LAPORAN PENDAHULUAN
PRA NIKAH HOLISTIK
NAMA : Endah Rahayuning Nagari
NIM : P1337424821223
RUANG : KIA
TANGGAL : 13 September 2021 – 25 September 2021
PRAKTEK
PEMBIMBING : Siti Maryani, S.ST, MPH
Oleh :
Endah Rahayuning Nagari
( P1337424520126 )
NIM : P1337424520126
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
e. Organ Reproduksi
1) Organ reproduksi perempuan
3) Imunisasi Tetanus
a) Imunisasi Td untuk WUS (Wanita Usia Subur) termasuk ibu hanil
dan catin, merupakan imunisasi lanjutan yang terdiri dari
imunisasi terhadap penyakit Tetanus dan Difteri.
b) Catin perempuan perlu mendapat imunisasi Tetanus agar memiliki
kekebalan sehingga bila hamil dan melahirkan, ibu dan bayi akan
terlindungi dari penyakit Tetanus.
c) Tiap WUS (15-49 tahun) diharapkan sudah mendapat 5 kali
imunisasi Tetanus lengkap (T5).
d) Sebelum Imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi Tetanus
(status T) melalui skrining. Jika status T belum lengkap, maka
catin perempuan harus melengkapinya di Puskesmas.
e) Pemberian imunisasi Tetanus tidak perlu diberikan apabila status
T sudah mencapai T5, yang harus dibuktikan dengan catatan yang
tercantum antara lain pada kartu imunisasi, buku kesehatan ibu
dan anak, buku rapor kesehatanku, kohort dan/atau rekam medis
catin yang bersangkutan.
f) Status Imunisasi Tetanus Pada Catin
Pencegahan dan perlindungan diri yang aman terhadap penyakit
tetanus dilakukan dengan pemberian 5 dosis imunisasi TT untuk
mencapai kekebalan penuh.
Hal-hal yang perlu di perhatikan saat akan memberikan imunisasi
TT antara lain adalah:
a) Imunisasi Td untuk WUS (Wanita Usia Subur) termasuk ibu hamil
dan catin, merupakan imunisasi lanjutan yang terdiri dari
imunisasi terhadap penyakit Tetanus dan Difteri.
b) Catin perempuan perlu mendapat imunisasi Tetanus agar memiliki
kekebalan sehingga bila hamil dan melahirkan, ibu dan bayi akan
terlindungi dari penyakit Tetanus.
c) Tiap WUS (15-49 tahun) diharapkan sudah mendapat 5 kali
imunisasi Tetanus lengkap (T5).
d) Sebelum Imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi Tetanus
(status T) melalui skrining. Jika status T belum lengkap, maka
catin perempuan harus melengkapinya di Puskesmas.
e) Pemberian imunisasi Tetanus tidak perlu diberikan apabila status
T sudah mencapai T5, yang harus dibuktikan dengan catatan yang
tercantum antara lain pada kartu imunisasi, buku kesehatan ibu
dan anak, buku rapor kesehatanku, kohort dan/atau rekam medis
catin yang bersangkutan. (Kemenkes RI, 2015b).
Tabel 2.1 imunisasi TT
TT I -
Kasir
b) Saling setia
Masing-masing setia pada pasangan dan tidak melakukan
hubungan seksual dengan orang lain.
c) Kondom
Gunakan kondom secara benar setiap kali berhubungan seksual
apabila salah satu pasangan ada yang menderita HIV positif atau
status HIV pasangan belum diketahui.
d) Hindari penggunaan narkoba suntik
Menggunakan jarum suntik beresiko menularkan HIV dalam
jarum yang tercemar darah. Namun apapun bentuknya, hindari
NARKOBA karena hanya akan merugikan diri sendiri.
e) Penggunaan alat-alat steril
Jangan gunakan jarum, alat suntik, atau alat peluka (penembus
luka) kulit lainnya (tindik atau tato) secara bergantian. Penularan
akan lebih mudah terjadi melalui darah.
f) Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA)
(1) Apabila salah satu/kedua pasangan mempunyai faktor resiko
maka lakukan tes HIV
(2) Jika salah satu/kedua pasangan mengidap HIV , minum obat
ARV sesuai anjuran secara teratur seumur hidup
(3) Pasangan ODHA harus minum obat ARV dan selalu
menggunakan kondom setiap berhubungan seksual
(4) Jika pasangan ODHA ingin memiliki anak, konsultasikan
dengan tenaga kesehatan untuk merencanakan waktu yang
tepat untuk hamil sesuai dengan staus kesehatan pasangan
(5) Lakukan tes HIV pada saat pemeriksaan kehamilan trimester
I dan berikan ARV profilaksis pada bayi dari ibu HIV.
c) Informasi Tentang Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dan
Kanker Payudara
5) Kanker Payudara Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari
sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak
termasuk kulit payudara. Faktor resiko :
a) merokok atau terpapar asap rokok.
b) Ibu atau saudara ibu/klien yang memiliki kanker payudara.
c) Menopause (berhenti haid) lebih dari 50 tahun.
d) Menstruasi pertama kali sebelum usia 12 tahun.
e) Tidak memiliki anak/infertilitas.
f) Melahirkan anak pertama setelah usia 35 tahun.
g) Tidak pernah menyusui.
h) Riwayat adanya penyakit tumor jinak payudara.
i) Adanya riwayat penyakit kanker pada anggota keluarga lainnya.
j) Diet dan faktor yang berhubungan dengan diet (peningkatan berat
badan/obesitas, pola makan yang buruk tinggi lemak dan rendah
serat, mengandung zat pengawet/pewarna, minuman beralkohol).
