Anda di halaman 1dari 13

EDUKASI DAN PENCEGAHAN PERNIKAHAN DINI DI DESA CIGALONTANG

Nurhanida1, Ronika Yuni Mala2


Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, Jl. Tamansari No. KM 2,5, Mulyasari
dehida17@gmail.com, ronikaym09@gmail.com

Abstrak
Tujuan jangka panjang artikel ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
melatar belakangi pernikahan dini dan memberikan pemahaman kepada
masyarakat khususnya remaja terhadap dampak psikologis pernikahan dini.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang
berjudul: “Edukasi dan Pencegahan Pernikahan Dini di Desa Cigalontang”.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif
kualitatif. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang
dijelaskan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi
faktor dominan pernikahan dini adalah hamil di luar nikah, faktor lingkungan,
faktor orang tua, faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor individu, faktor
media sosial sedangkan dampak negatifnya adalah kematangan psikologis belum
tercapai, ditinjau dari segi sosial, dengan perkawinan mengurangi kebebasan
pengembangan diri, mengurangi kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi, ditinjau dari segi kesehatan, perkawinan usia muda
meningkatkan resiko kehamilan, tingkat perceraian tinggi, dan taraf kehidupan
yang rendah akibat dari ketidakmampuan remaja memenuhi kebutuhan
perekonomian sedangkan dampak positif yang ditimbulkan adalah menghindari
zina, mengurangi beban orang tua. Saran bagi masyarakat, orang tua, dan
sekolah diharapkan mendukung anak-anaknya untuk tetap
melanjutkan pendidikan.

Kata Kunci : Edukasi, Pencegahan, Pernikahan Dini, Dampak


PENDAHULUAN

Di dalam sebuah pernikahan sekalipun dilarang oleh Undang-Undang,


tidak hanya didasari oleh adanya rasa tenyata masih banyak terjadi di
cinta, akan tetapi juga melibatkan masyarakat. Studi yang dilakukan United
kesiapan fisik dan mental dari masing- Nations Children’s Fund (UNICEF),
masing pasangan. Ketika seseorang fenomena kawin di usia dini (early
telah melangsungkan pernikahan, secara marriage) masih sering dijumpai ada
otomatis memasuki kehidupan baru masyarakat di Timur Tengah dan Asia
dengan segala konsekuensi yang Selatan dan pada beberapa kelompok
menghiasi pernikahan tersebut. Hurlock masyarakat di Sub Sahara Afrika
(dalam Zein & Suryani, 2005), (Landung, dkk., 2009).
menjelaskan pernikahan atau perkawinan Islam memandang perkawinan
adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua adalah Mitsaqan-galizhan atau bisa disebut
manusia berlawanan jenis dalam suatu degan janji yang kokoh. Hal ini tertuang
ikatan yang suci dan mulia di bawah dalamfirman Allah (QS. AnNisa 4: 21)
lindungan hukum dan Tuhan Yang Maha yang menuntut bahwa setiap orang, baik
Esa. itu suami, istri dan anak dapat menunaikan
Kebahagiaan dalam suatu kewajiban mereka dan mendapatkan hak
perkawinan merupakan dambaan bagi mereka. Perkawinan atau pernikahan
setiap pasangan. Oleh sebab itu, dalam Islam selalu dipandang ikatan suci
pernikahan harus dipandang dan disikapi yang memiliki aspek duniawi dan ukhrowi.
sebagai sesuatu yang serius dan penting. Tujuan dari pembentukan keluarga Islam
Kesiapan dalam sebuah perkawinan sangat melalui institusi pernikahan adalah untuk
diperlukan baik dari segi kehidupan mewujudkan mawaddah wa rahmah (cinta
sosial, ekonomi, fisiologis maupun kasih sayang) menuju ridha Allah.
psikologis. Tidak sedikit pasangan yang Pernikahan sering dipersepsikan sebagai
kurang menyadari perlunya kesiapan yang sebuah kewajiban agama. Dalam agama
matang. Hal ini terbukti semakin Kristen dan Islam, pernikahan dianjurkan
banyaknya remaja yang menikah di usia bagi semua umatnya yang sudah mampu.
dini/muda. Perkawinan di usia muda Sebagai contohnya adalah membantu
bisa saja terjadi di lingkup perkotaan mengatur urusan seksualitas. Tekanan
maupun pedesaan. Pernikahan usia dini agama terhadap pelarangan seks pranikah
dan melahirkan diluar institusi pernikahan Islam (KHI). Melalui adanya hukum
membuat masyarakat beranggapan pernikahan yang menggunakan batasan
membenarkan pernikahan dini tanpa usia seorang remaja yang sesuai dengan
mempertimbangkan konsekuensi yang ada. undang-undang pernikahan tersebut.
