Anda di halaman 1dari 13

LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya

Vol 11, No 1, Juni 2022, E-ISSN: 2684-8171, P-ISSN: 1829-9245

FENOMENA CHILDFREE DAN PRINSIP IDEALISME


KELUARGA INDONESIA DALAM PERSPEKTIF
MAHASISWA
Kembang Wangsit Ramadhani1, Devina Tsabitah2,
1,2 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia
kembangwangsit319@gmail.com

Abstract: The emergence of the childfree phenomenon in Indonesia raises a new view
of family stigma that is different from usual. This research will explore the
understanding of phenomenon from the point of view of college students as potential
subject or exempt from childfree. The aim of study is to find out their views on the
definition of childfree and how to respond the idealism of family that will be
constructed in the future. The methodology used is through a qualitative descriptive
approach. The results of the study indicate that there is a similar understanding of all
college students who become respondents to define the notion of childfree. However,
there are differences in responding to the existence of child-free phenomenon that is
currently happening. Some of them argue that the existence of childfree is a positive
thing as a form of implementation the relative presence of children and choices.
Meanwhile, other respondents considered the childfree phenomenon as a form of
negative thoughts because they were considered to have tried to reject children's
"luck" which could actually be pursued.
Keywords: Childfree, Family, College Student

Abstrak: Munculnya fenomena childfree di Indonesia memunculkan pandangan baru


tentang stigma keluarga yang berbeda dari biasanya. Penelitian kali ini akan
mengeksplorasi pemahaman fenomena tersebut diambil dari sudut pandang mahasiswa
sebagai calon pelaku atau terbebas childfree. Tujuannya adalah untuk mengetahui
pandangan mereka tentang makna childfree serta bagaimana respon terhadap
idealisme keluarga yang hendak dikonstruksi di masa depan. Metodologi yang
digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan adanya pemahaman yang serupa dari seluruh mahasiswa yang menjadi
responden untuk mendefinisikan pengertian childfree. Namun terdapat perbedaan
dalam merespon eksistensi fenomena childfree yang sedang terjadi. Sebagian mereka
berpendapat bahwa adanya childfree merupakan suatu hal yang positif sebagai bentuk
implementasi kehadiran anak yang relatif dan pilihan. Sementara itu responden yang
lain menganggap fenomena childfree sebagai bentuk buah pikiran yang negatif karena
dianggap sudah berusaha menolak “rejeki” anak yang sebenarnya bisa diupayakan.
Kata Kunci: Childfree, Keluarga, Mahasiswa

17
PENDAHULUAN 2021). Selain itu keluarga dan
Dalam realita sosial, keluarga masyarakat mempunyai
disebut sebagai pusat tumbuhnya kecenderungan menganggap
generasi penerus bangsa yang pernikahan yang tidak sempurna
berkarakter (Athiyah Warada, ditimbulkan dari suami istri yang tidak
Mardiana, 2021). Hal ini diikuti mempunyai anak. Namun, tidak semua
dengan kenyataan bahwa setiap dua kondisi dapat disamaratakan. Terdapat
insan yang menikah akan dihadapkan banyak pemakluman mengapa
fase baru dimana sebagian besar pasangan tidak memiliki keturunan
mereka kelak melahirkan anak untuk karena alasan tertentu. Diantaranya
mempertahankan garis keturunannya. akan dapat dipahami jika pasangan ini
Menikah dan memiliki anak menjadi memiliki kondisi yang secara alamiah
salah satu hal penting dalam kehidupan tidak dapat menghasilkan keturunan.
sosial dan budaya masyarakat. Kemudian penerimaan bisa jadi
Pernikahan merupakan suatu siklus berbanding terbalik menjadi anggapan
hubungan permanen antara laki-laki negatif jika yang diterima tidak
dan perempuan yang legal secara demikian (Iskandar et al., 2019).
agama dan hukum serta terikat dengan Secara general, pasangan yang
peraturan tertentu (Struktur et al., tidak memiliki anak dikategorikan
2022). menjadi 2 bagian: Pertama, keadaan
Titik kepuasan yang dicapai dimana pasangan tidak memiliki anak
dalam pernikahan merupakan salah karena suatu sebab yang mendesak,
satu faktor penting yang menjadi seperti: mandul, HIV, atau masalah
bagian dari visi bagaimana sebuah kesehatan lainnya. Sedangkan mereka
keluarga akan dibentuk. Menurut sebenarnya memiliki keinginan untuk
Nagaraja (Sudarto, 2014) kepuasan hal itu. (Patnani et al., 2021). Kedua,
merupakan suatu kondisi dimana pasangan yang secara suka rela
individu mampu mencapai tujuan yang memutuskan untuk tidak memiliki
diinginkan. Sedangkan pada realitanya, anak meskipun sebenarnya mereka
kepuasan dalam pernikahan sangat mampu dan berpotensi untuk
merupakan suatu kesan subjektif yang memperoleh keturunan. (Neal & Neal,
bisa saja berbeda-beda standarnya pada 2021)
tiap orang. Menurut (Haganta et al., 2022)
Dari perspektif sosial dan Hingga saat ini, keputusan memilih
ekonomi, kehadiran anak dapat dan menjadikan childfree sebagai
meningkatkan ekonomi keluarga sebuah prinsip bagi pasangan resmi di
karena anak dinilai membawa rezeki Indonesia memang masih menuai pro
dan mendapat pengakuan positif secara dan kontra dalam berbagai macam
sosial dari masyarakat (Patnani et al., perspektif. Banyak yang beranggapan
bahwa baik pendukung maupun
18
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya
Vol 11, No 1, Juni 2022, E-ISSN: 2684-8171, P-ISSN: 1829-9245