Tanda-tanda :
a) Penambahan ukuran/besar yang tidak biasa pada payudara.
b) Salah satu payudara menggantung lebih rendah dari biasanya.
c) Lekukan seperti lesung pipit pada kulit payudara
d) Pembengkakan pada lengan bagian atas.
e) Perubahan penampilan putting payudara.
f) Keluar cairan seperti susu atau darah dari salah satu putting.
g) Benjolan pada payudara.
h) Pembesaran kelenjar getah bening pada lipat ketiak (axilla).
Deteksi dini :
a) SADARI (pemerikSAan payuDara sendiRI), yang dilakukan pada
hari ketujuh sampai sepuluh di hitung mulai dari hari pertama haid
atau bagi yang telah menopause atau tidak haid karena
menggunakan KB dilakukan rutin setiap bulan pada tanggal yang
sama.
b) SADANIS (perikSAan payuDAra KliNIS) oleh tenaga kesehatan
yaitu dokter/bidan, sebaiknya dilakukan satu tahun/kali, minimal
3-5 tahun sekali atau bila terdapat kelainan pada saat melakukan
SADARI.
c) Pemeriksaan Ultrasonography (USG), USG dilakukan terutama
untuk membuktikan adanya massa kistik dan solid/padat yang
mengarah pada keganasan, dan pada perempuan di bawah usia 40
tahun.
d) Pemeriksaan Skirining Mammografi, di anjurkan untuk
melakukan pemeriksaan secara berkala, yaitu pada permpuan usia
40-50 tahun setiap 2 tahun sekali dan setiap satu tahun sekali pada
perempuan di atas 50 tahun kecuali yang mempunyai faktor
resiko.
Tata cara SADARI (pemerikSAan payuDara sendiRI)
a) Langkah 1 :
(1) Mulai dengan melihat payudara anda di cermin dengan posisi
kedua lengan di samping tubuh. Kemudian angkat kedua
tangan ke atas dan perhatikan apakah ada perubahan pada
payudara.
(2) Anda harus melihat : Perubahan payudara dari ukuran, bentuk
dan warna kulit atau ada kerutan pada kulit (kulit jeruk) atau
ada cekungan/ada tarikan kulit ke dalam.
(3) Jika anda melihat perubahan berikut ini, segera anda ke dokter
untuk berkonsultasi :
Perubahan ukuran dan bentuk payudara.
Kulit payudara mengeras, mengelupas, mengkerut seperti
kulit jeruk, atau terdapat cekungan seperti lesung pipi.
Perubahan pada putting, seperti putting tertarik ke dalam
atau keluar cairan dari putting.
Benjolan/kelainan lainnya dari payudara.
Kemerahan, nyeri, ruam-ruam, atau bengkak.
b) Langkah 2 : Letakkan kedua tangan di pinggang sambil menekan
agar otot dada berkontraksi dan perhatikan apakah terjadi
perubahan pada payudara. Kemudian bungkukkan badan untuk
melihat apakah kedua payudara menggantung seimbang.
c) Langkah 3 : Kemudian, dilakukan perabaan payudara.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan sambil berdiri atau berbaring,
bila dalam keadaan berbaring sebaiknya letakkan sebuah bantal di
bawah pundak sisi payudara yang akan diperiksa.
d) Langkah 4 : Angkat salah satu lengan ke atas dan tekuk siku
sehingga tangan memegang bagian atas punggung/kepala,
kemudian dengan menggunakan permukaan jari tangan yang lain
raba dan tekan payudara dengan gerakan melingkar dimulai dari
bagian luar yaitu tepi payudara sampai ke bagian dalam yaitu
putting, selanjutnya cubit areola putting apakah keluar cairan atau
tidak, cermati seluruh bagian payudara kiri hingga ke daerah
ketiak, ulangi gerakkan yang sama pada payudara kanan.
e) Langkah 5 : Dalam posisi berbaring tekuk salah satu siku sehingga
tangan menyentuh kepala belakang. Kemudian dengan tangan
yang lain rasakan apakah terdapat benjolan atau penebalan.
Pastikan untuk memeriksa daerah yang berada di antara payudara,
dari atas sampai bawah, kiri kanan, dan tulang pundak.
Kanker Leher Rahim Kanker leher rahim adalah keganasan yang
terjadi dan berasal dari sel leher rahim. Faktor Resiko :
a) Menikah atau melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum
usia 20 tahun.
b) Memilik banyak pasangan seksual (baik perempuan-
pasangannya).
c) Pernah terpapar penyakit IMS.
d) Ibu atau saudara perempuan menderita kanker leher rahim. Atau
e) Hasil tes papsmear sebelumnya yang tak normal.
f) Merokok atau terpapar asap rokok.
g) Melahirkan banyak anak (> 3 anak).
h) Penurunan kekebalan tubuh (imunosupresi) seperti yang terjadi
pada penderita HIV/AIDS ataupun pada penggunaan
kortikosteroid untuk jangka waktu yang lama.
Pencegahan : Pencegahan primer kanker leher rahim dilakukan
melalui imunisasi HPV secara mandiri. Deteksi dini :
a) Deteksi dini kanker leher rahim di anjurkan untuk perempua usia
3050 tahun yang sudah berhubungan seksual dan bisa dilakukan
setiap tahun, minimal 3-5 tahun sekali.
b) Deteksi dini kanker leher rahim dapat dilakukan dengan Tes IVA
(Inspkesi Visual dengan Asam Asetat) dan Pap Smear.
c) perbedaan IVA dan Pap Smear antara lain :
(1) hasil tes IVA dapat segera diketahui satu menit setelah di oles
asam asetat sedangkan Pap smear membutuhkan waktu 1-2
minggu kemudian.
(2) Tes IVA dapat dilakukan kapan saja kecuali dalam keadaan
hamil atau haid yang banyak.
(3) Pemeriksaan tes IVA lebih murah dibandingkan dengan Pap
smear.
