Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan dini mengambil bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai


penyebab. Apakah itu terjadi pada seorang gadis atau laki-laki, pernikahan dini
merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Beberapa hak ini sesudahnya, seperti telah
terdaftar pada tahun 1948 sesuai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan banyak
berhasil mengimplementasikan hak asasi manusia, termasuk hak untuk persetujuan bebas
dan penuh untuk pernikahan. Selain itu, menegaskan persetujuan yang tidak dapat "bebas
dan penuh" ketika setidaknya salah satu pasangan sangat dewasa. Karena itu untuk sama-
sama pria dan perempuan menikah muda, memiliki wawasan dini fisik, dampak akademi,
emosional dan ekspresif, menghalangi kesempatan pendidikan dan prospek
pengembangan individu. Untuk perempuan muda, sebagai tambahan, pernikahan dini
hanya akan kehamilan dan melahirkan sebelum waktunya dan melayani seumur hidup
pada aspek domestik dan secara seksual yang tidak mereka miliki kontrolnya.
Praktek pernikahan usia dini paling banyak terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Di Asia Tenggara didapatkan data bahwa sekitar 10 juta anak usia di bawah 18 tahun
telah menikah, sedangkan di Afrika diperkirakan 42% dari populasi anak, menikah
sebelum mereka berusia 18 tahun. Di Amerika Latin dan Karibia, 29% wanita muda
menikah saat mereka berusia 18 tahun. Prevalensi tinggi kasus pernikahan usia dini
tercatat di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%).
Secara umum, pernikahan anak lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan
anak laki-laki, sekitar 5% anak laki-laki menikah sebelum mereka berusia 19 tahun.
Selain itu didapatkan pula bahwa perempuan tiga kali lebih banyak menikah dini
dibandingkan laki-laki.
Analisis survei penduduk antar sensus (SUPAS) 2005 dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) didapatkan angka pernikahan di perkotaan lebih
rendah dibanding di pedesaan, untuk kelompok umur 15-19 tahun perbedaannya cukup
tinggi yaitu 5,28% di perkotaan dan 11,88% di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa
wanita usia muda di perdesaan lebih banyak yang melakukan perkawinan pada usia
muda. Meskipun pernikahan anak merupakan masalah predominan di negara
berkembang, terdapat bukti bahwa kejadian ini juga masih berlangsung di negara maju
yang orangtua menyetujui pernikahan anaknya berusia kurang dari 15 tahun.
Dalam aspek pernikahan, survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) 2007
melaporkan bahwa dari 6.341 perempuan usia 15-19 tahun sebesar 12.8% dari mereka
sudah menikah dan dari 6.681 perempuan usia 20-24 tahun sebesar 59.2% diantaranya
sudah menikah. Usia 15-24 tahun oleh UNFPA dianggap sebagai pemuda dan 15-19
tahun sebagai remaja akhir sehingga jelas bahwa remaja berdasarkan SDKI 2007
menikah pada usia yang lebih muda.
Menurut laporan SDKI 2007 juga, sebanyak 4.3% perempuan pada umur 15 tahun
telah menikah pertama kali. Menurut UU no. 1 perkawinan tahun 1974 bahwa usia
hukum minimum yang ditetapkan untuk menikah bagi perempuan 16 tahun dan 19 tahun
bagi laki-laki.
Pernikahan dini di Jawa Timur ternyata cukup tinggi. Dari hasil rilis Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur yang
dikeluarkan, Kamis (5 desember 2013) mencapai 53.372 orang atau 19 persen dari total
pernikahan di tahun 2013 sebanyak 276.761 orang.
Kesehatan reproduksi bagi remaja yang terlalu dini atau terlalu muda melakukan
hubungan intim dengan lawan jenis bagi remaja putri dapat menyebabkan banyak
penyakit salah satunya yaitu Ca cervix yang sampai sekarang tidak bisa diketahui gejala
awal, oleh karena itu kita cegah dengan tidak terlalu muda melakukan pernikahan. Bagi
remaja pria mungkin lebih ke mental kesiapan dari seorang pria.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masih banyak terjadinya
pernikahan dini. Dalam teori Lawrence Green (Notoatmodjo,2003) kesehatan
individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan
berbagai faktor diluar perilaku (non perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan
oleh tiga kelompok faktor: berbagai faktor predisposisi (presdiposing factors) mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi, norma sosial, dan bentuk lainnya yang terdapat
dalam diri individu dan masyarakat.
Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan
kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. Sedangkan faktor pendorong (reinforcing
factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat atau kelompok
peers. Dalam teori Lawrence Green juga dikatakan bahwa promosi kesehatan
mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor
itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari
masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya. Oleh
karena itu, sebagai upaya untuk lebih mengetahui dan memahami bagaimana dampak dari
pernikahan dini bagi kesehatan reproduksi.

