
menstruasi (masa haid lebih dari delapan hari)
h. Penggunaan IUD dapat memicu rekurensi vaginosis bakterial/keadaan abnormal
pada ekosistem vagina sehingga menyebabkan pengeluaran fluor albus/keputihan
i. Pendarahan post seksual, disebabkan karena posisi benang IUD yang menggesek
mulut rahim atau dinding vagina. Perdarahan biasanya dalam jumlah sedikit
j. Eskpulsi AKDR saat haid

2.1.10 Komplikasi penggunaan AKDR


AKDR dapat menimbulkan komplikasi, diantaranya: Penyakit radang panggul
(PRP) bisa terjadi setelah wanita dengan IMS (klamidia atau gonorea) memakai
AKDR (dapat memicu infertilitas), akseptor memiliki kemungkinan terpapar infeksi
selama pemasangan, terasa nyeri, keram, perdarahan minor saat pemasangan, periode
haid lebih lama dan banyak, perdarahan umumnya terjadi pada wanita selama tiga
bulan pertama, bisa terjadi anemia pada wanita yang sebelum pemasangan memiliki
kadar besi rendah dan AKDR menyebabkan perdarahan lebih banyak tiap bulannya,
perforasi dinding uterus (jarang), dan komplikasi serius lainnya yang membutuhkan
perhatian dan penanganan segera (NHS, 2018).

2.1.11 Waktu pemasangan AKDR


AKDR dapat dipasang kapan saja baik pada saat menstruasi maupun tidak. Jika
dipasang pada saat tidak menstruasi, maka harus dipastikan dulu calon akseptor sedang
tidak hamil. Pemasangan lebih mudah dan tidak terlalu nyeri jika dilakukan saat
menstruasi karena saat haid kondisi serviks sedang terbuka. Namun, kelebihan
pemasangan tidak haid dapat memudahkan untuk inspeksi apakah terdapat infeksi .

2.1.12 Waktu kunjungan ulang AKDR


Waktu kunjungan ulang jika tidak ada keluhan menurut BKKBN (2003) adalah 1
bulan pasca pemasangan, 3 bulan kemudian, setiap 6 bulan berikutnya, dan satu (1)
tahun sekali. Namun wanita dapat melakukan kunjungan ulang jika mengalami efek
samping berat/komplikasi seperti perdarahan hebat, sakit kepala hebat, kram peurt
hebat, benang AKDR teraba didepan vagina (ekspulsi sebagian), benang tidak teraba
atau AKDR keluar semua (ekspulsi total) (NHS, 2018)

2.1.13 Indikasi pencabutan


Indikasi pencabutan AKDR menurut NHS (2018) adalah sebagai berikut:
a. Atas keputusan wanita atau bersama
b. AKDR sudah melebih batas waktu penggunaan/kadaluarsa
c. Wanita ingin hamil atau mengganti metode kontrasepsi
d. Telah terjadi kehamilan ketika IUD masih di dalam rahim
e. Wanita mengalami efek samping berat seperti perdarahan hebat, sakit kepala berat,
atau nyeri hebat
f. Wanita mengalami penyakit menular seksual.
g. IUD yang rusak atau mengalami ekspulsi
h. Wanita mengalami infeksi panggul, endometriosis, radang pada dinding rahim,
kanker serviks, kanker endometrium, atau menopause.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Kontrasepsi AKDR
Tanggal pengkajian :
Waktu pengkajian :
Nama pengkaji :
No Register :

