Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

Wanita Dewasa Awal Childfree: Tinjauan Psikokultural

Allison Carol Karana Fransisca Dessi Christanti


karanaallison@gmail.com dessi@ukwms.ac.id
Fakultas Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Widya Mandala Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya Surabaya

Corresponding Author: Allison Carol Karana

Received: 5 Desember 2023 Revised: 11 Desember 2023 Accepted: 12 Desember 2023

Abstrak—Pilihan seseorang untuk tidak memiliki anak dikenal dengan istilah childfree.
Individu yang mengakui dirinya sebagai childfree memilih secara sadar bahwa tidak ingin
memiliki anak. Berbeda dengan asumsi kebanyakan orang, ketidak beradaan anak dalam
kehidupan wanita childfree tidak diakibatkan oleh keterbatasan biologis. Dalam berbagai
budaya di Indonesia, wanita diharapkan memenuhi ekspektasi tertentu seperti memiliki anak.
Wanita akan semakin tertekan untuk memiliki anak apabila ia telah menikah dikarenakan
anggapan umum bahwa tujuan dari penikahan sebagai memiliki anak dengan pasangannya.
Selain itu, peran wanita dewasa awal yang berkaitan dengan tugas perkembangan adalah
menjadi seorang istri dan orang tua. Adanya kontradiksi antara pandangan budaya dengan
pilihan childfree wanita menjadi pembahasan dalam penelitian. Metode penelitian kualitatif,
pendekatan fenomenologis dan teknik induktif yang digunakan peneliti dilaksanakan dengan
wawancara pada empat wanita dewasa awal childfree. Kriteria penelitian adalah wanita
dewasa awal berusia 19 hingga 40 tahun childfree yang sudah menikah. Ditemukan tema
dominan dalam penelitian berupa pengalaman hidup, kondisi lingkungan dan budaya, sikap
terhadap budaya, proses keputusan childfree, hubungan pernikahan, kondisi psikologis,
kondisi spiritual serta resolusi kontradiksi antara budaya dengan childfree. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa budaya berperan penting dalam tendensi wanita untuk menjadi childfree,
namun bukan menjadi penggerak utama. Di sisi lain, pengalaman hidup menjadi faktor
pengaruh utama dalam membentuk persepsi negatif wanita terhadap budaya. Wanita dewasa
awal childfree membuat prinsip hidup baru untuk mempertahankan pilihannya yang
berkontradiksi dengan budaya.
Kata kunci: psikokultural; childfree; wanita; wanita dewasa awal

Abstract—Someone’s choice to snot have children is known as being childfree. Unlike most
people assume, individuals who identify themselves as childfree consciously choose to not
have children. In other words, the absence of children in their lives are not due to biological
limitations. Different cultures lead to the expectation for women to fulfill their reproductive
rights. Women are pressured to have children especially after marriage, as it is commonly
assumed that they will do so. Furthermore, the role of young adult women related to
developmental tasks is to become a wife and a parent. Contradiction between cultural norms
and the choice to be childfree is the focus of this study. Qualitative research method with a
phenomenological approach and inductive technique were used through interviews with four
childfree young adult women. Researcher used the purposive sampling of married childfree
young adult women aged from 19 to 40. The dominant themes found in the research include
life experiences, environmental and cultural conditions, attitudes towards culture, the
decision-making process of being childfree, marital relationships, psychological conditions,
spiritual conditions, and the resolution of contradictions between culture and the choice to be
childfree. Result of this study shows that culture plays a role on tendency to be childfree,

232
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

though it does not act as a primary driver. Additionally, life experience emerges as a primary
influencing factor that shape women’s negative perception towards culture. Young adult
childfree women establish new principles in their lives to uphold their childfree choice that
contradicts with cultural norms.
Keywords: psychocultural; childfree; women; young adult women

Pendahuluan pilihan seseorang untuk tidak memiliki


Individu yang mengakui dirinya anak.
sebagai childfree memilih secara sadar Fenomena childfree bermula dari
bahwa tidak ingin memiliki anak. Istilah negara barat lalu menyebar ke seluruh
ketidakberadaan anak sebenarnya dapat dunia, termasuk Indonesia. Penggunaan
dikategorisasikan secara garis besar istilahnya secara mainstream dipakai sejak
menjadi dua istilah, yakni voluntarily tahun 1970 sebagai dampak dari second
childless yang mengarash secara biologis wave feminism (Healey, 2018). Kacamata
dan involuntary childless yang mengarah second wave feminism diintensikan untuk
pada penghindaran peran orang tua wanita dari latar belakang yang bermacam-
(Kreyenfeld & Konietzka, 2017). Istilah macam serta wanita pada negara
childfree semakin dikenal sebagai pilihan berkembang. Perspektif ini berusaha
secara aktif dan pilihan yang positif untuk membebaskan wanita dari tuntutan
menjalani kehidupan berkeluarga tanpa reproduksi dan memberikan hak dasarnya
anak (Settle, 2014). Keputusan tersebut untuk mengembangkan potensi diri.
tidak dilandaskan oleh keterbatasan secara Second wave feminism mendiskusikan
biologis, seperti kondisi fisiknya yang peran gender tradisional yang
tidak memungkinkan dirinya untuk menggambarkan peran sebagai ibu yang
memiliki anak. Sebutan childless diubah tidak dapat dihindari, sehingga memiliki
menjadi childfree untuk menghilangkan anak berkaitan erat dengan gender wanita
konotasi negatif pada keputusan tersebut. (Peterson & Engwall, 2013). Sebagian
Kata “less” dalam istilah childless yang wanita tidak puas dengan pencapaian
berarti “kurang” menandakan bahwa ada hidupnya sebagai istri dan ibu menjadi
kekurangan dalam kehidupan individu urgensi untuk perubahan sosial (David,
apabila ia tidak ingin memiliki anak 2015). Komunitas childfree Indonesia
(Blackstone, 2014). Kenyataannya pertama di Facebook berdiri sejak tahun
individu childfree tidak merasa bahwa 2014 (Komala & Warmiyati D.W., 2022).
dirinya kurang, melainkan merasa bahwa Total fertility rate di Jepang menurun
dirinya sudah cukup tanpa keberadaan sebanyak 5 tahun terakhir sebesar 1,3
anak. Sederhananya childfree adalah (Statistics Bureau of Japan, 2021).