Rumusan Masalah

Adakah hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan pernikahan dini di


Dusun Awar-awar Desa Tambak Rejo Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo?

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Menganalisis hubungan pegetahuan kesehatan reproduksi dengan pernikahan dini di
Dusun Awar-awar Desa Tambak Rejo Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden.
b. Mengidentifikasi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
c. Mengidentifikasi pengetahuan tentang pernikahan dini.
d. Menganalisis hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan pernikahan
dini.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya
kesehatan reproduksi pada pernikahan dini
2. Manfaat bagi pemerintah daerah setempat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang dampak apa saja yang dapat
terjadi pada kesehatan reproduksi jika pernikahan terlalu dini
3. Manfaat bagi peneliti
Peneliti dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pernikahan dini dan kesehatan reproduksi


Pernikahan dini menurut UU no. 1 perkawinan tahun 1974 bahwa usia hukum
minimum yang ditetapkan untuk menikah bagi perempuan 16 tahun dan 19 tahun bagi
laki-laki. Jadi jika seorang wanita harusnya menikah usia diatas 16 tahnun dan bagi pria
usia diatas 19 tahun.
B. Permasalahan dalam pernikahan dini
Beberapa permasalahan dalam pernikahan meliputi faktor yang mendorong
maraknya pernikahan anak, pengaruhnya terhadap pendidikan, terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga, dampak terhadap kesehatan reproduksi, anak yang dilahirkan dan
kesehatan psikologi anak, serta tinjauan hukum terkait dengan pernikahan anak.

C. Faktor yang mendorong maraknya pernikahan anak


Di berbagai penjuru dunia, pernikahan anak merupakan masalah sosial dan
ekonomi, yang diperumit dengan tradisi dan budaya dalam kelompok masyarakat.
Stigma sosial mengenai pernikahan setelah melewati masa pubertas yang dianggap aib
pada kalangan tertentu, meningkatkan pula angka kejadian pernikahan anak. Motif
ekonomi, harapan tercapainya keamanan sosial dan finansial setelah menikah
menyebabkan banyak orangtua menyetujui pernikahan usia dini. Alasan orangtua
menyetujui pernikahan anak ini seringkali dilandasi pula oleh ketakutan akan terjadinya
kehamilan di luar nikah akibat pergaulan bebas atau untuk mempererat tali
kekeluargaan.Secara umum, pernikahan anak lebih sering dijumpai di kalangan keluarga
miskin, meskipun terjadi pula di kalangan keluarga ekonomi atas. Di banyak negara,
pernikahan anak seringkali terkait dengan kemiskinan. Negara dengan kasus pernikahan
anak, pada umumnya mempunyai produk domestik bruto yang rendah. Pernikahan anak
membuat keluarga, masyarakat, bahkan negara mengalami kesulitan untuk melepaskan
diri dari jerat kemiskinan dan hal ini tentunya menyebabkan kualitas kesehatan dan
kesejahteraan yang rendah baik anak maupun keluarga dan lingkungannya.
D. Pernikahan usia dini dan derajat pendidikan
Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang
dicapai oleh sang anak. Pernikahan dini seringkali menyebabkan anak tidak lagi
bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai istri dan calon
ibu, atau kepala keluarga dan calon ayah, yang diharapkan berperan lebih banyak
mengurus rumah tangga maupun menjadi tulang punggung keluarga dan keharusan
mencari nafkah. Pola lainnya yaitu karena biaya pendidikan yang tak terjangkau, anak
berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab
orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya. Dari berbagai penelitian
didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan dan usia saat menikah,
semakin tinggi usia anak saat menikah maka pendidikan anak relatif lebih tinggi dan
demikian pula sebaliknya. Pernikahan di usia dini menurut penelitian UNICEF tahun
2006 tampaknya berhubungan pula dengan derajat pendidikan yang rendah. Menunda
usia pernikahan merupakan salah satu cara agar anak dapat mengenyam pendidikan
lebih tinggi.

E. Masalah domestik dalam pernikahan usia dini


Ketidaksetaraan jender merupakan konsekuensi dalam pernikahan anak.
Mempelai anak memiliki kapasitas yang terbatas untuk menyuarakan pendapat,
menegosiasikan keinginan berhubungan seksual, memakai alat kontrasepsi, dan
mengandung anak. Demikian pula dengan aspek domestik lainnya. Dominasi pasangan
seringkali menyebabkan anak rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga tertinggi terjadi di India, terutama pada perempuan
berusia 18 tahun. Perempuan yang menikah di usia yang lebih muda seringkali
mengalami kekerasan. Anak yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga
cenderung tidak melakukan perlawanan, sebagai akibatnya merekapun tidak mendapat
pemenuhan rasa aman baik di bidang sosial maupun finansial. Selain itu, pernikahan
dengan pasangan terpaut jauh usianya meningkatkan risiko keluarga menjadi tidak
lengkap akibat perceraian, atau menjanda karena pasangan meninggal dunia.
F. Kesehatan reproduksi dan pernikahan usia dini

