Anda di halaman 1dari 14

BAB 5

MUNAKAHAT

Ketentuan
Nikah dalam
Islam

Munakahat

Nikah
Hikmah
Menurut UU
Pernikahan
di Indonesia

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 1


MUNAKAHAT

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang ketentuan hukum Islam tentang pernikahan, manfaat
dan hikmah pernikahan berdasarkan syariat Islam, dan perkawinan menurut perundang-
undangan di Indonesia,.

KOMPETENSI DASAR :

1. 6 Menerima dan mengakui ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan syari’at


Islam
2. 6 Menunjukkan sikap bersatu dan kebersamaan dalam lingkungan masyarakat
sebagai implementasi dari ketentuan pernikahan dalam Islam
3. 6 Menganalisis dan mengevaluasi ketentuan pernikahan dalam Islam
4. 6 Menyajikan prinsip-prinsip pernikahan dalam Islam

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari Kompetensi Dasar ini anda diharapkan mempunyai kemampuan


sesuai indikator di bawah ini :
1. Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang pernikahan
2. Menjelaskan hikmah dan manfaat pernikahan berdasarkan syariat Islam
3. Menjelaskan tentang perkawinan menurut perundang-undangan di Indonesia

B. MATERI POKOK
1. Ketentuan Hukum Islam tentang Pernikahan
2. Hikmah dan manfaat pernikahan berdasarkan syariat Islam
3. Perkawinan menurut Perundang-undangan di Indonesia

C. URAIAN MATERI

1. Ketentuan Hukum Islam tentang Pernikahan


a. Pengertian Nikah
Menurut bahasa, Nikah berarti “mengumpulkan, menggabungkan, atau
menjodohkan”.
Menurut Syari’ah, Nikah berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki
dan perempuan sebagai suami isteri sesuai dengan syarat dan rukun yang telah
ditetapkan syariat Islam.
Sedangkan Undang-undang Perkawinan RI Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa
Nikah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw atau
sunnah Rasul. Dalam hal ini disebutkan dalam Hadis Rasulullah Saw yang artinya,
“Dari Anas bin Malik ra. Bahwasanya Nabi Saw memuji Allah Swt dan menyanjung-
Nya, beliau bersabda, ‘akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi
wanita, barang siapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka dia bukanlah dari
golonganku”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 2


b. Hukum Nikah
Menurut sebagian besar ulama, hukum nikah pada dasarnya adalah Jaiz artinya
dibolehkan, dan ini merupakan hukum asal pernikahan.
Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan
pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunnah, makruh dan haram.
1) Wajib
Bagi orang yang telah mampu baik secara fisik, mental, maupun ekonomi dan
memiliki keinginan untuk menikah, dan jika tidak menikah dikhawatirkan akan
terjerumus pada perbuatan maksiat (zina), maka wajib baginya menikah.
2) Sunnah
Bagi orang yang telah mampu dan memiliki keinginan untuk menikah, dan tidak
dikhawatirkan terjerumus pada perbuatan maksiat (zina) karena masih mampu
menjaga diri. Rasulullah Saw bersabda, “Wahai para pemuda, jika diantara kamu
sudah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah ia menikah, karena
pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih memelihara kelamin
(kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa,
sebab puasa itu jadi penjaga baginya”. (HR. Bukhari Muslim)
3) Mubah
Bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak
memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut usia, atau
yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita
tersebut harus rasyidah (berakal). Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan
tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada
niat ingin memiliki keturunan atau melindungi diri dari yang haram.
4) Makruh
Bagi yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah kepada isteri dan
anak-anaknya atau orang yang tidak memiliki keinginan untuk menikah karena
tidak memiliki nafsu atau suatu penyakit yang jika dipaksakan menikah
dikhawatirkan tidak dapat memenuhi hak dan kewajiban dalam pernikahan.
5) Haram
Bagi orang yang bermaksud menikah hanya karena dorongan nafsu belaka (ingin
menyakiti wanita yang akan dinikahi).
c. Tujuan Nikah
Secara umum, tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat
manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah
tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. Adapun tujuan
pernikahan yang Islami adalah untuk :
1) Mengikuti sunnah Rasul
2) Memperoleh rasa cinta dan kasih sayang. Allah Swt berfirman :

Artinya : dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. (QS. ar-Rūm
[30]: 21)
3) Memperoleh ketenangan hidup (sakinah). (QS. ar-Rūm [30]: 21)

