Anda di halaman 1dari 6

KONSEP CHILDFREE DAN HAK REPRODUKSI PEREMPUAN DITINJAU

DALAM PRESPEKTIF MAQASHID SYARIAH

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan sunnah Nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya


bagi umat Islam. Perkawinan menjadi salah satu kebutuhan manusia, tidak hanya
kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan psikis.1 Sudah menjadi kodrat alam, bahwa
dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan, perempuan dan laki-laki
ada daya tarik satu sama lainnya, maka tuhan menyediakan wadah yang legal
untuk terselenggaranya penyaluran tersebut yang sesuai dengan derajat manusia.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Dzuriyat:

. ‫لَ َعلَ ُك ْم تَ َذ َك ُر ْو َن‬ ِ ‫و ِم ْن ُك ِّل َشي ٍء َخلَ ْقنَا َز ْو َجنْي‬


ْ َ
Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah.2

Berdasarkan ayat di atas, Allah Swt memberikan informasi di dalam al-Qur’an


tentang ciptaan alam semesta dengan segala isinya. Perkawinan mempunyai tujuan
yang bersifat jangka panjang sebagaimana keinginan manusia itu sendiri dalam
rangka membina kehidupan dan menjadi keluarga yang diridhai Allah, yaitu
dengan terpeliharanya lima aspek al- maqasid al-khamsah atau maqasid syari’ah:
agama (hifdz al-din), jiwa (hifdz al-nafs), akal (hifdz al-Aql), keturunan (hifdz al-
Nasb), dan harta (hifdz al-ma>l), tanpa menikah manusia akan musnah, dan
menikah juga sebagai motivasi terbesar untuk bekerja dan bereproduksi. Maka,
Allah Swt sangat menganjurkan perkawinan untuk melestarikan kehidupan
manusia dalam mencapai kemaslahatan dan kebahagiaan hidup.3

1
Bernars, Raho, Keluarga Berziarah Lintas Zaman Suatu Tinjauan Sosiologis (Flores:
Nusa Indah, 2003), 61.
2
al-Dzuriyat, 51: 49.
3
Nasaruddin Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014),
87.
Keturunan memiliki arti penting dalam perkawinan sebagaimana firman Allah
Swt dalam surat al-Kahfi ayat 46,yang Artinya: Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih
baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. Keturunan
memiliki fungsi dan peran bagi orang tua yang menjadikan tempat curahan kasih
sayang, dan harapan orang tua kelak karena anak sangat berharga bagi setiap
pasangan suami istri. Kesepakatan suami istri untuk tidak punya anak dari
pernikahannya dilakukan dengan berbagai motif dan cara. Dari sinilah kemudian
hukum childfree dapat dirumuskan. Ada motif dan cara yang dilarang dan ada
yang tidak,Beragam motif melatarbelakangi suami istri memilih childfree dalam
pernikahannya. Di antaranya karena alasan finansial atau khawatir akan menjadi
repot hidupnya bila punya anak, khawatir akan menyengsarakan anak di masa
depannya, khawatir masalah kesehatan atau kelainan genetik, alasan aktifitas
seksual dapat berkurang. alasan masih banyak anak-anak terlantar atau kurang
beruntung yang dapat diadopsi, dirawat atau disantuni, overpopulation atau
semakin meledaknya penduduk bumi, dan selainnya.

Bagi masyarakat Indonesia, secara umum tujuan dari pernikahan adalah untuk
mendapat keturunan yang tujuannya sebagai generasi penerus perjuangan
orangtuanya.Orang tua juga berpikir panjang bahwa dengan memiliki anak,
mereka berharap kepada anak-anaknya yang akan dijadikan sebagai ‘ladang’ keluh
kesah, memelihara ketika orangtua sedang sakit dan memeliharanya ketika sudah
menua. Keyakinan seperti ini dipegangi betul, bagi mereka yang sudah menikah.
Sementara itu bagi yang belum dikaruniai keturunan akan berusaha semaksimal
mungkin, mulai dari terapi, memungut anak dari saudara atau panti. Bahkan rela
untuk mengeluarkan uang berjuta-juta untuk bayi tabung yang hasilnya saja belum
tentu berhasil. Semua itu dilakukan hanya untuk mendapatkan keturunan yang
diinginkan.

Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh


informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga berencana
yang mereka pilih,aman,efektif terjangkau,serta metode-metode pengendalian
kelahiran lainya yang mereka pilih.4 Tren childfree sebenarnya bukanlah istilah

4
Nano Romadlon Auliya Akbar, Childfree Pasca Pernikahan: Keadilan Hak-Hak Reproduksi
Perempuan Perspektif Masdar Farid Mas’udi dan Al-Ghazali, 3 (2), 2021,166.
yang baru lahir, sebab tren ini sudah sejak lama berkembang di negara barat
seiring dengan meluasnya liberalisme. Memutuskan untuk menikah tanpa ingin
memiliki keturunan atau childfree kini menjadi trending topic di beberapa media
sosial di Indonesia, di twitter maupun platform online lainnya. Dengan adanya
motif terlaksananya tren childfree dengan demikian bermunculan usaha-usaha
untuk terlaksananya konsep childfree seperti mematikan alat reproduksi dan hal-
hal lainya. Menurut peneliti sangat sulit bagi setiap pasangan dengan kondisi
ketidakhadiran keturunan ditengah keluarga. Sehingga keturunan merupakan salah
satu cara agar tejaganya populasi manusia dan ketidakhadiran keturunan memiliki
dampak pada aspek emosional, psikologi dan sosial suami istri.

Dari permasalahan tersebut, menjadi alasan peneliti tertarik untuk meneliti


tentang bagaimana kesepakatan suami istri untuk tidak punya anak dari
pernikahannya dengan dilakukanya berbagai cara dan membahas bagaimana
hukum Islam mengenai konsep childfree dari segi maqasidh syariah serta hak-hak
reproduksi pada wanita dan meneliti lebih mendalam yang dituangkan dalam
sebuah penelitian ilmiah, dengan judul skripsi: “Konsep Childfree dan Hak
Reproduksi Perempuan di tinjau Dalam Prespektif Maqasidh Syariah”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep childfree dalam pernikahan?
2. Bagaimana dampak childfree bagi reproduksi wanita?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam (maqosidh syariah) terhadap tren childfree?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep childfree dalam pernikahan
2. Untuk mengetahui dampak Childfree bagi reproduksi wanita
3. Untuk mengetahui hukum Childfree dalam pandangan islam ditinjau dari segi
maqasidh syariah

D. Kegunaan Penelitian
1.) Secara Teoritis (Teori)
 Menambah wawasan peneliti dan mahasiswa (i) Fakultas Syariah,
terkhusus program studi Perbandingan Madzhab, serta semua masyarakat
UNIDA dan semua pihak yang membaca penelitian ini,terkait hukum
childfree dan hak reproduksi bagi perempuan di tinjau dari maqasidh
syariah.
 Menambah khazanah terkait konsep childfree dalam pernikahan
 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan perkembangan
ilmu pengetahuan dalam menyikapi realitas yang ada di masyarakat
mengenai hukum childfree dalam pandangan islam yang di lihat dari segi
maqasidh syariah.
 Hasil penelitian diharapkan memberikan konstribusi ilmiah kepada
akademisi dan masyarakat Indonesia.

2). Secara Praktisi

 Penelitian diharapkan untuk menyuarakan serta menyelesaikan segala


bentuk permasalahan yang mengakibatkan terjadinya tren childfree bagi
kaum perempuan dan dapat memberikan penjelasan mengenai hukumnya
yang dilihat dari segi hukum Islam di tengah masyarakat.
 Dalam kepentingan ilmiah, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
berguna bagi keilmuan hukum Islam secara umum mengenai hukum
childfree dalam pandangan islam.

