Anda di halaman 1dari 9

TREN CHILDFREE TERHADAP MASYARAKAT MUSLIM DAN

TINJAUANNYA DALAM HUKUM ISLAM

Rafika Maharani1
Prodi. Pendidikan Agama Islam
Univeristas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

e-mail: rafikamaharani137@gmail.com

PENDAHULUAN
Salah satu tujuan utama pernikahan ialah untuk memperoleh keturunan
(reproduksi). Adanya kesiapan sebelum memiliki keturunan dan setelahnya harus
dipersiapkan dengan baik. Hal ini karena Al-Qur'an telah memberikan petunjuk agar
jangan memiliki keturunan yang lemah (Q.S. An-Nisa' [4]: 9). Saat ini, Reproduksi
dianggap sebagai pilihan yang membutuhkan banyak pertimbangan 1. Reproduksi dan
kesiapan perempuan untuk menjadi seorang ibu menjadi diskusi yang penting bagi
semua kalangan khususnya kaum feminisme, serta juga para wanita yang
menginginkan kesetaraan gender.
Zaman dan dinamika kehidupan selalu berubah dan berkembang yang tentunya
berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan. Termasuk mengenai pembahasan
dan pelaksanaan reproduksi. Saat ini, reproduksi bukanlah tujuan utama dari sebuah
pernikahan. Padahal, di negara maju dan berkembang, kehadiran anak merupakan hal
yang bagus, apalagi nantinya ketika di usia tua. 2 Al-Qur’an juga telah menjelaskan
berbagai kedudukan anak, antara lain: Anak Sebagai Penenang Hati (Q.S. al-Furqan
[25]: 74), Anak sebagai Permata Dunia (Q.S. al-Kahfi [18]: 46), dan Anak sebagai Ujian
atau Fitnah (Q.S. at-Taghabun [64]: 15. Dengan demikian, adanya anak dari suatu
perkawinan dapat dianggap sebagai anggota pelengkap keluarga. Sikap enggan untuk
memiliki anak inilah yang kemudian disebut dengan istilah childfree.
Istilah childfree telah dikenal luas oleh masyarakat dan sudah dipraktikkan.
Childfree juga sudah menjadi hal yang umum di negara maju, seperti di Amerika
Serikat, Jepang, Di Negara Indonesia, istilah tersebut mulai tersebar luas melalui
1 Rebecca Harrington, Childfree by Choice, Studies in Gender and Sexuality Vol. 20, No. 1, 2019)
22.
2 Stuart Basten, Voluntary Childlessness and Being Childfree (Oxford: University of Oxford, 2009),
23.
jejaring media sosial. Apalagi, sejak Gita Savitri Devi, seorang YouTuber ternama
Indonesia, menyatakan dirinya childfree. Dari situ, muncul berbagai perbincangan
mengenai childfree. Pernyataan yang dilontarkan melalui kanal media sosial tersebut
kemudian menyebabkan berbagai pro dan kontra sehingga menimbulkan pertanyaan
mengenai childfree jika dikaitkan dengan hukum-hukum dalam Islam.
Berbagai komentar miring terkait pilihan hidup seseorang untuk tidak memiliki
anak pun mengemuka dan menjadi viral. Ada stigma negatif, anggapan menjadi pribadi
yang egois, dan berbagai anggapan yang menghakimi lainnya. Selain Gita Savitri Devi,
di Indonesia banyak perempuan yang sebelumnya telah mendengungkan pilihannya
untuk tidak memiliki anak, antara lain Veronica Wilson dan Victoria Tunggono.
Terlebih, Victoria Tunggono juga pernah menerbitkan buku berjudul “Childfree and
Happy” yang didalamnya membahas tentang pilihan untuk tidak memiliki anak di
Indonesia, sebab, serta tantangannya. Victoria menulis buku itu dari hasil
wawancaranya dengan beberapa anggota komunitas childfree di Facebook. Hal senada
juga disampaikan artis keturunan Jerman yang juga lulusan jurusan Psikologi dan
Sastra Jerman, Columbia University, yaitu Cinta Laura Kiehl, yang sekarang telah
memilih childfree karena alasan kelebihan populasi seperti diungkapkan Cinta Laura di
Chanel Youtube The Hermansyah A6 pada 8 Agustus 2021 yang menurutnya, bumi
sudah terlalu banyak dengan manusia sehingga adopsi dapat menjadi alternatif untuk
tidak “menambah” bumi yang berasal dari akibat prokreasi manusia. 3
Fenomena ini tentu menarik untuk dikaji lebih dalam dengan pendekatan hukum
Islam, karena seperti yang umum diketahui bahwa di dalam Islam anak dipandang
sebagai karunia bahkan banyak ulama yang mengatakan bahwa memiliki anak adalah
tujuan dari sebuah pernikahan di dalam Islam. Fenomena childfree menjadi
kontroversial karena budaya Indonesia juga memperoleh anak ialah salah satu tujuan
perkawinan.4 Terlebih pula ketika masyarakat muslim yang malah menyuarakan
childfree. Oleh karena itu, karya tulis ini akan membahas tentang tren childfree
khususnya dalam kajian hukum Islam.

