Anda di halaman 1dari 38

Review Jurnal

NAMA ENDRI TEGUH PRATAMA


NIM 1901110577
KELAS ARCHENAR

judul DETERMINAN SOSIAL KERENTANAN PEREMPUAN TERHADAP


PENULARAN IMS DAN HIV
peneliti Desak Made Sintha Kurnia Dewi1 , Luh Putu Lila Wulandari2 , D.N.
Wirawan3 1Departemen Biostatistika dan Kependudukan, Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi
2Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas
Udayana 3Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana,
Universitas Udayana Email: desaksintha@fkm.unair.ac.id
tahun februari 2018
jurnal JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND COMMUNITY
HEALTH DEVELOPMENT

volume 2
no 1
halaman 22 – 35
doi http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE

Latar belakang Kasus HIV - AIDS meningkat pada perempuan dan menjadikannya
salah satu kelompok rentan. Perempuan memiliki kemungkinan tertular
IMS - HIV dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki dan berdampak
pada meningkatnya jumlah infeksi pada anak. Tujuan penelitian ini
untuk menggali determinan sosial yang mempengaruhi kerentanan
perempuan tertular IMS - HIV. Penelitian ini menggunakan design
studi kualitatif pada 21 informan yang dipilih secara purposive yaitu
terdiri dari klien, provider, konselor. Informan yang terpilih adalah
pernah atau saat ini mengalami IMS atau HIV (klien), memiliki
pengalaman menangani klien IMS atau HIV (provider/konselor).
Proses rekrutmen dilakukan dengan melibatkan petugas layanan.
Penelitian dilaksanakan pada April – Juni 2012 di tiga tempat layanan
di Denpasar. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
mendalam menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur,
kemudian direkam dan ditranskrip. Analisis dilakukan secara tematik
dan triangulasi melalui member checking dan peer debriefing. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa determinan sosial yang mempengaruhi
kerentanan perempuan terhadap penularan IMS -HIV antara lain
kurangnya pengetahuan, perilaku seksual berisiko perempuan dan
pasangan, tekanan ekonomi mendorong perempuan terlibat dalam
pelacuran, ketergantungan ekonomi membatasi akses ke layanan,
stigma terhadap kondom dan HIV, pengaruh ketimpangan gender, nilai
perempuan di masyarakat menempatkan perempuan sebagai pihak
yang dipersalahkan, posisi tawar rendah dalam menegosiasikan
hubungan seksual, motivasi, dan perilaku petugas yang kurang
mempengaruhi kualitas layanan dan menimbulkan ketidakpercayaan
klien. Determinan sosial tersebut mempengaruhi kerentanan
perempuan terhadap penularan IMS - HIV secara holistik, dapat dilihat
dari faktor individu perempuan dan di luar individu seperti lingkungan
keluarga, masyarakat dan budaya. Diperlukan upaya komprehensif
berbagai pihak untuk meningkatkan pengetahuan, pemberdayaan
perempuan, pelatihan komunikasi dan konseling pasangan bagi petugas
kesehatan.
Metodologi 1. Desain Penelitian
Metode penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini yang
bertujuan menggali secara mendalam determinan sosial yang
mempengaruhi perempuan terinfeksi IMS dan atau HIV dan
mengeksplorasi kondisi di masyarakat Metode content analysis
digunakan dalam penelitian ini.
2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
3. Pengumpulan data dilaksanakan di tiga tempat layanan di Denpasar
yaitu RSUP Sanglah, Puskesmas II Denpasar Selatan dan Yayasan
Rama Sesana pada April - Juni 2012. Kota Denpasar dipilih sebagai
lokasi penelitian didasarkan pada tingginya kasus HIV yaitu
menyumbangkan 40% dari semua kasus di Bali. Informan sebanyak
21 orang yang terdiri dari 14 klien, 4 orang pemberi layanan
(provider) dan 3 orang konselor dipilih secara purposive dengan
kriteria pernah mengalami atau saat ini sedang mengalami IMS dan
atau HIV (klien), pernah menangani klien IMS dan atau HIV
(konselor dan provider), dan mampu diajak berkomunikasi dengan
baik, dan bersedia diwawancara. Perekrutan jumlah informan
didasarkan atas saturasi data.
4. Variabel Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan ,
sedangkan variabel dependen penelitian adalah kadar IMS dan HIV,
Kerentanan Perempuan, Posisi Tawar, Determinan Sosial

5. Instrumen Penelitian
Wawancara berlangsung selama 60 hingga 90 menit. Peneliti
mencatat poin poin penting yang muncul saat wawancara dan
merekam seluruh percakapan setelah mendapat ijin dari informan.
Hasil wawancara kemudian di transkripsi dan dikelompokkan ke
dalam tema-tema. Metode triangulasi yaitu peer debriefing dan
member checking digunakan untuk mengecek akurasi data.