Masa pubertas (puber) ditandai dengan kematangan organ-organ reproduksi, baik


primer (produksi sperma atau sel telur) maupun organ reproduksi sekunder (kumis,
rambut kemaluan, payudara). Awal masa puber berkisar antara usia 11–12 tahun
(perempuan) dan 13–14 tahun (laki-laki). Masa pubertas dicirikan dengan terjadinya
perubahan kerja hormon serta terjadinya hormon yang dominan pada setiap jenis
kelamin, estrogen (pada perempuan) dan testosterone (pada laki-laki). Pada masa
pubertas laki-laki mulai mengalami mimpi basah, yaitu keluarnya sperma ketika mimpi
tentang seks yang terjadi secara periodik berkisar setiap 2–3 minggu. Mimpi basah
sebenarnya merupakan salah satu cara tubuh laki-laki berejakulasi. Hal ini normal bagi
semua remaja laki-laki. Sedangkan masa pubertas pada perempuan mengalami
menstruasi (haid). Menstruasi akan berakhir saat perempuan berusia sekitar 45–50 tahun
(disebut menopause), di Indonesia menopause terjadi rata-rata di atas usia 50 tahun.
Ovarium bayi perempuan yang baru lahir mengandung ratusan ribu sel telur tetapi belum
berfungsi. Ketika pubertas, ovarium sudah mulai berfungsi dan terjadi proses yang
disebut siklus menstruasi (jarak antara hari pertama menstruasi bulan ini dengan hari
pertama menstruasi bulan berikutnya). Dalam satu siklus, dinding rahim menebal
sebagai persiapan jika terjadi kehamilan. Sel telur yang matang akan berpotensi untuk
dibuahi oleh sperma hanya dalam 24 jam. Apabila ternyata tidak terjadi pembuahan
maka sel telur akan mati dan terjadilah perubahan pada komposisi kadar hormone yang
akhirnya membuat dinding rahim akan luruh disertai pendarahan, yang disebut dengan
menstruasi. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja, terutama
yang telah mengalami haid, menyebabkan sering terjadi kehamilan tidak diinginkan .
Pengertian kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik
secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta
prosesnya.15 Sedangkan kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik,
mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.15.
Definisi kesehatan reproduksi menurut hasil ICPD 1994 di Kairo adalah keadaan
sempurna fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan tidak semata-mata ketiadaan
penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan
fungsi dan proses.15 
Penting untuk diketahui bahwa kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun
meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Kehamilan di
usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan
ibu. Disebutkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat
meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun,
sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun.Angka
kematian ibu usia di bawah 16 tahun di Kamerun, Etiopia, dan Nigeria, bahkan lebih
tinggi hingga enam kali lipat. Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses mengandung
maupun melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta
obstetric fistula. Data dari UNPFA tahun 2003, memperlihatkan 15%-30% di antara
persalinan di usia dini disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric fistula. Fistula
merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin atau
feses ke dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami
obstetric fistula. Obstetric fistula ini dapat terjadi pula akibat hubungan seksual di usia
dini.Pernikahan anak berhubungan erat dengan fertilitas yang tinggi, kehamilan dengan
jarak yang singkat, juga terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Mudanya usia saat
melakukan hubungan seksual pertamakali juga meningkatkan risiko penyakit menular
seksual dan penularan infeksi HIV. Banyak remaja yang menikah dini berhenti sekolah
saat mereka terikat dalam lembaga pernikahan, mereka seringkali tidak memahami dasar
kesehatan reproduksi, termasuk di dalamnya risiko terkena infeksi HIV. Infeksi HIV
terbesar didapatkan sebagai penularan langsung dari partner seks yang telah terinfeksi
sebelumnya. Lebih jauh lagi, perbedaan usia yang terlampau jauh menyebabkan anak
hampir tidak mungkin meminta hubungan seks yang aman akibat dominasi pasangan.
Pernikahan usia muda juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya karsinoma serviks.
Keterbatasan gerak sebagai istri dan kurangnya dukungan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan karena terbentur kondisi ijin suami, keterbatasan ekonomi, maka penghalang
ini tentunya berkontribusi terhadap meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada
remaja yang hamil.