233
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

Berdasarkan penelitian dari Nugroho dkk. terhadap dari 62 responden dengan


(2022) faktor yang berkontribusi terhadap menyebarkan poster secara online. 73,8%
penurunan angka tersebut adalah lunturnya diantaranya berusia antara 19-25 tahun dan
budaya patriarki yang memandang bahwa 26,2% berusia antara 26-35 tahun. 40,4%
wanita seharusnya memiliki anak. Biaya dari responden menyatakan bahwa mereka
yang diperlukan untuk membesarkan anak tidak ingin memiliki anak. Selain itu,
tergolong besar. Wanita Jepang kini tidak 72,6% mengakui bahwa memiliki anak
hanya diekspektasikan untuk menjadi ibu bukan menjadi keharusan dalam hidup.
rumah tangga, namun juga berkontribusi Berikut adalah cuplikan dari sebagian
terhadap kestabilan finansial keluarga jawaban alasan childfree responden.
dengan bekerja. “Menjadi orang tua bukanlah
Di Indonesia sendiri prevalensi prioritas pertama saya. (Responden J,
wanita childfre berusia 15 hingga 49 tahun 20 tahun)”
sebesar 8% (Yuniarti & Panuntun, 2023). Hasil preliminary menggambarkan
Dengan arti terdapat 71 ribu wanita bahwa keinginan tidak memiliki anak
Indonesia yang tidak ingin memiliki anak. sudah ada di Indonesia. Preliminary
Diperkirakan bahwa untuk kedepannya menyimpulkan dampak positif dapat
angka tersebut akan terus meningkat. berupa kemampuan untuk wanita agar
Alasan yang memungkinkan hal tersebut dapat lebih fokus pada kehidupannya
terjadi adalah kecenderungan memiliki sendiri karena banyak waktu luang yang
pendidikan yang tinggi, keterbatasan tidak terbuang untuk merawat anak. Hal
finansial dan gaya hidup homoseksual. tersebut mengarah pada kesempatan untuk
Badan Pusat Statistik (2021) menghasilkan fokus terhadap pemenuhan kebutuhan dan
angka kelahiran total di Indonesia menurun kebahagiaan diri sendiri. Secara finansial
dalam lima dekade terakhir sebanyak 3,43. pula diuntungkan karena seseorang tidak
TFR di Indonesia sebesar 2,18 sehingga harus memenuhi tuntutan finansial dari
kondisi fertilitas menuju pada replacement anak. Di sisi lain, terdapat dampak negatif
level yang berarti angka kelahiran seperti individu childfree yang terpaksa
sebanding dengan angka kematian. menerima stigma negatif dari masyarakat
Penyebaran kuesioner dilakukan mengenai keputusannya yang kurang dapat
untuk mendapatkan data lebih baru diterima secara sosial.
mengenai tren childfree pada wanita Dampak stigma negatif tersebut
dewasa awal berusia antara 19 hingga 40 berasal dari penolakan budaya terhadap
tahun. Peneliti melakukan preliminary childfree. Definisi mengenai psikokultural

234
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

dapat diambil dari serangkaian pengertian Argumentasi penelitian perilaku


seperti budaya dan psikis. Menurut Hisyam dalam konteks tersebut didasari oleh
(2021), sistem budaya merupakan budaya yang tidak dapat dipisahkan dalam
serangkaian nilai-nilai yang aktif tinggal di hidup individu (Dayakisni & Yuniardi,
pikiran warga masyarakat. Kaitan antara 2022). Psychocultural adalah teori yang
psikologi dalam pembahasan psikokultural mengekspresikan dinamika psikologi dan
dapat dilihat dari pengertian psikologi hubungannya yang tidak dapat dilepaskan
budaya, yakni suatu cara untuk dari relasi dengan konteks budaya, seperti
memandang kebenaran perilaku dalam bahasa, sistem simbolik, sistem hukum dan
kehidupan sehari-hari menurut budaya peradilan, etika sosial serta bentuk kultur
(Dayakisni & Yuniardi, 2022). lainnya (Langman & DiCenso, 2000).
Secara keseluruhan, budaya Penelitian dari dari Mangundjaya (2013)
mendukung pernyataan bahwa normalnya menjelaskan terdapat serangkaian
hidup bagi seorang wanita adalah memiliki karkateristik masyarakat Indonesia. Tiga
anak. Harapan utama bagi sebagian besar dari lima karakteristik tersebut yang
keluarga adalah memiliki anak laki-laki relevan dibahas adalah masyarakat
agar dapat membantu kedua orang tuanya memiliki peran gender yang berbeda, high
bekerja. Pronatalis atau masyarakat pada uncertainty avoidance dan short term
umumnya berpendapat tujuan hidup adalah orientation. Arti dari high uncertainty
untuk membesarkan, merawat, meneruskan avoidance adalah rasa tidak nyaman yang
generasi. muncul apabila dihadapkan pada situasi
Manusia didefinisikan sebagai yang ambigu, sehingga berusaha untuk
makhluk hidup berakal budi dengan dua menciptakan kepercayaan yang benar
kodrat yaitu makhluk bersosial dan secara absolut. Short term orientation
berbudaya (Dayakisni & Yuniardi, 2022). berarti masyarakat cenderung tidak
Manusia merupakan makhluk sosial yang mementingkan masa depan, namun
membutuhkan orang lain dalam hidupnya. melestarikan apa yang selama ini sudah
Lingkungan sosial menyediakan budaya ada. Karakteristik itu menggambarkan
yang membesarkan manusia dan tuntutan budaya untuk terpenuhi di antara
mengembangkan diri. Integrasi antara masyarakat Indonesia. Urgensi pendekatan
psikologi dengan kultural adalah penelitian psikokultural yakni wanita, sebagai bagian
mengenai perilaku manusia dalam konteks dari manusia yang tidak dapat terlepas dari
budaya, baik perilaku tersebut sejalan budayanya tetap berpegang teguh dengan
dengan budaya maupun yang tidak. keputusan childfree serta cara untuk