(4) Deteksi dini kanker leher rahim dapat dilakukan di
dokter/bidan, puskesmas, klinik swasta, rumah sakit.
d) Pada stadium awal umumnya kanker leher rahim tidak memiliki
gejala. Pada stadium lanjut, gejalanya antara lain :
(1) Pendarahan pasca hubungan seksual.
(2) Pendarahan tidak normal dari vagina mulai bercak-bercak
hingga menggumpal disertai bau busuk.
(3) Keputihan berbau busuk. Nyeri pinggang saat buang air
g. Peran Bidan
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang sangat berpengaruh
dalam meningkatkan derajat kesehatan wanita, salah satunya remaja.
Bidan selaku petugas kesehatan diharapkan mampu menjalankan
peran, fungsi, dan kompetensinya dalam melakukan pelayanan
kesehatan terkait dengan peran, fungsi, dan kompetensinya, bidan
memiliki banyak tugas serta peran seperti sebagai fasilitator advokator,
konselor, motivator, komunikator dimana meliputi pendidikan
kesehatan remaja terutama mengenai KEK (Kurang Energi Kronis),
seperti pentingnya nutrisi remaja, makanan yang baik dan penting
untuk remaja. Bidan harus memberikan fasilitas, supervisi, asuhan dan
memberikan nasihat yang dibutuhkan dan penyuluhan untuk remaja.
Sebagai seorang bidan harus memberikan informasi secara jelas
kepada remaja. Pemberian informasi sangat diperlukan karena untuk
memperbaiki kurangnya pengetahuan dan sikap remaja yang salah
tentang kesehatan, makanan yang baik dan penting untuk remaja guna
mengatasi masalah obesitas dan KEK (Kusmiyati et al., 2018).
h. Himbauan Bagi Calon Pengantin (Kemenkes RI, 2020)
1) Pasangan calon pengantin perlu mempersiapkan diri dalam
memasuki gerbang pernikahan untuk membentuk keluarga yang
sejahtera dan melahirkan generasi penerus yang sehat dan
berkualitas.
2) Pasangan calon pengantin perlu mempersiapkan diri dalam
memasuki gerbang pernikahan untuk merencanakan kehamilan
sehingga dapat membentuk keluarga yang sejahtera dan melahirkan
generasi penerus yang sehat dan berkualitas.
3) Pasangan calon pengantin tetap melakukan konsultasi dan
pemeriksaan kesehatan ke fasilitas kesehatan, untuk mengetahui
kondisi kesehatannya dalam masa pandemi Covid-19 dengan
melakukan perjanjian terlebih dahulu dengan petugas kesehatan.
4) Selama di fasilitas kesehatan melakukan protokol pencegahan
penularan covid-19 (sering mencuci tangan pakai sabun dengan air
mengalir, menggunakan masker kain dan menjaga jarak minimal 1
meter)
5) Pasangan calon pengantin perlu meningkatkan pengetahuan terkait
kesehatan reproduksi calon pengantin melalui konseling yang
diberikan oleh petugas kesehatan, mengikuti bimbingan
perkawinan, ataupun membaca materi KIE yang dapat diperoleh
secara online, salah satunya dapat diakses melalui web bimbingan
perkawinan, antara lain www.bimbinganperkawinan.com atau
www.siapnikah.org
i. Pelaksanaan pernikahan dapat dilakukan selama masa Pandemi Covid-
19 dengan mengikuti protokol pencegahan penularan Covid-19 dan
ketentuan yang ada dalam pedoman ini secara ketat.
j. Pelaksanaan resepsi pernikahan sebaiknya ditunda, atau dapat
melangsungkan yang disesuaikan dengan perkembangan Covid-19 di
wilayahnya dan mematuhi protokol kesehatan.
k. Sebaiknya pasangan calon pengantin menunda dengan menggunakan
alat atau obat kontrasepsi dan atau merencanakan kehamilan dengan
baik sampai kondisi pandemi Covid-19 berakhir.
B. Panduan Pelaksanaan Pelayanan/ Kegiatan Pelayanan kesehatan reproduksi
calon pengantin di masa pandemi Covid-19 dan masa adaptasi kebiasaan baru
dilaksanakan dengan memaksimalkan penerapan protokol pencegahan Covid-
19 pada calon pengantin, petugas kesehatan, petugas keagamaan, fasilitator
bimbingan perkawinan, keluarga serta masyarakat.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Calon Pengantin
No Kriteria Zona Hijau dan Zona Kuning Zona Orange dan Zona Merah
1. Teknis umum Pelayanan Kesehatan Reproduksi Calon Pengantin Pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin dilakukan
pelaksanaan pelayanan dapat dilaksanakan dengan membuat perjanjian dengan mengoptimalkan media online/ daring dan tidak
terlebih dahulu dilakukan secara langsung, kecuali bagi catin yang
mempunyai keluhan kesehatan dengan syarat membuat
perjanjian terlebih dahulu dengan petugas Kesehatan
Dilakukan anamnesa melalui teleregistrasi terkait: Dilakukan anamnesa melalui teleregistrasi terkait gejala dan
gejala dan risiko tertular Covid (dengan menelusuri risiko tertular Covid-19,konseling kesehatan reproduksi calon
riwayat kontak). pengantin
Melakukan validasi hasil anamnesa
teleregistrasidengan melakukan triase kepada calon Melakukan validasi hasil anamnesa teleregistrasi dengan
pengantin yang datang ke fasilitas kesehatan. melakukan triase kepada calon pengantin yang datang ke
fasilitas kesehatan
2. Pemeriksaan kesehatan Petugas Kesehatan dapat melakukan pemeriksaan Pemeriksaaan kesehatan dapat dilakukan di fasilitas pelayanan
calon pengantin kesehatan calon pengantin dengan syarat menggunakan kesehatan dengan membatasi kuota per hari (menyesuaikan
APD lengkap sesuai standar dan sudah mendapatkan dengan kondisi fasilitas kesehatan masing-masing),
perjanjian terlebih dahulu dari calon pengantin diutamakan untuk calon pengantin yang akan menikah H-30
hari.
