Anda di halaman 1dari 6

Pencegahan Pernikahan Dini Sebagai Upaya Menurunkan Angka

Kematian Ibu

Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Sebanyak 18% penduduk dunia adalah
remaja, sekitar 1,2 milyar jiwa. Rentang usia ini merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat baik secara fisik, psiklogis, maupun intelektual. Rasa ingin tahu yang
tinggi dan keinginan untuk mencoba hal-hal baru merupakan ciri khas remaja. Hal tersebut tak 
jarang disertai dengan pengambilan keputusan yang ceroboh atau tidak berpikir panjang, seperti
menikah muda/ pernikahan dini misalnya.

Pernikahan dini masih banyak ditemui di seluruh dunia. Setiap tahunnya sebanyak 10 juta
perempuan di dunia menikah pada usia <18 tahun. Hal ini menyebabkan angka kematian ibu dan
anak, penularan infeksi menular seksual, dan kekerasan semakin meningkat bila dibandingkan
dengan perempuan yang menikah pada usia >21 tahun.

Kehamilan maupun proses persalinan pada usia muda tentunya memiliki risiko atau komplikasi
yang berbahaya, antara lain:

1. Perempuan yang melahirkan sebelum usia 15 tahun memiliki risiko kematian 5 kali lebih
besar daripada perempuan yang melahirkan pada usia >20 tahun
2. Kematian pada ibu hamil usia 15-19 tahun lebih sering dijumpai di negara dengan
pendapatan yang menengah ke bawah
3. Bayi yang lahir dari perempuan usia <18 memiliki risiko mortilitas dan mobbiditas 50%
lebih besar daripada bayi yang lahir dari ibu usia >18 tahun
4. Bayi lahir prematur, BBLR, dan perdarahan persalinan

Untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak di seluruh dunia, berbagai usaha dilakukan
antara lain:

1. Mencegah terjadinya pernikahan dini


WHO telah mengeluarkan peraturan untuk melarang terjadinya pernikahan pada usia <18
tahun
2. Meningkatkan edukasi dan pemberdayaan perempuan
Jika edukasi perempuan tinggi, harapannya akan lebih melek tentang kesehatan. Sehingga
mampu menentukan untuk menunda pernikahan ataupun kehamilan.

1. Mensiasati dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat


2. Memfasilitasi Antenatal Care (ANC) pada ibu-ibu usia muda
3. Menggunakan sarana layanan kesehatan sebagai perantara menuju sarana pelayanan
lainnya
4. Melakukan evaluasi dan perluasan cakupan
5. Meningkatkan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi, meliputi:
1. Pengetahuan bahwa perempuan bisa hamil dengan 1 kali hubungan seksual

2. Penularan HIV/AIDS dapat dikurangi jika berhubungan seksual dengan satu


pasangan yang tidak memiliki pasangan dan penggunaan kondom

3. Memiliki pengetahuan komprehensif seputar HIV/AIDS

4. Mengetahui satu atau lebih gejala PMS pada laki-laki dan perempuan

5. Mengetahui tempat penyedia layanan informasi dan konseling kesehatan


reproduksi remaja

Informasi kesehatan reproduksi remaja hanya diketahui oleh 35,3% remaja perempuan dan
31,2% remaja laki-laki. Pendidikan dan pemberdayaan pada remaja sangatlah penting untuk
menghindari terjadinya pernikahan dini. Selain pemerintah dan tenaga kesehatan, peran orang
tua terutama ibu sangatlah penting dalam menyampaikan hal-hal mendasar terkait norma dan
informasi kesehatan reproduksi remaja. Jika upaya untuk mengurangi pernikahan dini bisa
tercapai, maka angka kematian ibu maupun bayipun akan menurun. Tiap 10% penurunan
kejadian pernikahan usia <18 tahun akan menyebabkan angka kematian ibu juga menurun hingga
70%.

SUMBER:
 Kemenkes RI, 2015, Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja, Pusat Data dan Informasi
Kemenkes, Jakarta
 The Global partnership to end child marriage, 2013, Talking point: Child marriage and
Maternal and Child health, Gilrs Not bride, UNFPA
 PNMCH, 2012, Reaching Child Brides, London
 Raj A, Saggurti N, Winter M, Labonte A, Decker MR, Balailah D, Silverman JG, 2010,
The effect of maternal child marriage on morbidity and mortality of children under 5 in India:
cross sectional study of a nationally representative sample, BMJ
Peran Orang Tua Terhadap Pencegahan Pernikahan Dini

Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting karena dengan perkawinan seseorang
akan memproleh keseimbangan hidup secara psikologis, social, maupun social biologis.
Seseorang yang melangsungkan perkawinan, maka dengan sendirinya semua kebutuhan
biologisnya bisa terpenuhi.

Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang profesi, suku
bangsa , kaya ataupun miskin; perkawinan seharusnya menjadi sesuatu yang bersifat seumur
hidup, tetapi tidak semua orang yang bisa memahami hakekat dan tujuan perkawinan yang
seutuhnya, yaitu mendapatkan kebahagiaan yang sejati dalam kehidupan berumah tangga.

            Seharusnya memang perkawinan dilakukan oleh orang dewasa, tetapi pada kenyataannya
terutama di PA. Surabaya ini masih banyak yang mengajukan perkara Dispensasi Nikah, bisa
pihak wanitanya yang masih dibawah umur dan juga pihak prianya yang masih di bawah umur,
bahkan ada yang kedua duanya baik pihak wanita dan prianya masih di bawah umur; meskipun
sudah ada Undang-undang yang mengatur, (UU no 16 thn 2019, yang berlaku sjak tgl 15
Oktober 2019).