penolak childfree mendasarkan tahun 2001 mengungkap bahwa 7%


argumennya pada persoalan krisis orang di Kanada berusia 20-34 tahun,
ekologis dengan asumsi yang serupa. mewakili 434.000 orang menyatakan
Krisis ekologi dan overpopulasi dalam berniat tidak memiliki anak.
isu childfree diantaranya menyatakan Sementara itu, 4% dari orang-
bahwa pada pendukung childfree orang di Kanada menyatakan bahwa
seringkali menggunakan penjelasan pernikahan merupakan hal yang
dari sisi sains sedangkan kebanyakan penting. Namun, tidak memiliki
penolak childfree ditopang dengan ketertarikan atau keinginan untuk
dalih agama. memiliki anak (Khasanah & Ridho,
Pembahasan seputar dukungan 2021). Beberapa alasan yang
maupun kritikan terhadap childfree melatarbelakangi childfree di Kanada
serta pengalaman dari segenap ini diantaranya yaitu, kondisi medis
penggiat fenomena ini telah banyak yang tidak memungkinkan, situasi
diuraikan dalam berbagai literatur tidak kondusif dalam membesarkan
sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti anak, karir yang memuaskan serta
ingin memfokuskan penelitian kali ini alasan-alasan lingkungan atas
pada cara pandang dan keputusan keputusan mereka untuk tidak
calon terlibat atau terbebas childfree memiliki anak (Stobert & Kemeny,
dikalangan muda-mudi yang kelak 2003).
akan mengonstruksi rumah tangga Fenomena childfree tidak akan
yang mungkin dengan atau tidak jauh dari peran pasangan yang
mengesampingkan arti nilai keluarga mengambil keputusan mengenai hak-
secara tradisional yang masih hak reproduksi mereka. Hak-hak
mengakar di Indonesia. reproduksi sesuai dengan Konferensi
Individu tanpa anak telah Internasional tentang kependudukan
diakui dalam literatur setidaknya sejak menyatakan bahwa hak reproduksi
tahun 1970-an (Houseknecht, 2020), mencakup hak asasi manusia tertentu
dan didefinisikan sebagai orang yang yang telah diakui dalam hukum
tidak memiliki anak dan tidak ingin nasional, dokumen hak asasi manusia
memiliki anak di masa depan. internasional, dan dokumen konsensus
Berdasarkan laporan dari National PBB lain yang relevan (Noor et al.,
Survey of Family Growth dikutip dari 2018). Berbagai hak tersebut bertumpu
laman Good Doctor, tak kurang 15% pada pengakuan hak-hak dasar setiap
wanita dan 24% laki-laki memutuskan pasangan dan individu untuk
untuk tidak memiliki anak (Daniels & memutuskan secara bebas dan
Abma, 2017). Sementara itu, di bertanggung jawab mengenai jumlah,
Kanada berdasarkan survei dari jarak, serta waktu untuk memiliki
General Social Survey (GSS) pada anak.