Pernikahan dini atau pernikahan Dalam tahapan psikologi
anak secara denifisi adalah pernikahan perkembangan, anak berada dalam suatu
yang dilakukan sebelum usia 18 tahun. Hal fase dimana masa transisi menuju remaja
ini dianggap sebagai pelanggaran berat hak dan dewasa. Hal ini menujukkan fase yang
asasi manusia. Fenomena pernikahan anak sangat krusial bagi perkembangan
adalah masalah global, meskipun dilarang manusia, maka membutuhkan perhatian
oleh Konvensi Hak Anak dan Konvensi secara khusus. Masa remaja berarti proses
Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi pencarian jati diri dan cara seseorang
terhadap Perempuan. Dua dari perjanjian dalam menghadapi permasalahannya. Fase
hak asasi manusia Internasional yang perkembangan ini dapat diklasaifikasikan
paling luas didukung. Dalam beberapa dalam beberapa tahapan umur, yaitu pada
dekade terakhir ini, praktik pernikahan dini usia 12-15 adalah fase remaja awal, usia
menurun di seluruh dunia dari 25% 15-18 tahun usia remaja pertengaan dan
menjadi 21%, dapat dikalkulasikan bahwa usia 18-21 adalah fase remaja akhir. Dari
penurunan sebesar 15%. beberapa fase tersebut, fase yang sangat
Di Indonesia, Undang undang menonjol tingkat krusialnya adalah fase
mengenai pernikahan termaktub dalam remaja usia 12-15 tahun (remaja awal).
Pasal 7 Undang-undang nomor 1 tahun Hal ini dikarenakan anak telah memasuki
1974 tentang pernikahan, dan menetapkan masa perkembangan psiko-sosial dan fisik.
bahwa: “Pernikahan diizinkan bila pria Anak adalah manusia yang diakui
berusia 19 tahun dam wanita berusia 16 hak-haknya secara penuh. Sudah
tahun. Namun berjalannya waktu dan semestinya anak mendapatkan hak-hak
meningkatnya kesadaran masyarakat dalam hal yang mendasar, yaitu hak hak
mengenai maraknya pernikahan dini, hidup, hak identitas diri, hak tumbuh
menyebabkan pasal terdahulu dilakukan kembang secara sehat, hak untuk
revisi undang-undang dengan landasan memperoleh pendidikan. Namun hak-hak
batasan dewasa adalah pada usia 21 tahun, yang seharusnya didapatkan oleh anak-
sebagaimana sesuai dengan Undang- anak kerap kali dikebiri oleh oleh oknum
undang Pasal 1 Nomor 1 tahun 1974 yang tidak bertanggung jawab. Padahal
tentang pernikahan oleh kompilasi hukum berdasarkan hasil konverensi PBB tahun
1988, telah memelahirkan UN Convention tertinggi kedua di ASEAN setelah
on The Right of Child yang menyepakati Kamboja. Berdasarkan data yang
pengakuan mengenai hak anak secara dihimpun dari Lembaga Komnas
Internasional. Hal ini menujukkan adanya Perempuan, hampir 50% pernikahan dini
instrumen kuat dalam memberikan dilakukan oleh perempuan berusia dibwah
perlindungan pada anak. 18 tahun dengan pasangan laki-laki berusia
Namun, fenomena yang terjadi diatas 30 tahun, dan pernikahan ini terjadi
adalah, maraknya kasus pernikahan dini karena adanya paksaan.