Pemeriksaaan kesehatan dapat dilakukan jika fasilitas
pelayanan kesehatan dapat memenuhi standar sesuai dengan
Petunjuk Teknis Pelayanan Puskesmas pada Masa Pandemi
Covid-19, antara lain:
- Mengatur pemisahan ruangan antara pelayanan bagi orang
yang sehat dan pelayanan bagi orang yang sakit.
- Jumlah tenaga kesehatan mencukupi - Mengatur agar tidak
terdapat penumpukan pasien dan pembatasan jumlah
pasien
- Ketersediaan APD yang mencukupi
- Mematuhi protokol pencegahan penularan covid-19 secara
ketat
Jika fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memenuhi
persyaratan di atas, maka konseling dan pemeriksaan
kesehatan (anamnesa) dianjurkan dilakukan secara online/
daring. Untuk pemeriksaan fisik dan laboratorium ditunda dan
akan dilakukan sesuai dengan perbaikan kondisi pandemi
covid19 setempat dengan mematuhi protokol pencegahan
penularan Covid-19 secara ketat (saat konseling
diinformasikan supaya pasangan catin menunda kehamilan
sampai dilakukan pemeriksaan kesehatan).
Pelayanan tatap muka hanya dapat diberikan bagi calon
pengantin yang mempunyai keluhan kesehatan dengan syarat
menggunakan APD lengkap sesuai standar, sudah
mendapatkan perjanjian terlebih dahulu dari calon pengantin
dan memperhatikan protokol pencegahan penularan Covid-
19.
3. Pemberian KIE Pemberian KIE/ konseling kesehatan reproduksi calon Pemberian KIE/konseling kesehatan reproduksi calon pengantin
kesehatan reproduksi pengantin dapat dilakukan secara langsung dengan tidak dilakukan secara langsung atau tatap muka, tetapi tetap
calon pengantin menggunakan APD dan mematuhi protokol pencegahan dilakukan melalui media online/ daring (WA, SMS, HP, Aplikasi,
penularan Covid19, tetapi apabila masih memungkinkan dsb).
masih bisa mengoptimalkan penggunaan media online
4 Penyampaian Petugas kesehatan memberikan konsultasi kepada klien Petugas kesehatan memberikan konsultasi kepada klien
rekomendasi dan menggunakan wa/telepon atau menerima klien secara menggunakan wa/telepon, kecuali ditemukan masalah kesehatan
informasi lebih lanjut langsung dengan menggunakan APD pada calon pengantin yang memerlukan penanganan lebih lanjut
5. Pelaksanaan Bimbingan Petugas keagamaan diperkenankan untuk Petugas keagamaan tidak diperkenankan untuk
Perkawinan melaksanakan bimbingan perkawinan secara melaksanakan bimbingan perkawinan secara langsung
langsung tetapi dengan jumlah terbatas (5-10
pasang calon pengantin disesuaikan dengan
kapasitas ruangan dan physical distancing) serta
memperhatikan protokol pencegahan Covid-19.
Pemilahan materi yang dapat diberikan secara
Optimalisasi pelaksanaan Bimbingan Perkawinan secara
daring/virtual.
mandiri dengan penyampaian materi secara daring
menggunakan media online (link youtube, wa group, aplikasi
smart
6. Pelaksanaan pernikahan Pelaksanaan akad nikah, pemberkatan, dan Pelaksanaan akad nikah, pemberkatan, dan pencatatan
pencatatan pernikahan harus memperhatikan pernikahan harus memperhatikan protokol kesehatan
protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. pencegahan penularan Covid-19.
Mengoptimalkan layanan pencatatan nikah secara Mengoptimalkan layanan pencatatan nikah secara online
online antara lain melalui website antara lain melalui website simkah.kemenag.co.id, telepon,
simkah.kemenag.co.id, telepon, email, apabila tidak email, apabila tidak memungkinkan dapat secara langsung
memungkinkan dapat secara langsung dengan dengan memperhatikan protokol kesehatan ke kantor
memperhatikan protokol pencegahan penularan keagamaan tingkat kecamatan (a.l, KUA dll) atau Dinas
covid-19 ke kantor keagamaan tingkat kecamatan Penduduk dan Catatan Sipil
(a.l, KUA, dll) atau Dinas Penduduk dan Catatan
Sipil.
Pelaksanaan akad nikah atau pemberkatan dll dapat Pelaksanaan akad nikah atau pemberkatan dapat dilaksanakan
dilaksanakan di kantor keagamaan (a.l, KUA dll), di kantor keagamaan (a.l, KUA dll), rumah atau rumah ibadah
rumah atau rumah ibadah dengan jumlah yang dengan jumlah yang terbatas sebanyak-banyaknya 10
terbatas sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang (sepuluh) orang
7. Pelaksanaan resepsi Mengoptimalkan penggunaan media online/ daring dalam Pelaksanaan resepsi pernikahan harus memperhatikan protokol
pernikahan melakukan resepsi pernikahan, apabila tidak kesehatan pencegahan penularan Covid-19. • Tidak dianjurkan
memungkinkan dapat diselenggarakan secara langsung di menyelenggarakan resepsi pernikahan atau dilaksanakan secara
rumah atau gedung pertemuan dengan memperhatikan virtual menggunakan media online / daring.
kapasitas ruangan dan jumlah undangan.
1) TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikirandan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian/tahapan
yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien
Asuhan kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, yang di mulai
dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Tujuh
langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap dan bisa di aplikasikan
dalam suatu situasi (Varney, 2012).