19
Menurut hasil penelitian secara positif dan negatif (Mubarak, J.
(Ulfah & Mulyana, 2014) childfree S., dkk, 2022).
pada wanita involuntary childless Selanjutnya, penelitian ini
justru mengalami kepuasan hidup akan difokuskan pada fenomena yang
seperti adanya pengalaman kedua dimana pasangan bebas anak
menyenangkan, jarang merasakan karena pilihan, bukan karena sesuatu
afeksi positif dan sering merasakan yang membuat mereka terpaksa untuk
afeksi negatif. Selain itu, dibahas pula tidak mendapatkannya. Dalam
pada (Neal & Neal, 2021) bahwa masyarakat modern istilah ini dikenal
ditemukan peningkatan jumlah orang dengan sebutan childfree. Secara lebih
yang berpandangan positif tentang lanjut peneliti ingin mengkaji lebih
childfree, serta ditemukan stigma yang dalam tentang bagaimana fenomena ini
tumbuh akibat dari maraknya bisa mengubah atau tetap
fenomena tersebut. Sedangkan dari mempertahankan cara pandang dan
sisi islam fenomena ini juga cukup prinsip kawula muda untuk
sering dibahas salah satunya dalam mengkonstruksi idealisme keluarga
penelitian (Djati & Series, 2022), mereka di masa mendatang. Pada
bahwa sikap childfree merupakan konteks tersebut, peneliti memandang
pilihan yang belum relevan di bahwa mahasiswa dapat menjadi
Indonesia. Kecuali jika memang subjek yang berperan sangat krusial
sikapnya sengaja dikampanyekan untuk terlibat atau menolak fenomena
kepada khalayak, bukan hanya pada yang ada karena pada fase itu
ranah pribadinya saja. Penelitian ini merupakan usia rata-rata seseorang
juga menganggap bahwa orang yang telah dapat dikatakan dewasa secara
menganut childfree tetap perlu fisik maupun mental. Sehingga mereka
mendapat pendampingan secara bisa menanggapi hal-hal yang prinsipal
psikologis dan spiritual. dan membuat keputusan secara lebih
Penelitian yang sebelumnya sadar.
membantu dalam menyiapkan
kerangka berpikir penelitian ini.
Terdapat istilah childless yang mana METODE PENELITIAN
ada pasangan yang memilih tidak Metode penelitian yang
punya anak karena kondisi kesehatan digunakan merupakan metode
tertentu, meskipun mereka memiliki kualitatif dengan pendekatan
kemampuan finansial dan juga deskriptif. Peneliti lebih menekankan
emosional (Ulfah & Mulyana, 2014). kepada setiap pendapat dari
Namun, untuk orang-orang yang tidak narasumber guna menemukan,
memiliki anak meskipun mampu memahami, menjelaskan dan
disebut sebagai childfree yang memproleh gambaran tentang
seringkali menimbulkan dampak bagaimana childfree dan idealisme
20
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya
Vol 11, No 1, Juni 2022, E-ISSN: 2684-8171, P-ISSN: 1829-9245

keluarga yang terbentuk pada peneliti akan menghubungi para


perspektif para mahasiswa (Raco, responden melalui telepon whatsapp
2018). Hal ini dikarenakan para atau pertemuan tatap muka secara
mahasiswa merupakan kalangan yang online via google meet. Hal tersebut
paling dekat dengan golongan yang dilakukan karena posisi responden
belum menikah tetapi juga dekat yang tidak bisa dijangkau oleh peneliti
dengan golongan yang akan menikah. secara langsung, sehingga
Selain itu, diharapkan mahasiswa membutuhkan perantara melalui media
dapat memberikan penjabaran yang telekomunikasi untuk melangsungkan
lebih jelas mengenai childfree menurut wawancara.
perspektif mereka masing-masing. Sebelum memulai sesi tanya
Adapun partisipan dalam jawab, peneliti menyampaikan maksud
penelitian ini diambil dari beberapa dan tujuan dari diselenggarakannya
mahasiswa yang sedang menempuh wawancara. Selain itu, peneliti akan
pendidikan perguruan tinggi di Kota mengonfirmasikan kesiapan partisipan
Malang. Mereka berada di rentang dan meminta izin merekam sesi
masa studi sekitar semester 4 hingga 8. wawancara terlebih dahulu. Pertanyaan
Secara umum, kriteria yang dianjurkan wawancara yang ditujukan kepada
adalah bagi para mahasiswa yang partisipan bersifat terbuka dan melalui
belum menikah. Dalam menyikapi beberapa aspek yang mendukung pada
keefektifan penelitian, responden pertanyaan penelitian. Hasil rekaman
dibatasi sebanyak 7 orang dengan kemudian dirubah dalam bentuk
kriteria yang telah disebutkan tulisan (transkrip) dan dipelajari serta
sebelumnya. Jangka waktu yang ditinjau lebih lanjut. Selain itu, peneliti
diperlukan untuk melakukan penelitian juga menghimpun beberapa artikel
ini yaitu kurang lebih selama 1 bulan. jurnal yang memiliki keterkaitan dalam
Kemudian pengumpulan data topic penelitian kemudian diolah
diperoleh dengan cara melakukan bersama transkrip wawancara untuk
wawancara mendalam (in-depth mendukung data penelitian.
interview) semi tersruktur untuk
mendapatkan informasi mendetail HASIL DAN PEMBAHASAN
terkait sudut pandang responden akan
perspektif keluarga yang terkonstruk Hasil penelitian mengenai
dalam hidupnya serta cara menyikapi perspektif childfree tersebut diperoleh
fenomena childfree yang sedang dengan terlebih dahulu
merebak. Wawancara dinilai mampu mempertimbangkan arti penting
memberikan insight baru yang kehadiran anak menurut mereka di
mungkin belum terlihat dalam realitas lingkungan keluarga. Terdapat kondisi
sosial masyarakat. Pada penelitian ini, yang berbeda-beda dalam menanggapi
hal ini ditinjau sesuai konteks prinsip
21
yang dianut pribadi masing-masing ‫ أ َ ْو َو َل ٍد‬،ِ‫ أ َ ْو ع ِْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع ِبه‬،ٍ‫ار َية‬ َ ‫ ِإالَّ مِ ْن‬:ِ‫ثَالَثَة‬
ِ ‫صدَقَ ٍة َج‬
responden. ُ‫ِح َيدْعُو لَه‬
ٍ ‫صال‬ َ
Pernyataan tentang pentingnya Artinya: Dari Abu Hurairah RA berkata:
kehadiran anak dalam sebuah keluarga Rasulullah bersabda: "Apabila manusia
ditemukan adanya perbedaan dimana itu meninggal dunia maka terputuslah
2 dari 7 responden teguh menyikapi segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah
kepemilikan anak sebagai suatu hal jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak
yang sangat krusial tanpa diganggu sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR
gugat. Pernyataan ini didukung oleh Muslim).
responden berinisial AA dan AF yang Hadist tersebut secara tersirat
menyebut bahwa, mengungkapkan salah satu keuntungan
“Anak merupakan goal dari setiap memiliki buah hati dalam pernikahan.
pasangan sekaligus merupakan hal Jika orang tua mengajarkan kebaikan
yang identik di dalam sebuah bagi tumbuh kembang anak, maka ia
keluarga. Keluarga akan terasa akan menjadi penolong bagi orang
kurang tanpa adanya figur anak”. tuanya di akhirat kelak. Selain itu,
(AA) pahala do’a dari anak tersebut akan
Selanjutnya, pernyataan itu terus mengalir untuk meringankan
dirincikan secara gamblang oleh hisab kedua orang tuanya (Ibn
responden AF sebagaimana berikut, Taymiyyah, 2004).