yang terjadi di Indonesia tiap tahunnya Tren pernikahan dini pada
mengalami peningkatan secara signifikan. perempuan di Indonesia mengelami
Menurut data survey kependudukan penurunan pada periode 2008 sampai
menunjukkan bahwa kasus pernikahan 2018. Namun penurunan prosentase kasus
anak mengalami peningkatan dengan total pernikahan dini masih dikategorikan
50 juta jiwa dengan rata-rata menikah di lambat. Pernikahan dini melahirkan
usia dibawah 19 tahun. Disamping itu, dampak yang serius. Hal ini juga memicu
menurut data yang ditemukan oleh United adanya kasus kekerasan dalam rumah
Nations Children’s Fund (UNICEF) tangga dan merendahkan posisi perempuan
bahwa Negara Indonesia berada pada (istri), dan dominasi laki-laki (suami).
posisi ke 37 di dunia dan peringkat 2 Kondisi ini dapat meningkatkan resiko
setelah Kamboja dalam kasus pernikahan perempuan menjadi korban kekerasan
pada anak. Tingkat pernikahan anak pada seksual dalam berhubungan intim, karena
Indonesia menduduki prosentase 23% atau hubungan dibangun dengan rentang usia
1 dari 4 perempuan yang melangsungkan yang jauh, ketidakseimbangan kekuasaan,
perkawinan sebelum mencapai usia 18 isolasi sosial dan kurangnya otonomi
tahun. perempan.
Menurut penelitian yang telah Di sisi lain, pengantin anak usia
dilakukan oleh BKKBN pada tahun 2014, dini sebagian besar berhenti menempuh
terdapat 46% atau setara dengan 2,5 juta pendidikan karena harus menikah. Di
pernikahan yang terjadi tiap tahun di Tach-Gaynt Woreda wilayah kasus pada
Indonesia. Dalam hal ini, data yang rentang tahun 2014, 61% anak perempuan
ditemukan oleh BKKBN memaparkan putus sekolah dan 34% faktor yang melatar
bahwa usia rata-rata mempelai perempuan belakangi adalah karena pernikahan dini.
berada diusia di bawah 15 tahun. Indonesia Penelitian yang dilakukan oleh Firdausi
menempati kasus pernikahan usia dini Nuzula (2021) berbicara mengenai
pengaruh Mararik Kodeq terhadap sosial. Keempat, adanya perubahan pola
keharmonisan Keluarga. Bahwa fenomena mengenai perlindungan akses anak pada
tentang pernikahan anak usia dini di hak Kesehatan reproduksi, kesetaraan
Lombok Barat menjadi suatu hal yang gender dan akses partisipasi anak muda.
tidak asing lagi bagi masyarakat sekitar. Kelima, mendukung riset yang berfokus
Pada realitasnya, keharmonisan pasangan pada intervensi yang sudah diberikan
mararik kodek menjadi suatu hal yang kepada anak perempuan menikah.
sangat memprihatinkan, karena para Selanjutnya, sebagai masyarakat
pasangan menarik kodeq belum cukup sipil dalam mengurangi kasus pernikahan
mampu untuk dewasa dan dini dapat berkontribusi dengan
bertanggungjawab sebagai orangtua, suami membangun komunikasi erat dan saling
atau istri. berkolaborasi setiap elemen masyarakat,
Berbagai upaya dan kebijakan yaitu antara tokoh masyarakat, guru, dan
program kebijakan pemerintah saja tidak juga pemuda dalam menyebarkan
cukup untuk mengatasi perkawinan anak, informasi mengenai kesehatan seksual dan
maka hal ini memerlukan beberapa strategi reproduksi. Pemberantasan pernikahan dini
untuk mengurangi tingkat pernikahan dini, memerlukan penanganan secara simultan
diantaranya; pertama, memiliki prodak dari berbagai dimensina dan mendukung
hukum dan kebijakan yang dapat perempuan. Pemberdayaan dapat
memberikan perlindungan dari perkawinan dilakukan melalui bidang pendidikan,
anak (perempuan atau laki-laki) serta struktur pendukung kelembagaan dan
mengamati dan mengavaluasi prodak program pengembangan masyarakat.
hukum yang sudah ditetapkan. Kedua, Agung (2013) berpendapat bahwa
memastikan layanan pendidikan dan konseling individu tidak memiliki
Kesehatan mampu diakses oleh semua kepedulian yang cukup terhadap aspek-
kalangan anak untuk mencegah asek lain, seperti halnya aspek budaya.