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 3


4) Memenuhi kebutuhan biologis secara sah dan diridlai Allah Swt
5) Memperoleh keturunan yang sah
6) Mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan akhirat
7) Membentengi diri dari perbuatan tercela (zina)
d. Rukun dan Syarat Nikah
Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar
pernikahan itu menjadi sah.
1) Calon Suami, dengan syarat :
a) Beragama Islam
b) Mu’ayyan (beridentitas jelas), yaitu laki-laki
c) Bukan mahram si wanita atau yang haram dinikahi karena hubungan nasab atau
sepersusuan
d) Orang yang dikehendaki, yakni adanya keridla’an dari masing-masing pihak
atau tidak dipaksa/terpaksa. Dasarnya adalah Hadis Nabi Saw dari Abu
Hurairah ra., yaitu: ”Dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia
diminta izinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
e) Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah
f) Tidak sedang beristeri empat
2) Calon Isteri, dengan syarat :
a) Beragama Islam
b) Mu’ayyan (beridentitas jelas), yaitu perempuan
c) Bukan mahram si laki-laki atau yang haram dinikahi karena hubungan nasab
atau sepersusuan
d) Tidak sedang bersuami
e) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah
f) Tidak dalam masa iddah
g) Telah mendapat izin walinya bagi yang masih gadis
3) Wali Nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai
wanita atau mengizinkan pernikahannya. Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
Dari ‘Aisyah ra. ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Siapapun perempuan yang
menikah dengan tidak seizin walinya, maka batallah pernikahannya”. (HR. Imam
yang empat, kecuali an-Nasā’i dan disahkan oleh Abu ‘Awamah, Ibnu Hibban,
dan al-Hakim).
Wali nikah dapat dibagi menjadi dua macam :
a) Wali Nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai
wanita yang akan dinikahkan dengan syarat :
1) Beragama Islam
2) Mahram si wanita
3) Baligh (sudah dewasa)
4) Berakal (tidak gila)
5) Merdeka, bukan hamba sahaya
6) Tidak terhalang wali lain
7) Bersifat adil
8) Tidak sedang ihram haji atau umrah
b) Wali Hakim, yaitu kepala negara yang beragama Islam. Di Indonesia,
wewenang presiden sebagai wali hakim dilimpahkan kepada Menteri Agama

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 4


dan Menteri Agama melimpahkan kepada Kepala Kantor Urusan Agama Islam
yang berada di setiap kecamatan dengan syarat :
1) Beragama Islam
2) Laki-laki
3) Baligh dan berakal
4) Merdeka dan bukan hamba sahaya
5) Bersifat adil
6) Tidak sedang ihram haji atau umrah
4) Dua Orang Saksi, dengan syarat :
a. Beragama Islam (QS. al-Māidah : 51)
b. Laki-laki
c. Baligh
d. Berakal sehat (tidak gila)
e. Bersifat adil
f. Dapat mendengar, melihat, dan berbicara
g. Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah
5) Aqad Nikah yakni ucapan ijab qabul. Ijab adalah ucapan wali (dari pihak
mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Qabul adalah
ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Suami wajib memberikan
mas kawin (mahar) kepada isterinya, karena merupakan syarat nikah, tetapi
mengucapkannya dalam akad nikah hukumnya sunnah. Suruhan untuk
memberikan mas kawin terdapat dalam firman Allah Swt yang artinya :
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan ... (QS. an- Nisā’ [4] : 4)
e. Mahram
Menurut bahasa, mahram berarti yang diharamkan. Dalam ilmu fiqh, mahram adalah
wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seorang wanita haram dinikahi ada
empat macam. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Mahram (Orang yang Haram Dinikahi) karena :
Ada pertalian
Keturunan Persusuan Pernikahan mahram dengan
isteri
1. Ibu kandung dan 1. Ibu yang 1. Ibu dari isteri 1. Saudara
seterusnya ke atas menyusui (mertua) perempuan
(nenek dari ibu dan dari isteri
nenek dari ayah)
2. Anak perempuan 2. Saudara 2. Anak tiri (anak 2. Bibi dari isteri
kandung dan perempuan dari isteri
seterusnya ke sesusuan dengan suami
bawah (cucu dan lain), apabila
seterusnya) suami sudah
berkumpul
dengan ibunya
3. Saudara perempuan 3. Ibu tiri (isteri 3. Keponakan
(sekandung, dari ayah), perempuan
sebapak, atau baik sudah dari isteri (QS.
seibu) dicerai atau an- Nisā’ [4] :
belum. (QS. 23)
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 5
an- Nisā’ [4] :
22)
4. Saudara perempuan 4. Menantu
dari bapak (isteri dari
anak laki-laki),
baik sudah
dicerai
maupun belum
5. Saudara perempuan
dari ibu
6. Anak perempuan
dari saudara laki-
laki dan seterusnya
ke bawah
7. Anak perempuan
dari saudara
perempuan dan
seterusnya ke
bawah