Prosedur Penelitian
6. Peneliti menjelaskan tujuan, metode dan kriteria informan yang
dibutuhkan dari penelitian ini kepada staf dan tenaga kesehatan di
lokasi penelitian. Petugas di layanan kemudian akan menjelaskan
penelitian ini kepada calon informan untuk mendapat persetujuan
awal. Petugas kemudian memperkenalkan klien yang setuju
berpartisipasi kepada peneliti baik secara langsung maupun
membuatkan janji untuk bertemu. Sebanyak 14 klien, 3 konselor dan
4 provider terpilih dalam penelitian ini. Informan yang terpilih
kemudian diberikan penjelasan sebelu persetujuan kemudian
menandatangani informed consent sebagai pernyataan kesediaan
berpartisipasi. Pertanyaan yang diajukan saat wawancara antara lain
tentang perasaannya terhadap penyakit IMS dan HIV, sumber
penularan, bagaimana penyakit tersebut mempengaruhi
kehidupannya? bagaimana budaya, kebiasaan mempengaruhi
kehidupannya?. Informan diminta untuk berbagi pengalamannya dan
memberikan sudut pandang mereka sesuai pengalaman hidup
pribadinya. Wawancara dilakukan didalam ruang konseling hanya
berdua dengan peneliti. Wawancara berlangsung selama 60 hingga
90 menit. Peneliti mencatat poin poin penting yang muncul saat
wawancara dan merekam seluruh percakapan setelah mendapat ijin
dari informan. Hasil wawancara kemudian di transkripsi dan
dikelompokkan ke dalam tema-tema. Metode triangulasi yaitu peer
debriefing dan member checking digunakan untuk mengecek akurasi
data.
7. Analisis Data
Hasil wawancara kemudian di transkripsi dan dikelompokkan ke
dalam tema-tema. Metode triangulasi yaitu peer debriefing dan
member checking digunakan untuk mengecek akurasi data.
8. Ethical Clearance
Penelitian ini telah mendapat Ijin dari Bakesbangpol Provinsi
Bali dan dinyatakan laik etik oleh komisi etik Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Hasil penelitian Informan berjumlah 21 orang, yang terdiri dari 7 orang perempuan, 7
orang laki-laki, 4 provider (perawat, bidan, dokter) dan 3 konselor
HIV. Karakteristik informan ini dilihat dari berbagai aspek diantaranya
umur, pendidikan, suku, pekerjaan, lama terinfeksi IMS dan atau HIV
dan lama bekerja. Dalam studi ini, informan ditanyakan beberapa
pengetahuan tentang IMS, HIV dan Kondom. Pertanyaan seputar IMS
yang diajukan adalah tentang definisi, jenis, cara penularan dan cara
pencegahan. Hasil wawancara menunjukkan sebanyak 6 informan dari
14 informan menjawab bahwa IMS adalah penyakit yang titularkan
melalui hubungan seks. Ketika ditanya mengenai jenisjenis IMS, 11
informan menjawab jenis-jenis IMS adalah sifilis, herpes dan gonore. 3
informan mengetahui bahwa HIV termasuk ke dalam IMS. Mengenai
cara penularan, jawaban informan yang paling banyak adalah melalui
hubungan seksual, namun ada 1 informan mengatakan tidak pernah
mendengar tentang IMS dan 1 informan menjawab penularannya
karena tidak menjaga kebersihan alat kelamin, menular melalui toilet
umum dan air yang tidak bersih. Untuk pencegahan IMS, 9 informan
mengatakan pencegahannya dengan menggunakan kondom, 4
informan mengatakan jangan bergantiganti pasangan seksual, 2
informan menjawab tidak menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
Namun ada 2 informan yang menjawab pencegahannya dengan minum
obat dan vitamin. Pertanyaan yang diajukan untuk mengetahui
pengetahuan informan tentang HIV dan AIDS yaitu definisi, ciri-ciri
orang dengan HIV positif, ciri-ciri orang AIDS, cara penularan
danpencegahan. Hanya 3 informan saja yang mampu menjelaskan
definisi HIV dan AIDS. Seluruh informan mengetahui bahwa
penularan HIV dan AIDS melalui hubungan seksual dan jarum suntik
tidak steril, hanya 1 informan yang mengetahui bahwa penularan HIV
bisa terjadi melalui Ibu ke Anak. Ketika pertanyaan cara pencegahan
diajukan, sebagian besar informan mampu menjawab pencegahan
menggunakan kondom, namun masih ada informan yang
mengemukakan pencegahannya dengan antiseptik setelah
berhubungan, jangan menyentuh sesuatu yang digunakan oleh
penderita lain dan hati-hati dalam memilih pasangan. Pertanyaan
tentang manfaat kondom dan akibat tidak menggunakan kondom dalam
hubungan seksual berisiko, sebanyak 13 informan menjawab dengan
baik yaitu dapat tertular IMS, HIV dan bisa mengalami kehamilan
tidak diinginkan. Dari hasil wawancara tersebut seluruh informan
belum memiliki pengetahuan yang baik karena belum mampu
menjawab pertanyaan yang diajukan dengan lengkap, walaupun
seluruh informan mengaku pernah mengakses layanan IMS dan atau
HIV serta telah memperoleh konseling dan informasi secara lengkap
dari konselor.
Kesimpulan dan Determinan sosial yang mempengaruhi kerentanan perempuan
saran terhadap penularan IMS dan HIV dapat dilihat secara holistik yaitu dari
faktor individu perempuan seperti kurangnya pengetahuan individu
antara lain lingkungan keluarga, masyarakat dan budaya seperti
perilaku seksual berisiko dari pasangan; tekanan ekonomi dan
ketergantunganekonomi kepada pasangan membatasi akses
perempuan; pandangan pasangan, keluarga dan masyarakat yang
memicu adanya stigma; ketimpangan gender yang menempatkan
perempuan sebagai korban dan pihak yang dipersalahkan; posisi tawar
perempuan yang rendah dalam melakukan negosisasi pada setiap
hubungan seksual; serta kurangnya akses informasi, motivasi dan
perilaku petugas terhadap klien yang datang ke layanan. Diperlukan
upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang IMS, HIV-AIDS dan
kondom pada perempuan untuk meningkatkan kepedulian, mengurangi
stigma dan diskriminasi dengan melibatkan tokoh masyarakat;
meningkatkan motivasi, kemampuan komunikasi interpersonal tenaga
kesehatan dan membuat standarisasi penanganan antara tempat layanan
satu dengan lainnya untuk meningkatkan kualitas layanan dan
kepuasan klien; meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui
peningkatan pengetahuan, keahlian dan kemampuan ekonomi untuk
memandirikan perempuan dalam membuat keputusan untuk dirinya;
Bagi pemangku kebijakan agarmenggalakkan konseling pasangan
(couple counseling) terutama pada pasangan tetap; memberikan
pelatihan bagi konselor dan provider tentang trik-trik melakukan
konseling pasangan
Daftar Pustaka Angkasawati, T. J. & Arifin, A. 2010. Pengetahuan Komprehensif Dan
Sikap Terhadap Hiv/Aids Pada Kelompok Wanita Usia Subur (Wus)
Di Indonesia Tahun 2007, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 13, pp.
140–150. Aung, Z., Jalaluddin, A. B., Wei, W. K., Htwe, K., Nwe, T.,
Hassan, M. K. B., Kyaw, Y. M., Aung, S. T., Oo, S. S., Htwe, C. H.,
Bakar, A. B. A., Tun, K. D. & Oo, M. 2013. Cross Sectional Study Of
Knowledge, Attitude And Practice On Hiv Infection Among Secondary
School Students In Kuala Terengganu. International Journal Of
Medicine And Medical Sciences, 46. Avert. 2011a. Hiv And Aids In
Asia. Diakses dari: http://www.avert.org/AidsAsia.Htm#Contenttable3.
Avert. 2011b. Women, Hiv And Aids. Diakses dari: www.Avert.Org.
Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional. 2008. 1,7
Juta Wanita Terinfeksi Hiv. Diakses dari: Ceria.Bkkbn.Go.Id. Butt, L.,
Jack Morin (Djekky R. Djoht), Numbery, G., Peyon, I. & Goo, A.
2010. Stigma And Hiv/Aids In Highlands Papua Abepura Papua.
Research Collaboration Between Pusat Studi Kependudukan
Universitas Cendrawasih Dan University Of Victoria. Canadian
Council On Social Determinants Of Health. 2015. A Review Of
Frameworks On The Determinants Of Health, Canada, Canadian
Council On Social Determinants Of Health. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2009. Laporan Triwulan Situasi Perkembangan
Hiv&Aids Di Indonesia Sampai Dengan 31 Desember 2009,
Departemen Kesehatan Ri, Jakarta: Kementerian Kesehatan Ri,
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan. Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Bali. 2016. Renstra
Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2013-2018, Bali, D. K. P. (Ed.).
Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Ditjen P2p Kementerian
Kesehatan RI. 2017. Perkembangan HIV/AIDS dan PMS di Indonesia
Januari-Maret 2017, Penyakit, D. J. P. D. P. (Ed.). Jakarta: Direktorat
Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit, Kementerian
Kesehatan Ri. Exavery, A. et al. 2012. Role of condom negotiation on
condom use among women of reproductive age in three districts in
Tanzania. BMC Public Health. doi: 10.1186/1471-2458-12-1097.
Hastuti, S. 2012. Pengaruh Stigma Hiv/Aids Terhadap Kepatuhan
Pemakaian Kondom Pada Pria Odha. Tesis, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Illinois Department Of Public Health. (no date). Fact
About Hiv/Aids. Diakses dari:
Www.Idph.State.Il.Us/Aids/Default.Htm. Jain, A. K. et al. 2011.
Relationship between reported prior condom use and current
selfperceived risk of acquiring HIV among 34 Desak, et al. Determinan
Sosial Kerentanan Perempuan Terhadap Penularan IMS dan HIV JPH
RECODE Oktober 2018; 2 (1) : 22-35 http://e-
journal.unair.ac.id/JPHRECODE mobile female sex workers in
southern India. BMC Public Health. doi: 10.1186/1471-2458-11-S6-
S5. Joint United Nations Programme On Hiv And Aids. 2009. Hiv
Transmission In Intimate Partner Relationships In Asia. Diakses dari:
Unaids.Org. Joint United Nations Programme On Hiv And Aids. 2011.
Hiv In Asia And The Pasific : Getting. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2011a. Laporan Situasi Perkembangan Hiv & Aids
Di Indonesia Sampai Dengan Maret 2011. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2011b. Laporan Situasi Perkembangan Hiv Dan
Aids Di Indonesia Sampai Dengan Desember 2010, Kementerian
Kesehatan RI. 2015. Pedoman Manajemen Program Pencegahan
Penularan Hiv Dan Sifilis Dari Ibu Ke Anak’, Anak, D. J. B. K. I. D.
(Ed.). Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia.
2008. Pemberdayaan Perempuan Dalam Pencegahan Penyebaran Hiv-
Aids. Komisi Penanggulangan Aids Nasional. 2010. Strategi Dan
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV Dan AIDS 2010- 2014.
Kusuma, A. 2010. Perempuan Dan Budaya Patriarkhi Dalam Film
“Berbagi Suami” Karya Sutradara Nia Dinata. Jurnal Ilmu
Komunikasi. Laksana, A. S. D. & Lestari, D. W. D. 2010. Faktor-
Faktor Risiko Penularan Hiv/Aids Pada Laki-Laki Dengan Orientasi
Seks Heteroseksual Dan Homoseksual Di Purwokerto, Mandala Of
Health, 4. Lekalakala-Mokgele, E. 2016. Exploring gender perceptions
of risk of HIV infection and related behaviour among elderly men and
women of ga-rankuwa, Gauteng province, South Africa. Sahara-J:
Journal Of Social Aspects Of Hiv/Aids, 13. doi:
10.1080/17290376.2016.1218790. Li, Xin et al. 2017. Factors
associated with stigma attitude towards people living with HIV among
general individuals in Heilongjiang, Northeast China. BMC Infectious
Diseases. doi: 10.1186/s12879- 017-2216-0. Madiba, S. and Ngwenya,
N. 2017. Cultural practices, gender inequality and inconsistent condom
use increase vulnerability to HIV infection: narratives from married
and cohabiting women in rural communities in Mpumalanga province,
South Africa. Global health action. doi:
10.1080/16549716.2017.1341597. Megawati. 2011. Pengetahuan,
Sikap Dan Perilaku Ibu Hamil Dan Pasangannya Tentang Hiv/Aids Di
Puskesmas Klungkung I Dan Puskesmas Dawan Ii Kabupaten
Klungkung. Master Tesis, Universitas Udayana, Depansar. Mitra, A. &
Sarkar, D. 2011. Gender Inequality And The Spread Of Hiv-Aids In
India. International Journal Of Social Economics. National Aids
Commission Republic Of Indonesia. 2009. Republic Of Indonesia,
Country Report On The Follow Up To The Declaration Of
Commitment On Hiv/Aids (Ungass), Reporting Period 2008 - 2009, in
Jakarta: National Aids Commission Republic Of Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan, Teori & Aplikasi, ed. revisi
2010. Jakarta: Rineka Cipta. doi: 10.1108/JMTM-03-2018-0075.
Pakpahan, T. 2011. Posisi Tawar Psk Dalam Pemakaian Kondom
Sebagai Upaya Mencegah Bahaya Hiv/Aids. Diakses dari:
http://repository.usu.ac.id/Bitstream/12345 6789/30475/5/Chapter
i.Pdf. Prado, G., Lightfoot, M. and Hendricks Brown, C.. 2013. Macro-
level approaches to hiv prevention among ethnic minority youth: State
of the science, opportunities, and challenges. Am Psychol, National
Center For Biotechnology Information, 68, pp. 286–299. doi:
10.1037/a0032917. Proulx, M.-J. 2014. Giving Women The Power To
Say “No” Is Essential To Reducing Hiv And Aids: Care. Diakses dari:
https://care.ca/Giving-Women-Power-Say- “no”-Essential-Reducing-
Hiv-And-AidsCare. Rosak-Szyrocka, J. 2014. Employee’s Motivation
At Hospital As A Factor Of The Organizational Success, Human
Resources Management & Ergonomics. Saragih, M. 2016. Persepsi
Nilai Profesional Pasien Rawat Inap Dengan Loyalitas Berkunjung
Kembali. Idea Nursing Journal, 7. Schatz, P. & Dzvimbo, K. P. 2011.
The Adolescent 35 Desak, et al. Determinan Sosial Kerentanan
Perempuan Terhadap Penularan IMS dan HIV JPH RECODE Oktober
2018; 2 (1) : 22-35 http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE Sexual
World And Aids Prevention : A Democratic Approach To Programme
Design In Zimbabwe. Health Promotion International, 16, pp. 127–
136. The Henry J. Kaiser Family Foundation. 2010. Women And
Hiv/Aids In The United States. Hiv/Aids Policy. Washington Dc: The
Henry J. Kaiser Family Foundation. Un Women. 2018. Facts And
Figures: Hiv And Aids. Diakses dari:
http://www.unwomen.org/En/What-WeDo/Hiv-And-Aids/Facts-And-
Figures. United Nations Educational Scientific And Cultural
Organization. 2010. Globalization And Women’s Vulnerabilities To
Hiv And Aids, France, Division For Gender Equality, Unesco’.
Westerhoff, N. 2012. Why Do Men Buy Sex? Diakses dari:
https://www.scientificamerican.com/Artic le/Why-Do-Men-Buy-Sex-
2012-10-23/. Wilcox, A. et al. 2009. Tackling the demand for
prostitution: a rapid evidence assessment of the published research
literature, Home Office. Wirawan, D. N. 2011. Surveillance On Hiv, in
Lessons Learned From Bali. Paper Yang Dipresentasikan Dalam
International Seminar On Evidence-Based Programmes For
Reproductive Health And Hiv Interventions. Sanur-Bali. Womens
Support Project. 2009. Prostitution. Diakses dari:
http://www.womenssupportproject.co.uk/
Content/Prostitution/205,172/. World Health Organization. 2009.
Women’s Health. Diakses dari:
Www.Who.Int/Entity/Mediacentre/Factsh eets/Fs334/En/. World
Health Organization. 2018. Global Health Observatory (Gho) Data,
Number Of Women Living With Hiv. Diakses dari:
http://www.who.int/Gho/Hiv/Epidemic_S
tatus/Cases_Adults_Women_Children_Te xt/En/. Wulansari, S. 2009.
Kondom Perempuan, Pemberdayaan Perempuan Dalam Kesehatan
Reproduksi, Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter
Indonesia. Yayasan, S. 2009. Peningkatan Risiko Penularan HIV pada
Pasangan Serodiskordan Yang Ingin Memiliki Anak. Diakses dari:
http://spiritia.or.id/News/Bacanews.Php?N wno=1578.
Review Jurnal