“Arti memiliki keturunan sangatlah Sementara itu, para responden


penting. Karena ada yang membuat lain menanggapi pentingnya kehadiran
hati menjadi senang. Selain itu, anak anak dalam sebuah keluarga secara
merupakan investasi akhirat. Semakin lebih netral dan objektif, sebagaimana
banyak anak, semakin banyak yang yang diungkapkan salah satu
menyayangi dan mendoakan.” (AF) responden yang jawabannya telah
mewakili pernyataan 4 responden lain
Kedua responden
berikut ini:
mempercayai bahwa kehadiran anak
yang dinilai penting ini tidak terlepas “ada tidaknya keturunan tergantung
dari keuntungan atau nilai-nilai positif kebutuhan dari masing-masing
memiliki keturunan yang bisa pasangan. Jikalaupun pasangan
berdampak baik bagi kedua orang menghendaki adanya buah hati dalam
tuanya, seperti diantaranya menjadi pernikahan, sebaiknya dibatasi
amal jariyah di akhirat kelak. menyesuaikan kemampuan ekonomi
Sebagaimana yang tercantum dalam yang bersangkutan. Karna kalo kita
hadist: terlalu banyak keturunan juga
mungkin kalo kita lihat disekitar kita
‫ أن النبي صلى هللا‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه‬
malah menimbulkan ee.. Hal-hal yang
‫ع َملُهُ إالَّ مِ ْن‬ َ َ‫سا ُن ا ْنق‬
َ ‫ط َع‬ َ ‫اإل ْن‬
ِ َ‫ إذَا َمات‬:‫عليه وسلم قال‬ kurang baik dalam bidang
22
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya
Vol 11, No 1, Juni 2022, E-ISSN: 2684-8171, P-ISSN: 1829-9245