G. Anak yang dilahirkan dari pernikahan usia dini


Saat anak yang masih bertumbuh mengalami proses kehamilan, terjadi persaingan
nutrisi dengan janin yang dikandungnya, sehingga berat badan ibu hamil seringkali sulit
naik, dapat disertai dengan anemia karena defisiensi nutrisi, serta berisiko melahirkan
bayi dengan berat lahir rendah. Didapatkan bahwa sekitar 14% bayi yang lahir dari ibu
berusia remaja di bawah 17 tahun adalah prematur. Anatomi panggul yang masih dalam
pertumbuhan berisiko untuk terjadinya persalinan lama sehingga meningkatkan angka
kematian bayi dan kematian neonatus. Depresi pada saat berlangsungnya kehamilan
berisiko terhadap kejadian keguguran, berat badan lahir rendah dan lainnya. Depresi
juga berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya eklamsi yang membahayakan janin maupun ibu yang mengandungnya.
Asuhan antenatal yang baik sebenarnya dapat mengurangi terjadinya komplikasi
kehamilan dan persalinan. Namun sayangnya karena keterbatasan finansial, keterbatasan
mobilitas dan berpendapat, maka para istri berusia muda ini seringkali tidak
mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkannya, sehingga meningkatkan risiko
komplikasi maternal dan mortalitas. Menjadi orangtua di usia dini disertai keterampilan
yang kurang untuk mengasuh anak sebagaimana yang dimiliki orang dewasa dapat
menempatkan anak yang dilahirkan berisiko mengalami perlakuan salah dan atau
penelantaran. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari
pernikahan usia dini berisiko mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan
belajar, gangguan perilaku, dan cenderung menjadi orangtua pula di usia dini.

H. Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini


Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini didukung
oleh suatu penelitian yang menunjukkan bahwa keluaran negatif sosial jangka panjang
yang tak terhindarkan, ibu yang mengandung di usia dini akan mengalami trauma
berkepanjangan, selain juga mengalami krisis percaya diri. Anak juga secara psikologis
belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri, partner seks, ibu,
sehingga jelas bahwa pernikahan anak menyebabkan imbas negatif terhadap
kesejahteraan psikologis serta perkembangan kepribadian mereka.

I. Tinjauan hukum dalam pernikahan usia dini


Konvensi Hak Anak (KHA) berlaku sebagai hukum internasional dan KHA
diratifikasi melalui Keppres No.36 tahun 1990, untuk selanjutnya disahkan sebagai
undang-undang Perlindungan Anak (UU PA) No.23 tahun 2002. Pengesahan UU
tersebut bertujuan untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak. Dalam UU
PA dinyatakan dengan jelas bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin
kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang
merupakan hak asasi manusia.Konvensi Hak Anak telah menjadi bagian dari sistem
hukum nasional, sehingga sebagai konsekuensinya kita wajib mengakui dan memenuhi
hak anak sebagaimana dirumuskan dalam KHA. Salah satu prinsip dalam KHA yaitu
“kepentingan yang terbaik bagi anak”. Maksud dari prinsip “kepentingan yang terbaik
bagi anak” adalah dalam semua tindakan yang berkaitan dengan anak yang dilakukan
oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan yudikatif, kepentingan yang terbaik
bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Dalam UU PA pasal 1 ayat 2 disebutkan
bahwa “perlindungan anak” adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam deklarasi hak asasi manusia, dikatakan bahwa
pernikahan harus dilakukan atas persetujuan penuh kedua pasangan. Namun kenyataan
yang dihadapi dalam pernikahan usia dini ini, persetujuan menikah seringkali
merupakan akumulasi dari paksaan atau tekanan orangtua/wali anak, sehingga anak
setuju untuk menikah seringkali merupakan rasa bakti dan hormat pada orangtua.
Orangtua beranggapan menikahkan anak mereka berarti suatu bentuk perlindungan
terhadap sang anak, namun hal ini justru menyebabkan hilangnya kesempatan anak
untuk berkembang, tumbuh sehat, dan kehilangan kebebasan dalam memilih.
Pernyataan senada juga dikeluarkan oleh International Humanist and Ethical Union,
bahwa pernikahan anak merupakan bentuk perlakuan salah pada anak (child
abuse).Dalam hal ini, mengingat berbagai konsekuensi yang dihadapi anak terkait
dengan pernikahan dini sebagaimana telah dibahas, maka pernikahan anak tentunya
menyebabkan tidak terpenuhinya prinsip “yang terbaik untuk anak”, sehingga hal ini
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi anak. Dalam UU Perlindungan Anak dengan
jelas disebutkan pula mengenai kewajiban orangtua dan masyarakat untuk melindungi
anak, serta kewajiban orangtua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-
anak (pasal 26). Sangsi pidana berupa hukuman kurung penjara dan denda diatur dalam
pasal 77-90 bila didapatkan pelanggaran terhadap pasal-pasal perlindungan anak

J. Teori Perilaku Lawrence Green


Menurut Lawrence Green (Notoatmodjo,2003) dalam rangka pembinaan dan
peningkatan perilaku kesehatan masyarakat supaya lebih efektif perlu diperhatikan tiga
faktor utama, yaitu:10

a. Faktor predisposisi
Faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi
dan kepercayaan masyarakat terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya.10

b. Faktor pemungkin
Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku
kesehatan. Faktor ini Mencakup ketersediaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan
bagi masyarakat. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, dokter, bidan praktek swasta, dan
sebagainya.10

c. Faktor penguat
Berbagai faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, atau kelompok
peers / sesama remaja yang melakukan perkawinan dini. Termasuk juga di sini
undang –undang, peraturan – peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah
yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang – kadang
bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas kesehatan
saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh
agama, para petugas terutama petugas kesehatan.10
Menurut Newcomb, bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan,
yaitu :10