Nama Endri Teguh Pratama

NIM 1901110577

Kelas ACHENAR

Judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


PENCEGAHAN PENULARAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
(HIV) OLEH IBU RUMAH TANGGA DI NGANJUK, JAWA TIMUR

Peneliti Chahya Kharin Herbawani , Dadan Erwandi

1Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, UPN “Veteran”


Jakarta

2Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat,


Universitas

Tahun Naskah masuk 08 Agustus 2019;

Review 01 September 2019;

Disetujui terbit 05 November 2019

Jurnal Jurnal Kesehatan Reproduksi

Volume 10

No 2

Halaman 89-99

DOI DOI: 10.22435/kespro.v10i2.2085.89-99

Latar belakang Laporan HIV/AIDS menunjukkan peningkatan jumlah kasus AIDS dan
jumlah kumulatif AIDS pada ibu rumah tangga yang menempati urutan
pertama.

Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya


pencegahan HIV/AIDS pada ibu rumah tangga di wilayah Puskesmas
Bagor.

Metodologi 1. Variable penelitian


a. Independent
Umur; pendidikan; penghasilan keluarga; umur pertama kali
berhubungan seksual; pengetahuan HIV/AIDS; persepsi
berisiko; pekerjaan suami; riwayat VCT; akses terhadap
kondom dan keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS.
b. Dependen
Upaya pencegahan HIV/AIDS
c. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian cross-sectional. Dalam penelitan ini variabel
independennya adalah umur, tingkat pendidikan, penghasilan
keluarga, umur pertama kali melakukan hubungan seksual,
pengetahuan tentang HIV/AIDS, persepsi berisiko, pekerjaan
suami, riwayat VCT, akses terhadap kondom dan keterpaparan
informasi tentang HIV/AIDS.
a. Instrument penelitian
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan
pertanyaan terstruktur yang diadopsi dari kuesioner STBP
Tahun 2011 dan telah diuji validitas dan reabilitas sebelumnya
b. Prosedur penelitian
Data dikumpulkan dengan melakukan pengisian kuesioner
mandiri oleh responden. Kriteria inklusinya adalah ibu rumah
tangga dalam usia reproduktif, memiliki suami, masih aktif
berhubungan seksual, ibu rumah tangga yang kooperatif,
bersedia menjadi responden, dapat membaca dan menulis.
Sementara itu kriteria eksklusinya adalah ibu rumah tangga
yang sedang dalam program hamil dan ibu rumah tangga yang
menggunakan kondom sebagai satu-satunya alat kontrasepsi.

Hasil penelitian Penelitian Karim et al menyebutkan bahwa VCT efektif dalam


menurunkan perilaku seksual berisiko. Pengetahuan akan status HIV
dinilai sangat penting karena pengetahuan akan status HIV merupakan
gerbang utama untuk mengakses pencegahan penularan maupun
pengobatan HIV/AIDS.

Penelitian lain yaitu penelitian Khosidah et al.13 menyebutkan bahwa


faktor pencetus untuk melakukan VCT adalah petunjuk untuk berperilaku
atau keyakinan untuk melakukan upaya pencegahan HIV/AIDS
berdasarkan informasi yang diperoleh baik dari media massa, teman
maupun petugas kesehatan.

Pada penelitian ini, meskipun riwayat VCT cukup rendah, namun


keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS pada responden cukup tinggi.
Terdapat 16 persen ibu rumah tangga mendapatkan informasi tentang
HIV/AIDS dari radio atau televisi dan 10 persen mendapatkan informasi
tentang HIV/AIDS dari koran atau majalah. Terdapat 50,6 persen ibu
rumah tangga yang mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS dari
internet.

Faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan HIV/AIDS pada ibu


rumah tangga adalah riwayat VCT (p=0,028) dan keterpaparan informasi
tentang HIV/AIDS (p=0,014). Riwayat VCT merupakan faktor paling
mempengaruhi upaya pencegahan HIV/AIDS pada ibu rumah tangga (p
value=0,040; OR=3,79 95% CI=1,06- 13,537). Ibu rumah tangga yang
telah melakukan VCT 3,79 kali lebih cenderung untuk melakukan upaya
pencegahan HIV/AIDS baik dibandingkan yang tidak melakukan VCT.