perkawinan anak. Ketiga, mengatasi Asumsi ini dilatarbelakangi oleh
kemiskinan masyarakat yang menjadi kecondongan bahwa individu adalah
salah satu faktor adanya tindakan individu, dan yang utama adalah individu
perkawinan anak. Strategi ini perlu ada tersebut pada kondisi konseling tidak ada
kolaborasi pendekatan perlindungan anak, kaitannya dengan budaya. Menurut Agung,
penguatan kapasitas pengasuhan anak, dan (2013) agar proses konseling berjalan
penguatan system kesejahteraan anak dengan kondusif, maka konselor dituntut
dalam program bantuan dan perlindungan untuk memiliki kepekaan budaya dan
melepaskan diri dari bias-bias budaya dan karena tingginya angka kejadian
dapat mengapresiasi diversitas atau pernikahan dini di wilayah tersebut,
perbedaan budaya dan memiliki transportasi ke Desa tersebut yang mudah
ketrampilan responsif secara kultural. dijangkau.Penentuan informan pada
Maka berangkat dari permasalahan penelitian ini dilakukan dengan tekhnik
tersebut, penulis menuangkan artikel ini purposive sampling, berjumlah 16 orang.
dengan tujuan untuk mendeskripsikan Tekhnik analisa data adalah reduksi,
tentang pernikahan dini dan peran koseling kategorisasi, display data dan penarikan
lintas budaya sebagai upaya preventif kesimpulan. Langkah-langkah dalam
pernikahan anak usia dini. Penelitian penelitian ini adalah dengan menggunakan
mengenai hal ini belum pernah di lakukan wawancara mendalam, dokumentasi dan
oleh peneliti lain, maka dari itu, artikel ini observasi.
memiliki keunikan tersendiri dari
penelitian-penelitian sebelumnya. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Informan
METODE PELAKSANAAN No Informan N
Penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian ( org )
Dalam penelitian ini peneliti mencoba 1 Kepada Desa 1
menguraikan dan menjelaskan secara Cigalontang
mendalam tentang permasalahan Faktor 2 Kader PKK Desa 4
Penyebab dan Dampak Pernikahan Dini di Cigalontang
Desa Cigalontang Kabupaten 3 Bidan Desa 1
Tasikmalaya.Desain Penelitian ini adalah Cigalontang
Studi Kasus. Peneliti mencoba
menjelaskan tentang suatu objek 4 Pasangan Muda di 6
permasalahan yang ada di masyarakat Desa Cigalontang
dengan menggunakan wawancara 5 Tokoh Masyarakat 4
mendalam serta observasi. Penelitian ini Desa Cigalontang
dilakukan di Desa Cigalontang Kabupaten JUMLAH 16
Tasikmalaya pada bulan Agustus-
September 2023.Tempat yang diambil Dampak Psikologis yang Ditimbulkan
dalam penelitian ini ditentukan dengan dari Pernikahan Usia Dini
sengaja (purposive) yaitu di Desa 1. Dampak secara ekonomi
Cigalontang. Alasan pemilihan lokasi ini
Pasangan yang menikah di usia dini menghadapi peran barunya sebagai
belum mandiri secara ekonomi. orang tua.
Beragam kebutuhan dalam keluarga Konseling pranikah dikenal dengan
menjadi tekanan secara ekonomi. sebutan pendidikan pranikah, konseling
Dari segi pekerjaan, mereka edukatif
belum mapan karena mengerjakan pranikah, terapi pranikah, maupun
secara serabutan (apa adanya saja). program persiapan pernikahan. Konseling
Disamping itu, rendahnya tingkat pranikah merupakan suatu proses
pendidikan yang dimiliki, kurang bisa konseling yang diberikan kepada calon
mendapatkan pekerjaan dengan pasangan untuk mengenal, memahami
upah/penghasilan yang layak. Untuk dan menerima agar mereka siap secara
mencukupi kebutuhan sehari-hari, lahir dan batin sebelum memutuskan
masih kurang dan hal ini menimbulkan untuk menempuh suatu perkawinan. Di
ketergantungan secara ekonomi kepada dalam proses mengenal, memahami dan
orang tua/mertua. menerima ini tidak hanya melibatkan
2. Dampak secara social kedua pasangan saja. Tetapi hubungan
Mereka yang menikah di usia dini ini akan melibatkan kedua keluarga
cenderung menjadi bahan besar calon pasangan. Tidak mudah
pembicaraan, karena kesan atau untuk menerima karakteristik setiap orang
pandangan masyarakat adalah negatif. yang berbeda-beda, kalau kita tidak
Di samping itu, pemahaman terhadap mengenal dan memahaminya dengan baik.