2.2.1 Pengkajian
1. Data subjektif
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama. Umur
penting dikaji sebagai penentuan kelompok KB sehingga dapat menentukan jenis
kontrasepsi yang paling cocok untuk ibu, seperti menunda kehamilan (usia <20
tahun), mengatur/ menjarangkan kehamilan (20-35 tahun), dan mengakhiri
kehamilan/ tidak ingin hamil lagi (usia >35 tahun). AKDR adalah kontrasepsi
jangka panjang, sehingga ibu usia >35 tahun banyak yang menggunakan
kontrasepsi ini karena tidak ingin hamil lagi, namun kelompok KB lain juga banyak
menggunakkan kontrasepsi ini.
b. Alasan kunjungan
Ibu ingin kunjungan ulang.
c. Keluhan utama
Keluhan yang biasanya muncul pada akseptor AKDR sehingga klien melakukan
kunjungan ulang adalah terdapat spotting, amenorea, nyeri dan kejang perut,
perdarahan berat saat haid dan haid lebih dari delapan hari, keputihan, perdarahan
post seksual, dan eskpulsi AKDR (Putri & Oktaria, 2016)
d. Riwayat menstruasi
Pada akseptor AKDR, biasanya terdapat perubahan pola menstruasi tidak
teratur dan lebih pendek dari biasanya, namun ada beberapa wanita yang
mengalami amenorea. Perdarahan menstruasi kebanyakan lebih banyak dari
biasanya, masa haid lebih lebih lama dari biasanya. Dismenorea biasanya juga
meningkat (Putri & Oktaria, 2016)
e. Riwayat obstetrik
Jumlah anak hidup dan umur anak terakhir perlu diketahui untuk mengetahui
klien masuk dalam kelompok kontrasepsi apa. AKDR merupakan salah satu
kontrasepsi jangka panjang, sehingga kebanyakan akseptor AKDR adalah
multipara yang tidak ingin hamil lagi
f. Riwayat kontrasepsi
Klien harus dikaji kontrasepsi apa saja yang pernah digunakan, lama
pemakaian, bagaimana efek samping dan pengalaman ibu selama memakainya,
serta alasan kenapa ingin menggantinya. Hal-hal ini dapat menjadi panduan bidan
untuk memberikan konseling.
g. Riwayat penyakit
Jika klien ditemukan sedang menderita penyakit IMSkecurigaan tumor ganas
pada alat kelamin, tumor jinak rahim, kelainan bawaan rahim, radangan panggul,
karsinoma organ-organ panggul, malformasi panggul, mioma uteri terutama
submukosa, stenosis kanalis servikalis, anemia berat dan gangguan koagulasi darah,
serta penyakit jantung reumatik, maka sebaiknya segera dilakukan pelepasan
AKDR (BKKBN, 2019; Putri & Oktaria, 2016)
h. Data psikososial
Perlu dikaji apakah keluarga terutama suami menyetujui ibu menjadi akseptor
kontrasepsi agar bidan dapat menjadi penengah/memberikan asuhan yang sesuai
dengan keadaan ibu.
i. Pola fungsional
1) Nutrisi. Akseptor AKDR mudah mengalami anemia akibat perdarahan haid
yang lebih banyak yang merupakan efek samping AKDR, sehingga ibu
sebaiknya makan makanan yang bergizi dan mengandung zat besi yang
cukup.
2) Personal hygiene. Penggunaan AKDR meningkatkan rekurensi vaginosis
bakterial/keadaan abnormal pada ekosistem vagina sehingga menyebabkan
pengeluaran fluor albus/keputihan. Klien dianjurkan untuk menjaga
kebersihan genitalianya
3) Seksual. Klien dapat bebas melakukan aktivitas seksual kapan saja karena
kontrasepsi ini jangka panjang. Suami mungkin mengeluh merasakan
benang yang masih kaku ketika melakukan aktivitas seksual.
2. Data objektif
1. Pemeriksaan umum
 Keadaan umum: baik
 Kesadaran: compos mentis
 Berat badan: tidak ada kontraindikasi kurang gizi atau obesitas, tidak ada
efek samping terjadi perubahan berat badan
 TTV: tidak ada kontraindikasi hipertensi. Suhu jika > 37,5oC, nadi > 100x/m
dan respirasi >24x/m waspadai tanda-tanda infeksi
2. Pemeriksaan fisik
 Wajah: konjungtiva merah muda (waspadai tanda-tanda anemia), sklera
tidak ikterik
 Abdomen: tidak ada pembesaran uterus, tidak teraba massa, tidak terdapat
nyeri tekan
 Genitalia: tidak vaginal discharge absnormal, tidak berbau, vulva vagina
tidak oedema, tidak varises, tidak ada pembesaran dan nyeri tekan kelenjar
skene maupun bartholini
3. Pemeriksaan khusus
 Pemeriksaan bimanual
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mapakah benang AKDR teraba/tidak.
Seharusnya benang AKDR teraba, jika tidak dapat menunjukkan AKDR
ekspulsi
 Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat benang
AKDR. Benang AKDR seharusnya terlihat 2-3 cm di depan portio, jika
benang tidak terlihat dapat menandakan terjadinya ekspulsi. Pemotongan
benang dapat dilakukan bila ada indikasi (benang terlalu panjang atau
keluhan tidak nyaman saat berhubungan seksual)