perekonomian itu misal kayak pengalaman, pengambilan keputusan,


kekurangan apa biaya hidup atau apa dan gaya hidup yang telah dilakukan
gitu sih mbak.” (RD) dalam konteks Barat. Bertambahnya
Menurut pendapat yang intensitas kesibukan manusia
diungkapkan oleh RD Keberadaan menjadikan akar kemunculan adanya
anak dinilai relatif dan menyesuaikan fenomena baru, termasuk diantaranya
dengan kondisi keluarga masing- adalah childfree. Fenomena ini sudah
masing pasangan. Selain itu, beberapa cukup familiar bagi para responden,
komponen yang perlu diperhatikan meskipun diantaranya tidak begitu
ketika hendak memiliki keturunan mendalami secara lebih lanjut. Namun,
diantaranya ialah kondisi ekonomi dan secara kontekstual rata-rata responden
kesiapan mental. Sehingga keputusan telah mendeskripsikan makna childfree
untuk memiliki anak dapat dikatakan yang sama antara satu dengan yang
penting namun bersyarat, artinya tetap lain. Hal tersebut sebagaimana telah
dalam koridor kemampuan yang hanya diungkapkan oleh responden 2 yang
dipahami oleh setiap pasangan. Hal ini mewakili seluruh suara responden
sangatlah esensial menurut responden yang lain dengan inti serupa, yakni:
kedua karena memiliki anak yang “Childfree merupakan keputusan
kurang terkontrol hanya akan orang untuk tidak memiliki anak.
menimbulkan masalah baru dalam Keputusan pasangan tersebut
sosial, utamanya dalam lingkup berdasarkan kesepakatan dan tidak
internal keluarga. dapat dicampuri oleh orang lain”
(RD)
Konsep Dasar Childfree
Selain itu, menurut pendapat
Istilah Childfree muncul dalam
AF dan MRA mereka sebenarnya tidak
konteks Euro-Amerika pada akhir abad
terlalu memahami tentang fenomena
ke-20 sebagai alternatif yang mewakili
ini, tetapi yang ia ketahui secara
langkah untuk melampaui negativitas
general tentang fenomena childfree
yang melekat dalam gagasan menjadi
merupakan keputusan seseorang yang
childless. Selain itu, Childfree
menikah dan memutuskan untuk tidak
didefinisikan dalam literatur sebagai
memiliki anak,
keputusan, keinginan dan rencana
untuk tidak memiliki anak (Bimha & “Setahuku orang yang mutusin pas
Chadwick, 2016). nikah tapi gak punya anak gitu sih.
Kayak mereka pengen hidup berdua
Definisi ini menjadikan
aja gitu, soalnya kalau mereka punya
childfree mengakui hak pilihan
anak ngerasa belum semampu itu
perempuan yang tidak merasa
gitu.” (AF)
kehilangan karena tidak beranak.
Sebagian besar penelitian tentang Opini juga datang dari
childfree adalah merupakan narasumber MRP yang menyatakan
23
bahwa childfree merupakan orang- sebuah terobosan yang bisa dilakukan
orang yang tidak mau memiliki anak kedua belah pihak untuk mengurangi
hanya karena sekedar dijadikan tuntutan secara finansial karena harus
investasi dan menganggap memiliki memenuhi kebutuhan anak secara
anak dapat meningkatkan populasi. penuh. Selain itu, dengan latar
Sementara itu, menurut TA childfree belakang yang kurang baik dari
biasanya ditimbulkan pula dari pasangan dapat memicu seeorang
keluarga yang mempertimbangkan sisi untuk melakukan childfree karena
keuangan atau ekonomi, karena penuh mereka tidak ingin jika keturunannya
dengan resiko yang mengancam kelak akan terkena dampak negatif dari
kesejahteraan ekonomi keluarga. pengalaman orang tuanya. Beragam
Sesuai dengan pendapat AAL, AA, alasan tersebut itulah yang akhirnya
dan RD, childfree merupakan sebuah memunculkan banyak pasangan
kesepakatan pasangan yang sudah childfree di Indonesia pada platform
menikah untuk tidak mempunyai anak. facebook dengan nama Indonesia
Childfree Community yang telah ada
Pandangan Terhadap Eksistensi
sejak tahun 2014 dengan jumlah
Fenomena Childfree
anggota mencapai lebih dari 1300
Sementara itu, penerimaan orang (Komala & Warmiyati D.W.,
sangat bergam diperoleh dalam 2022).
menanggapi adanya fenomena
Pendapat lain berada di posisi
childfree. Menilik dari pendapat para
netral yang dipaparkan oleh salah
informan, mereka juga berada di tiga
seorang narasumber berinisial RD.
kubu utama dalam merespon adanya
Namun, apa yang telah ia ungkapkan
fenomena childfree antara positif,
pada dasarnya tetap menyarankan
netral, dan negatif. Pendapat positif
untuk memiliki anak dengan jumlah
diungkapkan oleh responden AA
minimal dibandingkan tidak
dimana ia menyebutkan bahwa:
memilikinya sama sekali. Berikut
“Fenomena childfree adalah suatu hal adalah pernyataannya:
yang positif karena merupakan bagian
“Respon terhadap fenomena childfree
inovasi dari cara berpikir manusia.”
adalah netral, tetapi sebaiknya tetap
(AA)
memiliki anak meskipun dalam jumlah
Ia telah sedikit mengetahui sedikit. Beberapa alasan yang
fenomena childfree dan memandang sebaiknya dihindari ketika hendak
hal tersebut sebagai sebuah inovasi melakukan childfree adalah tidak ada
yang positif. Menurutnya, childfree faktor yang melatar belakangi untuk
merupakan keputusan yang diambil melakukan childfree, serta hanya
dari pasangan yang sudah sah secara sekedar ingin mengikuti tren.” (RD)
hukum dan agama untuk tidak
memiliki anak. Fenomena ini menjadi
24
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya
Vol 11, No 1, Juni 2022, E-ISSN: 2684-8171, P-ISSN: 1829-9245