peran sebagai istri/suami belum Secara umum, penerapan
dipahami dengan benar karena konseling pranikah dapat dilakukan
komunikasi yang kurang harmonis. melalui layanan informasi dan layanan
3. Dampak secara psikologis konsultasi. Tujuan daripada layanan
Kondisi emosional yang tinggi yang informasi ini merupakan suatu
dialami menandakan banyaknya pemberian bantuan layanan informasi
tekanan-tekanan yang dihadapi oleh bagi remaja agar dapat mengambil
pasangan. Adanya egoisme yang keputusan secara tepat dan benar
tinggi terhadap masing-masing pihak berdasarkan informasi yang diperoleh.
(suami/istri), hal ini rentan sering Melalui layanan informasi, remaja dapat
menimbulkan KDRT. Pasangan yang menerima dan memahami berbagai
menikah di usia dini belum siap informasi, selain itu dapat pula
berfungsi sebagai pencegahan maupun
pemahaman. Layanan konsultasi, orangtua dalam melakukan praktek
merupakan suatu pemberian bantuan pernikahan dini.
dalam memperoleh wawasan, Pernikahan dini menyebabkan
pemahaman, dan cara-cara yang perlu dampak yang sangat merugikan. Anak
dilaksanakan dalam menangani kondisi korban pernikahan dini terancam tidak
dan atau permasalahan-permasalahan dapat melanjutkan pendidikan, sehingga
yang dihadapi oleh remaja. kesempatan untuk menggembangkan
Layanan konsultasi bukanlah kemampuan dan kreativitasnya hilang
merupakan suatu layanan yang langsung begitu saja, karena dibebankan tugas
ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak tanggungjawab yang lain. Disisi lain,
langsung layanan konsultasi ini melayani menikahkan anak perempuan bukan
klien melalui bantuan yang diberikan merupakan kebanggan atau harapan untuk
orang lain. Secara teknis, materi yang membangun ketahanan keluarga. Seorang
dapat disampaikan kepada individu anak perempuan yang hamil diusia muda,
(remaja) salah satunya adalah sehingga ia belum siap secara fisik
memberikan pengertian dan kesadaran maupun mental. Anak yang menikah pada
kepada remaja mengenai tujuan usia dini tidak memiliki kemampuan
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). dalam mengasuh anak. Disisi lain, karena
mental mereka yang belum siap,
Pernikahan Dini Bukan Solusi menyebabkan belum dapat bijaksana
Pernikahan anak usia dini adalah dalam menyelesaikan masalah.
sebuah hubungan atau relasi yang salah Maka ketika rumah tangga ibu-ibu
satu diantaranya adalah pasangan yang muda berkonflik, bisa diselesaikan dengan
berusia dibawah 18 tahun atau sedang perceraian. Perempuan muda dengan
dalam masa pendidikan, baik itu menengah tingkat pendidikan rendah, hanya dapat
atas ataupun sekolah menengah bawah. mengisi rumah kerja informal da beresiko
Jadi dapat dikatakan bahwa sebuah denga upah yang sangat minim, misalkan
pernikahan anak usia dini dapat dkatakan pekerja rumahtangga , buruh pabrik, TKW.
jika salah satu pasangannya berada pada Pernikahan dini pada anak usia remaja
usia di bawah 18 tahun. Kemiskinan pada dasarnya memiliki dampak yang
adalah faktor yang sering muncul adanya besar dari segi fisik, psikis dan biologis
pernikahan dini. Alasan kemiskinan ini remaja, diantaranya adalah: Remaja yang
menjadi alasan yang biasa digunakan oleh mengalami hamil diluar nikah berpotensi
mengalami penyakit anemia selagi hamil
dan melahirkan, kehilangan kesempatan secara emosi”. Kekerasan yang dialami
sekolah, kemiskinan. Dampak bagi bayi, oleh istripun beragam, diantaranya
diantaranya adalah seorang ibu yang kekerasan ekonomi, kekerasan psikis,
melahirkan anaknya dalam keadaan umur kekerasan seksual. Hal ini membuat
yang muda, akan menyebabkan berat perempuan sebagai istri berada pada posisi
badan bayi menjadi sangat rendah atau yang sangat merugikan.