3 Cinta Laura Kiehl, Shock! Ditanya Kapan Nikah. Cinta Laura Memutuskan Gak Mau Menikah
Dan Punya Anak?? https://www.youtube.com/watch?v=6aQdRBX4
4 Hadi, A., Khotimah, H., & Sadari. (2022). Childfree dan Childless Ditinjau dalam Ilmu
Fiqih dan Perspektif Pendidikan Islam. Journal of Educational and Language Research, 1(6), 5–5
PEMBAHASAN
Pengertian Childfree
Childfree adalah keputusan untuk pasangan yang tidak ingin mempunyai anak,
baik anak kandung, anak angkat atau anak tiri. Childfree terdiri dari dua kata yaitu child
yang artinya anak dan free yang artinya bebas. Childfree adalah sebuah pilihan hidup,
yang dibuat secara sadar oleh seseorang yang ingin hidup tanpa melahirkan atau
memiliki anak. Singkatnya, Childfree diartikan sebagai tidak menginginkan anak dan
tidak memiliki keinginan untuk memikul beban menjadi orang tua. 5 Sementara itu,
Dykstra dan Hagestad mendefinisikan Childfree sebagai mereka yang tidak memiliki
anak kandung atau angkat yang masih hidup, artinya mereka yang tidak memiliki anak
kandung atau angkat yang masih hidup.6
Kamus Cambridge juga mendefinisikan Childfree dengan cara yang sama.
Childfree didefinisikan sebagai istilah yang mengacu pada seseorang atau pasangan
yang memilih untuk tidak memiliki anak atau ke tempat dan situasi tanpa anak. Pilihan
Childfree adalah kebebasan setiap orang. Termasuk wanita yang akan menjadi ibu dan
mengalami proses melahirkan. Beberapa wanita memilih Childfree karena berbagai
alasan. Alasan-alasan tersebut tentunya telah dipertimbangkan dan dipikirkan matang-
matang. Contoh pertimbangan seorang wanita untuk memilih Childfree adalah karena
fasilitas yang layak untuk anak-anak, keuangan dan keuangan, pekerjaan yang
mengharuskan pindah lokasi. Serta lingkungan yang tidak mendukung Childfree adalah
keputusan pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, baik anak kandung
maupun anak angkat.
Sejarah Childfree
Kata Childfree muncul dan menyebar mulai awal tahun 1970-an, terutama di
Eropa Barat Laut. Selama Renaisans, sekitar 15 sampai 20 persen wanita, terutama
yang tinggal di perkotaan, memutuskan untuk tidak memiliki anak selama sisa hidup