235
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

menghadapi ketidaksesuaian tersebut. metode di mana dua orang bertemu dan


Fokus masalah dalam penelitian ini adalah saling bertukar informasi menggunakan
untuk menjawab pertanyaan bagaimana tanya jawab sehingga mendapatkan hasil
gambaran psikokultural pada wanita berupa informasi dan pengetahuan
dewasa awal yang memilih menjadi mengenai topik tertentu (Rizal dkk., 2022).
childfree. Penelitian ini berupaya untuk Sebagai validasi data, triangulasi
mencari tahu gambaran psikokultural dilakukan melalui kuesioner dengan
wanita dewasa awal childfree. significant others dari informan. Validitas
penelitian menggunakan komunikatif yang
Metode Penelitian dilakukan dengan cara penyampaian
Penelitian ini menggunakan kembali hasil data pada informan dan
pendekatan kualitatif yang dilakukan argumentatif melalui pembuktian
secara alamiah dalam kondisi alamiah rasionalitas hasil data (Willig, 2013).
sehingga peneliti harus menjadi instrumen Etika penelitian tercapai dengan cara
dalam pengumpulan data (Rizal dkk., penjelasan mengenai maksud dan tujuan
2022). Jenis penelitian yang digunakan penelitian pada informan, penjelasan
dalam penelitian ini adalah fenomenologi informed consent, kepastian bahwa
yang merupakan penelitian yang bertujuan informan memahami sepenuhnya
untuk meneliti dan memahami suatu mengenai informed consent, penjaminan
kondisi dari perspektif individu mengenai kerahasiaan hasil data, menginformasikan
fenomena atau kejadian tertentu (Leedy & kembali agar menghindari kesalahpahaman
Ormrod, 2019). Selaras dengan tujuan serta tidak melakukan plagiarisme. Peneliti
fenomenologi, penelitian ini pun juga wajib untuk mengembalikan kondisi
bertujuan untuk memahami fenomena informan seperti semula.
childfree yang dimiliki wanita dewasa
awal ditinjau dari kondisi Hasil Penelitian dan Diskusi
psikokulturalnya. Berdasarkan analisis data, peneliti
Cara mendapatkan informan menemukan delapan tema dominan yang
penelitian adalah menggunakan kriteria muncul pada informan. Tema tersebut
yang sesuai dengan tujuan penelitian. disajikan dalam bentuk tabel. Berikut
Kriteria tersebut meliputi: (1) Childfree; adalah penjelasannya melalui tabel
(2) Wanita berusia 19 hingga 40 tahun; (3) kategorisasi data.
Telah menikah. Metode pengumpulan data
melalui wawancara yang merupakan

236
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

Tabel 1. Kategorisasi Keempat Informan


Tema Subtema Selective Coding
Pengalaman hidup Masa kecil Parent’s marital conflict
Budaya Pro-natalist
Kondisi lingkungan &
Pertemanan Menerima childfree
budaya
Stigma negatif Tidak berguna sebagai wanita
Kognitif Membebani perempuan
Sikap terhadap budaya Afektif Tidak suka
Konatif Tidak melestarikan
Proses keputusan Alasan childfree Pertimbangan finansial
childfree Sikap terhadap anak Beban
Proses keputusan childfree Diskusi pra pernikahan, suami
Hubungan pernikahan
dengan suami menyetujui
Usaha menghadapi tekanan Menjauhi keluarga
Kondisi psikologis Respon terhadap tekanan Emosi negatif
lingkungan
Kondisi spiritual Kepercayaan Non-teistik
Resolusi Childfree vs Perasaan menjadi seorang Lebih bahagia karena kebebasaan
Budaya childfree yang dimiliki

Tema tersebut saling berkaitan antara Keempat informan memilih childfree


satu dengan yang lainnya. Tiga dari empat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni (1)
informan mengalami parent’s marital hubungan pernikahan yang cukup terbuka
conflict atau konflik pernikahan orang tua. sehingga ada diskusi mengenai ketidak
Ketidakberhasilan orang tua informan inginan anak sebelum menikah dengan
membesarkannya dengan ideal suami yang kemudain disetujui; (2)
memunculkan trauma masa kecil. Pengalaman tinggal di luar negeri yang
Ketiganya tidak ingin memberikan dikonfirmasi mempengaruhi dalam
pengalaman yang sama pada anak di mempermatang pemikiran childfree; (3)
kemudian hari. Kepercayaan non-teistik mengarah pada
Keempat informan membentuk sikap tidak adanya himbauan untuk memiliki
tertentu terhadap budaya disebabkan oleh anak dari sisi agama.
pengalaman hidup. Keempat informan Childfree berkontradiksi dengan
menunjukkan persamaan pertimbangan budaya yang bersikap pro-natalist.
finansial dalam membesarkan anak. Jika Kontradiksi antara kedua hal tersebut
ditinjau dari sikap terhadap anak, informan menyebabkan pemberian stigma negatif
menyikapi anak sebagai beban dan bukan dari lingkungan sekitar mengenai ketidak
menjadi kewajiban dalam hidup. beradaan anak. Informan memunculkan
emosi negatif terhadap stigma negatif

237
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

tersebut. Stigma negatif ditemukan berasal budaya. Prinsip baru tersebut kemudian
dari keluarga. Informan telah melakukan diterapkan dalam kehidupan masing-
upaya untuk mengatasi hal tersebut dengan masing informan, sehingga kontradiksi
menjauhi keluarga sebagai sumber antara budaya dengan childfree tidak
tekanan. menjadi perhatian bagi mereka.
Keempat informan adalah pembuatan
prinsip hidup sendiri yang berbeda dengan

Gambar 1. Bagan Hasil Analisa Data Keempat Informan

Berdasarkan hasil pengolahan data informan yang menceritakan pengalaman


dari keempat informan, ditemukan masa kecil yang tidak menyenangkan.
beberapa tema muncul seperti pengalaman Terdapat pola berupa hambatan dari ibu
hidup, kondisi lingkungan dan budaya, informan untuk bercerai dengan ayah
sikap terhadap budaya, proses keputusan disebabkan oleh dampak negatif yang akan
childfree, hubungan pernikahan, kondisi diberikan dari lingkungan sekitar. Dalam
psikologis, kondisi spiritual serta resolusi budaya Jawa, pernikahan menempatkan
kontradiksi antara budaya dengan istri dalam kedudukan yang lebih rendah
childfree. dibandingkan pria. Istri diberikan
Pengalaman hidup ditemukan dari ekspektasi lebih tinggi untuk menjaga
keempat informan berdampak terhadap keharmonisan pernikahan. Apabila terjadi
dirinya. Hal tersebut ditunjukkan dari suatu masalah dalam pernikahan yang