bisa dikatakan dengan bayi prematur, disisi Keempat, Perkawinan anak
lain berpotensi kurang gizi atau cacat. membawa pada problem sosial,
Kondisi psikis pasangan yang diantaranya adalah narkoba, HIV/AIDS,
belum matang, menyebabkan kurang pelacuran, aborsi dan human trafficing.
dewasa dalam menyelesaikan masalah, Kelima, Timbulnya problem reproduksi,
sehingga menyebabkan konflik keluarga tingginya jumlah kematian ibu yang
seperti halnya kekerasan terhadap istri, melahirkan dikarenakan belum siapnya
perceraian, keadaan ekonomi yang sulit. alat reproduksi secara fungsi. Pernikahan
Pemikiran para ahli dan menyimpulkan dini adalah bentuk eksploitasi terhadap
beberapa dampak yang mengakibatkan anak. Pernikahan dini merupakan sumber
pernikahan dini. Pertama, dapat bencana dari permasalahan sosial. Hal ini
mempengaruhi adanya tingkat perceraian disebabkan karena dapat menimbulkan
yang lebih tinggi Pasangan sami istri ini berbagai problem krusial seperti trafiking,
masih sangat muda, sehingga belum perceraian, kekerasan dalam rumah tangga,
matang secara psikologis, fisik, dan kematian ibu melahirkan, kekurangan gizi,
spiritual. Sehingga pesangan tersebut pengangguran.
kurang bijaksana dalam memecahkan Berdasarkan dampak diatas, dapat
masalah keluarga. ditarik kesimpulan bahwa dampak dari
Kedua, Kemiskinan. Para pasangan pernikahan anak usia dini menyebabkan
pernikahan dini membuat mereka putus banyak kerugian yang akan terjadi, baik
sekolah sehingga membuat mereka tidak berupa biologis maupun fisik . Pernikahan
mmiliki keahlian dalam bidang tertentu dini berpotensi membuka lingkungan dan
dan hal ini berakibat pada kemiskinan. tanggungjawab baru anak-anak, yang
Ketiga, Perkawinan dini membawa pada sebenarnya tidak layak dibebankan pada
tindak kekerasan dalam rumah tangga, anak-anak. Dimana anak yang seharusnya
yang mana hal ini dikarenakan kondisi berada pada fase bermain dan belajar
emosional yang belum matang diharuskan menjadi orangtua dengan
menyebabkan pasangan “meledak-ledak segala tangungjawabnya untuk mengasuh
dan menafkahi keluarganya. Tidak satupun berkontribusi besar dalam maraknya kasus
anak yang bercita-cita ingin melakukan pernikahan dini. Budaya patriarki adalah
praktek pernikahan dini. Namun orangtua, kontruksi sosial yang diciptakan dan di
keluarga dan lingkungan yang memandang legistimasi oleh masyarakat sebagai hal
perlu mereka untuk menikah diusia muda. yang lumrah. Sebagai contohnya adalah
Sejatinya, anak masih belum dapat anggapan bahwa perempuan tidak dapat
bertanggungjawab atas dirinya secara menghasilkan uang dan hanya berada pada
penuh. Ia masih bergantug dan ranah tugas domestik. Hal ini berdampak
membutuhkan perlindugan pada orangtua pada perempuan yang terus dibatasi karena
atau orang dewasa disekitarnya. Anak statusnya sebagai Istri.