2.2.2 Intrepretasi data


Diagnosa: Papah akseptor kontrasepsi AKDR follow up
Masalah: nyeri/kram perut gangguan haid, keputihan, benang hilang/tidak teraba, tidak
nyaman dengan benang
2.2.3 Diagnosa dan masalah potensial
Diagnosa potensial: tidak ada
Masalah potensial: perdarahan, anemia, perforasi dinding uterus (jarang)

2.2.4 Kebutuhan segera


Masalah &
Penanganan
komplikasi
Pastikan klien hamil atau tidak. Apabila tidak, berikan konseling
dan menyelidiki penyebab amenorhea. Jika hamil, jelaskan dan
berikan saran untuk melepas AKDR apabila benangnya terlihat dan
Amenorhea
kehamilan kurang dari 13 minggu. Jika benang tidak terlihat atau
kehamilan lebih dari 13 minggu, IUD tidak dapat dilepas dan ibu
dilakukan rujukan
Memastikan dan menegaskan ada atau tidaknya penyakit radang
panggul (PRP) dan penyebab lain dari kram otot perut. Tanggulangi
jika penyebabnya ditemukan, berikan analgesik bila tidak
Kram perut
ditemukan. Klien yang mengalami kram perut hebat, hendaknya
melepas AKDR dan membantu klien untuk menentukan metode
kontrasepsi yang lain.
Memastikan dan menegaskan ada atau tidaknya infeksi pelvik dan
kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan patologis, maka
lakukan konseling dan pemantauan. Terapi ibuprofen dan tablet Fe
Menorrhagia untuk mengurangi perdarahan. Jika klien telah memakai AKDR
selama lebih dari tiga bulan dan diketahui menderita anemia dengan
Hb <7g/dl, dianjurkan untuk melepas AKDR. Bidan membantu
memilih metode lain yang sesuai.
Memastikan dan menegaskan ada atau tidaknya penyakit IMS dan
PRP. Lepaskan AKDR jika klien mengidap IMS seperti gonorhoe
Fluor Albus atau clamidal dan rujuk untuk pengobatannya. Bila klien mengidap
PRP, obati terlebih dahulu dan lepas AKDR setelah 48 jam. Bidan
membantu memilih metode kontrasepsi lain yang sesuai.