238
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

mengarah pada perceraian, maka (Bayer & Glushko, 2019) bahwa terdapat
masyarakat akan menyalahkan istrinya tuntutan bagi orang tua zaman sekarang
(Arvianti, 2011). Penelitian tersebut sesuai untuk menjadi ibu yang ideal agar tidak
dengan perilaku yang ditunjukkan oleh melanjutkan perilaku buruk yang diberikan
orang tua informan, yakni dugaan ibu orang tuanya di masa lalu. Pengalaman
bahwa lingkungan akan memandangnya buruk tersebut berkaitan dengan masa kecil
dengan buruk. Parent’s marital conflict yang digambarkan dengan istilah bad
disebabkan oleh kegagalan ayah untuk transgenerational experience. Kwon
memenuhi peran dalam keluarga. Kejadian (2005) yang menyebutkan bahwa sebagian
tersebut mengarah pada rasa kebencian individu memilih childfree dikarenakan
terhadap ayah. Informan melihat secara oleh pengalaman hidup yang tidak
langsung tuntutan budaya yang berdampak menyenangkan. Individu tidak ingin
negatif terhadap ibunya. Budaya yang memberikan pengalaman yang sama pada
mengekang ibu untuk tetap berada dalam anaknya di kemudian hari. Penemuan
pernikahan yang tidak bahagia. penelitian sejalan dengan Tunggono (2021)
Berdasarkan analisis data, peneliti yang menyebutkan wanita childfree
menemukan bahwa tema dominan pemicu menilai masa kecilnya sebagai pengalaman
childfree adalah pengalaman hidup, sesuai buruk. Dampak yang dirasakan adalah
dengan penelitian Ingalls (2016). ketidaksiapan secara psikologis untuk
Ditemukan bahwa ada dua penyebab membesarkan anak semasa dewasa.
utama childfree terkait dengan pengalaman Sederhananya bahwa pengalaman hidup
hidup, yaitu penghindaran terhadap peran menyebabkan kecemasan.
orang tua dan penarikan kebebasan diri. Masih membahas terkait dengan
Penghindaran disebabkan oleh pengalaman pengalaman hidup, pola lain yang muncul
negatif yang berkaitan dengan masa kecil, dari sebagian besar informan adalah
pertemanan dengan orang tua, atau emotional restraint dalam keluarga.
hubungan destruktif. Penarikan, di sisi lain, Informan menyatakan bahwa budaya
muncul dari usaha wanita childfree untuk selama ini tidak pernah mengajarkan cara
mempertahankan kebebasan diri. Temuan untuk menyampaikan perasaan dengan
ini bersifat konsisten pada semua baik. Kenyataannya emotional restraint
informan, menyoroti ketidakcocokan atau kebiasaan untuk menahan respon
dengan lingkungan keluarga dan tantangan emosional negatif erat kaitannya dengan
dalam membesarkan anak sebagai alasan budaya Asia (Deng dkk., 2017). Anak
utama. Didukung pula dari penelitian yang dibesarkan dengan budaya Asia

239
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

diajarkan untuk menahan respon emosional selanjutnya. Ditarik kesimpulan yakni


sejak kecil hingga ia dewasa. Morelen & wanita childfree membentuk sikap yang
Thomassin (2013) menjelaskan budaya negatif terhadap budaya. Pernyataan
dengan masyarakat yang kolektif tersebut sejalan dengan penemuan Peterson
cenderung menyampaikan rasa emosional & Engwall (2013) budaya menekankan
dibandingkan dengan budaya individualis. nilai pronatalisme, maka wanita childfree
Berdasarkan Mangundjaya (2013) salah memandang dirinya terpisah dengan
satu karakteristik masyarakat Indonesia budaya. Wanita childfree tidak merasa
adalah menganut budaya kolektivisme. harus patuh dengan budaya.
Sikap terhadap budaya ditemukan Proses keputusan childfree
sebagai pengaruh dari pengalaman hidup. menunjukkan pertimbangan finansial
Teori sikap digunakan untuk menggali menjadi hal yang penting. Hal tersebut
hubungan partisipan dengan budaya. sejalan dengan faktor pendorong childfree
Budaya dalam konteks ini adalah segala (Kwon, 2005). Semua informan
macam praktik dan pola pikir yang mempertimbangkan childfree dari sisi
diajarkan pada individu semasa kecil. finansial. Muncul keengganan
Sikap merupakan hasil evaluasi yang menghabiskan pendapatan untuk anak.
individu kaji terhadap bagian dalam Penemuan dari Ingalls (2016) juga
hidupnya (Ajzen dkk., 2021). Seseorang membuktikan finansial sebagai faktor
akan membuat evaluasi terhadap pertimbangan yang paling sering muncul
budayanya berupa sikap. Komponen dari pada keputusan childfree. Siswanto &
sikap terdiri dari tiga, yakni cognitive, Nurhasanah (2022) menemukan sebagian
affective dan conative (Myers & Twenge, wanita childfree diakibatkan karena
2018). Sebagian besar informan yang keadaan finansial yang membatasi untuk
menyikapi budaya secara kognitif sebagai membesarkan anak dengan optimal.
membebani perempuan dan tidak penting. Pengeluaran membesarkan anak
Dari komponen afektif, sebagian besar diasosiasikan dengan kerugian pribadi,
informan menunjukkan sikap yang tidak memiliki anak akan mengganggu
suka terhadap budaya. Komponen terakhir kehidupan sehari-hari dan beresiko, baik
adalah konatif yang mengarah pada secara emosional maupun finansial (Settle,
kecenderungan informan tidak 2014).
melestarikan budaya, baik dalam konteks Keunikan yang muncul dari informan
melakukan budaya dalam sehari-hari B yang mengakui ia tidak pernah
maupun mewariskan pada generasi memikirkan untuk memiliki anak di masa