            Padahal dampak pernikahan dini bagi kedua pasangan yang masih muda ini, masih
terlihat banyak hal negatifnya dari pada  hal positifnya, antara lain : seperti Depresi, Kesehatan,
Mental kedua pasangan terjadi KDRT, anak terlantar.

Masalah pernikahan dini ini sebenarnya adalah masalah yang sangat serius dan harus dipikirkan
solusinya untuk mencegahnya , karena masa depan bangsa sangat berhubungan dengan generasi
muda saat ini;

                        Pernikahan dini setidaknya memiliki dua dampak:

Dampak Positif :

Bila dilihat dari dampak positif, maka pernikahan dini memiliki dampak pertama mencegah
kemaksiatan atau perzinahan. Bila sepasang muda mudi sudah pacaran atau sudah saling suka,
maka sebaiknya tidak menunda perkawianan lagi, karena bisa terjadi hubungan suami isteri
padahal mereka masih pacaran, sehingga dikenal istilah  “Maried by Accident”   atau hamil
diluar pernikahan. Hal ini nantinya akan berakibat status hukum pada anak dalam agama Islam
dia tidak bisa dinisbatkan kepada ayahnya.

Dampak positif berikutnya, bila dalam keluarga sudah ada yang menikah, tentu beban orang tua
menjadi berkurang, karena setelah menikah maka tanggung jawab sudah bukan ditanggung orang
tua lagi;

Dampak Negatif :

Dampak Negatif yang timbul dalam pernikahan dini antara lain :

 Pendidikan yang terhambat;

Bila mereka melaksanakan pernikahan dini/di bawah umur, bisa saja mereka hanya lulusan SMP
atau SMA, bila harus Kuliah mungkin mereka akan berpikir dua kali, karena kalau mengurus
rumah tangga yang tidak mudah;

 KDRT, usia muda umumnya tingkat emosionalnya juga masih tinggi, jadi sangat mungkin bagi
pasangan muda untuk terjadi kekerasan dalam rumah tangga, bila ada beda pendapat dalam
mengurus rumah tangga.
 Tekanan social, beban juga akan dirasakan para remaja yang melakukan pernikahan dini baik
dari Undang-Undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan,          

Salah satu filter dalam rangka mencegah pernikahan dini, utamanya adalah dipihak orang tua,
Dalam ilmu sosiologi, dipelajari bahwa ada empat agen perubahan social, yaitu keluarga,
sekolah,  pendidikan dan media masa. Dimana  orang tua  memiliki peranan vital dan utama
dalam pembentukan keluarga yang harmonis.

Oleh karena itu orang tua memiliki peran sangat penting dalam mencegah pernikahan dini/bila
perlu sejak balita, anak dekatkan pada ajaran agama, sehingga mencegah pergaulan bebas saat
anak tersebut remaja. Orang tua juga jangan terlalu sibuk dalam mencari nafkah, sehingga
melupakan pemberian perhatian dan kasih sayang pada anaknya.

Orang tua harus berupaya selalu perhatian terhadap anak anaknya, perhatian kecil, seperti
menanyakan kegiatan yang dilakukan sang anak sehari-harinya. Perlakuan tersebut selain
sebagai control terhadap anak, juga membuat anak merasa diperhatikan, dan orang tua selalu
membangun komunikasi yang baik dengan sang anak, meskipun hanya pergi sebentar anak harus
selalu ditanya mau pergi kemana dan dengan siapa.

Anak anak juga perlu dibekali pendidikan agama tentang seks sebelum usia remaja agar anak
memahami bagaimana cara bergaul dengan teman dan sahabat dapat diketahui anak sejak dini,
apalagi di era globalisasi sekarang ini, anak anak cendrung memahami konsep pacaran lebih
cepat dibanding zaman dahulu.

Dalam hukum adat dikenal ada istilah bibit, bobot dan bebet;

 Bibit artinya :  apakah bibit seseorang itu berasal dari keturunan yang baik, bagaimana sifatnya,
wataknya, perilakunya dan kesehatannya serta keadaan orang tuanya;
 Bobot artinya : apakah pria itu mempunyai pekerjaan, jabatan, martabat yang baik;
 Bebet artinya : apakah ada harta kekayaan dan kemampuan serta ilmu pengetahuan;

Nampaknya istilah ini harus diterapkan oleh semua orang tua. Apabila orang tua meyakini bahwa
anaknya dan pasangannya sudah memiliki modal untuk melakukan pernikahan, maka orang tua
wajib memberikan ijin untuk menikah. Namun apabila orang tua berkeyakinan anak dan
pasangannya masih terlalu dini untuk menikah, maka orang tua wajib untuk mencegah
pernikahan dini, karena tanggung jawab orang tua pun tetap akan diminta pertanggung
jawabannya di akhirat nanti.

Sehingga dalam rangka upaya pencegahan pernikahan dini, orang tua mempunyai peranan yang
sangat penting untuk melihat lebih banyak manfaat atau mudharatnya, sebelum orang tua
memberikan ijin untuk melangsungkan pernikahan dini tersebut.

                                                   Wasasalam,

                                        Surabaya, 20  Juli  2022

                                   Dra. Hj. Maryanah., S.H.,M.H.I.

Anda mungkin juga menyukai