Tentang mahram atau perempuan yang haram dinikahi ini dapat dilihat dalam al-
Qur’an Surah an- Nisā’ [4]: 23.
f. Kewajiban Suami dan Isteri
Agar tujuan pernikahan tercapai, suami isteri harus melaksanakan kewajiban-
kewajiban dalam hidup berumah tangga sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas
karena Allah semata. Allah berfirman yang artinya : “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas
sebagian yang lain dan karena lakli-laki telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka“. (QS. an- Nisā’ [4]: 34)
❖ Kewajiban Bersama Suami dan Isteri :
1) Memelihara, mengasuh, membimbing, mendidik anak dengan sebaik-baiknya
2) Berbuat baik kepada mertua, ipar, dan kerabat lainnya baik dari suami atau
isteri
3) Saling membantu dalam urusan dan pekerjaan rumah tangga
4) Saling pengertian, setia, dan bijaksana, untuk menjaga keutuhan, kerukunan
dan keharmonisan keluarga
❖ Kewajiban Suami :
1) Memimpin dan membimbing keluarga (QS. an-Nisā’ [4]: 34)
2) Mendidik keluarga (QS. at-Tahrḭm [66]: 6)
3) Memberikan nafkah lahir sesuai dengan kemampuan (QS. an-Baqarah [2]: 233)
4) Memberikan nafkah batin (QS. al-Furqān [25] : 74)
5) Bergaul dengan isteri secara patut (QS. an- Nisā’[4] : 19)
❖ Kewajiban Isteri :
1) Taat kepada suami selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam
2) Memelihara dan menjaga kehormatan diri dan keluarga
3) Menjaga harta suami jika suami tidak ada di rumah
4) Berupaya untuk mengatur rumah tangga sebaik mungkin