240
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

yang mendatang. Pernyataan tersebut tidak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh
ditemukan pada informan lainnya yang komunitas (Turnbull dkk., 2016). Sejalan
mempertimbangkan kemungkinan dengan penemuan peneliti, masyarakat
memiliki anak, sehingga ada diskusi menganut pemikiran menjadi seorang ibu
dengan pasangan mengenai keputusan. adalah bawaan setiap wanita maka tidak
Tidak munculnya pemikiran memiliki anak bisa dihindari.
membuat informan B tidak mendiskusikan Himbauan yang tidak direalisasikan
apapun dengan suami. Analisa alasan mengarah pada stigma negatif. Beberapa
mengapa informan tidak mengalami stigma yang diterima informan seperti
dorongan menjadi seorang ibu sejalan childfree yang dikaitkan dengan tidak
dengan pernyataan dari Wooten (2023) bertanggung jawab. Höglund &
bahwa sebagian wanita childfree tidak Hildingsson (2023) menemukan
diajarkan untuk memiliki anak. Tidak ada pernyataan yang diakui sebagai wanita
ekspektasi dari lingkungan pada dirinya childfree adalah penerimaan stigma egois,
untuk memiliki anak. pemalas, tidak dewasa oleh karena tidak
Kondisi lingkungan dan budaya memikul tanggung jawab untuk
menjadi bahasan selanjutnya. Aturan membesarkan anak. Sejalan dengan
budaya memiliki sifat absolut, yakni temuan dari Arnold-Baker (2020) bahwa
menuntut masyarakat untuk mengikuti wanita childfree yang mengalami frustrasi
(Langman & DiCenso, 2000). Peneliti dikarenakan oleh asumsi yang beredar di
menggunakan istilah pro-natalist untuk lingkungan sekitar. Penemuan lain, yakni
menyatakan kondisi lingkungan & budaya ketidak beradaan anak pada wanita tidak
dengan dorongan untuk memiliki anak. dipandang sebagai suatu pilihan namun
Istilah tersebut diambil dari pronatalism, kenyataan yang harus ia terima. Informan
yakni ideologi yang berusaha untuk D mendapatkan respon dari rekannya yang
menghimbau masyarakat untuk memiliki menyatakan rasa mengasihani karena tidak
anak (Hašková & Dudová, 2020). memiliki anak. Childfree sama sekali tidak
Ditemukan bahwa sebagian besar keadaan dipandang sebagai suatu kemungkinan.
keluarga dan budaya informan pro- Masyarakat memandang ketidak beradaan
natalist. Konstruksi sosial pronatalisme anak dalam hidup wanita menyimpang
membentuk gambaran wanita sebagai norma sosial. Penemuan tersebut selaras
seorang ibu kemudian dimanifestasikan dengan penelitian Avison & Furnham
dalam bentuk aturan lisan, sehingga (2015) yakni wanita childfree dipandang
menjadi orang tua ditekankan pada moral sebaga deviasi pada masyarakat.

241
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

Sedangkan pada lingkup pertemanan tidak memiliki anak dari suami ditemukan
ditemukan sebaliknya, ada penerimaan menjadi aspek terpenting dalam menjalin
terhadap childfree. Kenyataan tersebut hubungan bagi wanita childfree (Peterson,
didukung oleh pilihan childfree yang mulai 2018). Ditemukan informan membuka
populer akhir-akhir ini (Moore, 2014). kemungkinan bagi suami untuk mencari
Seiring berkembangnya zaman, childfree istri lain apabila tidak setuju dalam pilihan
semakin tersebar di media sosial. Sebagian childfree. Ketidakinginan memiliki anak
besar informan mengakui terdapat pada wanita menyebabkan pencarian
penerimaan childfree dari generasi pasangan sulit. Wanita yang berkomitmen
milenial. Pernyataan tersebut selaras dalam hubungan berpasangan mengakui
dengan penelitian Indah & Zuhdi (2022) bahwa pihak lelaki tidak sejalan dengan
bahwa 60% responden yang mendukung keputusan childfree, suatu keputusan yang
childfree adalah generasi milenial. Salah memiliki dampak krusial terhadap masa
satu kesimpulan penelitian tersebut adalah depan hubungan keduanya (Lee &
generasi milenial yang semakin menerima Zvonkovic, 2014).
keputusan childfree, dengan alasan yang Kepribadian informan ditemukan
paling umum adalah keputusan memiliki tidak menjadi tema berperan dominan
anak merupakan keputusan pribadi. dalam mempengaruhi keputusan childfree.
Hubungan pernikahan juga Namun dua dari empat informan mengakui
ditemukan sebagai faktor penguat mereka tidak suka diatur. Hal tersebut
keputusan childfree. Semua informan menunjukkan ketidak inginan informan
memiliki pemikiran childfree pra- untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai
pernikahan, sehingga keputusan tersebut tradisional di lingkungan sekitar.
dikomunikasikan pada pasangan. Penemuan tersebut selaras dengan
Penerimaan dari suami informan mengarah penelitian dari Basten (2009) bahwa
pada pilihan childfree yang semakin wanita childfree cenderung tidak
matang. Hubungan pernikahan dalam tradisional, sehingga tidak memenuhi
validasi keputusan didukung oleh peran gendernya. Sejalan dengan
penelitian dari Szymańska (2013), salah penelitian Avison & Furnham (2015)
satu faktor internal childfree adalah sikap wanita childfree tidak memandang dirinya
pasangan terhadap keputusan yang ia buat. cocok dengan peran ibu dikarenakan
Respon suami informan mengarah pada temperamen emosional.
sisi setuju sehingga keputusan dapat dibuat Kondisi spiritual menjadi salah satu
dengan matang secara mutual. Persetujuan hal yang ditemukan berpengaruh terhadap

