Anda di halaman 1dari 17

BO

CHINS
TE MP LAT E

PERNIKAHAN
Pengertian, Hukum, Syarat dan Rukun Pernikahan
Dalam Perspektif Empat Madzhab serta Hikmah Pernikahan

Start for presentation


Our Best Team
Kelompok 1

Rajiv Nazry F. Sina Achmad Irfan


Risa Widyaningrum
Gula Wahyudi

210201110021 210201110028 210201110137


Madzhab Hanafi
Nikah adalah Sebuah akad yang memberikan hak kepemilikan untuk
bersenang-senang secara sengaja. Atau, kehalalan hubungan seorang laki-laki
dengan seorang perempuan, yang tidak dilarang untuk dinikahi secara syariat,
dengan kesengajaan.

Madzhab Syafi’i
Pernikahan secara bahasa: berarti menghimpun dan mengumpulkan.

Pengertian Terjadinya perkawinan antara pohon dengan pohon itu saling condong dan
bercampur satu sama lainnya. Sedangkan menurut syara’ pernikahan adalah
akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan biologis

pernikahan
dengan lafads nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya”

menurut empat Madzhab Hanbali


Nikah adalah akad yang diucapkan dengan menggunakan kata ankah atau

madzhab tazwij untuk kesenangan biologis.

Madzhab Maliki
Pernikahan adalah sebuah akad yang dapat mengubah hubungan seorang
perempuan yang bukan mahram, budak, dan majusi menjadi hubungan
yang halal dengan shighat.
Madzhab Hanafi Madzhab Syafi’i Madzhab Hanbali Madzhab Maliki

Hukum Pernikahan 1. Wajib


Hukum nikah menjadi wajib apabila terpenuhi empat syarat, yaitu:
• Ada keyakinan terjadi zina apabila tidak menikah.
• Tidak mampu berpuasa, atau mampu akan tetapi puasanya tidak bisa menolak terjadinya zina.
• Tidak mampu memiliki budak perempuan (amal) sebagai ganti dari isteri.
• Mampu membayar mahar dan memberi nafkah.
2. Sunnah Muakkadah
Hukum nikah akan menjadi sunnah muakkadah apabila terpenuhi syarat-syarat berikut:
• Ada keinginan menikah.
• Memiliki biaya untuk mahar dan mampu memberi nafkah.
• Mampu untuk jima’
3. Haram
Hukum nikah menjadi haram apabila berkeyakinan kalau setelah menikah akan memenuhi kebutuhan
nafkah dengan jalan yang haram, seperti dengan berbuat dzalim pada orang lain.
4. Makruh Tahrim
Hukum menikah menjadi makruh tahrim apabila setelah menikah ada kehawatiran akan mencari
nafkah dengan jalan haram.
5. Mubah
Hukum nikah menjadi mubah apabila tujuan menikah hanya ingin memenuhi kebutuhan syahwat
saja, bukan karena hawatir akan melakukan zina
Madzhab Hanafi Madzhab Syafi’i Madzhab Hanbali Madzhab Maliki

1. Wajib
Hukum Pernikahan Hukum menikah menjadi wajib apabila:
• Ada biaya (mahar da nafkah)
• Hawatir berbuat zina bila tidak menikah.
2. Haram
Hukum menikah menjadi haram apabila memiliki keyakinan bahwa dirinya tidak bisa
untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang ada di dalam pernikahan.
3. Sunnah
Hukumnya menikah menjadi sunnah apabila ada keinginan menikah dan ada biaya
(mahar dan nafkah) dan mampu untuk melaksanakan hal-hal yang ada di dalam
pernikahan.
4. Makruh
Hukum menikah menjadi makruh apabila tidak ada keinginan untuk menikah, tidak ada
biaya dan ia hawatir tidak bisa melaksanakan hal-hal yang ada dalam pernikahan.
5. Mubah
Hukum menikah menjadi mubah apabila ia menikah hanya semata-mata menuruti
keinginan syahwatnya saja.
Madzhab Hanafi Madzhab Syafi’i Madzhab Hanbali Madzhab Maliki

