Anda di halaman 1dari 8

KETENTUAN PELAKSANAAN PERNIKAHAN MENURUT SYARIAT

ISLAM

Anggota :

 Fariz Niko Hermawan (09)


 Fathan Naufal A. I. (10)
 Gigih Imam Aditya (11)
 M. Rofiif Suryatmaja (18)
 Taufik Nur Ardiansyah (28)
 Ridho M. Wildan (26)

1. Makna Pernikahan dalam Islam


Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam’u) atau ”bertemu, berkumpul”.
Menurut istilah, nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk
hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan menurut hukum syariat
Islam.
Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu
akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah Swt. dan melaksanakannya
merupakan ritual ibadah. Sementara itu, menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974, tentang
Perkawinan Pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan
bahagia berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia.
Hal itu berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah Swt. Setiap manusia yang sudah
dewasa dan sehat jasmani rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis. Teman
hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat
mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman,
kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga. Rasulullah Saw. bersabda :

Artinya : ”Dari Abdullah bin Mas’ud RA Rasulullah Saw berkata kepada kami. Hai para pemuda,
barangsiapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat
menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka
hendaklah berpuasa karena puasa itu menjadi perisai (dapat melemahkan sahwat)”. (HR. Bukhari
Muslim)
2. Hukum Nikah

Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah dalam artian boleh dikerjakan dan
boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan
pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunah, makruh, dan haram. Adapun
penjelasannya adalah sebagi berikut :

a. Jaiz atau mubah, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
b. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah. Bila tidak menikah, khawatir ia
akan terjerumus ke dalam perzinaan.
c. Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah, tetapi masih sanggup mengendalikan
dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
d. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau
hasrat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungannya.
e. Haram, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan, tetapi ia mempunyai niat yang
buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.

3. Tujuan Nikah
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria
terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dapat
diuraikan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan


kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup
menjadi bahagia dan tentram. Allah Swt. berfirman :

Artinya :”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. “.
(Q.S. ar-Rum/ 30: 21)

b. Untuk membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk
membina kasih sayang antara suami, istri, dan anak. ( lihat Q.S. ar- Rum/ 30: 21)

Artinya :”Dan Ia menjadikann di antaramu rasa kasih dan sayang. “.(Q.S. ar- Rum/30 : 21)

c. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan diridhai Allah Swt
d. Untuk melaksanakan Perintah Allah Swt. menikah merupakan pelaksanan perintah Allah
Swt. Oleh karena itu menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah Swt., berfirman :

Artinya :” Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (Q.S. an-Nisa’/4: 3)

e. Mengikuti Sunah Rasulullah Saw.


Rasulullah Saw. mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan
umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya :

Artinya : «Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak senang dengan sunahku, maka
bukan golonganku». (HR. Bukhori dan Muslim)

f. Untuk Memperoleh Keturunan yang Sah. Allah Swt. berfirman :

Artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Q.S. al-Kahfi/ 18:
46)

4. Orang-Orang yang Tidak Boleh Dinikahi

Mahram adalah wanita yang haram dinikahi. Dalam Islam, penyebab wanita yang haram
dinikahi. Ada empat macam sebagai berikut.

a. Wanita yang haram dinikahi karena keturunan

1. Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
2. Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya)
3. Saudara perempuan sekandung (sekandung sebapak atau seibu).
4. Saudara perempuan dari bapak.
5. Saudara perempuan dari ibu.
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.

b. Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan

1. Ibu yang menyusul.


2. Saudara perempuan sesusuan.

c. Wanita yang haram dinikahi karena pernikahan


1. Ibu dari istri (mertua)
2. Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah kumpul dengan
ibunya.
3. Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah dicerai atau belum
4. Menantu (istn dan anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.

d. Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian muhrim dengan istri

Misalnya haram melakukan poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua orang


bersaudara terhadap perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan dengan
kemenakannya.

5. Rukun Nikah

Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi agar pernikahan menjadi sah. Jika hal-
hal tersebut tidak terpenuhi berarti pernikahan dianggap tidak pernah terjadi. Rukun nikah, antara
lain: mempelai pria mempelai wanita, wali yang menikahkan, ijab dan kabul dari wali dan
mempelai laki-laki, serta dua orang saksi.