1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).10

2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.10

3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap.10

4. Bertanggung jawab (responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi.10
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang masalah dan ditinjau menurut teori lauwrence green
disusun kerangka konsep sebagai berikut :
Keterangan : Tidak diteliti

Diteliti

Gambar III.1: Kerangka Konsep

Dari kerangka konsep diatas dapat diketahui bahwa kejadian pernikahan di usia dini
diDesa Tambak Rejo Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo,terjadi oleh beberapa
faktor, yang kami teliti yakni faktor predisposisi yaitu pengetahuan, budaya, sikap,
pendidikan ,umur pertama menikah dan anak keberapa.

2. Hipotesis penelitian.

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Adapun rumusan hipotesis
penelitian ini adalah adanya hubungan pernikahan dini dengan pengetahuan.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian Observasional dengan Cross Sectional
analitik yang menganalisis hubungan beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan
reproduksi pada pernikahan usia dini di Dusun Awar-awar Desa Tambak Rejo
Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan di Dusun Awar-awar Desa Tambak Rejo, Kecamatan


Krembung, Kabupaten Sidoarjo.
2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 15 Februari – 15 Maret 2014.

C. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Dalam
penelitian ini populasi yang digunakan adalah Pasangan usia subur (115 orang) di dusun
awar-awar desa Tambak rejo kecamatan krembung kabupaten sidoarjo.

D. Besar sampel dan Cara pengambilan sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. Menurut Sastroasmoro (2008), jumlah sampel yang
digunakan sebagai subjek penelitian ini dihitung dengan rumus proporsi binominal
(binominal proportions).
Jika besar populasi (N) diketahui, maka dicari dengan menggunakan rumus berikut:
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
= derajat kepercayaan
p = proporsi pernikahan dini yang terjadi
q = 1-p (proporsi pernikahan dini yang tidak terjadi)
Jika ditetapkan:

Atau dibulatkan 4, maka untuk N yang diketahui bisa diubah menjadi:

Sehingga besar sampel yang digunakan :


Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel penelitian ini adalah 29,67 orang
yang dibulatkan menjadi 30 orang. Sehingga dalam penelitian ini sampel yang digunakan
adalah 30 pasangan usia subur di dusun awar-awar desa Tambak rejo Kecamatan
Krembung Kabupaten Sidoarjo.

Untuk cara pengambilan sampel kami menggunakan random sampling.

E. Variabel Penelitian

a. Variabel independen : Pernikahan usia dini

b. Variabel dependen : Pengetahuan kesehatan reproduksi

F. Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Alat Ukur Skor Skala

1 Pengetahuan Mengetahui tentang Kuesioner a. Tahu Nominal


tentang kesehatan
Kesehatan reproduksi b. Kurang /
Reproduksi Tidak tahu

2 Pernikahan Dini Mengetahui tentang Kuesioner a. Ya Nominal


kejadian pernikahan
dini yang terjadi b. Tidak

G. Cara Pengumpulan Data

a. Data primer :

Data primer ini dikumpulkan menggunakan teknik wawancara dan alat pengumpulan
data berupa kuesioner.

b. Data sekunder :
Data sekunder ini dikumpulkan menggunakan teknik studi dokumen dan alat
pengumpulan data berupa catatan lapangan dengan sumber data buku PUS di Desa
Tambak Rejo wilayah kerja Puskesmas Krembung, Sidoarjo.

H. Metode/teknik pengolahan data

Data mentah yang didapat dari hasil wawancara berdasarkan kuesioner yang

diolah ke dalam bentuk tabulasi dengan menggunakan komputer dengan langkah-

langkah sebagai berikut (Iqbal, 2004):

1. Editing

Adalah setiap lembar kuesioner diperiksa untuk memastikan bahwa setiap

pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner sudah terisi semua.

2. Coding

Adalah pemberian kode pada setiap jawaban yang terkumpul dalam kuesioner

untuk memudahkan proses pengolahan data.

3. Scoring

Adalah setiap pertanyaan diberi skor untuk dikelompokkan menurut kategori

4. Prosessing

Adalah melakukan pemindahan atau memasukkan data dari kuesioner ke dalam

komputer untuk di proses. Pemindahan data ke dalam komputer dilakukan dengan

SPSS.

5. Cleaning
Adalah proses yang dilakukan setelah data di masukkan kedalam komputer, data akan

diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika ada data yang salah maka akan

diperiksa oleh cleaning ini.