Melihat dari transkrip jawaban mempunyai anak hal tersebut dapat


narasumber, respon netral di sini lebih menguntungkan karena dapat
mengacu kepada ketidak ikut sertaan mencegah kerenggangan di rumah
secara fisik untuk mencampuri urusan tangga, serta dapat merawat atau
penganut childfree. Selain itu hal menemani di masa tua nantinya.
tersebut tergantung pada kondisi setiap Sedangkan tidak setuju jika terdapat
orang atau keluarga. Hanya saja permasalahan ekonomi atau kesehatan
jawaban tersebut mengarah kepada yang menghalanginya, lebih baik
keinginan responden untuk tetap ditunda dahulu.
memiliki keturunan daripada MRA sempat berfikir untuk
meniadakannya sama sekali. Tentu melakukan childfree dan tidak
secara implisit menerangkan bahwa menikah, karena tidak harus mengurus
responden menginginkan untuk tidak orang lain. Ia beranggapan bahwa
melakukan childfree. Keputusan itu sebenarnya childfree tidak
selaras dengan paradigma yang semerugikan itu, hanya saja masih
berkembang di masyarakat dengan banyak yang menganggap aneh.
memaknai bahwa kehadiran seorang Sedangkan AF kurang setuju terhadap
anak dalam pernikahan sebagai adanya childfree, terlebih jika alasan
harapan dan generasi penerus bagi yang diambil karena khawatir tidak
pasangan suami dan istri (Aulia, 2019). bertanggung jawab sebagai orangtua.
Sementara itu, terdapat respon Karena AF mengangap bahwa setiap
positif terkait dengan childfree, dimana orang memang ditakdirkan untuk
AAL merespon demikian karena belajar.
menganggap bahwa dirinya pun masih
Konstruksi Keluarga Ideal di Masa
belum siap menanggung tanggung
Depan
jawab kepemilikan anak tersebut.
Sedangkan pendapat berseberangan Meskipun sebagian besar
ditemukan pada opini TA, yang responden telah memahami konsep
menyatakan bahwa childfree childfree dan keberadaannya mendapat
merupakan hal yang negatif jika respon positif, akan tetapi hal tersebut
alasannya di luar permasalahan hanya menjadi pemahaman secara
ekonomi atau lingkungan. Karena hal keilmuwan semata. Karena pada
tersebut dianggap seakan membuang dasarnya mereka masih secara tegas
kesempatan dari banyak keluarga yang menolak menjadi penganut childfree.
menginginkan punya anak tetapi tidak Hal tersebut diungkapkan salah satu
mampu. responden berinisial TD berikut:

