Anda di halaman 1dari 7

POLICY BRIEF

KEKERASAN SEKUSAL

A. Ringkasan Eksekutif

Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus/Universitas menjadi sorotan nasional setelah


Universitas Gadjah Mada sebagai salah satu Universitas terbaik di Indonesia lalai dalam
menanggulangi Kekerasan Seksual. Kejadian tersebut tidak hanya berlangsung sekali saja,
kejadian sudah berlangsung dua kali di Lingkungan UGM yakni antara Dosen dengan Mahasiswa
kemudian Mahasiswa dengan Dosen. Apakah UGM mampu mewujudkan sebagai kampus yang
dapat melindungi civitas akademikanya.

Dalam laporan Tahun 2016, UGM menyatakan akan memberi sanksi tegas kepada seorang
dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap
mahasiswinya.1 Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik kemudian berani menjatuhkan sanksi
terhadap pelaku dan pelaku mengakui perbuatannya, sanksi yang diberikan berupa
membebastugaskan dosen tersbeut dari kewajiban mengajar membimbing skripsi dan tesis
serta membatalkan menjadi Kpela Pusat Kajian 2.

Namun UGM kembali tertimpa musibah untuk kedua kalinya, Agni merupakan Korban
Pelecehan seksual di tempat KKN yang dilakukan oleh kawan satu timnya. Pada 4 Februari 2019,
Rektorat UGM mempertemukan Agni dengan terduga pelaku berinisial HS untuk
menandatangani penyelesaian melalui jalur Non litgasi atau secara internal UGM 3. Namun bagi
Agni, dan pihak-pihak yang mendampingi kasus ini masih menyisakan ganjalan bahwa
menandatangani kesepakatan adalah sebuah pilihan yang minim resiko. Dalam Kesepakatan
yang disepakati merekomendasikan berbagai jalan rekonsiliasi seperti mandatory conselling
dengan psikologi klinis yang ditunjuk UGm sampai dinyatakan selesai oleh Psikolog yang
menanganinya.

Dalam Penanganan Kasus Agni, Pemangku kebijakan UGM melaksanakan upaya untuk
menyelesaikaan kasus melalui Peraturan Rektor Universitas Gadjah Mada mengenai Tata
Perilaku Mahasiswa. Penyelesaian melalui Komite Etik yang ditunjuk oleh Pihak Rektorat,
sayangnya mekanisme tersebut belum berhasil dalam Komite Etik terjadi deadlock dan
menghasilkan keputusan tindakan tersebut hanyalah tindakan asusila. Bagaimana proses
penanganan yang jelas belum dilaksanakan oleh UGM sampai diterbitkan Peraturan Rektor
Mengenai Penanganan Kekerasan Seksual.

1
https://www.liputan6.com/regional/read/2523300/ugm-jatuhkan-3-sanksi-bagi-dosen-fisipol-pelaku-pelecehan-
seks
2
https://nasional.tempo.co/read/776724/lecehkan-mahasiswi-dosen-fisipol-ugm-dibebastugaskan/full&view=ok
3
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47140598
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mendesak kampusnya untuk
segera membuat aturan terkait penanganan kasus kekerasan seksual yang jelas dnegan
menggunakan perspektif keadilan Gender, Namun BEM UGM mendesak untuk menyusun modal
panduan wajib mengenai cakupan dan limitasi kekerasan seksual, konsensus, dan cara-cara
Pelaporan kasus-kasus serupa sebagai tindakan prevetif di masa mendatang. 4

UGM mulai serius dengan menunjuk Unit Khusus untuk melakukan Perencanaan Peraturan
Kekerasan Seksual. Tim tersebut terbentuk sejak Januari 2019 terdiri dari Dosen-dosen di UGM
seperti Fakultas Ilmu Sosial Politik, Fakultas Hukum dan Fakultas Psikologi. Tim Perumus
Peraturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual tersebut sempat mengundang
perwakilan Mahasiswa yakni dari BEMKM, Dema Justicia, LM Psikologi dan BPPM Balairung
untuk memberikan masukkan perihal Draft Peraturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual. Dalam Pembahasan tersebut juga ditemukan adanya masukkan dari LSM seperti
Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Isi Draft tersebut meliputi tujuh ruang lingkup seperti
jenis kekerasan Seksual, Sistem Pelayanan terpadu, pelayanan Korban Penanganan Korban,
Penanganan Pelaku, Kelembagaan, dan Pendanaan.