242
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

keputusan childfree pada sebagian besar pembahasan selanjutnya. Dikarenakan oleh


informan. Ketiga informan menganut perwujudan peran ibu yang dianggap
kepercayaan non-teistik. Neal & Neal bawaan dari wanita, maka memisahkan
(2021) menemukan wanita childfree peran gender dengan ekspektasi tersebut
cenderung mempersepsikan agama sebagai menjadi hal yang sulit. Ketidak beradaan
hal tidak penting. Diperjelas bahwa wanita anak dalam kehidupan wanita dikaitkan
childfree cenderung memegang nilai yang dengan ketidak bahagiaan (Wooten, 2023).
lebih liberal dibandingkan dengan Diungkapkan oleh Harrington (2019)
kepercayaan orang pada umumnya. Hal masyarakat mempersepsikan wanita
tersebut berarti kontradiksi antara ajaran childfree sebagai seseorang yang secara
agama dengan childfree tidak menjadi psikologis kurang puas secara psikologis.
perhatian bagi informan. Di sisi lain, Budaya patriarki memberi kesan bahwa
informan V adalah seorang Kristen. menjadi seorang ibu adalah bagian
Informan menjelaskan ajaran dalam akitab terpenting untuk mencapai kehidupan yang
agama Kristen yang menghimbau untuk bahagia. Norma heteronormatif yang
memiliki anak tidak relevan pada zaman diberlakukan secara umum pada wanita,
modern. Dengan kata lain, informan seringkali menghasilkan diskriminasi
memilah nilai-nilai yang ada dalam terhadap mereka yang tidak sejalan dengan
kepercayaannya. Ia cenderung norma-norma tersebut. Stigma yang
menyesuaikan bagian yang dirasa relevan ditemukan di masyarakat terbukti tidak
untuk keadaan hidupnya saat ini. sesuai dengan penemuan dalam penelitian
Kecenderungan sekularisme yang muncul ini. Meskipun sebagian besar informan
pada para informan selaras dengan menyadari adanya peran gender dan
penelitian dari Basten (2009) bahwa salah bereaksi tertekan secara psikologis,
satu karakteristik wanita childfree adalah semuanya berhasil untuk meresolusikan
rendahnya keterlibatan dengan religi. Di konflik yang dihadapi. Dalam arti, semua
sisi lain, persepsi negatif masyarakat informan menemukan ketenangan dan
diindikasikan dari tingkat religiusitas dan kebahagiaan dengan keputusan yang
seksisme (Husnu, 2016). Semakin religius dibuat. Penemuan ini berkontradiksi
dan seksis lingkungan sekitar, maka dengan stigma yang kebanyakan orang
semakin negatif pengalaman yang dilalui miliki bahwa wanita childfree adalah
sebagai wanita childfree. wanita yang tidak sehat secara mental, dan
Resolusi dari kontradiksi antara tidak bahagia dengan kehidupanya
childfree dengan budaya menjadi (Ashburn-Nardo, 2017). Ditinjau dari sisi

243
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

kebahagiaan dengan pasangan, ditemukan tinggal di sekitar keluarga yang pro-


pula bahwa pasangan tanpa anak lebih natalist yang cenderung menolak childfree.
bahagia dibandingkan pasangan dengan Sedangkan dari lingkup pertemanan,
anak (Koropeckyj-Cox dkk., 2018). sebagian besar informan tinggal di sekitar
Penelitian Ekelund & Ask (2021) teman yang menerima keputusan childfree.
membuktikan bahwa dibandingkan dengan Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
seorang ibu dengan dua anak, wanita informan tinggal dengan dua macam
childfree memiliki kepuasan hidup yang kebudayaan, budaya keluarga yang terdiri
lebih tinggi. dari generasi usia lanjut sehingga kesulitan
Pendekatan psikokultural dapat untuk menerima ide-ide baru. Budaya
diartikan sebagai dinamika psikologi yang kedua adalah pertemanan yang mendukung
tidak dapat dipisahkan dengan konteks ide baru tersebut, termasuk childfree.
budaya, apapun bentuknya (Langman & Kondisi psikologis diteliti dari
DiCenso, 2000). Meski demikian individu sebagian besar informan menjauhi
tidak akan memandang sistem sosial keluarganya dikarenakan perasaan tidak
sebagai sesuatu yang bernilai apabila tidak nyaman terhadap tekanan memiliki anak.
merasa ada kaitan dengan diri sendiri. Alhasil informan memilah individu seperti
Budaya dalam konteks ini berperan dalam apa yang tinggal di sekitarnya, menjauhi
memberikan nilai penting terhadap yang tidak cocok dan mendekati yang
prokreasi, maka childfree berkontradiksi menerima pemikiran childfree. Ada upaya
dengan norma yang ada. Semua informan dari informan untuk merubah kondisi
penelitian menunjukkan interaksi mental sekitarnya. Teori triadic reciprocal
yang selaras dengan pernyataan tersebut. determination mendukung individu
Sebagian besar informan tidak sebagai human agency yang secara aktif
melestarikan budaya, sehingga tidak menggerakan dirinya sendiri terhadap
merasa hal tersebut penting dalam perubahan (Abdullah, 2019). Jika
kehidupan. disesuaikan dengan proses pembudayaan,
Triadic reciprocal determination informan melakukan yang disebut sebagai
adalah teori yang menjelaskan bagaimana asimilasi (Nurmansyah dkk., 2019).
peran perilaku manusia dalam lingkup Sebagian besar informan menghapus
sistem sosialnya (Abdullah, 2019). budaya yang diajarkan padanya sejak kecil,
Individu tidak hanya sebagai penerima sehingga lebih menyesuaikan dengan
pasif dari sistem sosial yang berlaku dalam budaya yang lebih modern.
lingkungan. Sebagian besar informan