2. Tahapan Asuhan Kebidanan
Dalam praktiknya bidan menggunakan manajemen kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan. Menurut (Varney, 2012), manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, penemuan, keterampilan dalam tahapan yang logis untuk y
pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien. manajemen kebidanan:
a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap
yang berkaitan dengan kondisi klien. Pendekatan ini harus bersifat
komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-
data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah
yang spesifik.
c. Langkah III (Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya)
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
diidentifikasikan.
d. Langkah IV (Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera)
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh)
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi
atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak
lengkap dapat dilengkapi.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan Efisien dan Aman)
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima
harus dilaksanakan secara efisien dan aman.
g. Langkah VII (Mengevaluasi Hasil Tindakan)
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan. Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.
3. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
(1) Data Subyektif (S)
Data subjektif berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien.
Ekspresi klien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat
sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan
langsung dengan diagnosis (Handayani, 2017).
1) Nama Klien dan Pasangan
Digunakan untuk memperlancar komunikasi dalam asuhan,
sehingga antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab (Walyani,
2015).
2) Umur
Dikaji untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau
tidak, < 16 tahun atau > 35 tahun (Walyani, 2015).
3) Agama
Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan pada ibu
selama memberikan asuhan. Informasi ini terkait dengan
pentingnya agama dalam kehidupan klien, tradisi agama dalam
kehamilan dan lain - lain (Walyani, 2015).
4) Suku Bangsa
Dikaji untuk menentukan adat istiadat atau budayanya. Ras, etnis,
dan keturunan harus diidentifikasi dalam rangka memberikan
perawatan yang peka budaya kepada klien (Walyani, 2015).
5) Pendidikan
Tanyakan tingkat pendidikan tertinggi klien. Mengetahui
pendidikan klien berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya
(Walyani, 2015).
6) Pekerjaan
Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh lingkungan kerjan pasien terhadap
kehamilan yang dapat merusak janin, dan persalinan prematur
(Walyani, 2015).
7) Alamat
Dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat tinggal
klien, sehingga lebih memudahkan pada saat akan bersalin sert
mengetahui jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan
(Walyani, 2015).
8) Alasan Datang
Ditanyakan untuk mengetahui alasan datang ke bidan/ klinik,
apakah untuk memeriksakan keadannya atau untuk memeriksakan
keluhan lain yang disampaikan dengan kata – katanya sendiri (Hani,
Ummi, 2010).
9) Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang
ke ke fasilitas kesehatan (Sulistyawati, 2011).
10) Riwayat Obstetri
a) Menarch : Dikaji untuk mengetahui kapan pertama kali pasien
menstruasi. Umumnya menarche terjadi pada usia 12-13 tahun
(Sulistyawati, 2011).
b) Siklus : Siklus merupakan jarak antara menstruasi yang dialami
dengan menstruasi berikutnya, dalam hitungan hari. Dikaji
teratur atau tidaknya setiap bulan. Biasanya sekitar 23-32 hari
(Sulistyawati, 2011).
c) Lamanya : Menurut (Walyani, 2015) lamanya haid yang
normal adalah kurang lebih 7 hari. Apabila sudah mencapai 15
hari berarti sudah abnormal dan kemungkinan adanya
gangguan ataupun penyakit yang mempengaruhi.
d) Nyeri haid : Nyeri haid perlu ditanyakan untuk mengetahui
apakah klien menderita atau tidak di tiap haid.Nyeri haid juga
menjadi tanda kontraksi uterus klien begitu hebat sehingga
menimbulkan nyeri haid (Walyani, 2015)
e) Banyaknya : Dikaji untuk mengetahui berapa banyak darah
yang keluar saat menstruasi. Menurut (Walyani, 2015)
normalnya yaitu 2 kali ganti pembalut dalam sehari.Apabila
darahnya terlalu berlebihan,itu berarti telah menunjukan gejala
kelainan banyaknya darah haid.
11) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan merupakan identifikasi keluhan sekarang,
penyakit umum yang pernah diderita, serta penyakit yang dialami
dahulu (Marmi, 2011).
12) Riwayat Imunisasi
Pemberian imunisasi TT pada wanita harus didahului dengan
skrining untuk mengetahui jumlah dosis dan status imunisasi TT
yang telah diperoleh selama hidupnya (Kemenkes RI, 2013).
13) Rencana KB
Untuk mengetahui rencana pemakaian kontrasepsi, apakah akan
menunda kehamilan atau tidak (Mandriwati, 2011).
14) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari – Hari
a) Pola Nutrisi
Beberapa hasil yang perlu ditanyakan pada pasien berkaitan
dengan pola makan adalah menu, frekuensi, jumlah per hari
dan pantangan (Sulistyawati, 2011).
b) Pola Eliminasi
BAB dan BAK seperti frekuensi perhari, warnanya, ada
masalah selama BAB/BAK atau tidak (Walyani, 2015)
c) Personal Hygiene
Untuk mengetahui kebersihan diri pasien. Dianjurkan untuk
mandi minimal 2 kali sehari, ganti baju minimal 1 kali, ganti
celana dalam minimal 2 kali sehari, berkeramas lebih sering
dan menjaga kebersihan kuku (Sulistyawati, 2011).
d) Pola Istirahat Tidur
Untuk mengetahui kecukupan istirahat pasien. Istirahat sangat
diperlukan calon pengantin. Lama tidur siang hari normalnya 1
– 2 jam, malam hari yang normal adalah 6-8 jam (Sulistyawati,
2011).
e) Pola Aktivitas dan Olahraga
Mengkaji aktivitas sehari-hari pasien untuk gambaran tentang
seberapa berat aktivitas pasien (Sulistyawati, 2011).
f) Kebiasaan yang Merugikan Kesehatan
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu memiliki kebiasaan seperti
minum jamu, merokok, minum-minuman keras, dan obat
terlarang dan kebiasaan lainnya (Walyani, 2015).