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 6


5) Bersikap hemat, cermat, bijaksana, dan syukur serta tidak mempersulit dan
memberatkan suami
g. Talaq
Talaq adalah lafadh cerai yang diucapkan suami kepada isterinya dengan maksud
untuk menceraikannya. Asal hukum talaq adalah makruh (sesuatu yang dibenci atau
tidak disenangi). Salah satu sebab perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran
suami isteri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi, walaupun sudah didatangkan
hakim (juru damai) dari pihak suami dan pihak isteri.
Pada dasarnya, perceraian merupakan perbuatan yang tidak terpuji, karena dapat
menimbulkan akibat-akibat negatif, terutama bagi suami isteri yang sudah
mempunyai anak. Rasulullah Saw bersabda :
) (
Artinya : “Perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci Allah ialah talaq”. (HR. Abu
Daud dan Ibnu Majah)
Adapun lafadh talaq dapat diucapkan dengan jelas atau dengan sindiran. Sedangkan
talaq terdiri dari dua macam yaitu :
1) Talaq Raj’i, yaitu talaq yang dijatuhkan suami terhadap isterinya untuk pertama
atau kedua kalinya, dan suami boleh ruju’ (kembali) kepada isteri yang telah
ditalaqnya selama masih dalam masa iddah. Juga masih dapat menikah kembali
setelah habis masa iddahnya
2) Talaq Bain, yaitu talaq yang suami tidak boleh rujuk (kembali) kepada isteri yang
ditalaqnya itu, melainkan harus dengan aqad nikah baru.
Dalam pernikahan di Indonsia, selesai aqad nikah biasanya suami mengucapkan
ta’lik talaq, yaitu talaq yang digantungkan dengan sesuatu (syarat atau perjanjian).
Misalnya suami berkata kepada isterinya, “Bila selam 3 bulan berturut-turut saya
tidak memberi nafkah kepada engkau, berarti saya telah mentalaq engkau”. Ta’lik
talaq hukumnya sah dan dibenarkan oleh syara’.
Hal-hal yang menyebabkan talaq adalah sebagai berikut :
1) Ila’, adalah sumpah seorang suami bahwa dia tidak akan mencampuri isterinya
selama 4 bulan.
2) Li’an, adalah sumpah seorang suami yang menuduh isterinya berzina yang
diucapkan selama 4 kali dan pada ucapan yang kelima disertai dengan kata-kata
“Laknat Allah atas diriku jika tuduhanku dusta”. Sebaliknya isteri dapat menolak
tuduhan dengan sumpah 4 kali dan pada ucapan yang kelima disertai dengan kata-
kata “Murka Allah atas diriku bila tuduhanmu itu benar”. Akibat dari li’an adalah
suami isteri tidak boleh ruju’ selama-lamanya, bahkan kalau setelah itu si isteri
hamil, anak tersebut tidak boleh diakui sebagai anak bekas suaminya. (lihat QS.
an-Nūr [24] : 6-10).
3) Dzihar, adalah ucapan suami kepada isterinya yang berisi penyerupaan isteri
dengan ibunya, seperti suami berkata kepada isterinya, “Punggungmu sama
dengan punggung ibuku”. Jika suami mengucapkan kata-kata tersebut, dan tidak
melanjutkannya dengan mentalaq isterinya, wajib baginya membayar kafarat, dan
haram mencampuri isterinya sebelum membayar kafarat.
4) Khulu’, adalah tuntutan perceraian seorang isteri kepada suami karena suaminya
tidak mampu menjalankan kewajibannya, dengan cara memberikan tebusan
berupa sejumlah uang kepada suami (QS. al-Baqarah [2]: 229)
5) Fasakh, pembatalan pernikahan antara suami isteri karena sebab-sebab tertentu.
Fasakh dilakukan oleh pengadilan agama, karena adanya pengaduan dari isteri
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 7
atau suami dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh syariat Islam. Akibat
perceraian dengan fasakh, suami tidak boleh ruju’ kepada bekas isterinya. Namun,
kalau ia ingin kembali sebagai suami isteri harus melalui aqad nikah baru.
6) Hadlanah, adalah merawat, mengasuh, dan mendidik anak yang masih belum
dewasa sebagai akibat dari perceraian.
h. Iddah
Iddah adalah masa menunggu bagi isteri yang ditinggal mati atau bercerai (ditalaq)
oleh suaminya untuk dibolehkan menikah kembali dengan laki-laki lain. Tujuan
iddah adalah untuk menjaga kemungkinan kehamilan isteri dari suami pertama dan
merupakan masa berpikir untuk ruju’.
Macam-macam iddah adalah sebagai berikut :
1) Iddah bagi perempuan yang hamil
Perempuan yang sedang hamil iddahnya sampai dengan melahirkan
kandungannya, baik karena cerai hidup maupun mati (QS. at-Talāq [65]: 4).
2) Iddah bagi perempuan cerai hidup
Apabila tidak mengandung dan masih menstruasi maka iddahnya tiga kali suci
(QS. al-Baqarah [2]: 228).
3) Iddah bagi perempuan cerai mati
Apabila dalam keadaan mengandung maka sampai ia melahirkan, namun apabila
tidak dalam keadaan mengandung maka iddahnya selama 4 bulan 10 hari (QS. al-
Baqarah [2]: 234).
Hak perempuan dalam masa iddah raj’iyah (talaq satu dan dua) adalah memperoleh
tempat tinggal, pakaian dan belanja dari bekas suaminya, karena pada hakekatnya
masih berstatus sebagai suami isteri.
i. Ruju’
Ruju’ adalah kembalinya bekas suami isteri yang sudah bercerai tapi masih dalam
masa iddah. Ini bisa terjadi setelah kedua belah pihak bersepakat dan menyadari akan
kesalahan masing-masing. (QS. al-Baqarah [2]: 228).
Hukum ruju’ adalah sebagai berikut :
1) Jaiz, merupakan asal hukum ruju’ yaitu boleh
2) Sunnah, jika ruju’ lebih bermanfaat daripada perceraian
3) Wajib, bagi suami yang menceraikan isterinya sebelum ia sempurnakan
pembagian waktunya (bagi suami yang berpoligami)
4) Makruh, jika perceraian lebih bermanfaat bagi keduanya daripada ruju’
5) Haram, apabila ruju’nya itu menyebabkan tidak tentramnya suami isteri.
Rukun ruju’ adalah :
1) Isteri, dengan syarat : sudah pernah digauli, talaq raj’i, masih dalam masa iddah.
2) Suami, disyaratkan : Islam, baligh, sehat akalnya, dan tidak terpaksa
3) Sighat, atau lafadz ruju’ disyaratkan : dengan terang-terangan seperti dikatakan :
saya ruju’ lagi kepadamu, dan dengan perkataan sindiran seperti : saya nikahi
engkau atau saya pegang engkau
4) Saksi, 2 orang, dari pihak laki dan dari pihak perempuan (simak QS. at-Thalāq
[65]: 2).
2. Hikmah dan Manfaat Pernikahan Berdasarkan Syari’at Islam
a. Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yag diridlai Allah (cara yang Islami), dan
menghindari cara yang dimurkai Allah seperti perzinaan atau homoseks (gay dan
lesbian)
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 8
b. Memperoleh keturunan yang sah. Rasulullah Saw bersabda : “Nikahilah wanita yang
bisa memberikan keturunan yang banyak karena saya akan bangga, sebagai nabi
yang memiliki umat yang banyak dibandingkan dengan nabi-nabi yang lain di
akhirat kelak”. (HR. Ahmad bin Hanbal)
c. Membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah (damai sejahtera,
saling mengasihi dan menyayangi) yang merupakan wujud dari tanggung jawab
sebagai suami atau isteri
d. Menjalin hubungan silaturrahim antara keluarga suami dan keluarga isteri, sehingga
sesama mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan serta tidak tolong
menolong dalam dosa dan permusuhan.
3. Perkawinan Menurut Perundang-undangan di Indonesia (Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada garis besarnya terdiri
dari 14 Bab terbagi dalam 67 pasal menjelasakan :
a. Pengertian Perkawinan
Pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang
Maha Esa.
b. Sahnya perkawinan :
Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa perkawinan sah menurut hukum apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
Dalam pasal 2 ayat (2) menjelaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dirinci sebagai berikut :
1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, maka setiap
perkawinan harus dicatat.
2) Pencatatan perkawinan harus dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor
Urusan Agama.
3) Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan
Pegawai Pencatat Nikah.
4) Perkawinan yang dilaksanakan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum.
c. Tujuan Perkawinan :
Pasal 1 menjelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha
Esa.
d. Batasan-batasan dalam Berpoligami :
Pasal 3 ayat (1) dan (2) menjelaskan :
1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri, dan seorang
wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4 ayat (1) dan (2) menjelaskan :
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 9
1) Apabila seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, maka ia wajib
mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah setempat
2) Pengadilan hanya akan memberi izin berpoligami apabila :
a) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri.
b) Isteri mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Pasal 4 ayat (1) dan (2) menjelaskan :
1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1) di atas, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a) adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b) adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c) adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
2) Persetujuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai
persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian; atau apabila
tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau
karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim
Pengadilan.
e. Peran Pengadilan Agama dalam Menetapkan Thalaq/Cerai :
Pasal 38 menjelaskan :
Perkawinan dapat putus karena :
1) Kematian
2) Perceraian, dan atas
3) Keputusan Pengadilan
Pasal 39 menjelaskan :
1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu
tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersebut.
Pasal 40 menjelaskan :
1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 10