Narasumber MRP merespon “Tidak ingin melakukan childfree di


fenomena ini antara setuju dan tidak. masa depan dan tidak ingin menikah
Menurutnya, di saat pasangan mampu dengan seseorang yang berencana
melakukan childfree. Selain itu,
25
mencari alternatif lain seperti untuk memiliki anak (Corbett, 2018).
mengikuti program KB” (TD) Dengan demikian pendapat inilah yang
Dibanding memutuskan untuk menjadikan AAL alasan bahwa
melakukan childfree, ia masih fenomena childfree merupakan
memberi kesempatan kepada dirinya another problem solving untuk
sendiri untuk melestarikan keturunan penyembuhan dirinya dari trauma
dengan jumlah terbatas menggunakan masa lalu. Hal lain yang kemudian
program anjuran pemerintah, yaitu KB terdampak adalah selektifnya dalam
(Keluarga Berencana). TD lebih memilih pasangan yang se-visi dan
memilih untuk membatasi jumlah pentingnya membicarakan rencana
keturunan dibandingkan dengan tidak masa depan sebelum pernikahan.
memlikinya sama sekali. Karena ia
masih melihat peluang nilai positif
PENUTUP
yang didapat ketika memiliki anak.
Salah satunya adalah adanya teman Fenomena childfree bukan lagi
atau pengurus dimasa tuanya. menjadi hal baru bagi masyarakat
Kemudian pendapat kontradiktif dari Indonesia. Keberadaannya telah
pendapat sebelumnya disampaikan banyak dikaji dan diulas pada berbagai
oleh salah satu responden berinisial literatur jurnal penelitian menurut
AAL yang memilih untuk melakukan beragam perspektif dari pakar ahli
childfree. dalam disiplin ilmu yang berbeda-
beda. Misalnya saja pada jurnal
“Sempat terfikir untuk melakukan
berjudul “Upaya Pasangan Suami Istri
childfree dan setuju untuk melakukan
yang Tidak Mempunyai Anak dalam
childfree serta tidak mengutamakan
Mempertahankan Harmonisasi
pasangan harus punya anak.” (AAL)
Keluarganya” yang diteliti oleh Abdul
Latar belakang penyampaian Malik, dkk. Dalam bidang sosial.
itu karena responden tersebut memiliki Adapun dari perspektif islam yang
trauma masa lalu dengan keluarganya. berjudul “Childfree Perspektif Hak
Alasan tersebutlah yang akhirnya Reproduksi Perempuan dalam Islam”
membuat AAL merefleksikan kembali oleh Uswatul Khasanah. Hingga
konsep keluarga ideal menurut dirinya secara psikologi seperti pada jurnal
yaitu tidak memaksakan melakukan “Prevalence and Characteristics of
sesuatu diluar yang ia inginkan, Childfree Adults in Michigan” oleh J.
termasuk didalamnya kepemilikan W. Neal, Z. P. Neal.
anak. Dalam hal ini ia ingin lebih
Sedangkan penelitian kali ini
mandiri dalam mengambil keputusan
yaitu melokalisasi pembahasan
serta tidak berusaha memenuhi cita-
childfree serta konstruksi idealisme
cita masyarakat bahwa feminisme
keluarga dalam sudut pandang
perempuan terletak pada keinginannya
mahasiswa. Ternyata, semua
26
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya
Vol 11, No 1, Juni 2022, E-ISSN: 2684-8171, P-ISSN: 1829-9245