15) Riwayat Psikososial Spiritual
a) Persiapan Acara Pernikahan
b) Persiapan Membina Rumah Tangga
Kursus pra nikah merupakan upaya pemerintah dalam menekan
tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga dan
problem keluarga lainnya. Tata cara pelaksanaan dan materi
yang akan disampaikan dalam kursus pra nikah telah diatur
dalam Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.491/11 tahun 2009
tentang Kursus Calon Pengantin yang kemudian
disempurnakan dengan Peraturan Dirjen Bimas Islam No.
DJ.II/542 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kursus Pra Nikah.
c) Persiapan Psikologis
d) Persiapan Spiritual
e) Identitas Karakter
f) Tingkat Pengetahuan
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan pasien
dan pasangan mengenai persiapan pernikahan yang akan
dilakukan.
(2) Data Obyektif (O)
Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur,
hasil pemeriksaan fisik klien, hasil pemeriksaan laboratorium. Catatan
medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan
dalam data objektif ini sebagai data penunjang. Data ini akan
memberikan bukti gejala klinis klien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosis (Handayani, 2017).
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan, yaitu : Baik, jika pasien
memperlihatkan respons yang baik terhadeap lingkungan dan
orang lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami
ketergantungan dalam berjalan, dan dikatakan lemah, pasien
dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang
lain dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri
(Sulistyawati, 2011)
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita
dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari
keadaan composmentis sampai dengan koma (Sulistyawati,
2011).
c) Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah
> 140/90 mmHg) (Kemenkes RI, 2013). Menurut Walyani
(2015) tekanan darah normal berkisar systole/diastole 110/80 –
120/80 mmHg.
d) Nadi
Normalnya frekuensi denyut jantung teratur kira – kira 70
denyut per menit dengan rentang antara 60 – 100 denyut per
menit (Mandriwati, 2011).
e) Suhu
Suhu normal antara 35,8 – 37° C (Mandriwati, 2011).
f) Respirasi
Frekuensi pernafasan normal adalah 16 – 24 x/menit. Bila
frekuensi pernafasaon lebih dari normal disebut takipnue dan
jika frekuensi pernafasan kurang dari normal disebut bradipnue
(Astuti, 2012).
g) Berat Badan
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi
terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan
umur. Sebnaliknya dalam keadaan yang abnormal, terhadap
dua kemungkinan perkembangan barat badan, yaitu dapat
berkembang cepat atau lambat dari kedaan normal. Berat badan
harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang
memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin
guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan
berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu
dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi
gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir. Penentuan
berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni,
2012).
h) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang dapat
melihat keadaan status gizi sekarang dan keadaan yang telah
lalu. Pertumbuhan tinggi/panjang badan tidak seperti berat
badan, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi
pada waktu singkat (Anggraeni, 2012)
Salah satu cara untuk menentukan status gizi yaitu dengan
membandingkan berat badan dan tinggi badan.
IMT = BB (Kg)/ TB2 (dalam meter)
Tabel Ambang Batas IMT Skala Nasional (Kemenkes, 2019).
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat < 17,0
berat
Kekurangan berat badan tingkat 17,0 - 18,4
ringan
Normal 18,5 - 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat 25,1 - 27,0
ringan
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
i) LILA
Ukuran LILA yang normal adalah 23,5 cm, diukur sebelum
hamil. Bila ditemukan pengukuran kurang dari 23,5 cm maka
status gizi ibu kurang (Mandriwati, 2011).
2) Status Present
a) Kepala : Untuk mengetahui kebersihan kepala. Normalnya
bentuk mesochepal, kulit kepala bersih dan rambut tidak rontok
(Mandriwati, 2011).
b) Muka : Simetris, kemerahan, tidak bengkak.
c) Mata : Untuk mengetahui warna sklera (ikterik atau tidak,
menilai kelainan fungsi hati) dan warna konjungtiva (pucat atau
cukup merah, sebagai gambaran tentang anemia secara kasar)
dan secret (Sulistyawati, 2011)
d) Hidung : Untuk memeriksa kebersihan, dan adanya polip.
Normalnya tidak ada polip dan sekret (Sulistyawati, 2011).
e) Mulut : Saat hamil pada ibu hamil normalnya bibir tidak
kering, tidak terdapat stomatitis, gigi bersih tidak ada karies,
tidak ada gigi palsu (Saminem, 2008).
f) Telinga : Dikaji untuk memeriksa kebersihan dan kemungkinan
adanya kelainan. Normalnya adalah simetris dan tidak ada
serumen berlebih (Saminem, 2008).
g) Leher : Normalnya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada bendungan vena jugularis (Saminem, 2008).
h) Ketiak : Untuk memeriksa kemungkinan adanya massa atau
pembesaran pada aksila. Normalnya tidak ada benjolan
(Saminem, 2008).
i) Dada : Normalnya simetris, denyut jantung teratur, dan tidak
ada gangguan pernapasan (Sulistyawati, 2011).
j) Abdomen : Dikaji ada tidak bekas luka operasi, ada massa atau
tidak (Sulistyawati, 2011).
k) Genetalia : Pada keadaan normal tidak terdapat bau busuk, dan
tidak ada condiloma (Saminem, 2008).Pada vulva mungkin
didapat cairan jernih atau sedikit berwarna putih tidak berbau,
pada keadaan normal, terdapat pengeluaran cairan tidak ada
rasa gatal, luka atau perdarahan (Walyani, 2015).
l) Punggung : Teraba lurus, tidak ada lubang atau kelainan
bentuk.
m) Anus : Normalnya tidak ada haemoroid (Sulistyawati, 2011).
n) Ekstremitas : Pemeriksaan tangan dan kaki yang dikaji untuk
mengetahui adanya edema sebagai tanda awal preeklampsia
dan warna kuku yang kebiruan sebagai gejala anemia (Hani,
Ummi, 2010). Normalnya kedua tangan dan kaki tidak oedem,
gangguan pergerakan tidak ada (Saminem, 2008).