Peraturan terpadu tersebut ditujukan untuk pencegahan dan penanganan yang berdasarkan
atas perindungan hak asasi manusia secara independen, imparsial, berintegritas, dan
berkelanjutan. Guna mencapai tujuan tersebut, Rancangan Peraturan Rektor ini mendorong
Universitas untuk membentuk Unit Pelayanan Terpadu, Gender Focal Point dan Komite Etik
Penanganan Kekerasan Seksual. Peraturan tersebut diserahkan kepada Perwakilan Rektorat oleh
Tim Perumus Pada tanggal 29 Mei 2019 untuk segera disahkan.

Pada awal Juni 2019, Dewan Mahasiswa Justicia salah satu lembaga yang mengawal isu
Kekerasan Seksual mengeluarkan kajian tentang Proses Penetapan Peraturan Rektor Tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Dalam kajian tersebut Draft Peraturan Rektor
tidak diubah namun menemukan kesalahan fatal dalam revisi draft Peraturan Rektor dengan
Perubahan pasal 10 ayat (2) memgakibatkan Penyintas kekerasan seksual tidak mendapatkan
Pelayanan Lanjutan.

Pada 25 Juli 2019 dilaksanakan Pertemuan dengan Rektorat UGM bersama Direktort terkait
mengenai proses Pengesahan Kekerasan Seksual. Dihadiri oleh perwakilan BEM KM UGM, Dema
Justicia FH UGM, Forum Advokasi UGM dan Ruang Aman Kampus. Didapati hasil forum tersebut
ialah Proses perancangan PPK berada pada tahap sinkronisasi terhadap peraturan peraturan lain
di UGM oleh Hukum dan Organisasi, Target maksimal penyelesaian PPKS dilakukan pada Dies
Natalis, serta Ditmawa akan berkolabirasi dengan Mahasiswa untuk membentuk tim yang
bertugas untuk melakukan sosialisasi dan pencerdasan tentang kekerasan Seksual.

Sayangnya hal tersebut diingkari, Pada 4 November 2019 tersebar di berbagai jejaring media
massa lahirnya Instruksi Rektor mengenai Upaya Pencegahan dan Penanganan kekerasan
Seksual di Lingkungan Universitas Gadjah Mada.

4
https://tirto.id/bem-desak-buat-aturan-kekerasan-seksual-ugm-sedang-disusun-c9AZ
Pokok Permasalahan:
Bagaimana Perlindungan Korban Kekerasan Seksual di lingkungan Kampus
Bagaimana berlakunya Instruksi Tentang Kekerasan Seksual tersebut

Dalam Instruksi mengenai Upaya Pencegahan dan Penanganan kekerasan Sekssual memuat
himbauan kepada Dekan Fakultas/Sekolah dengan Pimpinan Unit kerja dengan menciptakan
kampus yang bebas dari kekerasan seksual.