244
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

menyesuaikan jadwal bekerja dengan


Kesimpulan wawancara, dan (2) peneliti tidak dapat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggali data mengenai dinamika
budaya bukan menjadi pemicu utama penyesuaian diri dengan dampak negatif
dalam keputusan childfree, melainkan budaya terhadap pilihan childfree.
pengalaman hidup yang dilalui. Wanita Peneliti juga memberikan beberapa
childfree menggunakan hasil tersebut saran yang berkaitan dengan penelitian.
sebagai pertimbangan untuk keputusan Saran tersebut adalah: (1) bagi informan
berkeluarga. Memiliki anak sebagai hal penelitian untuk menyelesaikan isu pribadi
yang ditanamkan secara budaya, namun agar dapat mencapai kesejahteraan mental.
wanita childfree tidak melihat adanya Hal tersebut mampu untuk mengatasi
urgensi untuk mengikuti budaya tersebut kecemasan sebagai dampak dari masa kecil
dikarenakan oleh pengalaman negatif yang yang kurang menyenangkan; (2) bagi
ia lalu di masa lalu. penelitian selanjutnya untuk meneliti sudut
Ironisnya, wanita childfree pandang suami mengenai pilihan childfree.
mengedepankan pertimbangan finansial Selain itu, penelitian di kedepannya dapat
sebagai alasan tidak ingin memiliki anak. menggambarkan dinamika dalam proses
Pertimbangan yang dilakukan oleh wanita pemisahan budaya yang dihadapi oleh
childfree menunjukkan kenyataan tidak wanita childfree. Alangkah baiknya
selaras dengan stigma. Wanita childfree peneliti mempertimbangkan kesibukan
lebih realistis dalam memandang informan dengan menyampaikan pesan
kebutuhan pengeluaran besar untuk jauh hari mengenai jadwal wawancara, dan
membesarkan anak, sehingga mengarah (3) bagi masyarakat umum untuk
pada pertanggung jawaban. Wanita melestarikan toleransi pada pilihan orang
childfree menilai hidup lebih lain yang berbeda dengan dirinya demi
menyenangkan karena memiliki waktu mewujudkan kesejahteraan semua orang
luang untuk kebebasan diri.
Keterbatasan dan Saran. Peneliti Daftar Pustaka
mengakui terdapat kendala yang muncul Abdullah, S. M. (2019). Social Cognitive
selama penelitian berlangsung. Beberapa Theory : A Bandura Thought Review
hal yang menjadi keterbatasan penelitian published in 1982-2012.
yakni: (1) penelitian yang berlangsung Psikodimensia, 18(1), 85.
dalam waktu singkat. Informan memiliki https://doi.org/10.24167/psidim.v18i
waktu yang terbatas karena harus 1.1708

245
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

Ajzen, I., Lohmann, S., & Albarracin, D. manusia-provinsi-papua-tahun-


(2021). The Influence of Attitudes on 2017.html
Behavior. The Handbook of Bandura, A. (1989). Human Agency in
Attitudes. Social Cognitive Theory.
https://doi.org/10.4324/97814106128 https://www.uky.edu/~eushe2/Bandu
23-13 ra/Bandura1989AP.pdf
Arnold-Baker, C. (2020). The Existential Basten, S. (2009). Voluntary childlessness
Crisis of Motherhood. In The and being Childfree. The Future of
Existential Crisis of Motherhood. Human Reproduction: Working
https://doi.org/10.1007/978-3-030- Paper.
56499-5 https://www.spi.ox.ac.uk/fileadmin/d
Arvianti, I. (2011). Pengungkapan Ideologi ocuments/PDF/Childlessness_-
Patriarki pada Teks Tatawicara _Number_5.pdf
Pernikahan Dalam Budaya Jawa. Bayer, O., & Glushko, O. (2019).
Jurnal Majalah Ilmiah Informatika, Childfree as a new phenomenon and
2(2). its individual psychological
Ashburn-Nardo, L. (2017). Parenthood as a correlates. Journal of Psychology
Moral Imperative? Moral Outrage Research, 25(8), 20–27.
and the Stigmatization of Voluntarily Blackstone, A. (2014). Childless… or
Childfree Women and Men. Sex Childfree? Contexts, 13(4), 68–70.
Roles, 76(5–6). https://doi.org/10.1177/15365042145
https://doi.org/10.1007/s11199-016- 58221
0606-1 David, M. E. (2015). Women and gender
Avison, M., & Furnham, A. (2015). equality in higher education?
Personality and voluntary Education Sciences, 5(1), 10–25.
childlessness. Journal of Population https://doi.org/10.3390/educsci50100
Research, 32(1), 45–67. 10
https://doi.org/10.1007/s12546-014- Dayakisni, T., & Yuniardi, S. (2022).
9140-6 Psikologi Lintas Budaya. In
Badan Pusat Statistik. (2021). Sensus UMMPress.
Penduduk 2020. Bps.Go.Id, 27, 1– Deng, X., Sang, B., & Chen, X. (2017).
52. Implicit beliefs about emotion
https://papua.bps.go.id/pressrelease/2 regulation and their relations with
018/05/07/336/indeks-pembangunan- emotional experiences among

246
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

Chinese adolescents. International intsec=frontcover


Journal of Behavioral Development, Höglund, B., & Hildingsson, I. (2023).
41(2), 220–227. Why and when choosing child-free
https://doi.org/10.1177/01650254156 life in Sweden? Reasons, influencing
12229 factors and personal and societal
Ekelund, M., & Ask, K. (2021). factors: Individual interviews during
Stigmatization of Voluntarily 2020–2021. Sexual and Reproductive
Childfree Women and Men in the Healthcare, 35(July 2022).
UK: The Roles of Expected Regret https://doi.org/10.1016/j.srhc.2022.1
and Moral Judgment. Social 00809
Psychology, 52(5), 275–286. Husnu, S. (2016). The Role of Ambivalent
https://doi.org/10.1027/1864- Sexism and Religiosity in Predicting
9335/a000455 Attitudes Toward Childlessness in
Harrington, R. (2019). Childfree by Muslim Undergraduate Students. Sex
Choice. Studies in Gender and Roles, 75(11–12), 573–582.
Sexuality, 20(1), 22–35. https://doi.org/10.1007/s11199-016-
https://doi.org/10.1080/15240657.20 0639-5
19.1559515 Indah, D. N., & Zuhdi, S. (2022). The
Hašková, H., & Dudová, R. (2020). Childfree Phenomenon in the
Selective pronatalism in childcare Perspective of Human Rights and
and reproductive health policies in Maqashid Al-Shari’ah. Proceedings
Czechoslovakia. History of the of the International Conference on
Family, 25(4), 627–648. Community Empowerment and
https://doi.org/10.1080/1081602X.20 Engagement (ICCEE 2021),
20.1737561 661(Iccee 2021), 222–231.
Healey, J. (2018). Rejecting Reproduction. https://doi.org/10.2991/assehr.k.2205
Journal of Woman History, 28(1), 01.025
131–156. Ingalls, E. (2016). The Public
Hisyam, C. J. (2021). Sistem Sosial Consequences of a Personal Choice:
Budaya Indonesia. Bumi Aksara. The Impact of the Decision to be
https://www.google.co.id/books/editi Childfree in Family-Friendly
on/Sistem_Sosial_Budaya_Indonesia America. Dissertations, 45.
/XuMhEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1 https://irl.umsl.edu/dissertation/45
&dq=struktur+dan+sistem+sosial&pr Komala, D., & Warmiyati D.W., M. T.