D. RANGKUMAN MATERI
1. Nikah adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan
sebagai suami isteri sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan syariat
Islam.
2. Nikah merupakan fitrah dan juga sunnah Rasulullah Saw. Asal hukum nikah adalah
jaiz, tetapi bisa berubah menjadi wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram sesuai
dengan kondisi orang yang akan melaksanakan pernikahan.
3. Tujuan pernikahan ialah mengikuti sunnah Rasul, memperoleh rasa cinta dan kasih
sayang, memperoleh ketenangan hidup (sakinah), memenuhi kebutuhan biologis
secara sah dan diridlai Allah Swt, memperoleh keturunan yang sah, mewujudkan
keluarga bahagia di dunia dan akhirat, membentengi diri dari perbuatan tercela (zina).
4. Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar
pernikahan itu menjadi sah. Adapun yang termasuk Rukun Nikah yaitu calon suami,
calon isteri, wali, 2 orang saksi dan aqad nikah atau ijab dan qabul.
5. Mahram adalah wanita yang haram dinikahi dengan sebab karena keturunan,
perkawinan, persusuan, dan ada pertalian mahram dengan isteri.
6. Setelah terjadi aqad nikah, maka muncul kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan
oleh masing-masing pihak, baik sebagai suami ataupun isteri atau kewajiban bersama.
Adapun kewajiban Bersama sebagai suami isteri yaitu memelihara, mengasuh,
membimbing, mendidik anak dengan sebaik-baiknya, berbuat baik kepada mertua,
ipar, dan kerabat lainnya baik dari suami atau isteri, saling membantu dalam urusan
dan pekerjaan rumah tangga, dan saling pengertian, setia, dan bijaksana, untuk
menjaga keutuhan, kerukunan dan keharmonisan keluarga.
7. Talaq adalah lafadh cerai yang diucapkan suami kepada isterinya dengan maksud
untuk menceraikannya. Asal hukum talaq adalah makruh (sesuatu yang dibenci atau
tidak disenangi). Salah satu sebab perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran
suami isteri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi, walaupun sudah didatangkan
hakim (juru damai) dari pihak suami dan pihak isteri.
8. Iddah adalah masa menunggu bagi isteri yang ditinggal mati atau bercerai (ditalaq)
oleh suaminya untuk dibolehkan menikah kembali dengan laki-laki lain. Tujuan iddah
adalah untuk menjaga kemungkinan kehamilan isteri dari suami pertama dan
merupakan masa berpikir untuk ruju’.
9. Ruju’ adalah kembalinya bekas suami isteri yang sudah bercerai tapi masih dalam
masa iddah. Ini bisa terjadi setelah kedua belah pihak bersepakat dan menyadari akan
kesalahan masing-masing.
10. Hikmah Nikah yaitu memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yag diridlai Allah
(cara yang Islami), memperoleh keturunan yang sah, membentuk rumah tangga yang
sakinah, mawaddah warahmah, menjalin hubungan silaturrahim antara keluarga suami
dan keluarga isteri.