6. Tabulating

Adalah sistem pengolahan data langsung yang ditabulasi oleh kuesioner. Ini juga

metode yang paling sederhana bila dibandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi

ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner ke dalam kerangka tabel yang

telah disiapkan, tanpa proses perantara yang lainnya.

7. Describing

Adalah proses menggambarkan dan menerangkan data.

8. Analysis

Adalah melakukan uji statistik dengan menggunakan program SPSS.

I. Cara mengolah data

Analisa bivariate digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

variabel independent dan variabel dependent. Analisis ini bertujuan mengetahui

hubungan kemaknaan antara variabel dengan menggunakan Chi-square dengan

derajat ketepatan absolut 10% dan dilanjutkan dengan koefisiensi korelasi

kontingensi.

Analisis data dengan menggunakan analisi X2–test (Chi-Square) dengan langkah-langkah


sebagai berikut:
1 .Perumusan hipotesis
2. Penentuan df
Df = (c-1)(r-1), dengan c adalah jumlah kolom dan r adalah jumlah baris.
3. Penentuan
Dengan batas kemaknaan
4.Penentuan batas penolakan H0 (X2-Tabel)
5. Perhitungan X2
Rumusan X2
X2 = Ʃ (o – e) 2
n
6. Kesimpulan
H0 ditolak apabila X2 ≥ X2 tabel
H0 ditolak apabila X2 < X2 tabel
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Dusun awar-awar, Desa Tambak rejo yang masuk dalam

wilayah kerja Puskesmas Krembung, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi

Jawa Timur. Berikut adalah data umum dan data khusus Desa Tambak rejo:

Gambar V peta kecamatan Krembung

1. Identitas

a. Dusun : Awar-awar

b. Desa/kelurahan : Tambak rejo

c. Kecamatan : Krembung

d. Kabupaten : Sidoarjo
e. Provinsi : Jawa Timur

2. Data geografi

a. Kabupaten Sidoarjo memiliki luas wilayah 71.424,25 ha dengan batas-batas

wilayah administrasi sebagai berikut:

a. Barat : Kabupaten Pasuruan

b. Timur : Selat Madura

c. Selatan : Pasuruan

d. Utara : Kota Madya Surabaya dan Kabupaten Gresik

b. Wilayah kerja Puskesmas Krembung meliputi sebagian wilayah Kecamatan

Krembung dengan batas-batas sebagai berikut :

-Sebelah Utara : Kecamatan Tulangan dan Prambon

-Sebelah Timur : Kecamatan Porong

-Sebelah Selatan : Kecamatan Ngoro – Mojokerto

-Sebelah Rarat : Kecamatan Prarnbon

c. Luas daerah dan keadaan daerah

Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo terdiri dari 19 desa. Adapun keadaan


tanah di Kecamatan Krernbung adalah tanah subur dan tidak ada daerah banjir
maupun daerah rawa. Hasil utama daerah Kecamatan Krembung Kabupaten
Sidoarjo adalah pertanian. Luas wilayah Kecamatan Krembung terdiri dari
sawah 42,31 %, tebu 27,9% dan pekarangan 29,7%

3. Data demografi

a. Jumlah penduduk : 1.075 Orang


b. Jumlah Kepala Keluarga : 183 KK

4. Data sumber daya

a. Sarana pendidikan

1) Jumlah TK : 1 Buah

2) Jumlah SD/MI : 4 Buah

3) Jumlah SLTP/MTs :-

4) Jumlah SMU/MA :-

b. Sarana ibadah

1) Jumlah Masjid : 2 Buah

2) Jumlah Mushola : 15 Buah

3) Jumlah Gereja :-

4) Jumlah Pura :-

5) Jumlah Vihara :-

5. Jenis pekerjaan

a. PNS : 13 Orang

b. TNI : 10 Orang

c. Karyawan Swasta : 522 Orang

d. Wiraswasta/pedagang : 273 Orang

e. Petani : 23 Orang

f. Buruh tani : 177 Orang

g. Pertukangan : 27 Orang

h. Pensiunan : 13 Orang

i. Nelayan :-
j. Pemulung :-

k. Jasa : 17 Orang

6. Tingkat pendidikan

a. TK : 179 Orang

b. SD/MI : 469 Orang

c. SMP/SLTP : 301 Orang

d. SMA/SLTA : 103 Orang

e. Perguruan Tinggi : 23 Orang

7. Potensi prasarana kesehatan

a. Puskesmas pembantu : 1 buah

b. Poliklinik/balai pengobatan :-

c. Prakter dokter : 1 buah

d. Posyandu : 2 Buah

e. Rumah Sakit :-

f. Apotek :-

B. HASIL PENELITIAN

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan karakteristik di dusun Awar-awar


desa Tambak Rejo Wilayah Kerja Puskesmas Krembung Tahun 2014

No Karakteristik Jumlah (orang) Persen (%)