5 Victoria Tunggono, Childfree and Happy (Yogyakarta: EA Books, 2021). 42


6 Hannelore Stegen, Lise Switsers, and Liesbeth De Donder, “Life Stories of Voluntarily Childless
Older People: A Retrospective View on Their Reasons and Experiences,” Journal of Family Issues 42, no.
7 (2021): 1-23.
mereka. Pada saat itu belum ada sebutan khusus bagi mereka yang memilih keputusan
untuk tidak memiliki anak, beberapa istilah yang digunakan antara lain “Childfree”,
“Childless”, dan Vo
luntary Childlessness”, namun terdapat perbedaan dalam penggunaan istilah-
istilah tersebut. Penggunaan kata Childless lebih cenderung diterima dibandingkan
dengan dua kata lainnya, karena pada abad ke-19 masyarakat masih menganut
arketipe keluarga (Ayah sebagai pencari nafkah, ibu sebagai ibu rumah tangga, dan
anak) sehingga topik dan frase mengenai Childfree lebih disukai. jarang digunakan.
Sebelumnya, Childfree dianggap sebagai pola penundaan individu yang tidak ingin
menikah. Pada tahun 1500-an wanita di kota dan desa di Eropa Barat Laut mulai
menikah di usia pertengahan dua puluhan, pernikahan terjadi bukan saat wanita
mampu keibuan, tetapi ketika wanita sudah siap untuk mengatur rumah tangga
mereka secara mandiri.
Oleh karenanya banyak wanita memilih untuk tetap melajang untuk waktu yang
lama mencapai tujuan pendidikan, pekerjaan, tabungan, dan mendapatkan rasa
hormat baik dari pasangan atau keluarga mereka. Penundaan perkawinan ini juga
meningkatkan risiko fungsi reproduksi wanita menjadi tidak subur. Di Inggris, selama
tahun 1600-1800, infertilitas terjadi pada 3,3% pasangan dengan wanita yang menikah
pada usia dua puluh hingga dua puluh empat tahun, 8,4% untuk mereka yang berusia
dua puluh lima hingga dua puluh sembilan, dan 14,8% untuk mereka yang berusia 30-
34 tahun, sedangkan untuk wanita menikah di usia akhir tiga puluhan tingkat
infertilitas mencapai 25% atau lebih.7
Dilain sisi itu pola jeda ini juga memberi peluang bagi seseorang yang memilih
untuk tidak menikah dan tidak pernah memiliki anak di masyarakat Inggris, Denmark,
Swedia, Prancis Utara, dan Belanda yang memilih melajang seumur hidup, di kota-kota
Prancis misalnya, pada abad ke-17 dan ke-18, 15-22% populasi orang dewasa melajang
seumur hidup.8 Pembahasan Childfree mulai berkembang dan muncul sebagai tren
pada tahun 1970-an didorong oleh maraknya penggunaan alat kontrasepsi, gerakan

7 Michael Anderson, “Highly Restricted Fertility: Very Small Families in the British Fertility Decline,”
Population studies A Journal of Demography 52, no. 2 (1998): 23-32,
8 Ibid.67.
feminis gelombang kedua, dan tingginya pendidikan bagi perempuan serta dorongan
9
kuat untuk berkarier. Childfree muncul sebagai pilihan hidup yang dianggap
menguntungkan dan membebaskan, pada abad kedua puluh jumlah Childfree terus
meningkat, satu dari lima wanita Amerika yang lahir pada Abad Pertengahan tetap
tidak memiliki anak sepanjang hidup mereka, memasuki abad kedua puluh satu tingkat
Penganut Childfree juga meningkat drastis, salah satu yang paling mencolok adalah
penurunan usia perkawinan yang terjadi baik bagi laki-laki maupun perempuan selain
terbukanya akses pendidikan bagi perempuan juga mempengaruhi keputusan untuk
tidak memiliki anak.10
Di Jerman 38,5% lulusan perguruan tinggi lahir pada tahun 1965 Hal yang sama
juga terjadi pada wanita dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Namun, pada abad
ke-21 faktor ekonomi dan pendidikan bukan satu-satunya alasan yang menjadi dasar
keputusan individu untuk tidak memiliki anak, jalan menuju Childfree menjadi lebih
kompleks. Munculnya kajian-kajian di jurnal ilmiah dari berbagai disiplin ilmu seperti
sosiologi, psikologi, ekonomi, hingga biologi yang membahas tentang Childfree
membuat topik ini semakin luas, pada awalnya kajian tentang Childfree cenderung
membingkai pilihan tersebut sebagai bentuk penyimpangan, kajian tersebut berfokus
pada atribut-atribut dari individu yang memilih untuk tidak memiliki anak, seperti kelas
sosial atau latar belakang pendidikan.
Awal munculnya studi tentang Childfree juga mempertimbangkan aspek ekonomi
dan demografis. Seiring berkembangnya penelitian tentang kebebasan anak, topik ini
perlahan menjadi terbuka untuk didiskusikan dan diterima di kalangan masyarakat.
Childfree yang sebelumnya dianggap sebagai kondisi sosial yang harus dijauhi,
individualistis, egois, ketergantungan ekonomi kini lebih sering dikaitkan dengan
kebebasan yang lebih besar, Pilihan hidup childfree berkembang pesat di negara-
negara selain Eropa dan Amerika. Di negara Asia seperti Jepang misalnya, Childfree
sudah digunakan sejak 20 tahun terakhir, sedangkan di Indonesia tren Childfree mulai
merebak di tahun 2020.