Hukum Pernikahan 1. Wajib


Hukum menikah menjadi wajib apabila ada kekhawatiran berbuat zina bila
tidak menikah, baik dia mampu menanggung biayanya (mahar dan nafkah)
maupun tidak.
2. Haram
Hukum menikah menjadi haram apabila menikah di tempat yang sedang
terjadi peperangan.
3. Sunnah
Hukum nikah menjadi sunnah apabila seseorang berkeinginan menikah, dan
juga ia tidak khawatir berzina andaikan tidak menikah.
4. Mubah
Hukum menikah menjadi mubah apabila seseorang tidak berkeinginan
menikah.
Madzhab Hanafi Madzhab Syafi’i Madzhab Hanbali Madzhab Maliki

1. Wajib
Hukum Pernikahan Hukum menikah menjadi wajib apabila memenuhi tiga syarat, yaitu:
• Khawatir melakukan zina
• Tidak mampu berpuasa atau mampu tapi puasanya tidak bisa mencegah terjadinya
zina.
• Tidak mampu memiliki budak perempuan (amal) sebagai pengganti isteri dalam
istimta’.
2. Haram
Hukum menikah menjadi haram apabila tidak khawatir zina dan tidak mampu memberi
nafkah dari harta yang halal atau atau tidak mampu jima’, sementara isterinya tidak ridho.
3. Sunnah
Hukum menikah menjadi sunnah apabila tidak ingin untuk menikah dan ada
kekhawatiran tidak mampu melaksanakan hal-hal yang wajib baginya.
4. Mubah
Hukum menikah menjadi mubah apabila tidak ingin menikah dan tidak mengharap
keturunan, sedangkan ia mampu menikah dan tetap bisa melakukan hal-hal sunnah.
Rukun Syarat Hikmah

1. Madzhab Syafi’I, terdapat 5 rukun yaitu : shighat(ijab qobul), wali , calon mempelai pria, calon mempelai
Wanita, dan dua saksi. Menurut ulama syafi’iyyah yang dimaksud dengan perkawinan disini adalah keseluruhan
yang secara langsung berkaitan dengan perkawinan dan segala unsurnya, bukan hanya akad nikah itu saja.
Dengan begitu rukun perkawinan itu adalah segala hal yang harus terwujud dalam suatu perkawinan.

2. Madzhab Hanafi, , terdapat 5 rukun yaitu : shighat(ijab qobul), wali , calon mempelai pria, calon mempelai
Wanita, dan dua saksi Ulama hanafiyyah dalam melihat perkawinan itu dari segi ikatan yang berlaku antara
pihak pihak yang melangsungkan perkawinan itu. Oleh karena itu yang menjadi rukun perkawinan oleh
golongan ini hanyalah akad nikah yang dilakukan oleh dua pihak yang kelompokkan kepada syarat perkawinan.
Syarat tersebut diantaranya ialah:
Rukun Pernikahan a. syuruth al-in’iqad,
b. syuruth al-shihhah.
c. Syuruth al-nufuz.
d. Syuruth al-nuzum.

3. Madzhab maliki, menurut imam maliki rukun dalam pernikahan sebagai berikut : shighat(ijab dan qobul),
calon mempelai pria, calon mempelai Wanita, mahar dan dua saksi

4. Madzhab Hambali, menurut pendapat imam Hambali rukun pernikahan adalah Shighat(ijab dan qobul),
calon mempelai pria dan calon mempelai Wanita, perempuan dan laki-laki saling ridho, dan dua saksi
Rukun Syarat Hikmah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam
bentuk ijab dan qobul. Ulama sepakat ijab dan qobul itu sebagai rukun perkawinan. untuk sahnya suatu
akad perkawinan mempunyai syarat-syarat tersendiri. Syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qobul.
2. Materi dari ijab dan qobul tidak boleh berbeda seperti nama si perempuan secara lengkap dan bentuk
1. Akad 3.
mahar yang disebutkan.
Ijab dan qobul harus diucapkan secara bersambungan.