1. Umur

12-17 tahun 0 0

>17-30 tahun 15 50%


>30- 45 tahun 15 50%

2. Pendidikan

Pendidikan Rendah 15 50%

Pendidikan Sedang 10 33%

Pendidikan Tinggi 5 17%

3. Pendapatan keluarga

Pendapatan Rendah 6 20%

Pendapatan Sedang 9 30%

Pendapatan Tinggi 15 50%

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan pengetahuan kesehatan reproduksi di


dusun Awar-awar desa Tambak Rejo Wilayah Kerja Puskesmas
Krembung Tahun 2014

Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tahu 5 17

Kurang / Tidak tahu 25 83

Jumlah 30 100

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan pernikahan dini di dusun Awar-awar


desa Tambak Rejo Wilayah Kerja Puskesmas Krembung Tahun 2014

Pernikahan Dini Jumlah (orang) Persentase (%)

Ya 7 24

Tidak 23 76
Jumlah 30 100

C. Analisis Data

Hubungan Pengetahuan Tentang Keshatan Reproduksi Dengan Pernikahan Dini di


Dusun Awar-awar Desa Tambak Rejo Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi pengetahuan kesehatan reproduksi sebagai faktor


terjadinya pernikahan dini di dusun Awar-awar desa Tambak Rejo
Wilayah Kerja Puskesmas Krembung Tahun 2014

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi * Pernikahan Dini Crosstabulation

Pernikahan Dini

Ya Tidak Total

Pengetahuan Kesehatan Tahu Count 5 0 5


Reproduksi
Expected Count 1.2 3.8 5.0

% within Pengetahuan
100.0% .0% 100.0%
Kesehatan Reproduksi

Kurang/Tidak tahu Count 2 23 25

Expected Count 5.8 19.2 25.0

% within Pengetahuan
8.0% 92.0% 100.0%
Kesehatan Reproduksi

Total Count 7 23 30

Expected Count 7.0 23.0 30.0

% within Pengetahuan
23.3% 76.7% 100.0%
Kesehatan Reproduksi

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi * Pernikahan Dini Crosstabulation

Pernikahan Dini

Ya Tidak Total

Pengetahuan Kesehatan Tahu Count 5 0 5


Reproduksi
Expected Count 1.2 3.8 5.0

% within Pengetahuan
100.0% .0% 100.0%
Kesehatan Reproduksi

Kurang/Tidak tahu Count 2 23 25

Expected Count 5.8 19.2 25.0

% within Pengetahuan
8.0% 92.0% 100.0%
Kesehatan Reproduksi

Total Count 7 23 30

Expected Count 7.0 23.0 30.0

Pearson Chi-Square
19.714a 1 .000

Continuity Correctionb
14.907 1 .000

Likelihood Ratio
18.658 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association
19.057 1 .000

N of Valid Casesb
30

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.17.

b. Computed only for a 2x2 table

Uji statistik dengan Pearson Chi Square tidak memenuhi syarat karena 2 cells
(50%) memiliki nilai ekspektasi frekuensi kurang dari 5, sedangkan uji statistik
menggunakan Fisher's Exact test diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti H 1 diterima (H0
ditolak) yaitu ada hubungan antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan pernikahan
dini di Dusun Awar-awar Desa Tambak Rejo, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo.
BAB VI

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, kami berusaha membandingkan hubungan pengetahuan tentang


kesehatan reproduksi dengan pernikahan dini.

A. Umur

Pernikahan usia subur yang menikah dini makin marak terjadi karena pergaulan yang
semakin bebas dan putusnya sekolah dan keterbatasan ekonomi. Dari hasil ini responden usia
muda yang sudah menikah sebanyak 24%. Usia 12-17 tahun 0%, >17-30 tahun sebesar 50%,
>30- 45 tahun sebesar 50%.
B. Tingkat Pendidikan Responden

Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang dicapai oleh
sang anak. Pernikahan dini seringkali menyebabkan anak tidak lagi bersekolah, karena kini ia
mempunyai tanggung jawab baru, yaitu sebagai istri dan calon ibu, atau kepala keluarga dan
calon ayah, yang diharapkan berperan lebih banyak mengurus rumah tangga maupun menjadi
tulang punggung keluarga dan keharusan mencari nafkah.

Dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pendidikan yang rendah sebesar 15 (50%),
untuk pendidikan sedang sebesar 10 (33%) dan pendidikan tinggi sebesar 5 (17%).

C. Tingkat Penghasilan Responden

Dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pendapatan keluarga rendah sebesar 6 (20
%), pendapatan sedang sebesar 9 (30 %), dan pendapatan tinggi sebesar 15 (50 %). Tingkat
penghasilan responden ini merupakan faktor dalam menentukan terjadinya pernikahan dini
akibat dari kebutuhan ekonomi.