belum matang secara biologis, sosial, Linda menuangkan gagasannya
mental dan spiritual. Sehingga dapat melalui sebuah buku, bahwa budaya
dikatakan seorang anak tidak layak untuk patriarki yang masih megakar dalam
dinikahkan atau dikawinkan. Apapun masyarakat menyebabkan perempuan
faktor yang melatarbelakangi adanya menjadi terjerumus dalam kasus
tindakan pernikahan dini bukan sebuah pernikahan dini. Mereka tidak memiliki
solusi yang tepat dalam menyelesaikan kebebasan untuk menolak, karena di
masalah. beberapa adat, perempuan yang menolak
untuk dinikahkan akan mendapatkan
Peran Kesetaraan Gender dalam sanksi sosial. Maka, meskipun realita yang
Menyikapi Kasus Pernikahan Anak terjadi di masyarakat mengacu pada
Budaya patriarki adalah sebuah keutamaan kematangan psikis dalam
bentuk ketidakadilan yang patut menjadi menikah merupakan hal penting, namun
perhatian dan perlu adanya rekontruksi sayangnya realitas tersebut masih
ulang. Budaya patriarki dapat diabaikan oleh sebagian masyarakat.
dimaksudkan sebagai sebuah sistem yang Sejatinya semua ajaran agama mengenal
menempatkan laki-laki pada tempat yang dengan konsep keadilan dan kesetaraan
lebih tinggi dari perempuan. Budaya gender. Dapat dikatakan bahwa agama
patriarki teleh merugikan perempuan yang secara normatif mengakui bahwa Tuhan
dapat dirasakan dari diskriminasi yang menciptakan makhluk dari golongan laki-
dialaminya di ranah privat maupun publik, laki dan perempuan.
seperti halnya marginalisasi, pemiskinan Agama tidak mengajarkan bahwa
ekonomi, subordinasi, steriotip, kekerasan derajat seseorang dinilai dari jenis
dan beban ganda. Budaya patriarki kelamin. Poin pentingnya adalah, semua
manusia berkedudukan sama dan setara di laki-laki maupun perempuan memiliki
hadapan Tuhan. Namun manusia kerapkali kesempatan yang sama untuk memperoleh
terkecoh dalam bentuk diskriminasi dan kesempatan yang sama dalam
pembedaan berdasarkan jenis kelamin, ras, mengembangkan potensi diri. Pendekatan
etnisitas, warna kulit agama, gender, status ini penting untuk dilakukan, karena akan
sosiajko;l dan bahkan aliran politik. Maka memunculkan kearah positif dalam
konsep kesetaraan gender menjadi penting mendapatkan hak-haknya dan membuka
untuk dijadikan pisau analisis dalam peluang dari ketertindasan. Pelitian yang
makalah ini. Menurut Martha C. dilakukan oleh Credos Institute,
Nussvbam (1999) kesetaraan gender dan menunjukkan bahwa sosialisasi peran
hak-hak perempuan berhubungan erat gender dapat berkontribusi dalam
dengan etika, moral dan cara bagaimana penerimaan masyarakat dalam memangkas
perempuan seharusnya diperlakukan. mata rantai pernikahan dini. Dalam
Seperti halnya dalam kasus pernikahan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan
usia dini, dimana korban dalam kasus ini di Makasar dan Gowa, anak perempuan
lebih banyak ditemukan pada perempuan. yang dianggap telat menikah mendapatkan
Anak perempuan dinikahkan di usia yang label sebagai perawan tua. Indikator anak
masih sangat muda, sehingga hal ini perempuan yang di klaim masyarakat bagi
menghambat perempuan untuk anak yang sudah siap menikah adalah
berkembang dan hal tersebut merupakan dilihat dari kesiapannya ia megurus
bentuk diskriminasi gender. Menurut keluarga, sementara bagi laki-laki
Martha, bahwa pendekatan untuk dianggap siap menikah jika ia sudah
kesetaraan gender merupakan pendekatan mampu mendapatkan penghasilan.
dengan memaksimalkan pada kemampuan.
Pendekatan ini mengedepankan SIMPULAN
kemampuan universal yang dapat Terdapat berbagai faktor yang
digunakan untuk mengangkat derajat menyebabkan terjadinya pernikahan anak
perempuan setara dengan laki-laki. usia dini, diantaranya adalah 1) Faktor
Pendekatan ini memberikan ruang pendidikan, 2) Faktor Budaya, 3)
bagi perempuan untuk turut serta Lingkungan Sekitar. Disamping itu,
berpartisipasi publik dan menjalani budaya patriarki juga berpengaruh pada
kehidupan yang tidak lagi dipengaruhi tingginya kasus pernikahan dini, dimana
oleh budaya patriarki. Konsep yang dapat ditandai dengan korban pernikahan
digagas oleh Nussbaum adalah bahwa baik anak perempuan lebih banyak dan adanya
stigmatisasi yang melekat dimasyarakat, 2. Bagi Sekolah
bahwa perempuan yang menikah cepat Sekolah meningkatkan kerja sama
dinilai laku, sedangkan perempuan yang dengan dinas Kesehatan setempat
tak kunjung menikah dianggap tidak laku untuk memberikan penyuluhan ke
dan tidak menarik. Dampak yang terjadi sekolah-sekolah terkait edukasi dan
dalam kasus pernikaahan anak adalah dampak negative dari pernikahan dini.