9 Julia Mcquillan, Arthur Greil, and Karina M Shreffler, “Does the Reason Matter?
Variations in Childlessness Concerns among US Women,” Journal of marriage and family 74,
no. 5 (2012):
10 Ibid.175.
Childfree dalam Hukum Islam
Salah satu tujuan dari pernikahan yaitu untuk melestarikan keturunan. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS. An-Nahl 16: Ayat 72:

‫َوا لل ّ ٰ ُه َج َع َل ل َـك ُْم ِ ّم ْن اَنْفُ ِسك ُْم ا َ ْز َوا ًجا ّ َو َج َع َل ل َـك ُْم ِ ّم ْن ا َ ْز َوا جِ ك ُْم بَ ِنيْ َن َو َحفَ َد ًة‬
‫ت الل ّ ٰ ِه ُه ْم يَكْفُ ُر ْو َن‬
ِ ‫ت ۗ ا َ َفبِا ل ْبَا ِط ِل يُْؤ ِمن ُ ْو َن َو ِب ِن ْع َم‬
ِ ٰ‫الطيِّب‬
َ ّ ‫ و َر َز َقك ُْم ِ ّم َن‬
َّ
"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari
yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat
Allah?" (QS. An-Nahl 16: Ayat 72)11
Dikaruniai keturunan dalam pernikahan bertujuan untuk melestarikan
keturunan. agar dunia ini tidak kosong dari manusia. Kontinuitas ke Anak adalah upaya
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, hal itu dapat dilihat dari empat aspek. Empat
aspek tersebut yaitu: a. Mencari cinta Allah dengan berusaha mendapatkan keturunan
demi melestarikan spesies manusia. b. Mencari cinta Rasulullah SAW dengan
memperbanyak keturunan, karena beliau akan membanggakan kita kepada umat-umat
lain pada hari kiamat nanti, c. Mencari keberkahan dengan didoakan oleh anak-
anaknya yang shaleh. d. Mencari syafaat atas kematian anaknya yang meninggal dunia
sebelum orang tuanya.12
Bersantai dengan istri dan anak dalam hubungan keluarga adalah termasuk
istirahat yang dapat menghalau duka yang menghibur jantung. jiwa orang-orang yang
saleh perlu diistirahatkan dengan hal-hal yang diperbolehkan oleh syariat. Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

11 Al-Qur’an Indonesia, https://quran-id.com/


12 Rakhmatulloh, M. R. (2022). Fenomena Childfree Di Masyarakat Dalam Studi Komparatif Hukum
Islam (Fiqih) Dan Hak Asasi Manusia. Hal 43.
َ ‫ُه َو ال َّ ِذ ْي‬
‫خلَقَك ُْم ِ ّم ْن ن ّ َـفْ ٍس ّ َوا ِح َد ٍة ّ َو َج َع َل ِمن ْ َها َز ْو َج َها لِيَ ْسك َُن اِل َيْ َها ۚ  َفل ّ ََما‬
‫ع َوا الل ّ ٰ َه َربّ َ ُه َما لَِئ ْن اٰتَيْتَـنَا َصا‬
َ ‫َت َّد‬ ْ ‫َت َح ْمل ًا َخ ِفيْفًا ف ََم ّ َر‬
ْ ‫ت ِب ٖه ۚ  َفل ّ ََماۤ اَثْقَل‬ َ ‫تَ َغ ّ ٰش‬
ْ ‫ٮها َح َمل‬
ٰ ّ ‫حا لَّـنَك ُْون َ َّن ِم َن‬
‫الش ِك ِريْ َن‬ ً ِ‫ل‬
"Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan darinya Dia
menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa
ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami-istri)
bermohon kepada Allah, Tuhan mereka (seraya berkata), "Jika Engkau memberi kami
anak yang saleh, tentulah kami akan selalu bersyukur."" (QS. Al-A'raf 7: Ayat 189) 13
Ada juga hadits yang mengisyaratkan untuk memiliki keturunan di antaranya
yaitu hadits riwayat Nasai : 3175 yang artinya: Dari Mu’awiyah bin qurra dari Ma’qil
bin yasar, ia berkata : telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW dan
beerkata sesungguhnya ia mendapati seorang wanita yang memilki kedudukan dan
harta hanya saja ia mandul, apakah aku boleh menikahinya? Maka beliau melarangnya,
kemudian ia mendatang beliau untuk kedua kalinya, dan beliau melarangnya,
kemudian ia mendatangi beliau ketiga kalinya, lalu beliau melarangnya dan bersabda :
“Nikahilah wanita yang subur dan pengasih, karena aku bangga dengan banyak anak
kalian.”14

SIMPULAN
Islam adalah agama yang raḥmatan lil'alamin, di dalamnya diatur berbagai
urusan kehidupan manusia, dari yang paling kecil sampai yang paling besar, kelanjutan
hidup manusia telah diatur oleh Allah SWT. Salah salah satunya yaitu menikah dan
memiliki anak. Memiliki keturunan ialah anjuran dalam Islam serta tujuan pernikahan.
Tetapi, ketika seseorang memutuskan untuk memilih tidak memiliki anak, hal ini