Kesimpulan dan Pemberian edukasi dan pemeriksaan VCT dapat memberikan perilaku
saran pencegahan HIV yang lebih baik pada ibu rumah tangga. Faktor riwayat
VCT dan keterpaparan informasi berperan dalam perilaku pencegahan
HIV pada ibu rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA

1. UNAIDS. Global AIDS UPDATE 2016 [Internet]. Vol. 17 Suppl 4, UNAIDS. 2016.
Available from: https://www.unaids.org/sites/default/files/ media_asset/global-AIDS-
update2016_en.pdf

2. UNAIDS. UNAIDS 2016 Reference - AIDS Data. 2016;1–80. Available from:


https://www.unaids.org/sites/default/files/ media_asset/2016-AIDS-data_en.pdf

3. UNAIDS. GLOBAL REPORT UNAIDS Report on the global AIDS epidemic 2013
[Internet]. Vol. 21. 2013. Available from: http://files.unaids.org/en/media/unaids/con
tentassets/documents/epidemiology/2013/g r2013/UNAIDS_Global_Report_2013_en. pdf

4. Kemenkes RI. Laporan HIV/AIDS Triwulan 1 Tahun 2017. Jakarta: Depkes RI; 2017
[Internet]. 2017. Available from: http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload
/Laporan_HIV_AIDS_TW_4_Tahun_201 7__1_.pdf

5. Kemenkes RI. Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2017. 2017.

6. Ditjen PP & PL Depkes Kemenkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta;
2014.

7. Kemenkes RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.

8. Dalimoenthe I. Perempuan dalam Cengkeraman HIV/AIDS: Kajian Sosiologi Feminis


Perempuan Ibu Rumah Tangga. Komunitas [Internet]. 2011;5(1):41–8. Available from:
http://perpus.upstegal.ac.id/files/e_book/0 1170414.pdf

9. Yulianti AP. Kerentanan Perempuan Terhadap Penularan HIV & AIDS : Palastren
[Internet]. 2013;6(1):185–200. Available from: http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/P
alastren/article/viewFile/983/896

10. Aswar S. Determinan Penggunaan Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
oleh Ibu Rumah Tangga Berisiko Tinggi HIV Positif di Kabupaten Biak Numfor Papua
[Internet]. 2013. Available from: http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/te
mporary/DigitalCollection/MDU5MzI0Mj c3OTEwMjFiOTdkY2YwZWQzNzI1Nm
Q0ZTliN2E2MGFiYw==.pdf
11. Lameshow S, Hosmer D LS. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. JOgjakarta:
Gajahmada University Press; 1997.

12. Karim QA, Humphries H. Reducing HIV Infection in Young Women in Southern Africa :
the Key to Altering epidemic trajectories in a generalized , Hyperendemic Setting. Medicine
(Baltimore) [Internet]. 2008;1–7. Available from: https://pdfs.semanticscholar.org/5222/681
9b648856987c64a6b6c218d71e4246455.p df

13. Khosidah Amik; Purwanti Sugi. Persepsi Ibu Rumah Tangga Tentang Voluntarry
Councelling and Testing ( Vct ) Terhadap Perilaku Pencegahan Hiv/Aids. J Ilm Kebidanan
[Internet]. 2014;5(2):67–78. Available from: http://ojs.akbidylpp.ac.id/index.php/Prada/
article/view/105

14. Ahmed NKA. Household survey of knowledge, attitudes and practice of housewives
regarding HIV/AIDS Khartoum North, Sudan February 2009. Sudan J Public Heal 2009
[Internet]. 2009;4(3):368–73. Available from: http://applications.emro.who.int/imemrf/S
udan_J_Public_Health/Sudan_J_Public_H ealth_2009_4_3_368_373.pdf

15. Saleh WF, Gamaleldin SF, Abdelmoty HI, Raslan AN, Fouda UM, Mohesen MN, et al.
Reproductive health and HIV awareness among newly married Egyptian couples without
formal education. Int J Gynecol Obstet [Internet]. 2014;126(3):209–12. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijgo.2014.02.02 7

16. Mudayatiningsih S, Johan T, Yuswanto A. Individual Counseling to Improve Knowledge


And Affecting Healthy Sex Behavior for housewifes with High Risk of Hiv And Aids. IOSR
J Nurs Heal Sci [Internet]. 2017;06(02):01–8. Available from:
https://www.iosrjournals.org/iosrjnhs/papers/vol6-issue2/Version2/A0602020108.pdf
Review Jurnal

Nama ENDRI TEGUH PRATAMA

NIM 1901110577

Kelas ACHENAR

Judul Effect of Intervention on Metered Dose Inhaler Use Technique and Determinants
among Adult Asthmatic Patients Attending in Outpatient Clinic, Ethiopia:
Interventional Study

Peneliti Bezie Kebede Zelalem1*, Gima Mamo2 and Dessalegn Feiysa1 1 Department of
Pharmacy, College of Health Sciences, Mizan-Tepi University, Ethiopia 2 School
of Pharmacy, College of Health Sciences, Jimma University, Ethiopia
*Corresponding author: Bezie Kebede Zelalem, Department of Pharmacy, College
of Health Sciences, Mizan-Tepi University, Ethiopia

Tahun 2020

Jurnal International Journal of Respiratory and Pulmonary Medicine

Volume 7

No 3

Halaman 1 - 10

DOI 10.23937/2378-3516/1410136

Latar belakang Asma adalah penyakit heterogen yang ditandai dengan peradangan
saluran napas kronis. Itu biasa penyakit pernafasan kronis mempengaruhi
1-18% dari populasi di berbagai negara [1]. Padahal ada tidak ada
penelitian nasional di Ethiopia, prevalensi asma bronkial di antara pasien
dewasa di Debre berhan 29,6% [2]. Kebanyakan keluarga Nepal
ditemukan menggunakan bahan bakar biomassa yang belum diproses
(seperti rumput, kayu, arang, sisa hewan) untuk memasak dan pemanas
dan karenanya gejala pernapasan telah dikaitkan dengan penggunaan
bahan bakar berasap di Nepal dan di negara lain
Metodologi 9. Desain Penelitian
Studi ini dilakukan di JUMC, Jimma, Ethiopia. JUMC terletak di kota
Jimma yang berjarak 346 km dari Addis Ababa dan ditemukan di barat
daya Ethiopia. Ini adalah salah satu rumah sakit Universitas pendidikan
terbesar di Ethiopia. JUMC menawarkan diagnosis dan pengobatan
untuk kira-kira 10.791 pasien per bulan. Ada sekitar 9 klinik rawat
jalan yang berada di dalam rumah sakit yang melayani lebih dari 9592
kunjungan / bulan [10]. Diantaranya Rawat Jalan tersebut kunjungan
departemen (OPD), sekitar 45 pasien asma (menurut GINA, garis
pedoman 2017 dan dokter keputusan) per bulan [11]. Penelitian ini
dilakukan secara khusus pada pelayanan OPD yang merupakan klinik
pernafasan Maret hingga 22 Agustus 2018 G.C.
Studi intervensi berbasis rumah sakit digunakan untuk menilai efek
intervensi pada teknik penggunaan inhaler dosis terukur di antara
pasien asma yang menghadiri klinik pernapasan di JUMC. Semua
orang dewasa berusia 18 dan di atas, pasien dengan diagnosis asma
yang dikonfirmasi dan yang bersedia berpartisipasi dan mengikuti di
klinik pernapasan rawat jalan diambil sebagai populasi sumber. Pasien
yang mengalami eksaserbasi selama periode pengumpulan data,
penyandang cacat dan usia > 75-tahun dikeluarkan dari penelitian.
Akhirnya semuanya pasien dewasa yang memenuhi kriteria inklusi
adalah a kandidat sebagai subjek studi.

10. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling


Semua pasien dewasa yang memenuhi kriteria inklusi dan datang ke
rumah sakit dalam periode pengumpulan datadirekrut dengan cara
berikut.