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 11


E. TUGAS 6
Soal Pilihan Ganda
Petunjuk : berilah tanda silang pada jawaban A, B, C, D, atau E yang dianggap paling
tepat!
1. Akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri
sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan syariat Islam disebut dengan ….
A. talaq
B. nikah
C. kawin
D. pernikahan
E. perkawinan
2. Hukum nikah bagi orang yang belum mampu memberi nafkah lahir kepada isterinya atau
orang yang tidak memiliki keinginan untuk menikah karena tidak memiliki nafsu atau
suatu penyakit yang jika dipaksakan menikah dikhawatirkan tidak dapat memenuhi hak
dan kewajiban dalam pernikahan adalah ....
A. jaiz
B. wajib
C. haram
D. sunnah
E. makruh
3. Hukum nikah menjadi haram apabila ....
A. mampu secara biologis tetapi belum mampu memberi nafkah lahir
B. menuruti nafsu biologis semata dan untuk mendapatkan harta
C. belum mampu untuk menikah tetapi memaksakan kehendak
D. dilakukan oleh orang yang masih berstatus pelajar
E. merupakan asal hukum nikah dalam Islam
4. Tujuan pernikahan menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yaitu....
A. membentuk rumah tangga sejahtera lahir batin atas dasar kasih sayang serta ridla
Allah Swt
B. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha
Esa
C. membentuk keluarga sejahtera lahir batin berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
D. membentuk keluarga bahagia atas serta untuk mendapatkan ridla Allah Swt
E. membentuk keluarga yang bahagia lahir batin atas dasar kasih sayang
5. Perhatikan pernyataan berikut ini!
1) Beragama Islam
2) Calon suami
3) Calon isteri
4) Bukan mahram
5) Wali Nikah
Pernyataan di atas yang termasuk dalam rukun nikah terdapat pada nomor ….
A. 1, 2 dan 3
B. 1, 3 dan 4
C. 1, 3 dan 5
D. 2, 3 dan 5
E. 2, 4 dan 5