Nikah 4. Ijab dan Qobul tidak boleh dengan menggunakan ungkapan yang bersifat membatasi masa
berlangsungnya perkawinan.
5. Ijab dan qobul mesti menggunakan lafadz yang jelas dan terus terang.
Dalam pandangan ulama hanafiyah yang menganggap akad nikah itu sama dengan akad perkawinan yang tidak memerlukan
wali selama yang bertindak telah dewasa dan memenuhi syarat.
Rukun Syarat Hikmah

Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan dan tidak boleh lain dari itu seperti sesama laki-laki atau
sesama perempuan karena ini yang tersebut dalam Alquran Q.S al-a'raf ayat 80-84. Adapun syarat-syarat yang mesti
dipenuhi untuk laki-laki dan perempuan yang akan kawin ini adalah sebagai berikut:

2. Laki-laki 1.
2.
Keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya.
Keduanya sama-sama beragama Islam.

dan 3. Antara keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan.

Perempuan
4. Kedua belah pihak telah setuju untuk kawin dan setuju pula dengan pihak yang akan mengawininya. Namun hadis nabi
banyak berbicara berkenaan dengan izin dan persetujuan tersebut diantaranya: Hadis nabi dari abu Hurairah yang
diriwayatkan muttafaq alaih yang artinya "Perempuan yang sudah janda tidak boleh dikawinkan kecuali setelah ia
yang kawin minta dikawinkan dan perempuan yang masih perawan tidak boleh dikawinkan kecuali setelah ia dimintai izin. mereka
berkata ya Rasulullah Allah bagaimana bentuk isinya nabi berkata isinya adalah diam".
5. Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan pernikahan.
Rukun Syarat Hikmah

3. Wali dalam Perkawinan


Dalam perkawinan Wali adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Wali ditempatkan sebagai rukun dalam
perkawinan menurut kesepakatan ulama secara prinsip.
a. Ulama hanafiyah dan ulama Syiah imamiyah berpendapat bahwa untuk perkawinan anak kecil baik sehat akal atau tidak sehat akal diwajibkan adanya Wali yang
akan mengakadkan perkawinan nya. Sedangkan perempuan yang sudah dewasa dan sehat akalnya dapat melangsungkan sendiri akad perkawinannya tanpa
adanya Wali (Ibnu Al Humam 259-260 Al thusiy IV,162)
b. Ulama Syafi'iyah dan ulama hanabilah berpendapat bahwa setiap akad perkawinan dilakukan oleh Wali, baik perempuan itu dewasa atau masih kecil, janda atau
masih perawan, sehat akalnya atau tidak sehat. Tidak ada hak sama sekali bagi perempuan untuk mengangkadkan perkawinannya.(Al mahalliy,III,221)
c. Madzhab Maliki menurut riwayat Asyhab Wali mutlak dalam suatu perkawinan dan tidak sah perkawinan tanpa adanya Wali. Namun menurut riwayat Ibnu
Qasim, keberadaan Wali hanyalah sunah hukumnya dan tidak wajib (Ibnu Rusyd,6)
d. Ulama Zhahiriyyah berpendapat bahwa untuk perempuan yang masih kecil atau tidak sehat akal diwajibkan adanya Wali, sedangkan untuk perempuan yang
sudah dewasa yang diwajibkan adalah izin Wali untuk melangsungkan perkawinan (Ibnu hazmin ,451).
Jumhur ulama yang terdiri dari Syafi'iyah dan zhahiriyah dan Syiah imamiyah membagi Wali itu menjadi dua kelompok yaitu wali dekat atau ayah dan kalau tidak
ada Ayah pindah kepada kakek, dan wali jauh atau wali ab'ad yaitu Wali dalam garis kerabat selain dari ayah dan kakek
Rukun Syarat Hikmah

4. Wali dalam Perkawinan

Wali ab'ad adalah sebagai berikut. Syarat-syarat Wali

a. Saudara laki-laki kandung. 1. Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang gila tidak berhak menjadi wali.