247
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

(2022). Proses Pengambilan Journeys to remain childless: A


Keputusan Pada Pasangan Suami grounded theory examination of
Istri Yang Memilih Untuk Tidak decision-making processes among
Memiliki Anak. Jurnal Muara Ilmu voluntarily childless couples. Journal
Sosial, Humaniora, Dan Seni, 6(1), of Social and Personal
119. Relationships, 31(4), 535–553.
https://doi.org/10.24912/jmishumsen. https://doi.org/10.1177/02654075145
v6i1.13536.2022 22891
Koropeckyj-Cox, T., Çopur, Z., Romano, Leedy, P. D., & Ormrod, J. E. (2019).
V., & Cody-Rydzewski, S. (2018). Practical research: Planning and
University Students’ Perceptions of design. In Pearson. One Lake Street,
Parents and Childless or Childfree Upper Saddle River.
Couples. Journal of Family Issues, https://doi.org/10.1093/ecco-
39(1), 155–179. jcc/jjy097
https://doi.org/10.1177/0192513X15 Mangundjaya, W. L. H. (2013). Is There
618993 Cultural Change in the National
Kreyenfeld, M., & Konietzka, D. (2017). Cultures of Indonesia? Steering the
Analyzing Childlessness. In Springer Cultural Dynamics, 59–68.
International Publishing. Moore, J. (2014). Reconsidering
https://doi.org/10.1007/978-3-319- Childfreedom: A Feminist
44667-7_1 Exploration of Discursive Identity
Kwon, S. A. (2005). Childfree by Choice: Construction in Childfree
A Qualitative Exploration of LiveJournal Communities. Women’s
Asian/White Interracial Couples in a Studies in Communication, 37(2),
Childfree Marriage. Alliant 159–180.
International University, San Diego. https://doi.org/10.1080/07491409.20
http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2012. 14.909375
05.050 Morelen, D., & Thomassin, K. (2013).
Langman, L., & DiCenso, J. J. (2000). The Emotion socialization and ethnicity:
Other Freud: Religion, Culture, and An examination of practices and
Psychoanalysis. In Sociology of outcomes in African American,
Religion (Vol. 61, Issue 3). Asian American, and Latin American
https://doi.org/10.2307/3712587 families. In Yale Journal of Biology
Lee, K. H., & Zvonkovic, A. M. (2014). and Medicine (Vol. 86, Issue 2).

248
Allison Carol Karana, Fransisca Dessi Christanti : Wanita Dewasa Awal Childfree…
Hal. 232-250

Myers, D. G., & Twenge, J. M. (2018). (2022). Metodologi Penelitian


Exploring social psychology (13th Kualitatif. In PRADINA PUSTAKA.
ed.). Settle, B. E. (2014). “It’s the Choices You
Neal, J. W., & Neal, Z. P. (2021). Who are Make That Get You There”:
the Childfree ? 1–21. Decision-Making Pathways of
Nugroho, D. A., Alfarisy, F., Kurniawan, Childfree Women. Michigan Family
A. N., & Sarita, E. R. (2022). Tren Review, 18(1), 1.
Childfree dan Unmarried di kalangan https://doi.org/10.3998/mfr.4919087.
Masyarakat Jepang. COMSERVA 0018.102
Indonesian Jurnal of Community Settle, B. E. (2014). Defying mandatory
Services and Development, 1(11), motherhood: The social experiences
1023–1030. of childfree women. ProQuest
https://doi.org/10.36418/comserva.v1 Dissertations and Theses, 83.
i11.153 http://ezproxy.lib.ucalgary.ca/login?u
Nurmansyah, G., Rodliyah, N., & Hapsari, rl=https://search.proquest.com/docvi
R. A. (2019). Pengantar Antropologi ew/1614193170?accountid=9838%0
Sebuah Ikhtisar Mengenal Ahttp://ucalgary-
Antropolog. In CV Aura Utama primo.hosted.exlibrisgroup.com/open
Raharja. url/01UCALG/UCALGARY??url_v
Peterson, H. (2018). Finding ‘Mr Right’? er=Z39.88-
Childfree Women’s Partner 2004&rft_val_fmt=info:ofi/fmt:kev:
Preferences. Voluntary and mtx:dissertation&genre=disse
Involuntary Childlessness: The Joys Siswanto, A. W., & Nurhasanah, N.
of Otherhood?, 237–259. (2022). Analisis Fenomena Childfree
https://doi.org/10.1108/978-1-78754- di Indonesia. Bandung Conference
361-420181011 Series: Islamic Family Law, 2(2),
Peterson, H., & Engwall, K. (2013). Silent 64–70.
bodies: Childfree women’s gendered https://doi.org/10.29313/bcsifl.v2i2.2
and embodied experiences. European 684
Journal of Women’s Studies, 20(4), Statistics Bureau, Communications, M. of
376–389. I. A. and, & Japan. (2021). Statistical
https://doi.org/10.1177/13505068124 Handbook of Japan 2021.
71338 https://www.iea.org/reports/japan-
Rizal, M., Saputra, dani nur, & lis hafrida. 2021

249
Jurnal Experientia Volume 11, Nomor (2) Desember 2023

Szymańska, J. (2013). The childless by


choice in perception of young adults.
Family Forum.
https://czasopisma.uni.opole.pl/index
.php/ff/article/view/888
Tunggono, V. M. (2021). Childfree &
Happy.
Turnbull, B., Graham, M. L., & Taket, A.
R. (2016). Social exclusion of
Australian childless women in their
reproductive years. Social Inclusion,
4(1), 102–115.
https://doi.org/10.17645/si.v4i1.489
Willig, C. (2013). Introducing Qualitative
Research in Psychology, Third
Edition. McGraw-hill education
(UK).
Wooten, C. A. (2023). Childfree and
Happy Transforming the Rhetoric of
Women’s Reproductive Choices (pp.
i–241).
Yuniarti, & Panuntun, S. (2023).
Menelusuri Jejak Childfree di
Indonesia. Badan Pusat Statistik
Indonesia, 1–7.
https://bigdata.bps.go.id/documents/d
atain/2023_01_1_Menelusuri_Jejak_
Childfree_Di_Indonesia.pdf

250

Anda mungkin juga menyukai