6. Syarat Nikah

Selain rukun di atas, pernikahan juga ada syarat-syarat tertentu sebagai berikut. Syarat-syarat
pemikahan adalah sebagai berikut.

a. Mempelai Pria

Syarat-syarat mempelai pria, antara lain beragama Islam, berakal sehat, atas
kehendak sendiri, bukan mahram dari calon mempelai wanita, tidak sedang ihram haji,
dan bukan laki-lak yang telah memiliki empat istri.

b. Mempelai Wanita

Syarat-syarat mempelai wanita, antara lain: beragama Islam, berakal sehat, tidak
terpaksa bukan mahram dari calon mempelai laki-laki, tidak bersuami, tidak sedang
dalam masa idah dan tidak sedang Ihram haji atau umrah.

c. Wali Nikah

Wali berarti orang yang berhak menikahkan seorang perempuan yang berada
dalam kekuasaannya dengan laki-laki sesuai dengan aturan-aturan syariat Islam.
Kedudukan wali dalam perkawinan sangat penting karena pernikahan yang dilakukan
tanpa wall hukumnya batal. Syarat-syarat wali nikah sebagai berikut :

1. Beragama Islam.
2. Laki-laki, bukan perempuan atau banci.
3. Orang yang dikehendaki, bukan orang yang dibenci.
4. Balig dan berakal.
5. Merdeka, bukan budak.
6. Tidak sedang ihram haji atau umrah.
7. Memiliki hak perwalian.
8. Tidak ada halangan untuk menjadi wali.
9. Adil.

Wali nikah dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut.

1. Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita
yang akan dinikahkan. Tingkatan wall nasab sebagai berikut:
a. Ayah kandung.
b. Kakek, atau ayah dari ayah.
c. Saudara (kakak/adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu.
d. Saudara (kakak/adik laki-laki) se-ayah saja.
e. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu.
f. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja.
g. Saudara laki-laki ayah.
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu).
Daftar urutan wali diatas tidak boleh dilangkahi. Misalnya apabila ayah
kandung masih hifup, maka tidak boleh hak kewalianya diambil alih oleh wali
pada nomer berikutnya. Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin dan
haknya itu pada mereka. Bila tidak satupun orang yang terdaftar di atas yang
beragama Isla, maka wali berikutnya adalah wali hakim.
2. Wali Hakim, yaitu kepala KUA Islam yang ada di setiap kecamatan. Wali hakim
bertindak sebagai wali nikah, jika nasab tidak ada atau tidak bisa memenuhi
tugasnya.

d. Dua Orang Saksi

Saksi dalam pemikahan sangat penting karena dia menjadi salah satu rukun
pernikahan. Pernikahan tidak akan ssah jka tidar ada saksi.
1. Minimal 2 orang laki-laki, bukan budak, bukan wanita, dan bukan orang fasik.
2. Cakap bertindak secara hukum (balig dan berakal).
3. Sunah dalam keadaan rela dan tidak terpaksa.
4. Orang yang adil.
5. Dapat mendengar, dapat melihat, dapat berbicara, memahami bahasa yang
digunakan.
6. Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.

e. Ijab Kabul (Sigat)

Ijab adalah ucapan wali (dari pihak mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada
mempelai laki-laki. Kabul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda
penerimaan. Ijab dan Kabul dalam nikah harus bersifat selamanya. Ijab dan Kabul yang
bersifat sementara atau yang membatasi pernkahan diharamkan dalam islam.

7. Walimah

Walimah berasal dari kata al-walamu yang maknanya adalah pertemuan, sebab kedua
mempelai melakukan pertemuan. Adapun secara istilah adalah hidangan yang disediakan pada
pernikahan Di dalam kamus disebutkan bahwa walimah adalah makanan pernikahan atau semua
makanan yang untuk disantap para undangan. Walimah dilakukan sebagai tanda rasa syukur
kepada Allah dan sebagai ajang silaturahmi. Jumhur ulama mengatakan bahwa mengadakan acara
walimahpernikahan adalah sunah muakad.

8. Kewajiban Suami dan Istri


a. Kewajiban Suami
1. Memberi nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan anak-
anaknya, sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.
2. Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak, agar menjadi orang yang
berguna, keluarga, agama, masyarakat, serta bangsa dan negaranya.
3. Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).
4. Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik
anak-anak agar menjadi anak saleh

b. Kewajiban Istri
1. Taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam.
2. Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda suami, baik di hadapan atau di
belakangnya.
3. Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarga.
4. Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit, serta mencukupkan
nafkah yang diberikan suami, sesuai dengan kel, jatan dan kemampuannya, hemat,
cermat, dan bijaksana.
5. Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya.
6. Memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi anak yang saleh.

9. Pernimkahan yang Dilarang dalam Islam


Pernikahan harus dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan hadis
sehingga pernikahan yang dilaksanakan tersebut sah. Namun ada beberapa pernikahan yang
tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah saw. sebagai berikut.

a. Nikah sigar adalah pernikahan dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar.

b. Nikah tahlil adalah pernikahan seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya
yang karenanya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudian wanita itu dinikahi
taki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan suaminya.

c. Nikah mut’ah adalah pernikahan yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik
sebentar ataupun lama.

10. Perceraian (Putusnya Ikatan Pernikahan)


Allah menjadikan pernikahan sebagai sebuah ikatan yang sakral dan suci. Akan tetapi, ikatan
yang suci itu dalam keadaan tertentu terpaksa putus. Penyebab putusnya pemikahan sebagai
berikut.
a. Jika salah satu pihak suami atau istri meninggal dunia, pernikahan dengan sendirinya
putus atau berakhir.

b. Talak berarti melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan secara suka rela
ucapan talak dari pihak suami kepada istrinya.