11. Variabel Penelitian


Variabel independen dalam penelitian ini Asma, Intervensi, sedangkan
variabel dependen penelitian adalah Inhaler dosis terukur, JUMC

12. Prosedur Penelitian


Informasi yang relevan seperti karakteristik pasien, teknik inhalasi,
pengobatan terkini, komorbiditas, durasi penyakit, penggunaan inhaler
dan kepatuhan (dinilai dengan tes inhaler asma) dicatat menggunakan
kuesioner terstruktur (diadaptasi dari berbagai literatur yang diterbitkan
[12-16]. Kuesioner tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa lokal dan
diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris. Data yang relevan diperoleh
dengan wawancara demonstrasi / observasi inhalasi pasien dan grafik
tinjau bila perlu. Pada awal, data dikumpulkan mengenai demografi
pasien, frekuensi tindak lanjut up, teknik inhalasi, instruksi MDI
sebelumnya, dan status kontrol asma (frekuensi gejala asma, keparahan
gejala, adanya gejala semalam dan pembatasan aktivitas, GINA, 2017)
[1]. Kosong dan MDI mereka sendiri diadaptasi untuk memungkinkan
pasien teknik inhalasi untuk dicatat dan pasien diminta untuk
menggunakan aerosol mereka seolah-olah mereka akan di rumah. Teknik
inhalasi dasar pasien adalah diidentifikasi, menggunakan daftar periksa
standar yang direkomendasikan langkah-langkah oleh pedoman National
Institute of Health (NIH) [17] dengan 1 poin diberikan untuk setiap
langkah yang dilakukan dengan benar (skor maksimum = 8). Teknik
inhalasi itu dikotomi sebagai efisien dan tidak efisien. Pasien yang
melakukan tiga langkah kritis dengan benar terlepas dari langkah-langkah
lain dianggap efisien dan sebaliknya tidak efisien [18]. Setelah penilaian
awal, pasien diberikan Leaflet informasi teknik pernafasan dan
pernafasan demonstrasi teknik. Peragaan diberikan oleh pelatih setelah
pelatihan 1 hari tentang pernafasan teknik. Teknik pernafasan pasien
adalah ulang dievaluasi dalam kunjungan ke-2. Informasi tambahan dan
klarifikasi tentang informasi medis beberapa pasien diperoleh melalui
diskusi dengan masing-masing perawat dan dokter. Kesalahan
penghirupan teknis dasar yang teridentifikasi dicatat.
13. Analisis data
Data dimasukkan ke dalam komputer menggunakan software EpiData 3.1
dan dianalisis dengan SPSS versi 21. Sebelumnya analisis, adanya
kolinearitas antara faktor independen (memiliki kurang dari 2 faktor
inflasi varian) dan kesesuaian model (dengan nilai p Hosmer Lemeshow
0,156) diperiksa. Statistik chi-square digunakan untuk memeriksa
kecukupan sel untuk regresi logistik biner. Prediktor independen dari
hasil dan kekuatan asosiasi antara dependen dan independen variabel
diidentifikasi dengan menggunakan analisis regresi logistik biner dan P-
value <0,25 dimasukkan ke regresi berganda. Nilai P <0,05 dianggap
signifikan. Tes McNemar digunakan untuk mengevaluasi apakah ada
perbedaan antara teknik inhalasi sebelum dan sesudah intervensi. Statistik
deskriptif digunakan untuk mencirikan pemanfaatan MDI yang tidak
tepat dan Variabel independen. Hasil penelitian tersebut adalah diatur
dalam bentuk frekuensi dan persentase. Data diringkas dan dideskripsikan
menggunakan tabel dan angka.

Hasil penelitian Seratus empat puluh pasien dilibatkan dalam analisis. Kesalahan langkah
kritis yang paling sering terjadi baik sebelum dan sesudah intervensi
adalah durasi pendek inhalasi 87,1%. Pada kunjungan pertama, 121
(86,4%, 95% CI: 81-92) pasien tidak efisien dan turun menjadi 103
(73,57%, 95% CI: 66-81) setelah intervensi. Kesalahan kritis rata-rata
adalah 2,69 pada pra-intervensi dan turun menjadi 2,09 setelahnya sebuah
intervensi. Sebelum intervensi, 18 (12,9%) pasien dikontrol dan
ditingkatkan menjadi 26 (18,4%) setelah intervensi

Kesimpulan dan Studi ini mengungkapkan bahwa meski mayoritas pasien mengaku
saran mengetahui cara menggunakan alat inhalasi benar, hanya sedikit pasien
yang mengikuti semua yang penting langkah-langkah teknik inhalasi
MDI sebelum intervensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan peningkatan teknik inhalasi setelah demonstrasi
dan konseling. Tapi lebih dari separuh pasien tidak efisien bahkan setelah
intervensi. Jadi, diulang evaluasi ulang selama kunjungan mereka adalah
wajib untuk dioptimalkan teknik inhalasi. Demonstrasi sebelumnya, jenis
kelamin, pengetahuan dan status pendidikan secara signifikan
berhubungan dengan teknik pernafasan. Seperti adanya masih banyak
orang yang buta huruf di pasien kita, perlu untuk konseling yang tepat
selama kunjungan mereka bahkan lebih penting. Oleh karena itu, lakukan
pelatihan yang tepat dan teratur teknik penghirupan bebas kesalahan perlu
dilakukan untuk mengoptimalkan manfaat pasien. Sebagian besar peserta
penelitian tidak efisien sebelum intervensi. Setelah intervensi, jumlahnya
pasien yang efisien meningkat dibandingkan untuk pra-intervensi dan
ditemukan sangat signifikan di teknik pernafasan. Rumah Sakit mencoba
mengadopsi video tersebut Program pengajaran MDI dan pasien harus
menanyakan kesehatan perawatan profesional menunjukkan untuk minum
obat dan mereka harus membawa perangkat mereka untuk menerima
demonstrasi selama kunjungan. Profesional kesehatan harus
mengevaluasi kembali pasien selama mengunjungi Rumah Sakit dan
mendorong mereka untuk membawa perangkat mereka untuk
memberikan demonstrasi

1. (2017) Global initiative for asthma global strategy for asthma management and prevention.
2. Sisay S, Sindew M, Alebachew D (2019) Prevalence and associated factors of bronchial
asthma among adult patients in Debre Berhan referral Hospital, Ethiopia. BMC Res Notes 12:
608. 3. Melsom T, Brinch L, Hessen JO, Schei MA, Kolstrup N, et al. (2001) Asthma and
indoor environment in Nepal. Thorax 56: 477-481. 4. Paolo Montuschi (2006)
Pharmacological treatment of chronic obstructive pulmonary disease. Int J Chron Obstruct
Pulmon Dis 1: 409-423. 5. Shrestha R, Shakya R (2009) Comparison of bronchodilator effect
of salbutamol delivered via MDI and DPI in COPD Patients. SAARC J Tuberc Lung Dis
HIV/AIDS 6: 22-30. 6. Lenney J, Innes JA, Crompton GK (2000) Inappropriate inhaler use:
Assessment of use and patient preference of seven inhalation devices. Respir Med 94: 496-
500. 7. Virchow JC, Crompton GK, Dal Negro R, Pedersen S, Magnan A, et al. (2008)
Importance of inhaler devices in the management of airway disease. Respir Med 102: 10-19.
8. Crompton GK, Barnes PJ, Broeders M, Corrigan C, Corbetta L, et al. (2006) The need to
improve inhalation technique in Europe: A report from the aerosol drug management
improvement team. Respir Med 100: 1479-1494. 9. Lewis A, Torvinen S, Dekhuijzen PNR,
Chrystyn H, Wat-0. (2018) Jimma University Medical Center Hospital outpatient abstract
registers. 11. Vicente Plaza, Concepcion Fernandez-Rodriguez, Carlos Melero, Borja G
Cosio, Luis Manuel Entrenas, et al. (2015) Validation of “Test of adherence to inhalers”
(TAI) for asthma and COPD patients. J Aerosol Med Pulm Drug Deliv 29: 142-152. 12.
Olufemi OD, Cajetan CO, Adekunle OA, Obianuju BO, Joseph OF (2016) Knowledge and
use of asthma control measurement tools in the management of asthma: A survey of doctors
working in family and internal medicine practice in Nigeria. Afr Health Sci 16: 480-489. 13.
Sang Min Lee, Yoon-Seok Chang, Cheol-Woo Kim, TaeBum Kim, Sang-Heon Kim, et al.
(2011) Skills in handling turbuhaler, diskus, and pressurized metered dose inhaler in Korean
asthmatic patients. Allergy Asthma Immunol Res 3: 46-52. 14. AL Jahdali H, Ahmed A, AL-
Harbi A, Khan M, Baharoon S, et al. (2013) Improper inhaler technique is associated with
poor asthma control and frequent emergency department visits. Allergy Asthma Clin
Immunol 9: 8-14. 15. Pun Sangita, Gharti Kul Prasad, Bharati Laxman (2015) Assesment of
inhalation techniques in COPD patient using MDI inhaler and rotahaler at a tertiary care
Hospital in Nepal. Res J Pharm 6. 16. Jayasutha J, Saipavanand, Roshini KV (2014)
Assessment of impact of patient counselling on knowledge, attitude and practices in asthma
patients. Global J Pharmacol 8: 486- 489. 17. (2007) Expert panel report 3: Guidelines for the
diagnosis and management of asthma. National asthma education and prevention program.
18. Alison Hardwell, Victoria Barberb, Tina Hargadonb, Eddie McKnight, John Holmes, et
al. (2011) Technique training does not improve the ability of most patients to use pressurised
metered-dose inhalers (pMDIs). Prim Care Respir J 20: 92-96. 19. Mandeep KS (2017)
Incorrect inhaler techniques in Western India: still a common problem. Int J Res Med Sci 5:
3461-3465. 20. Jolly GP, Mohan A, Guleria R, Rosemary Poulose, George J (2015)
Evaluation of metered dose inhaler use technique and response to educational training. Indian
J Chest Dis Allied Sci 57: 17-20. 21. Maha Al Ammari, Khizra Sultana, Faisal Yunus,
Mohammed Al Ghobain, Shatha M Al Halwan (2016) A cross-sectional observational study
to assess inhaler technique in Saudi hospitalized patients with asthma and chronic obstructive
pulmonary disease. Saudi Med J 37: 570-574. 22. Alpesh C, Prakruti P, Anuradha G, Mira
Desai (2016) An evaluation of metered-dose inhaler administration technique in patients of
asthma and chronic obstructive pulmonary disease. J App Pharm Sci 6: 115-118. 23. Zlatina
I, Nikolay I, Kyuchukov H, Iliya I, Krachunov NA (2016) Improving inhalation technique in
patients with obstructive pulmonary diseases. Biomed Clin Res 9. 24. Kyra Bartolo, Martin
Balzan, Emma Louise Schembri, Rachelle Asciak, Darlene Mercieca Balbi, et al. (2017)
Predictors of correct technique in patients using pressurized metered dose inhalers. BMC
Pulmonary Medicine 17: 47. 255. Milena Kovacevic, Milica Culafic, Marija Jovanovic,
Katarina Vucicevic, Sandra Vezmar Kovacevic, et al. (2017) Impact of community
pharmacists’ interventions on asthma self-management care. Res Social Adm Pharm 14: 603-
611. 26. Manandhar Aastha, Malla Pushpa, Upadhyay Nijan (2016) Assessment of inhalation
technique and the impact of intervention in patients with asthma and COPD in Nepal. World
J Pharm scinces 5: 619-641. 27. Wafaa Gameel Mohamed Ali, Hanan Mohamed Badran
Abou Elmaati (2016) Self management program to improve8. Andrea Hämmerlein, Uta
Müller, Martin Schulz (2010) Pharmacist led intervention study to improve inhalation
technique in asthma and COPD patients. J Eval Clin Pract 17: 61-70. 29. Lara A (2015)
Review of the metered dose inhaler technique in asthmatic and COPD patients in Nigeria.
Niger Med J 7. 30. Geert NR, Anton RJ van Keimpema, Henk MJ, Rob J de Haan (2010)
Predictors of incorrect inhalation technique in patients with asthma or COPD: A study using a
validated videotaped scoring method. J Aerosol Med Pulm Drug Deliv 23: 323-328.
Review Jurnal

Nama ENDRI TEGUH PRATAMA


NIM 1901110577
Kelas Archenar / S1 keperawatan

Judul Conventional and Complementary Healthcare Utilization Among US Adults With


Cardiovascular Disease or Cardiovascular Risk Factors: A Nationally Representative
Survey
Peneliti Wiebke Kathrin Kohl , MD; Gustav Dobos, MD; Holger Cramer, PhD, DSc (hc)
Tahun Received September 25, 2019
accepted March 18, 2020
Jurnal Journal of the American Heart Association
Volume 9
No 9
Halaman 8
DOI DOI: 10.1161/JAHA.119.014759

Latar belakang 1. latar belakang


Penyakit kardiovaskular (CVD) dan faktor risikonya
membutuhkan pengobatan yang berorientasi pada pedoman
untuk memberikan yang terbaik manfaat bagi pasien. Pedoman
ini mencakup rekomendasi untuk pemeriksaan rutin, yang
dilakukan oleh praktisi medis umum. Selain itu, individu
dengan faktor risiko CVD atau CVD cenderung menggunakan
metode pelengkap untuk kondisi mereka. Ada informasi
terbatas tentang hubungan antara pemanfaatan perawatan
kesehatan pelengkap dan kepatuhan terhadap yang
direkomendasikan perawatan kesehatan konvensional
2. Permasalahan dan pertanyaan penelitian
Data dari Survei Wawancara Kesehatan Nasional (NHIS)
menunjukkan bahwa hampir 40% warga Amerika Serikat
menggunakan pendekatan pengobatan komplementer, dan
bahwa kondisi medis yang ditangani dengan pendekatan
semacam itu mencakup faktor risiko CVD seperti tingkat tinggi
kolesterol. Pengobatan komplementer menjelaskan kombinasi
antara perawatan kesehatan konvensional dan bermacam-
macam terapi, seperti yoga, pengobatan pikiran-tubuh (MBM),
pengobatan tradisional Tiongkok, osteopati, kiropraktik, dan
banyak lainnya.14 Ide pengobatan pencegahan dan
komplemente melibatkan tumpang tindih, khususnya
berkenaan dengan modifikasi gaya hidup. 15 Meskipun
menggunakan pendekatan pengobatan komplementer dengan
perawatan konvensional tampak bermanfaat pada individu
dengan CVD atau faktor risiko CVD, 16-23 hanya
mengandalkan pendekatan komplementer dapat menghasilkan
hasil yang lebih buruk. Lebih Khususnya, penggunaan obat
pelengkap dapat dikaitkan dengan kepatuhan yang lebih rendah
terhadap medis yang diperlukan
Pertanyaan penelitian
1. Apakah ada Hubungan pendekatan komplomenter dengan
konvesional pada orang penyakit jantung
2. Apakah pengaruh pengobatan komplomenter pada perilaku
keehatan pada orang penyakit jantung perawatan atau
pemeriksaan. 24
Teori yang digunakan
Analisa data. membandingkan
3. Hipotesis penelitian
a. Hubungan pendekatan pengobatan komplomenter dengan
pengobatan kovesional pada orang penyakit jantung
b. Hubungan pengaruh pengobatan komplomenter dan
perilaku kesehatan pada orang penyakit jantung pada
pengobatan kovesional
Metodologi 2. Variable penelitian
d. Independent
Cardio vascular disease
e. Dependen
Pengobatan komplomenter dan pengobatan kovesional
f. Variable perancu
Perilaku kesehatan. pasien
g. Desain penelitian
Jurnal ini mengnakan metode analisi dari NHIS 2017. Data,
metode digunakan dalam analisis, dan bahan yang
digunakan untuk melakukanpenelitian tersedia online untuk
peneliti manapun untuk tujuan mereproduksi hasil atau
mereplikasi prosedur Menggunakan perkiraan berbasis
populasi, dihitung menggunakan bobot yang dikalibrasi
dengan populasi sensus 2010, survei mewakili total
tertimbang Informasi lebih lanjut tentang komposisi survei,
strategi pengambilan sampel, dan administrasi NHIS
tersedia dari Pusat AS untuk
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
h. Instrument penelitian
Dalam jurnal tidak dijelaskan secara rinci, mereka hanya
menjelaskan bahwa perangkat yang di gunakan berbasis
online

i. prosedur penelitian
Untuk menilai diagnosis CVD, kami menganalisis data
laporan diri pada diagnosis awal jantung koroner
penyakit, infark miokard, angina pektoris, dan
kondisi jantung yang tidak spesifik
Untuk pemanfaatan layanan kesehatan, kami menganalisis
konsultasi yang dilaporkan sendiri dengan dokter (umum
praktisi dan / atau spesialis medis) dan dengan
praktisi pengobatan komplementer (ahli tulang,
naturopaths, praktisi terapi kelasi,
praktisi pengobatan tradisional, dan / atau homeopati)
dalam 12 bulan terakhir

Hasil penelitian Pembahasan


1. jenis analisa data
Kami menghitung prevalensi konsultasi
dengan pengobatan konvensional dan komplementer
praktisi serta perawatan kardiologi preventif
dan pemanfaatan MBM dalam 12 bulan terakhir. Prevalensi
dihitung secara terpisah untuk populasi umum,
Pasien CVD, dan individu dengan faktor risiko CVD
tetapi tidak ada diagnosis CVD, menggunakan bobot
absolut.
Dengan demikian, setiap peserta survei mewakili rata-rata
9223,59 orang pada umumnya
populasi.
Kami selanjutnya menganalisis hubungan antara perawatan
konvensional dan komplementer dengan analisis regresi
logistik ganda. Karena bobot mutlak
akan meningkatkan ukuran sampel dalam tes inferensial,
bobot relatif dihitung dengan membagi bobot individu
peserta dengan bobot rata-rata di peserta survei.
2. Temuan utama penelitian
Penggunaan obat konvensional dan komplementer pun
terkait satu sama lain di antara pasien CVD dan bahkan
lebih jelas pada individu dengan faktor risiko CVD tetapi
tidak ada CVD yang nyata. Dalam kelompok terakhir,
individu menggunakan pengobatan komplementer secara
signifikan lebih sering juga berkonsultasi dengan dokter
umum dan dokter spesialis dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan komplementer obat. Pasien dengan CVD
nyata yang menggunakan pengobatan komplementer juga
lebih sering berkonsultasi dengan dokter spesialis (tetapi
bukan dokter umum) daripada pasien yang tidak
menggunakan pengobatan komplementer Lebih banyak
orang menggunakan
pengobatan komplementer juga hadir untuk tekanan darah
dan pemeriksaan glukosa puasa dalam 12 bulan
sebelumnya dibandingkan mereka yang tidak menggunakan
pengobatan komplementer, tetapi ini perbedaan tidak
mencapai signifikansi statistic
Kesimpulan dan 1. Kesimpulan
saran Baik perawatan kesehatan konvensional maupun komplementer
digunakan secara umum di antara individu dengan atau berisiko
CVD. Individu dengan faktor risiko CVD atau CVD
berkonsultasi dengan praktisi pengobatan komplementer dan
menggunakan MBM lebih mungkin berkonsultasi dengan
dokter umum juga. Dalam CVD nyata, jauh lebih banyak
pasien cenderung berkonsultasi dengan spesialis medis bila
menggunakan pengobatan komplementer daripada
nonpengguna. Lebih
individu yang menggunakan pengobatan komplementer juga
cenderung untuk mematuhi pemeriksaan yang
direkomendasikan. Demikian data kami tidak sesuai dengan
hipotesis asosiasi negatif pemanfaatan layanan kesehatan
komplementer dan ketidakpatuhan terhadap terapi
konvensional dan diagnostik pada individu dengan atau
berisiko CVD. Potensi asosiasi positif dari pemanfaatan
perawatan kesehatan komplementer dan konvensional perlu
dikonfirmasi dalam studi lebih lanjut.
2. Saran
Data diatas mungkin menunjukkan bahwa pengobatan
komplomenter perbengaruh untuk pengobatan tradisional tapi
masihmembutuhkan penelitian lebih lanjut

Daftar pustaka
Review Jurnal

Nama KELOMPOK 1

NIM

Kelas ACHENAR

Judul Nursing Practice to Suport People Living With HIV With Antriretroviral Therapy
Adherence : A Qualitatve Study

Peneliti 1.Lauralie Richard, RN, PhD

2. Jose Cote, RN, PhD

3. Marie Pierre Gagnon, PhD

Tahun 2019

Jurnal Journal if the Association of Nurse in AIDS Care

Volume 30

No 4

Halaman 21-37

DOI http://dx.doi.org/10.10.1097//JNC.0000000000000103

Latar belakang Terapi antiretroviral (ART) adalah kompetensi inti untuk praktik
keperawatan pada HIV sebagaimana didokumentasikan dalam pedoman
praktik terbaik. Intervensi yang dipimpin perawat efektif dalam
mendorong kepatuhan ART pada orang yang hidup dengan HIV
(ODHA). Disini kami melakukan penelitian eksplorasi kualitatif dengan
perawat untuk mengeksplorasi praktik profesional mereka dalam konteks
ART ketaatan. Enam belas perawat berpartisipasi dalam pengumpulan
data: sembilan dalam kelompok fokus dan tujuh dalam wawancara
individu. Kami mengidentifikasi empat tema: membangun hubungan
terapeutik dengan ODHA sebagai landasan asuhan keperawatan HIV;
kegiatan keperawatan untuk mendukung ODHA dengan kepatuhan ART;
tantangan yang dihadapi oleh perawat yang menyediakan perawatan
terkait ART dan mobilisasi sumber daya yang mendukung pengembangan
praktik keperawatan dalam ART manajemen dan perawatan HIV. Aspek
praktik keperawatan HIV perlu diperkuat untuk meningkatkan asuhan
praktik terbaik, seperti pengelolaan ketidakberdayaan dalam konteks
ketidakpatuhan ART.

Metodologi 1. Desain Penelitian


Kami menggunakan desain eksplorasi kualitatif (Deslauriers, &
Kerisit, 1997) untuk menyelidiki aspek praktik keperawatan terkait
dengan kepatuhan ART, termasuk pengalaman memberikan perawatan
kepada ODHA dan mendukung mereka dengan ART
kepatuhan, serta hambatan dan fasilitator untuk berlatih pengembangan
di lapangan.digunakan dalam penelitian ini.

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling


Sampel Kami menggunakan kombinasi pendekatan pengambilan sampel
untuk memilih perawat untuk mengambil bagian dalam kelompok fokus
dan semi terstruktur wawancara individu. Untuk kelompok fokus, kami
menggunakan strategi pengambilan sampel yang mudah untuk merekrut
perawat di salah satu pertemuan triwulanan program pendampingan HIV,
yang menyatukan perawat ahli dari organisasi perawatan kesehatan di
seluruh Kanada. Pertemuan sehari-hari ini menyediakan Perawat spesialis
HIV dengan pendidikan dan pendampingan dan memungkinkan mereka
untuk secara kritis merefleksikan tantangan dan peluang praktik dengan
ODHA. Untuk semistruktur wawancara individu, kami menggunakan
kombinasi maksimum variasi strategi dan pendekatan purposive sampling
pilih peserta (Patton, 2015). Variasi maksimum strategi memastikan
luasnya (sampel heterogen) dalam istilah pengaturan praktik keperawatan
(misalnya, klinik, akademik / penelitian, manajemen), lokasi kerja
(misalnya, tingkat variabel kekurangan klien ODHA), dan profil perawat
(misalnya, jenis kelamin, kualifikasi profesional, pengalaman saat ini atau
masa lalu dalam HIV). Semua perawat (target untuk kelompok fokus dan
wawancara) berbicara bahasa Prancis. Kami mengundang perawat ke
berpartisipasi dalam wawancara melalui email. Kami mengirim undangan
surat melalui daftar kontak program mentoring HIV. Kami secara
sistematis mengecualikan perawat yang telah berpartisipasi dalam
kelompok fokus untuk wawancara individu semi-terstruktur.

3. Variabel Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
eksplorasi, kepatuhan pengobatan, perawat, praktik profesional dan peran
sedangkan variabel dependen penelitian adalah HIV, kepatuhan
pengobatan, perawat, praktik profesional dan peran

4. Prosedur Penelitian
Penulis pertama mengadakan kelompok fokus selama 1 jam (dalam
format ruang pertemuan) dengan sembilan perawat yang terlibat dalam
HIV program pendampingan. Perkembangan wawancara Panduan topik
terinspirasi oleh proyek penelitian di pengalaman ODHA yang
berpartisipasi dalam intervensi berbasis web swakelola untuk mendukung
ART kepatuhan (Cotˆ e, Rouleau, Ramirez-Garcia, & Bourbon- ´ nais,
2015). Topik diskusi dirumuskan untuk menjawab tujuan penelitian
termasuk tantangan yang dihadapi oleh perawat dalam praktik dengan
ODHA terkait kepatuhan ART, serta strategi untuk mengatasi tantangan,
mempromosikan Kepatuhan ART, dan memberdayakan pasien untuk
mengatur diri sendiri perawatan mereka. Kelompok fokus memungkinkan
interaksi antara peserta dan mendorong berbagi ide dan perspektif tentang
topik kepatuhan ART (Patton, 2015). Wawancara semi-terstruktur rata-
rata berlangsung selama 45 menit (kisaran, 37–53 menit). Untuk alasan
praktis, kami melakukan wawancara dalam pengaturan berbeda: tiga di
penulis pertama kantor (dua melalui telepon dan satu bertatap muka), satu
masuk ruang rapat, dan tiga di tempat kerja perawat. Fokus kelompok dan
wawancara membahas topik yang sama (lihat Topik Panduan, Tabel 3).
Selama diskusi kelompok fokus dan wawancara, kami secara khusus
mengundang perawat untuk merefleksikan konkrit contoh dari praktek
mereka sehingga memberikan kekayaan ilustrasi ruang lingkup praktik
dan berbagai cara di mana mereka mendorong kepatuhan ART pada
ODHA. Kita secara digital merekam kelompok fokus dan semua
wawancara dengan persetujuan peserta dan sepenuhnya
mentranskripsikan rekaman. Setiap peserta menyelesaikan
sosiodemografi singkat kuesioner tentang informasi berikut: usia
kelompok, jenis kelamin, pengaturan kerja, kota, pendidikan tertinggi
level selesai, status pekerjaan (penuh waktu, paruh waktu), dan Tahun-
Tahun Pengalaman.