suatu hal yang sangat merugikan bagi diri 3. Bagi para Orang Tua
sendiri, keluarga maupun masyarakat. Diharapkan memberi dukungan
Berdasarkan hasil penelitian yang kepada putra putrinya untuk tetap
telah dilakukan, bahwa pernikahan dini melanjutkan atau menyelesaikan
secara keseluruhan memiliki dampak Pendidikan.
psikologis bagi pasangan usia muda.
Selain itu, dampak lain yang ditimbulkan DAFTAR PUSTAKA
dari pernikahan dini adalah dari aspek Belli Rada Putra. (2014).
ekonomi dan sosial. Konseling Pranikah Hubungan Latar Belakang
sebagai upaya mereduksi budaya Pendidikan dengan Usia
pernikahan dini efektif dapat memberikan Pernikahan Dini di Kenagarian
pemahaman kepada remaja tentang makna Rabijonggor Kabupaten Pasaman
pentingnya pendewasaan usia perkawinan. Barat. Jurnal Spektrum PLS Vol II
Saran bagi masyarakat adalah No. 2 Tahun 2014
memberikan dukungan maupun juga Landung, J., dkk. (2009). Studi
bentuk perhatian/kepedulian terhadap Kasus Kebiasaan Pernikahan
remaja (generasi muda) agar sebagai Usia Dini Pada Masyarakat Tana
generasi penerus bangsa dapat terus Toraja. Jurnal MKMI. Vol 5, No.
selalu mengembangkan diri serta 4, Oktober 2009, hal 89-94.
berkarya dan berinovasi melalui karya- Mukson. (2013). Tradisi Perkawinan
karya nyata. Usia Dini di Desa Tegaldowo.
Jurnal Bimas Islam. Vol. 6, No.
SARAN
1, Tahun 2013.

1. Bagi Masyarakat Niswatul Imsiyah. (2009).

Harus ada kesadaran dari masyarakat Pernikahan Usia Dini Ditinjau

setempat mengenai wajib belajar 12 dari Aspek Psikologis dan

tahun sesuai aturan pemerintah. Medis. Jurnal Edusaintek, Vol 5,


No. 2, Desember 2009.
Roumali & Vindari. (2011). Walgito, B. (2002). Bimbingan
Kesehatan Reproduksi Buat danKonseling Perkawinan.
Mahasiswi Kebidanan. Yogyakarta : Andi Offset.Zein,
Yogyakarta : Nuha Medika. A.Y. dan Suryani, E.
Rufaida Nurjanah, dkk. (2013). (2005).Psikologi Ibu dan Anak.
Counseling and Knowledge of Yogyakarta : Fitramaua
the Young Age Marriage.
Kesmas Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 2,
September 2013.
Tin Afifah. (2011). “Perkawinan Dini
dan Dampak Status Gizi pada
Anak”. Jurnal Gizi Indon, 2011, 34
(2): 109-119.
Mappiare, Andi.(1982). Psikologi
Remaja.Surabaya: Usaha Nasional.
Moleong,
Lexy J.(2002). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mufidah. (2008). Psikologi Keluarga
Islam Berwawasan
Gender.Malang: UIN Malang
Press.
Soemiyati. 1999. Hukum Perkawinan
Islam dan Undang-Undang
Perkawinan Yogyakarta: Liberty.
Tihami, Sohari Sahrani. 2009. Fiqih
Munakahat Kajian Fiqih Nikah
Lengkap. Jakarta: Rajawali Pres.
Zainuddin, Ali. 2006. Hukum Perdata
Islam di Indonesia.Jakarta: Sinar
Grafika.

Anda mungkin juga menyukai