Isi dari Instruksi tersebut ialah


1. melaksanakan sosialisasi mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di unit
kerja masing-maisng dalam kegiatan perkuliahan, seminar, diskusi, kegiatan orientasi
dan/atau pelatihan maupun melalui media diseminasi sesuai kebutuhan
2. Pengembangan Materi sosiliasi dibebankan kepada DItmawa dan DSDM
3. Pemberian materi melibatkan pakar/instansi dan fakultas yang mmiliki kompetensi dalam
penanganan kekerasan seksual
4. Membentuk fungsi yang bertugas melakukan pencegahan di masing-masing unit kerja
5. Apabila terjadi dugaan tindak kekerasan seksual pengaduan melalui Wakil Rektor serta
Rektor
6. Apabila mengalami tindakan kekerasan seksual maka solusi yang diberikan iala penanganan
aduan dan unit kerja panitia mengacu pada peraturan yang berlaku
7. Tindak lanjut atas pengaduan tersbeut dilakuakn paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya pengaduan oleh Rektor atau Wakil Rektor terkait
8. Selama proses penanganan tindak kekerasan seksual, Universitas/Unit Kerja memberikan
pendampingan dan fasilitas pemulihan korban kekerasan seksual
9. Rektor mengkoordinasi pelaksanaan pencegahan dan Penangan kekerasan seksual di
lingkungan UGM dengan membentuk tim independen
10. Instruksi ini berlaku pada tanggal dikeluarkan sampai dengan terbitnya peraturan rektor
mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Seperti UGM mulai mengulangi kesalahannya kembali, alih-alih memberikan perlindungan ternyata ini
hanyalah upaya untuk menanggulangi pertanyanyaan bagaimana regulasi perlindungan. Sebenarnya ini
hanyalah regulasi yang diambil dari hasil penanganan yang diambil oleh UGM. Berkaca dari kasus Agni,
Instruksi ini kemudian lahir dengan analisis sebagai berikut:

1. Sebelumnya UGM belum concern atau menghimbau semua Unit untuk aktif memberikan
edukasi, dengan adanya kasus tersebut UGM mulai berfokus dengan himbauan untuk ditmawa
dan DSDM memberikan sosialisasi.
2. Membentuk fungsi yang bertugas melakukan pencegahan di masing-masing unit kerja, pernah
dilaksanakan di Fisipol mengenai Dosen dan Mahasiswa walau hasilnya tegas tertulis berbeda
dnegan implementasinya
3. Regulasi, Kasus Agni berkaca dari Peraturan Rektor Mengenai Tata Perilaku Mahasiswa Tahun
2019. Pada Pasal 16, penyelesaian menggunakan Komite Etik yang dibentuk oleh Pimpinan
Univeritas maupun Fakultas, fakta yang terjadi ialah kasus agni menjadi berlarut-larut dengan
tim independen yang menyatakan bahwa hal tersebut ialah Tindakan Asusila mengakibatkan
penanganannya menjadi sebuah kebingungan.

Kekerasan seksual memang masih menjadi sesuatu yang bias, dari terminologi hukum belum ditemukan
suatu klausula definisi kekerasan seksual. Draft Peraturan Rektor Tentang Pencegahan dan Penanganan
kekerasan Seksual sudah memuat klausula yang jelas mengenai definisi, prosedur penanganan hingga
proses penyelesaian.

Instruksi tersebut masih bersifat umum, tidak memberikan perlindungan yang jelas dalam
penanganannya. Bisa jadi, unit yang ditunjuk maupun unit yang diberikan kewenangan bingung dalam
menerima kewajiban sehingga prosedur penangannya hanya berkaca dari pengalaman atau kebiasaan
yang berlaku di masyarakat. Padahal prosedur penindakan atas kasus kekerasan seksual sudah ada
melalui jalur hukum maupun konseling, Salah satu bentuk keseriusan bisa diwujudkan dengan
pengesahan Draft kekerasan Seksual.

Skema Himbauan akan dapat terwujud sebagai cerminan bentuk keseriusan UGM dalam pencerdasan
kekerasan seksual namun bagi Tindakan kekerasan seksual harus dilaksanakan upaya penanganan yang
tertuang dalam Draft Peraturan Rektor Mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Menuntut Pengesahan Draft Peraturan Rektor mengenai Pencegahan dan Penanganan kekerasan
Seksual di Lingkungan Kampus UGM

Lampiran Instruksi

Lampiran Draft Peraturan REKTOR PPKS (ugm.id/PPKS762019)

Anda mungkin juga menyukai