responden sebagai representasi bervariasi, agar insight yang dihasilkan


mahasiswa lainnya sudah tidak asing makin kaya, terbuka, dan beragam.
dengan fenomena ini. Bahkan mereka
telah mampu menelaah makna
DAFTAR PUSTAKA
childfree menurut perspektif pribadi
masing-masing. Seluruh responden Athiyah Warada, Mardiana, I. A. H.
menyatakan ujaran dan pemahaman (2021). Urgensi Peran Keluarga
Terhadap Pembinaan Karakter
serupa tentang konsep childfree
Generasi Muda Sebagai Pilar
bahwasannya fenomena tersebut Ketahanan Nasional. Jurnal
adalah bentuk keputusan yang dibuat Pengajaran Dan Kajian Islam,
oleh pasangan untuk tidak memiliki 1(1), 19–26.
anak sesuai kesepakatan bersama. Aulia, Z. (2019). Pengaruh pemaafan
Namun, respon terhadap eksistensi dan keterbukaan diri terhadap
kepuasan pernikahan pada lima
fenomena childfree menjadi beragam
tahun pertama usia pernikahan.
dikalangan mahasiswa. Sebagian http://repository.uinjkt.ac.id/dspa
mereka menyatakan bahwa childfree ce/handle/123456789/48083%0A
dapat direspon sebagai bentuk inovasi http://repository.uinjkt.ac.id/dspa
yang positif bagi pasangan yang ce/bitstream/123456789/48083/1/
membutuhkan, sedangkan lainnya ZIKRINA AULIA-FPSI.pdf
menganggap hal tersebut negative Bimha, P. Z. J., & Chadwick, R.
(2016). Making the childfree
karena menyalahi kodrat perempuan
choice: Perspectives of women
untuk melahirkan keturunan dan living in South Africa. Journal of
menolak pemberian “rejeki” dari Yang Psychology in Africa, 26(5), 449–
Maha Kuasa. 456.
Sementara itu, peneliti https://doi.org/10.1080/14330237
.2016.1208952
menyimpulkan berdasarkan ragam Corbett, L. (2018). Other than Mother:
respon dari informan bahwa meskipun The Impact of Voluntary
fenomena childfee telah dipahami dan Childlessness on Meaning in
diterima eksistensinya secara terbuka, Life, and the Potential for
akan tetapi implementasi fenomena ini Positive Childfree Living.
belum bisa sepenuhnya diterapkan International Journal of
Existential Psychology and
dalam mengonstruksi idealisme
Psychotherapy, 7(2), 20.
keluarga yang terbentuk tanpa adanya http://journal.existentialpsycholo
anak. Namun, kajian pada penelitian gy.org/index.php/ExPsy/article/vi
ini masih terbilang homogen dan ew/238
dalam lingkup pembahasan yang Daniels, K., & Abma, J. C. (2017).
sangat terbatas. Sehingga penelitian NCHS Data Brief, Number 388,
selanjutnya dapat memperluas ranah October 2020. National Survey of
Family Growth, 388, 2017–2019.
kajian mengenai childfree melalui
https://www.cdc.gov/nchs/produc
perspektif dari responden yang lebih
27
ts/index.htm. Komala, D., & Warmiyati D.W., M. T.
Djati, G., & Series, C. (2022). Gunung (2022). Proses Pengambilan
Djati Conference Series, Volume Keputusan Pada Pasangan Suami
8 (2022) The 2nd Conference on Istri Yang Memilih Untuk Tidak
Ushuluddin Studies ISSN: 2774- Memiliki Anak. Jurnal Muara
6585 Website: Ilmu Sosial, Humaniora, Dan
https://conferences.uinsgd.ac.id/g Seni, 6(1), 119.
dcs. 8, 73–92. https://doi.org/10.24912/jmishum
Haganta, K., Arrasy, F., & Masruroh, sen.v6i1.13536.2022
S. A. (2022). Manusia, terlalu Neal, J. W., & Neal, Z. P. (2021).
(Banyak) manusia: Kontroversi Prevalence and characteristics of
Childfree di tengah Alasan childfree adults in Michigan
Agama, Sains, dan Krisis (USA). PLoS ONE, 16(6 June).
Ekologi. Prosiding Konferensi https://doi.org/10.1371/journal.po
Integrasi Interkoneksi Islam Dan ne.0252528
Sains, 4, 309–320. Noor, M. S., Rahman, F., Yulidasari,
Houseknecht, D. (2020). Geology and F., Santoso, B., Rahayu, A.,
Assessment of Undiscovered Oil Rosadi, D., Laily, N., Putri,
and Gas Resources of the andini octaviana, Hadianor,
Amerasia Basin Province , 2008 Anggraini, L., Fatimah, H., &
Chapter BB of The 2008 Circum- Ridwan, agus muhammad.
Arctic Resource Appraisal (2018). “Klinik Dana” Sebagai
Professional Paper 1824 Upaya Pencegahan Pernikahan
Supersedes USGS Scientific Dini.
Investigations Report 2012 – Patnani, M., Takwin, B., & Mansoer,
5146. January. W. W. (2021). Bahagia tanpa
https://doi.org/10.3133/pp1824B anak? Arti penting anak bagi
B involuntary childless. Jurnal
Ibn Taymiyyah, A. (2004). Majmu’al- Ilmiah Psikologi Terapan, 9(1),
Fatawa. In Mahmud Qasim, 117.
Comp.). Riyadh. https://doi.org/10.22219/jipt.v9i1.
Iskandar, A. M., Kasim, H., & Halim, 14260
H. (2019). Upaya Pasangan Raco, J. (2018). Metode penelitian
Suami Istri yang tidak kualitatif: jenis, karakteristik dan
mempunyai Anak dalam keunggulannya.
mempertahankan Harmonisasi https://doi.org/10.31219/osf.io/mf
Keluarganya. Society, 7(2), 146– zuj
162. Stobert, S., & Kemeny, A. (2003).
Khasanah, U., & Ridho, M. R. (2021). Childfree by choice Childfree by
Childfree Perspektif Hak choice. Canadian Social Trends,
Reproduksi Perempuan Dalam 69(91), 7–11. http://0-
Islam. Al-Syakhsiyyah: Journal search.ebscohost.com.aupac.lib.at
of Law & Family Studies, 3(2), habascau.ca/login.aspx?direct=tr
104–128. ue&AuthType=url,ip,uid&db=a9
https://doi.org/10.21154/syakhsiy h&AN=10104919&site=ehost-
yah.v3i2.3454 live
28
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya
Vol 11, No 1, Juni 2022, E-ISSN: 2684-8171, P-ISSN: 1829-9245

Struktur, P., Di, K., & Bengkulu, K. PERKAWINAN PADA


(2022). Jurnal Antropologi: Isu- PEREMPUAN YANG
Isu Sosial Budaya |. 01(June), MENIKAH DINI
100–108. Ulfah, S. M., & Mulyana, O. P. (2014).
Sudarto, A. (2014). Studi Deskriptif Gambaran Subjective Well-Being
Kepuasan Perkawinan pada pada Wanita Involuntary
Perempuan yang Menikah Dini. Childless. Penelitian Psikologi,
Calyptra: Jurnal Ilmiah 2(3), 1–10.
Mahasiswa Universitas https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.
Surabaya, 3(1), 1–15. id/index.php/character/article/vie
http://download.portalgaruda.org/ w/11001
article.php?article=175572&val=
5455&title=STUDI
DESKRIPTIF KEPUASAN

29

Anda mungkin juga menyukai