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 12


6. Perhatikan pernyataan berikut ini!
1) Beragama Islam
2) Calon suami
3) Bukan mahram
4) Calon isteri
5) Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah
Pernyataan di atas yang termasuk dalam syarat nikah terdapat pada nomor ….
A. 1, 2 dan 3
B. 1, 3 dan 4
C. 1, 3 dan 5
D. 2, 3 dan 5
E. 2, 4 dan 5
7. Aqad Nikah yaitu ucapan ijab dan qabul. Ijab adalah ucapan wali (dari pihak mempelai
wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Sedangkan Qabul adalah ….
A. ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan
B. ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penyerahan
C. ucapan wali mempelai perempuan sebagai tanda penerimaan
D. ucapan wali mempelai perempuan sebagai tanda penyerahan
E. aqad nikah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di KUA
8. Mahram adalah wanita yang haram dinikahi dengan sebab karena keturunan,
pernikahan, persusuan dan karena adanya pertalian mahram dengan wanita yang telah
menjadi isteri.
Wanita yang haram dinikahi dengan sebab adanya pertalian darah atau keturunan
adalah….
A. Ibu yang menyusui
B. Ibu dari isteri (mertua)
C. Saudara perempuan sesusuan
D. Saudara perempuan dari isteri
E. Saudara perempuan sekandung
9. Agar tujuan pernikahan tercapai, suami isteri harus melaksanakan kewajiban-kewajiban
dalam hidup berumah tangga sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah
semata.
Berikut ini yang merupakan kewajiban bersama suami isteri yaitu ….
A. memimpin dan membimbing keluarga
B. menjaga harta suami jika suami tidak ada di rumah
C. memberikan nafkah lahir sesuai dengan kemampuan
D. memelihara, mengasuh, membimbing, mendidik anak
E. memelihara dan menjaga kehormatan diri dan keluarga
10. Perbuatan yang halal tetapi dibenci dan dimurkai oleh Allah adalah ....
A. ila’ C. ruju’
B. li’an D. ijab qabul
C. talaq
11. Kata seorang suami “pulang saja kau ke rumah orang tuamu”. Kata perceraian yang
diucapkan suami ini disebut ....
A. talaq secara terang-terangan D. talaq bain sugra
B. talaq secara sindiran E. talaq bain kubra
C. talaq secara rahasia
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 13
12. Lamanya iddah bagi isteri yang ditalaq/dicerai hidup oleh suaminya yang tidak dalam
keadaan mengandung dan masih haid adalah ....
A. tiga bulan
B. empat bulan
C. tiga kali suci
D. tidak ada masa iddah
E. empat bulan sepuluh hari
13. Kembalinya bekas suami kepada isteri yang dicerai dalam masa iddah disebut ....
A. iddah D. ruju’
B. khulu’ E. ila’
C. talaq
14. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini!
1) Isteri dalam keadaan mengandung
2) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri
3) Isteri dalam keadaan tidak mengandung dan masih haid
4) Isteri mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
5) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Pernyataan di atas yang termasuk syarat-syarat diizinkannya seorang suami berpoligami
menurut UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 5 terdapat pada nomor ….
A. 1, 2 dan 3 D. 2, 3 dan 4
B. 1, 3 dan 4 E. 2, 4 dan 5
C. 1, 3 dan 5
15. Salah satu hikmah nikah adalah ....
A. mendapatkan keturunan yang sah
B. mendapatkan pasangan hidup
C. mempraktikkan hedonisme
D. menyalurkan nafsu birahi
E. menghasilkan warisan

Soal Essay
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat, jelas, dan tepat!
1. Jelaskan pengertian nikah menurut syari’ah!
2. Asal hukum nikah adalah jaiz, tetapi bisa berubah menjadi wajib, sunnah, mubah,
makruh dan haram.
Jelaskan bagaimana maksud masing-masingnya!
3. Nikah merupakan peristiwa sakral bagi kehidupan manusia, oleh karena itu harus
memenuhi syarat dan rukun sesuai dengan ketentuan syariat Islam agar pernikahan itu
menjadi sah.
Jelaskan 5 rukun nikah dalam Islam!
4. Apabila aqad nikah telah diikrarkan, maka baik suami atau isteri memiliki kewajiban dan
tanggung jawab yang harus ditunaikan.
Jelaskan minimal 3 kewajiban suami dan 3 kewajiban isteri dalam hidup berumah
tangga!
5. Pernikahan dalam Islam memberikan manfaat dan hikmah bagi yang melakukannya.
Kemukakan 4 hikmah dari pernikahan yang Islami!

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMK Jilid 3 14

Anda mungkin juga menyukai