2.2.5 Perencanaan
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
-> Klien harus diberikan informasi secara singkat dan jelas agar pasien mengerti
dengan baik, sehingga asuhan yang diberikan dapat optimal.
2. Menggunting benang AKDR sepanjang ± 2 cm di depan portio, jika ada indikasi
benang terlalu panjang atau keluhan tidak nyaman saat berhubungan seksual.
3. Melakukan pemasangan AKDR ulang jika terjadi ekspulsi dan klien masih ingin
menggunakan kontrasepsi ini.
-> tetap kaji kontraindikasi sebelum pemasangan
4. Mengajarkan ibu untuk melakukan pemeriksaan benang secara mandiri
-> Hal ini bertujuan untuk memberdayakan ibu untuk mengetahui kondisi AKDR
dan mendeteksi secara dini terjadinya ekspulsi secara mandiri.
5. Memberikan KIE tentang personal hygiene.
-> Akseptor ADKR dapat mengalami efek samping menstruasi lebih lama dengan
jumlah yang lebih banyak dari biasanya, serta keputihan yang meningkatkan risiko
infeksi. Klien dianjurkan rajin ganti pembalut tiap 4 jam, dan diajarkan cara
membersihkan genitalia yang benar
6. Memberikan KIE ulang tentang efek samping AKDR
-> Agar klien mengetahui dengan baik apa yang normal dan tidak normal dalam
memakai kontrasepsi ini
7. Memberikan terapi: ibu profen dan Tablet Fe jika perdarahan menyebabkan
anemia, analgetik untuk mengurangi nyeri
8. Menjadwalkan waktu kontrol ulang atau jika klien ada keluhan.
-> Kontrol ulang bertujuan untuk memastikan letak AKDR dan meminimalkan
komplikasi yang mungkin terjadi.

2.2.6 Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan kebidanan yang
telah ditetapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.

2.2.7 Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk menilai apakah tindakan yang di berikan sudah sesuai dengan
perencanaan serta menilai apakah rencana asuhan yang di berikan cukup efektif. Hasil
evaluasi yang diharapkan pada akseptor AKDR adalah:
1. Klien memahami kondisi dirinya
2. Klien mengetahui dan dapat menjelaskan ulang keuntungan, kerugian, dan efek
samping kontrasepsi AKDR
3. Klien mampu melakukan pemeriksaan benang AKDR secara mandiri
4. Klien melakukan personal hygiene dengan baik
5. Klien mengkonsumsi obat sesuai yang dianjurkan
2.2.8 Pendokumentasian
Asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien membutuhkan pencatatan dan
pelaporan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menuntut tanggung jawab dan
tanggung gugat dari berbagai permasalahan yang mungkin dialami oleh klien dan
bidan berkaitan dengan pelayanan yang diberikan. Dokumentasi kebidanan juga
dipakai sebagai informasi tentang status kesehatan pasien pada semua kegiatan asuhan
kebidanan yang dilakukan oleh bidan (Handayani & Mulyati, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

BKBBN. (2019). INFO DEMOGRAFI. Retrieved from https://www.bkkbn.go.id/po-


content/uploads/INFO_DEMO_2019_02.pdf
BKKBN. (2019). MONIKA Monitoring Berkualitas - IUD. Retrieved March 14, 2021,
from Monikabkkbn website: https://monika.bkkbn.go.id/iud
Handayani, S. (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:
Pustaka Riham
Handayani, S. R., & Mulyati, T. S. (2017). Bahan Ajar Dokumentasi Kebidanan (1st
ed.). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Manuaba, IAC. (2010.) Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
Nelson, A., & Massoudi, MPH, N. (2016). New developments in intrauterine device
use: focus on the US. Open Access Journal of Contraception, Volume 7, 127–
141. https://doi.org/10.2147/OAJC.S85755
Nilakusumawati DPE, Gde N. (2012). Studi operasional peningkatan pemakaian
kontrasepsi IUD di provinsi Bali. Jurnal Kependudukan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia; 02(8):103113.
NHS. (2018). Intrauterine device (IUD). Retrieved March 14, 2021, from
https://www.nhs.uk/conditions/contraception/iud-coil/
Putri, R. P., & Oktaria, D. (2016). Efektivitas Intra Uterine Devices (IUD) Sebagai
Alat Kontrasepsi. Majority, 138.
Rusmini, dkk. (2017). Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi Berbasis Evidence.
Based. Jakarta: Trans Info Media
Setyaningrum, Erna. (2015). Pelayanan Keluarga Berencana & Kesehatan
Reproduksi. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai