Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang karakter selalu tidak bisa dilepaskan dari kesusilaan. Seseorang
yang melakukan perbuatan asusila, akan dipandang sebagai orang yang tidak berkarakter.
Perilaku yang mencerminkan tindakan asusila juga akan dipersepsi sebagai perilaku yang
menyimpang dari pakem karakter. Berkarakter berarti memegang teguh aturan kesusilaan. Di
antara tindakan asusila yang dipandang sangat tidak sesuai dengan pakem karakter adalah
penyimpangan seksual dan pornografi. Penyimpangan seksual dan pornografi sering
diidentikkan dengan tindakan asusila. Oleh karena itu, pengembangan karakter anak perlu
dimulai dengan memberikan pemahaman dan kesadaran tentang bahaya penyimpangan
seksual dan pornografi, sehingga akan memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang bahaya
keduanya. Upaya memberikan pemahaman dan kesadaran bahaya penyimpangan seksual dan
pornografi dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan memberi pemahaman tentang bahaya
pornografi kepada mereka.
Mengapa pendidikan ini penting bagi anak-anak usia SMP ? Anak-anak usia SMP,
sudah mulai menginjak remaja, sedangkan masa remaja adalah suatu tahap antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-18 tahun.
Remaja merupakan fase kehidupan manusia dengan karakter khasnya yang penuh
gejolak. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan
anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua sehingga masa
remaja cenderung diartikan sebagai masa transisi atau peralihan. Transisi ke masa dewasa,
bervariasi dari satu budaya ke budaya lain, namun secara umum didefinisikan sebagai periode
di mana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka. Remaja mengalami usia
pubertas yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan yang sangat pesat dan mencolok
dalam bentuk tubuh sehingga menimbulkan keraguan dan perasaan tidak nyaman pada diri
mereka. Perubahan fisik remaja di usia puber yang sangat pesat meliputi perubahan ukuran
tubuh (tinggi dan berat badan), proporsi tubuh (perbandingan bagian-bagian tubuh), ciri-ciri
seks primer (organ-organ reproduksi), ciri-ciri seks sekunder (rambut, otot, payudara, suara),
dan mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku anak.(Miftahul Jannah.2016)
Cara penyampaian pendidikan bahaya pornografi sebaiknya tidak vulgar, karena akan
berdampak tidak positif terhadap anak. Perlu dilihat faktor usia menjadi penting untuk
memperhatikannya. Artinya, ketika akan mengajarkan anak mengenai pendidikan bahaya
pornografi, perlu melihat sasaran yang dituju. Karena ketika anak sudah diajarkan, biasanya
anak akan kritis dan ingin tahu tentang berbagai hal yang berkaitan dengan seksualitas. Di
sisi lain, jika menunda memberikan pendidikan bahaya pornografi pada saat anak mulai
memasuki usia dewasa, maka hal tersebut dipandang terlambat. Karena di tengah kemajuan
teknologi yang terus berkembang, tidaklah sulit memperoleh informasi dari internet dan
teman sebaya saat usia remaja telah mengetahui tentang seksualitas dan informasi yang
didapat cenderung dari sudut pandang yang kurang bertanggung jawab (Agus Gunawan.
2016).
1.3 Tujuan
1) Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan bahaya pornografi diharapkan agar siswa siswi
SMP ..... dapat menjaga pergaulan dan bijak dalam mengunakan teknologi.
2) Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan bahaya pornografi selama 30 menit, diharapkan siswa
siswi SMP ..... Dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang menyimpang.
1.4 Manfaat
1) Kepada siswa dapat mengetahui bahaya pornografi dan mulai menjaga diri pergaulan
bebas.
2) Diharapkan kepada orang tua agar dapat Mengontrol anak-anak nya.
3) Untuk Pendidikan kedepannya diharapkan dapat menjadi panutan dalam pendidikan
karakter.
4) Bagi mahasiswa sebagai latihan penyuluhan dan meningkatkan kemampuan
bersosialisasi, serta dapat menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan metode
dan media dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan agar dapat lebih kreatif lagi.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Pornografi
Kata pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu pornographos yang terdiri dari
dua kata porne (= a prostitute) berarti prostitusi, pelacuran dan graphein (= to write, drawing)
berarti menulis atau menggambar. Secara harfiah dapat diartikan sebagai tulisan tentang atau
gambar tentang pelacur, (terkadang juga disingkat menjadi " porn ," atau " porno ") adalah
penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara eksplisit (terbuka) dengan
tujuan untuk memenuhi hasrat seksual.
Saat ini istilah pornografi digunakan untuk mengungkapkan segala sesuatu yang
bersifat seksual, khususnya yang dianggap berselera rendah atau tidak bermoral, apabila
pembuatan, penyajian atau konsumsi bahan tersebut dimaksudkan hanya untuk
membangkitkan rangsangan seksual. Pengertian pornografi dalam Undang- Undang Nomor
44 Tahun 2008 tentang Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya
melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat. Yang dimaksut kecabulan dalam undang-undang anti pornografi berisi larangan
dan pembatasan yang dijelaskan dalam pasal 4 dimana hal yang mengandung unsur cabul
atau porno antara lain, yaitu :
1) persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual;
masturbasi atau onani;
2) ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
3) alat kelamin; atau pornografi anak.
Pornografi adalah setiap tulisan atau gambar yang sengaja digambar atau ditulis
dengan maksud merangsang seksual. Pornografi membuat fantasi pembaca mengarah pada
daerah kelamin dan menyebabkan syahwat berkobar. Istilah obscenity (kecabulan) dalam
bahasa Inggris lebih sering digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang tabu selain kata
pornografi. Makna dari obscenity mengacu pada segala sesuatu yang tidak senonoh, mesum,
dan melanggar kesopanan. Terkadang orang juga membedakan antara pornografi ringan
dengan pornografi berat. Dapat disimpulkan pornografi adalah segala sesuatu dalam bentuk
gambar, tulisan, kata-kata, gerak tubuh yang yang mengarah pada kecabulan yang dibuat
untuk merangsang seksualitas. (Galih Haidar.2020).
2) Di sekolah, meliputi:
a) Guru memahami aspek psikis murid
b) Mengintensifkan pelajaran agama
c) Mengintensifkan bagian bimbingan dan konseling
d) Adanya kesamaan norma yang dipegang oleh guru dalam mendidik murid
e) Melengkapi fasilitas sekolah
f) Perbaikan ekonomi guru
3) Di masyarakat
Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga sesudah rumah dan sekolah. Ketiganya
haruslah mempunyai keseragaman dalam mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan
pendidikan. Apabila salah satunya pincang maka akan berdampak pada lainnya. Pendidikan
dimasyarakat sering diabaikan oleh sebagian orang karena mereka beranggapan bahwa
pendidikan cukup disekolah. Masyarakat berperan serta agar tujuan pendidikan dapat tercapai
hal ini dengan memberikan pengawasan atas perilaku anak agar tetap sesuai dengan tujuan
pendidikan.(Rifqa Tsani.2018).
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah pornografi pada remaja :
1) Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau
diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak
mungkin figur orang- orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan
baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada
tahap ini.
2) Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
3) Kemauan orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga
yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4) Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orang tua memberi
arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5) Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman
sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
6) Pemberian ilmu yang bermakna yang terkandung dalam pengetahuan dengan
memanfaatkan film-film yang bernuansa moral, media massa ataupun perkembangan
teknologi lainnya.
7) Memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan
perkembangan anak-anak dengan baik, akan banyak membantu mengurangi
kenakalan remaja
8) Membentuk suasana sekolah yang kondusif, nyaman buat remaja agar dapat
berkembang sesuai dengan tahap perkembangan remaja. (Sigit Tri Utomo.2018)
BAB III
3.1.1 Ceramah
Ceramah adalah pidato oleh seseorang atau lebih di hadapan banyak pendengar, mengenai
suatu hal, pengetahuan, dan sebagainya.
3.1.2 Diskusi
Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih/kelompok. Biasanya
komunikasi antara mereka/kelompok tersebut berupa salah satu ilmu atau pengetahuan dasar
yang akhirnya akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. Diskusi bisa berupa
apa saja yang awalnya disebut topik.
3.2 Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan yaitu meliputi:
3.2.2 Leaflet
Leaflet merupakan sarana publikasi singkat yang berbentuk selebaran kertas dan berukuran
kecil. Biasanya selebaran kertas ini berisikan informasi suatu hal yang perlu disebarkan
kepada khalayak ramai.
Daftar Pustaka
Galih Haidar. Nurliana Cipta Apsari. 2020. PORNOGRAFI PADA KALANGAN REMAJA.
Bandung : Universitas Padjadjaran.
http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/27452
Ratih Ryoningrat. Yohanes Kartika Herdiyanto. 2019. Hubungan intensitas menonton film
porno terhadap maskulinitas remaja laki-laki di Bali. Bali: Universitas Udayana.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/48620
Rifqa Tsani Qurrota Ayyun. Elly Malihah. 2018. PERAN KELUARGA DALAM UPAYA
PENCEGAHAN ADIKSI PORNOGRAFI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
https://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/view/14595/8358