D. Tingkat Pengetahuan

Dari hasil analisis, terdapat hubungan antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan
pernikahan dini. Responden yang mengetahui tentang kesehatan reproduksi hanya 5 (17 %) dan
yang tidak mengetahui sebesar 25 (83 %). Dari sini dapat dilihat bahwa pengetahuan sangat
berperan penting terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi.
BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan tentang kesehatan


reproduksi dengan perniaha dini di Dusun Awar-awar Desa Tambak rejo Kecamatan
Krembung Kabupaten Sidoarjo, pada bulan februari-maret, dengan 30 responden
ternyata didapatkan responden (17%) yang mengetahui tentang kesehatn reproduksi dan
responden (24%) yang melakukan pernikahan dini. Hal ini menunjukkan bahwa
rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan masi tingginya pernikahan dini.

Hasil analisis menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan responden, tingkat


pendapatan, peranan tenaga kesehatan dan motivasi dari keluarga sangat mempengaruhi
terjadinya pernikahan dini. Faktor – faktor tersebut muncul baik sebagai motivasi atau
yang menurunkan motivasi dalam kejadian pernikahan dini.

Dari hasil analisis juga menunjukkan adanya hubungan antara faktor pekerjaan,
pengetahuan, dan tradisi masyarakat untuk menikahkan anaknya pada usia yang masih
terhitung muda. Faktor – faktor tersebut cukup berperan dalam masyarakat dusun Awar-
awar sehingga menyebabkan rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan
tingginya pernikahan di usia dini.

A. SARAN
Dalam saran dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu, saran yang ditujukan untuk
para usia subur , saran yang ditujukan bagi instansi kesehatan dan saran bagi pemerintah.
Saran tersebut yaitu :

1. Bagi para pasangan usia subur.


- Lebih sering mengikuti penyuluhan atau mencari pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi
- Para pasangan usia muda harusnya lebih ingin mencari tahu tentang beberapa efek
samping pernikahan dini baik untuk kesehatan reproduksi istri dan bagi psikis
suami.
- Aktif mengunjungi Puskesmas atau instansi kesehatan lainnya untuk mendapat
penyuluhan maupun berkonsultasi mengenai masalah kesehatan reproduksi yang
dihadapi setelah menikah di usia dini.
2. Bagi instansi kesehatan dan petugas kesehatan.
- Meskipun penyuluhan dalam penelitian ini tidak mempengaruhi terhadap
kesehatan reproduksi dan meningkatnya pernikahan dini, namun penyuluhan tetap
diperlukan untuk menambah pengetahuan para pasangan usia subur tentang
pentingnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sehingga diharapkan
dengan pengetahuan yang cukup dapat meningkatkan pengetahuan para pasangan
usia subur.
3. Bagi pemerintah
- Meningkatkan keterpaduan, koordinasi dan intergrasi khususnya dalam bidang
kesehatan ibu secara lintas sektor melalui kegiatan baik ditingkat pusat, provinsi
dan kabupaten atau kota.
- Meningkatkan penyuluhan dan promosi dengan mengembangkan konseling,
informasi dan edukasi yang spesifik melalui metode dan media yang sesuai
dengan sasaran antara lain : seminar, lokakarya, pelatihan, kampanye, serta siaran
melalui media elektronik, cetak dan media lain – lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF. Early marriage: child spouses. Innocenti Digest 2001;7:2-29.


2. IHEU. UN publishes IHEU statement: child marriage is child abuse. Didapat dari:
www.iheu.org. 2005.
3. UNICEF. Child protection information sheet: child marriage. Didapat dari:
www.unicef.org. 2006.
4. UNPFA. Child marriage fact sheet. Didapat dari: www.unpfa.org. 2005.
5. ICRW. Ending child marriage. Didapat dari: www.icrwindia.org. 2007.
6. UNICEF. Early marriage: a harmful traditional practice, a statistical exploration.
Didapat dari: www.unicef.org. 2006.
7. WHO. Implementation og general assembly resolution 60/251 of march 2006
entitled “human rights council”. Didapat dari: www.unitednations.org. 2007.
8. USAID. Preventing child marriage: protecting girls health. Didapat dari:
www.usaid.gov. 2006.
9. IPPF. Ending child marriage: a guide for global policy action. Didapat dari:
www.ippf.org. 2006.
10. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
11. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG PERKAWINAN
12. http://www.jurnas.com/news/116435/Pernikahan_Dini_Masih_Marak/1/
Sosial_Budaya/Perempuan
13. nurul_q.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9095/bab1-sikap-1.pdf
14. http://irdayantinasir.blogspot.com/2013/05/makalah-kesehatan-reproduksi-
remaja.html
15. http://belajarpsikologi.com/kesehatan-reproduksi-remaja/
16. http://windatwins.blogspot.com/
17. http://www.scribd.com/doc/103210164/Penentuan-Ukuran-Sampel-Memakai-
Rumus-Slovin

Anda mungkin juga menyukai