b. Saudara laki-laki seayah. 2. Laki-laki, tidak boleh perempuan menjadi wali.

c. Anak saudara laki-laki kandung. 3. Seorang muslim, tidak sah orang yang tidak beragama Islam menjadi wali untuk Muslim

d. Saudara laki-laki seayah. 4. Orang yang merdeka

e. Paman kandung. 5. Tidak berada dalam pengampunan atau mahjur alaih

f. Paman seayah. 6. Berpikir baik

g. Anak paman kandung. 7. Adil dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar dan tidak sering terlibat dengan dosa kecil
serta tetap memelihara muru'ah atau sopan santun.
h. Anak Paman seayah.
8. Tidak sedang melakukan ihram untuk haji ataupun umroh
i. Ahli waris kerabat lainnya kalau ada.
Rukun Syarat Hikmah

Dalam menetapkan kedudukan saksi dalam perkawinan, ulama jumhur yang terdiri dari ulama Syafi'iyah hanabilah
menempatkannya sebagai rukun dalam perkawinan sedangkan ulama hanafiyah dan zhahiriyyah menetapkannya sebagai
syarat. ( Ibnu Al Humam: 250; Ibnu hazmin: 465) demikian pula keadaannya bagi ulama malikiyah. (Ibnu Rusyd:10)
Syarat-syarat saksi diantaranya :
a. Saksi itu berjumlah paling kurang 2 orang
5. Saksi b. Kedua saksi itu adalah beragama Islam
c. Kedua saksi itu adalah orang yang merdeka.
d. Kedua saksi itu adalah laki-laki.
f. Kedua saksi itu bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil dan
tetap menjaga muru'ah
BO
CHINS
TE MP LAT E

HIKMAH PERNIKAHAN DALAM SYARIAT


ISLAM
Hikmah pernikahan sangat erat kaitannya dengan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi.
Allah menciptakan manusia dengan tujuan memakmurkan bumi, di mana segala isi dan ketentuan
di dalamnya diciptakan untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Ada begitu banyak hikmah pernikahan yang dapat digali, baik secara naqliyah maupun aqliyah.
Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
Syarat Rukun Hikmah

Memenuhi Tuntutan Fitrah


Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan rasa tertarik kepada lawan jenisnya. Laki-laki tertarik
dengan wanita, begitu pun sebaliknya. Ketertarikan ini merupakan fitrah yang telah Allah
tetapkan kepada manusia.

Menghindari Perusakan Moral


Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya adalah fitrah untuk
Hikmah memenuhi keinginan biologis. Pernikahan menjadi cara untuk menghindari terjadinya perusakan
moral dan perilaku menyimpang lainnya seperti perzinaan, kumpul kebo, dan lain-lain.
Pernikahan
Mewujudkan Ketenangan Jiwa
Salah satu hikmah pernikahan yang terpenting adalah ketenangan jiwa karena terciptanya
perasaan-perasaan cinta dan kasih. Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan
kepuasan jasmaniah dan rohaniah berupa kasih sayang, ketenangan, ketenteraman, dan
kebahagiaan hidup.

Menyambung Keturunan
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, beriman dan bertakwa. Anak
yang cerdas secara emosional dan intelektual juga dibutuhkan untuk melanjutkan syiar agama
yang dibawa orangtuanya.
Sumber Referensi
Mu'ad, A. Ulum, M. Saputro, E. Ma'arif, A. S. (2016). Fiqh Munakahat.-Basri, R. (2019). Fiqh
Munakahat 4 madzhab dan Kebijakan Pemerintah. Pare pare. Kaafah learning center.
http://repository.iainpare.ac.id/2777/1/Fiqh%20Munakahat1.pdf
-https://www.academia.edu/40361114/Nikah_menurut_4_mazhab
BO
CHINS
TE MP LAT E

Thank You
S e e Yo u o n N e x t P r e s e n t a t i o n

Anda mungkin juga menyukai