Talak dibagi menjadi dua macam sebagai berikut.

1) Talak raji yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya,
dan suami boleh rujuk kembali kepada istri yang telah ditalaknya selama masih dalam
masa idah.
2) Talak ba'in, yaitu talak yang suami tidak boleh rujuk kembali kepada istri yang
ditalaknya, melainkan dengan akad nikah baru.
c. Fasakh adalah pembatalan pernikahan antara suami istri karena sebab-sebab tertentu.
Fasakh dilakukan oleh hakim agama, karena adanya pengaduan dari istri atau suami
dengan alasan yang dapat dibenarkan.

d. Khuluk menurut istilah bahasa berarti tanggal. Dalam ilmu fikih, khuluk adalah talak
yang dijatuhkan suami kepada istrinya, dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik
dengan jalan mengembalikan mas kawin kepada suaminya, atau dengan memberikan
sejumlah uang (harta) yang disetujui oleh mereka berdua. Khuluk diperkenankan
dalam Islam, dengan maksud untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi istri.

e. Li'an adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina (karena suami tidak dapat
menga- jukan 4 orang saksi yang melihat istrinya berzina).

f. lla' berarti sumpah suami yang mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri istrinya
selama 4 bulan atau lebih, atau dalam masa yang tidak ditentukan. Jika sebelum 4
bulan dia kembali kepada Istrinya dengan baik, maka dia diwajibkan membayar denda
sumpah (kafarat).

g. Zihar adalah ucapan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya, seperti suami
berkata kepada istrinya, "Punggungmu sama dengan punggung ibuku." Jika suami
mengucapkan kata-kata tersebut, dan tidak melanjutkannya dengan mentalak istrinya,
wajib baginya membayar kafarat, dan haram meniduri istrinya sebelum kafarat
dibayar.

11. Idah
Idah berarti masa menunggu bagi istri yang ditinggal mati atau bercerai dengan suaminya
untuk dibolehkan menikah kembali dengan laki-laki lain. Tujuan idah adalah untuk melihat
perkembangan, apakah istri yang bercerai itu hamil atau tidak. Lama masa idah adalah sebagai
berikut.
a. Idah karena suami wafat
1) Bagi istri yang tidak hamil, baik sudah campur dengan suaminya yang
wafat atau belum, masa idahnya adalah empat bulan sepuluh hari. (Q.S. al-
Baqarah: 234)
2) Bagi istri yang sedang hamil, masa idahnya adalah sampai melahirkan.
(Q.S. at-Talaq: 4)

b. Idah karena talak, fasakh, dan khuluk


1) Bagi istri yang belum campur dengan suami yang baru saja bercerai
dengannya, tidak ada masa 'idah.
2) Bagi istri yang sudah campur, masa idahnya sebagai berikut.
a) Bagi yang masih mengalami menstruasi, masa 'idah-nya ialah tiga
kali suci.
b) Bagi istri yang tidak mengalai...struasi, misalnya karena usia tua
(menopause),masa idah-nya adalah 3 bulan.
c) Bagi istri yang sedang mengandung, masa idahnya ialah sampai
dengan melahirkan.

12. Rujuk
Rujuk adalah kembalinya suami kepada ikatan nikah dengan istrinya sebagaimana semula,
selama istrinya masih berada masa idah raj'iyah. Hukum rujuk asalnya mubah, artinya boleh
rujuk dan boleh pula tidak. Akan tetapi, hukum rujuk bisa berubah tergantung dengan situasi
dan kondisi yang ada.
a. Sunah, misalnya apabila rujuknya suami kepada istrinya dengan niat karena Allah, untuk
memperbaiki sikap dan perilaku serta bertekad untuk menjadikan rumah tangganya sebagai
rumah tangga bahagia.

b. Wajib, misalnya bagi suami yang mentalak salah seorang istrinya, sedangkan sebelum
mentalaknya, ia belum menyempurnakan pembagian waktunya.

c. Makruh, apabila meneruskan perceraian lebih bermanfaat dari pada rujuk.

d. Haram, misalnya jika maksud rujuknya suami adalah untuk menyakiti istri atau untuk
mendurhakai Allah.

Adapun rukun rujuk ada empat macam sebagai berikut.


a. Istri sudah bercampur dengan suami yang mentalaknya dan masih berada pada masa
idah raj'iyah.

b. Keinginan rujuk suami atas kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.

c. Dua orang saksi, yaitu dua orang laki-laki yang adil. Ketentuan itu berdasarkan Al-
Qur'an Surah al-Talaq ayat 2.

d. Ada sigat atau ucapan rujuk, misalnya suami berkata kepada istri yang diceraikannya
selama masih berada dalam masa idah raj'iyah, "Saya rujuk kepada engkau!"

Anda mungkin juga menyukai