13 Al-Qur’an Indonesia, https://quran-id.com/


14 Ahmad bin Syu’aib An Nasa’i, Sunan an Nasa’i 1 Jilid Darul Alamiyah (Mesir: Darul Alamiyah,
n.d.).3175.
adalah keputusan yang harus dipertimbangkan dengan penuh kehati-hatian baik
kontekstual atau dalil dalam Islam ketika tidak menemukan larangan untuk Childfree,
jadi itu tidak termasuk dalam sesuatu itu bisa dikatakan haram. Untuk itu setiap
pasangan suami istri berhak merencanakan dan mengatur kehidupan rumah tangganya
sendiri. Memutuskan untuk mengikuti tren childfree harus ditinjau dengan hukum
Islam khususnya bagi masyarakat muslim. Agar dapat mengambil keputusan yang
matang dan sesuai syariat Islam. Walaupun setiap orang memiliki hak untuk memilih
tidak memiliki keturunan (Childfree) namun mereka juga harus memutuskannya
dengan berbagai pertimbangan. Dalam hukum Islam Rasulullah menganjurkan
umatnya untuk memiliki banyak keturunan karena kelak di hari kiamat beliau akan
membanggakan jumlah umatnya yang banyak. Bahkan di dalam Al-Quran Allah Swt
menganugrahkan pasangan dan anak kepada seseorang agar menjadikan mereka
senang. Secara tekstual tidak ada nash yang melarang pilihan untuk tidak memiliki
anak. Memiliki anak merupakan anjuran dalam Islam, jadi bukan termasuk kewajiban.
Namun, penting untuk diperhatikan bahwa didalam Islam anak dilihat sebagai karunia
yang patut disyukuri karena anak sebenarnya adalah karunia dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Cinta Laura Kiehl, Shock! Ditanya Kapan Nikah. Cinta Laura Memutuskan Gak Mau
Menikah Dan Punya Anak?? https://www.youtube.com/watch?v=6aQdRBX4
Hannelore Stegen, Lise Switsers, and Liesbeth De Donder, “Life Stories of Voluntarily
Childless Older People: A Retrospective View on Their Reasons and
Experiences,” Journal of Family Issues 42, no. 7 (2021): 1-23,
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0192513X20949906.
Izka Rachmania, “Mengenal Istilah Childfree, Keputusan Untuk Tidak Memiliki Anak
Karena Pilihan”, dikutip dari
https://www.parapuan.co/read/532849990/mengenalistilah-Childfree-
keputusan-untuk-tidak-memiliki-anak-karena-pilihan.
Hadi, Khotimah, and Sadari, “Childfree Dan Childless Ditinjau Dalam Ilmu Fiqh Dan
Perspektif Pendidikan Islam”. 51-69.
Hadi, A., Khotimah, H., & Sadari. (2022). Childfree dan Childless Ditinjau
dalam Ilmu Fiqih dan Perspektif Pendidikan Islam. Journal of Educational and
Language Research, 1(6), 5–5
Julia Mcquillan, Arthur Greil, and Karina M Shreffler, “Does the Reason Matter?
Variations in Childlessness Concerns among US Women,” Journal of marriage
and family 74, no. 5 (2012): 1166–1181,
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1741-3737.2012.01015.x.
Michael Anderson, “Highly Restricted Fertility: Very Small Families in the British
Fertility Decline,” Population studies A Journal of Demography 52, no. 2 (1998):
23-32, https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/0032472031000150366.
Primrose Bimha and Rachelle Chadwick, “Making the Childfree Choice: Perspectives of
Women Living in South Africa,” Journal of Psychology in Africa 26, no. 5
(2016),10
https://www.researchgate.net/publication/313163909_Making_the_Childfree_
choice_Perspec tives_of_women_living_in_South_Africa.
Rakhmatulloh, M. R. (2022). Fenomena Childfree Di Masyarakat Dalam Studi
Komparatif Hukum Islam (Fiqih) Dan Hak Asasi Manusia.
Rebecca Harrington, Childfree by Choice, Studies in Gender and Sexuality Vol. 20, No.
1, 2019) 22.
Siti Faridah, “Childfree: Fenomena Childfree Dan Konstruksi Masyarakat Indonesia,”
dikutip dari https://heylawedu.id/blog/Childfree-fenomena-Childfree-
dankonstruksi-masyarakat-indonesia
Stuart Basten, Voluntary Childlessness and Being Childfree (Oxford: University of
Oxford, 2009), 23.
Victoria Tunggono, Childfree and Happy (Yogyakarta: EA Books, 2021). 42

Anda mungkin juga menyukai