E. Kajian Pustaka
1. Penelitian yang dilakukan Nano Romadlon Auliya Akbar dan Muhammad
Khatibul Umam pada tahun 2021 yang berjudul Childfree Pasca
Pernikahan: Keadilan Hak-Hak Reproduksi Perempuan Perspektif Masdar
Farid Mas’udi dan Al-Ghazali yang membahas sudut pandang Masdar
Farid Mas’udi mengenai fenomena childfree sebagai antitesa pemikiran
ahli fiqh klasik khususnya Al-Ghazali bedanya penelitian ini tidak
membahas konsep childfree yang ditinjau dari segi maqasidh syariah.
2. Penelitian yang dilakukan Dhea Nila Aryeni pada tahun 2020 yang
berjudul KEHARMONISAN KELUARGA TANPA SANG BUAH HATI
faktor keluarga memilih tidak memiliki buah hati berdasarkan kultur
childfree dalam keluarga kontemporer, bedanya penelitian ini tidak
membahas hukum Islam tentang childfree dan hak reproduksi wanita yang
ditinjau dari segi maqasidh syariah.
3. Skripsi saudara Nurfaidah, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, tahun
2017, dengan judul Tinjauan Hukum Islam terhadap Hak Reproduksi
Perempuan dalam Rumah Tangga.Skripsi ini meninjau tentang hak
reproduksi perempuan dalam rumah tangga seperti halnya hak untuk
menolak berhubungan seksual, menolak KB dan lain sebagainnya.5
4. Jurnal saudara Darmawati, diterbitkan dalam jurnal Al-Maiyyah, Volume 7
No. 1 Januari-Juni 2014, dengan judul Realitas Kesehatan dan Hak
Reproduksi Perempuan.Jurnal ini membahas mengenai realitas kesehatan
dan hak reproduksi perempuan yang terjadi di masyarakat pada
kenyataannya masih belum efektif dan perlu perbaikan serta
penginformasian kepada masyarakat akan pentingnya pemenuhan hak
reproduksi perempuan.6

F. Landasan Teori

Istilah childfree telah ada sejak tahun 1970-an, didefinisikan sebagai seseorang


yang tidak memiliki anak dan tidak ingin memiliki anak. Definisi childfree berbeda
dengan seseorang yang ingin memiliki anak namun tidak bisa karena faktor biologis,
seperti kesuburan. Mengadopsi anak bukan dikategorikan childfree, karena seseorang
tetap akan berperan sebagai orang tua. Berbeda juga dengan kondisi seseorang yang
belum berencana memiliki anak di masa depan. Hasil studi oleh Neal et al di tahun
2021 menunjukkan 1 dari 4 pasangan di Michigan, Amerika Serikat, memilih untuk
tidak ingin memiliki anak. Di Indonesia belum memiliki data mengenai childfree7

Kodrati perempuan mengemban fungsi reproduksi umat manusia utamanya meliputi


mengandung, melahirkan, nifas dan menyusui anak. Dalam al-Qur’an fungsi

5
Nurfaidah, Tinjauan Hukum Islam terhadap Hak Reproduksi Perempuan dalam Rumah Tangga.
Surabaya: Universitas Airlangga, 2017.
6
Darmawati, Realitas Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan, dalam jurnal Al-Maiyyah, Volume
7 No. 1 Januari-Juni 2014.
7
Watling Neal, J. and Neal, Z., 2021. Prevalence and characteristics of childfree adults in Michigan
(USA). PLOS ONE, 16(6).
kemanusiaan yang sangat berat ini diapresiasi demikian mendalam dalam surat al-
Ahqaf [46]: 15 yang berbunyi:

ۗ ‫صلُهٗ ثَ ٰلثُوْ نَ َش ْهرًا‬


ٰ ِ‫ض َع ْتهُ ُكرْ هًا ۗ َو َح ْملُهٗ َوف‬
َ ‫ص ْينَا ااْل ِ ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه اِحْ َسانًا ۗ َح َملَ ْتهُ اُ ُّمهٗ ُكرْ هًا َّو َو‬
َّ ‫َو َو‬

Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua
orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh
bulan. Menarik sekali, bahwa secara penuh empati al-Qur’an menegaskan kepada
segenap manusia (al-Insan) tentang beban amat berat, beban reproduksi, yang dipikul
oleh kaum perempuan, kaum ibu.

Memiliki keturunan atau anak merupakan salah satu tujuan pernikahan dalam
Islam. Syekh Abdul Majid an-Najar berkata dalam kitab risalahnya maqashid syariah
fi ahkaamil usroh, Allah berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-
laki dan perempuan yang banyak.” (an-Nisaa: 1)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa pernikahan adalah pondasi utama dalam


keluarga, dan tujuan pertama dalam pernikahan adalah perbanyakan (keturunan)
untuk keberadaan generasi manusia. (Maqashid syariah fi ahkaamil usroh: 9)

Anda mungkin juga menyukai