3) Status Obstetrik
a) Mamae: Tidak terdapat benjolan/masa yang abnormal.
b) Abdomen: Menilai ada tidaknya massa abnormal dan ada
tidaknya nyeri tekan.
c) Genetalia: Pada keadaan normal tidak terdapat bau busuk, dan
tidak ada condiloma (Saminem, 2008). Pada vulva mungkin
didapat cairan jernih atau sedikit berwarna putih tidak berbau,
pada keadaan normal, terdapat pengeluaran cairan tidak ada
rasa gatal, luka atau perdarahan (Walyani, 2015).
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah rutin
(1) HB: Apabila kadar Hb rendah, penyebabnya harus
dipastikan dan diberikan terapi yang tepat. Hb juga dapat
dideteksi dari sampel darah.
(2) Trombosit
(3) Leukosit
b) Pemeriksaan yang dianjurkan
(1) Golongan Darah dan Rhesus
(2) Gula Darah Sewaktu (GDS)
(3) Thalasemia
(4) Hepatitis B dan C
(5) TORCH (TOksoplasmosis, Rubella, Citomegalovirus dan
Herpes simpleks)
c) Pemeriksaan Urin: Urin Rutin
(3) Analisa (A)
Langkah ini merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Karena keadaan klien
yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses
pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Di dalam analisis
menuntut bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis
tersebut dalam rangka mengikuti perkembangan klien. Analisis yang
tepat dan akurat mengikuti perkembangan data klien akan menjamin
cepat diketahuinya perubahan pada klien, dapat terus diikuti dan diambil
keputusan/tindakan yang tepat. Analisis data adalah melakukan
intrepretasi data yang telah dikumpulkan, mencakup diagnosis, masalah
kebidanan, dan kebutuhan. Diagnosa: Nn... umur... calon pengantin
dengan kebutuhan.
1) Masalah: Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil
pengkajian,normalnya tidak terjadi masalah (Marni, 2011).
2) Diagnosa Potensial: Pada keadaan normal, diagnosa potensial dapat
diabaikan
3) Tindakan Segera: Pada keadaan normal, langkah ini dapat diabaikan
(4) Penatalaksanaan (P)
Penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan, dukungan,
kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan. Tujuan penatalaksanaan
untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraanya.
2) EVIDANCE BASED
Penelitian Ade Tyas Mayasari yang berjudul Efektivitas Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Berbasis Seluler pada Calon Pengantin terhadap
Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Latar Belakang: dari penelitian ini
adalah Setiap individu perlu mengetahui tentang isu-isu seksualitas dan
reproduksi pada masa pranikah, sehingga pendidikan kesehatan reproduksi
menjadi penting untuk diberikan kepada calon pengantin. Pendidikan berbasis
teknologi merupakan jalur inovatif untuk pemberian informasi kesehatan.
Tujuannya mengetahui efektivitas pendidikan kesehatan reproduksi terhadap
peningkatan pengetahuan pada pasangan calon pengantin. Menggunakan
Metode Penelitian eksperimental semu (Quasi Experiment) dengan pretest
postest pada Non-equivalent Control Group Design. Data diperoleh dari
kuesioner pengetahuan yang diisi oleh pasangan calon pengantin. Penelitian
ini dilakukan di KUA Mlati dan Gamping, Kabupaten Sleman. Hasil dan
Pembahasan nya adalah Terjadi peningkatan skor rata-rata postest
pengetahuan pada masing-masing kelompok. Berdasarkan hasil analisis data
didapatkan bahwa responden yang diberikan pendidikan kesehatan reproduksi
melalui seluler mengalami peningkatan nilai postest dengan selisih rata-rata
pretest postest sebesar 5,67 dibandingkan dengan kelompok yang tidak
diberikan pendidikan kesehatan reproduksi melalui seluler dengan selisih rata-
rata pretest postest sebesar 2,2. pendidikan kesehatan reproduksi berbasis
seluler secara signifikan (p value = 0,00) mempengaruhi peningkatan
pengetahuan calon pengantin terhadap kesehatan reproduksi. Kesimpulan:
Pendidikan kesehatan reproduksi berbasis seluler dapat meningkatkan
pengetahuan pasangan calon pengantin tentang kesehatan reproduksi.
Penelitian yang dilakukan oleh (Azizah, 2021) yang berjudul analisis
pelayanan prakonsepsi pada calon pengantin di era adaptasi kebiasaan baru
covid-19 bertujuan untuk mengetahui pelayanan prakonsepsi pada calon
pengantin pada era adaptasi kebiasaan baru covid-19 di wilayah kerja
puskesmas purwojati. Dengan jumlah informan 4 calon pengantin yang
mendapatkan pelayanan prakonsepsi pada era adaptasi kebiasaan baru. Teknik
pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi
dokumen. Hasil : pelayanan prakonsepsi selama masa adaptasi kebiasaan baru
di wilayah Kerja Puskesmas Purwojati meliputi pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, pemberian imunisasi tetanus toksoid (tt),
pemeriksaan dan suplementasi status gizi, dan komunikasi, informasi, dan
edukasi kesehatan dengan menerapkan protokol pencegahan penularan covid-
19. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelayanan prakonsepsi calon
pengantin di wilayah kerja puskesmas purwojati pada era adaptasi kebiasaan
baru sudah memenuhi standar minimal dengan menerapkan protokol
pencegahan penularan covid-19.
Penelitian ini di lakukan (Kemenkes RI, 2020) Sikap Remaja Di 10
Provinsi Indonesia Terkait Perilaku Seksual Pada Masa Pandemi Covid-19
Indonesia memperkirakan tahun 2020 terdapat 44,2 juta jiwa remaja, namun
banyaknya jumlah remaja tersebut tidak diikuti dengan perbaikan masalah
kesehatan reproduksi. Berdasarkan data Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) diketahui bahwa terdapat 10% remaja yang pernah
melakukan hubungan seksual. Pandemi Covid-19 berpengaruh pada
menurunnya akses layanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana,
termasuk layanan kesehatan ramah remaja karena prioritas layanan pada
fasilitas-fasilitas kesehatan yaitu untuk penanggulangan Covid-19. Tujuan
penelitian ini adalah melihat perbedaan sikap remaja terkait perilaku seksual
remaja sebelum Covid dan selama Covid-19. Penelitian ini merupakan
penelitian crosssectional dengan menggunakan data primer yang dikumpulkan
melalui survei secara daring. Pengumpulan data dilakukan pada bulan
September-Oktober 2020 di 10 Provinsi lembaga ASV bekerja, yaitu: Jambi,
Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur,
Bali, NTT dan Papua. Sampel penelitian adalah 831 remaja berusia 18 hingga
24 tahun. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah usia, gender, kota
asal, tingkat pendidikan, dan sikap remaja terkait perilaku seksual (remaja
boleh berpelukan, berciuman, necking, hingga petting) sebelum dan selama
Covid-19. Sikap diukur dengan skala likert 1-5 (sangat tidak setuju-sangat
setuju). Data ditampilkan secara deskriptif dan uji beda (Wilcoxon). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 831 remaja, sebagian besar (73,2%)
adalah perempuan. Ratarata usia responden remaja adalah 21 tahun.
Persebaran responden di 10 kota hampir rata kecuali cukup terbatas di Kota
Bengkulu. Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah tamat SMA.
Sikap remaja sebelum covid menyatakan 18,3% setuju remaja boleh
melakukan perilaku seksual yaitu berpelukan dan 11% setuju remaja boleh
berciuman, namun selama covid terlihat penurunan respon yaitu hanya 4,3%
yang setuju remaja boleh berpelukan dan 2,8% setuju remaja boleh
berciuman. Secara deskriptif terjadi perubahan sikap terkait perilaku seksual
remaja sebelum dan selama Covid-19. Upaya pencegahan Covid-19 dengan
adanya social distancing berdampak pada perubahan sikap remaja dalam hal
perilaku seksual yang boleh dilakukan di era covid. Hal ini menandakan
Covid-19 akan berdampak positif bagi perubahan sikap remaja terkait perilaku
seksual. Nantinya bila covid-19 selesai remaja diharapkan tetap memiliki
sikap positif terhadap perubahan perilaku seksual yang boleh dilakukan oleh
remaja guna meningkatkan kesehatan reproduksinya,
Pada penelitian yang berjudul (Indrayani, 2021) Pelatihan
Enterpreneurship Bidan Sebagai Solusi Mengatasi Dampak Pelayanan
Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19 Pelayanan kebidanan pada masa
pandemi Covid 19 ini, rnulai dari Pemeriksaan Kehamilan (ANC), Persalinan
(INC), Nifas (PNC), KB serta kesehatan reproduksi calon pengantin
dilakukan secara daring. Pemanfaatan media elektronik internet merupakan
salah satu solusi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu membagikan
informasi kesehatan di masa pandemi. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih
bidan menjadi entrepreneurship dan bidan yang yang memiliki kompetensi
tambahan dalam melakukan deteksi coping pada ibu hamil. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu ceramah, praktikum, tanya jawab dan
pembagian doorprize. Hasil dari kegiatan ini semua peserta diberikan lembar
post test yang di share melalui google form untuk mengukur pengetahuan
mereka setelah diberikan pelatihan berupa materi dan praktek, dari hasil
evaluasi yang dilakukan terhadap 30 peserta 80 % mengalami peningkatan
pengetahuan dibandingkan dari hasil pretest.
Kemudian penelitian yang berjudul (Atik Januarti, 2020) pengaruh
penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap tingkat pengetahuan calon
pengantin tercapainya derajat kesehatan masyarakat dimulai dari kelompok
terkecil yaitu keluarga. Salah satu yang dapat dipersiapkan untuk membentuk
keluarga yang sehat dan berkualitas adalah dengan memberikan pendidikan
kesehatan reproduksi sebelum pernikahan. Hasil survey yang dilakukan di kua
balik bukit menunujukkan pendidikan kespro yang diberikan pada saat kursus
catin belum optimal, bahkan masih ditemukan 2 (dua) kasus penelentaran bayi
akibat kehamilan tidak diinginkan, hal ini karena ketidak tahuan catin tersebut
tentang kesehatan reptodukasi. Dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap tingkat pengetahuan calon
pengantin di kua balik bukit kabupaten lampung barat tahun 2020. Jenis
penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh calon pengantin yang ada di wilayah kerja puskesmas balik
bukit tahun 2020, sampel penelitian ini adalah 12 calon pengantin yang akan
menikah, dengan teknik sampling yang digunakan yaitu purposive
sampling. Analisa bivariat menggunakan uji t. Hasil penelitian ini diperoleh
bahwa rata-rata pengetahuan calon pengantin sebelum diberikan penyuluhan
kesehatan reproduksi yaitu 61,042%, rata-rata pengetahuan calon pengantin
sesudah diberikan penyuluhan kesehatan reproduksi yaitu 78,8%. Hasil
menunjukan terjadi peningkatan sebelum dan sesudah intervensi sebesar
17,75.hasil uji paired test didapatkan hasil p-value 0,000 (<0,05) yang artinya
ada pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan calon
pengantin di kua balik bukit kabupaten lampung barat tahun 2020. Saran :
hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan kesehatan reproduksi pada calon
pengantin sehingga dapat memperluas cakupan penelitian terhadap
pegetahuan kesehatan reproduksi,
DAFTAR PUSTAKA