5. Analisis data
Analisis data kualitatif diikuti secara induktif, berulang proses yang
diinformasikan oleh Tesch (1990) dan Paille dan Muc- ´ chielli (2016).
Kami secara tematis menganalisis narasi dari kelompok fokus dan
wawancara semi-terstruktur (Paille & ´ Mucchielli, 2016). Pengkodean
dipimpin oleh penulis pertama dan melibatkan perbandingan lintas
transkrip. Deskriptif kode diatur ke dalam kategori tematik tingkat tinggi.
Dua penulis (G.R. dan L.R.) secara independen menilai nilai deskriptif
kategori terhadap transkrip. Anggota tim lainnya (J.C., M.-P.G., J.P.)
terlibat dalam diskusi tentang temuan tematik awal dan selama proses
penafsiran data. Buku harian refleksif dari analisis dipertahankan oleh
penulis pertama, memberikan jejak audit dari analisis proses dan kategori
yang muncul serta mempromosikan praktik penelitian refleksif. NVivo
Software Pro 11 adalah digunakan untuk memfasilitasi pengelolaan data
dan organisasi. Kriteria kualitas (yaitu, kredibilitas, ketergantungan,
transferabilitas, konfirmabilitas) untuk penelitian kualitatif adalah
digunakan untuk memastikan ketelitian di semua tahapan penelitian
(Lincoln & Guba, 1985; Sandelowski, 1986). Tanya jawab sesi diadakan
dengan tim peneliti untuk berdiskusi tren yang muncul dari analisis data
dan interpretasi dukungan dari temuan. Hasil awal juga disebarluaskan
dan didiskusikan dengan sampel perawat HIV spesialis untuk validasi
melalui konferensi regional.

6. Ethical Clearance
Proyek ini menerima persetujuan etika dari Dewan Peninjau
Kelembagaan Universitas Montreal Pusat Rumah Sakit [CE 15.345].
Partisipasi dalam studi bersifat sukarela, dan persetujuan tertulis
diperoleh sebelumnya untuk melakukan kelompok fokus dan wawancara.

Hasil penelitian Karakteristik Peserta Enam belas perawat berpartisipasi dalam penelitian
ini. Sebagian besar peserta bekerja di klinik perawatan HIV rawat jalan
khusus berlokasi di rumah sakit yang berafiliasi dengan universitas dan
swasta milik pusat kesehatan. Dua peserta bekerja di universitas
pengaturan dan satu bekerja di organisasi kesehatan masyarakat.
Karakteristik sosiodemografi peserta disajikan pada Tabel 4. (ada di
jurnal) Peserta dirujuk untuk melakukan praktik mereka secara holistik
dalam hal asuhan keperawatan HIV, dengan kepatuhan menjadi satu dari
banyak aspek peran mereka dengan ODHA. Hasil dari analisis data
kualitatif mengarah ke identifikasi empat tema inti: (a) membangun
hubungan terapeutik dengan ODHA dalam konteks kerentanan sebagai
landasannya asuhan keperawatan HIV, (b) kegiatan keperawatan untuk
mendukung ODHA dengan kepatuhan ART (c) tantangan yang dihadapi
perawat yang memberikan perawatan terkait ART kepada ODHA, dan (d)
mobilisasi sumber daya untuk mendukung praktik keperawatan
pengembangan manajemen ART dan perawatan HIV. - Membangun
Hubungan Terapeutik Dengan ODHA dalam Konteks Kerentanan
sebagai Landasan HIV Asuhan keperawatan - Membangun
Hubungan Terapeutik Dengan ODHA di Konteks Kerentanan sebagai
Landasan HIV Asuhan keperawatan - Kegiatan Keperawatan untuk
Mendukung Orang Hidup Dengan HIV Dengan Kepatuhan terhadap
Terapi Antiretroviral

Kesimpulan dan Studi kami memberikan pemahaman yang lebih baik tentang perawat
saran
praktik saat ini dalam konteks perawatan dan gudang HIV

menjelaskan tantangan khusus yang berkaitan dengan kepatuhan ART

ence dan area untuk peningkatan praktik. Temuan kami


memberikan dasar yang kokoh untuk merancang pendidikan intervensi
untuk perawat HIV dalam konteks kontinyu

pengembangan profesional, dan ini akan dilakukan sebagai

langkah selanjutnya dari program penelitian kami yang lebih luas. Dalam
terang kami

Hasilnya, jenis intervensi ini bisa bertingkat, mengambil


memperhitungkan komponen sistemik keperawatan

praktik yang dimaksud, termasuk di- di- relasional yang kuat

rumah mewah; kegiatan keperawatan untuk mendukung kepatuhan ART;


tantangan relasional, profesional, dan sosial politik; dan mobilisasi
sumber daya. Mendukung keperawatan terbaik praktek dalam konteks
perawatan HIV akan membutuhkan profesional

peluang pengembangan yang secara khusus ditargetkan untuk perawat


yang mencerminkan tantangan kompleks yang mereka hadapi untuk
ditingkatkan

kualitas perawatan dan meningkatkan hasil kesehatan bagi ODHA.

DAFTAR PUSTAKA

Barroso, J., Leblanc, N. M., & Flores, D. (2017). It’s not just the pills: A qualitative meta-
synthesis of HIV antiretroviral adherence research. The Journal of the Association of Nurses
in AIDS Care: JANAC, 28(4), 462-478. doi:10.1016/j.jana.2017.02.007 Cotˆ e, J., Godin, G.,
Ramirez-Garcia, P., Rouleau, G., Bourbonnais, A., ´ Gueh´ eneuc, Y.-G., ´ … Otis, J. (2015).
Virtual intervention to support self-management of antiretroviral therapy among people living
with HIV.Journal of Medical Internet Research [electronic Resource], 17(1), e6.
doi:10.2196/jmir.3264 Cotˆ e, J., Rouleau, G., Ramirez-Garcia, P., & Bourbonnais, A.
(2015). ´ Virtual nursing intervention adjunctive to conventional care: The experience of
persons living with HIV. Journal of Medical Internet Research‐ Research Protocols, 4(4),
e124. doi:10.2196/resprot.4158 Camp, Y. P. V., Rompaey, B. V., & Elseviers, M. M. (2013).
Nurse-led interventions to enhance adherence to chronic medication: Systematic review and
meta-analysis of randomised controlled trials. European Journal of Clinical Pharmacology,
69(4), 761-770. doi:10.1007/ s00228-012-1419-y Canadian Association of Nurses in
HIV/AIDS Care. (2013a). Caring for clients who are at risk for & living with HIV/AIDS -
Best practice guidelines. Retrieved from http://canac.org/resources/publications/ Key
Considerations m We suggest that evidence-based practice and other sources of evidence in
HIV care should include explicit recommendations about the relational dimensions of nursing
practice. If the quality of the nurse–patient relationship is improved, it may have a significant
impact on patient care and on ART adherence. m It is important to reinforce nurses’ capacity
building in order to ensure that they are prepared and confident about providing HIV- and
ART-related care. m Specific areas of improvement (e.g., dealing with situations of
nonadherence, questioning socioprofessional roles) are needed to strengthen nursing practice
in HIV care and optimize the quality of professional practice and patient care. Table 5.
Recommendations for Future Work Implications for research • Conduct a mixed-method
study to (a) measure enacted (actual) scope of nursing practice in the context of nurses
supporting PLWH in ART adherence and (b) explore (qualitatively) reasons for potential
gaps between the enacted and full scope of nursing practice. • Compare current nursing
practice with the Canadian Association of Nurses in AIDS Care Best Practice Guideline. •
Map and compare the needs of nurses working across different settings (e.g., rural and remote
areas); those with various roles and levels of clinical experience; and those who care for
PLWH with a range of profiles (e.g., drug users, homeless people, women). Implications for
education and practice • Further emphasize the importance of the relational dimensions of the
role of nurses in HIV care to promote ART adherence (e.g., in international best practice
guidelines). • Provide opportunities for ongoing professional development to build
confidence and skills in relational and cultural competencies; acquire and deepen many
sources of knowledge needed by nurses to strengthen professional development; and help
nurses translate this knowledge to nursing activities with PLWH. • Provide accessible
information about education resources (e.g., local, regional, and international conferences on
HIV) and psychosocial resources (e.g., resource directory). • Offer greater opportunities for
nurses to critically reflect on their practices with PLWH and to maintain relationships with
other care providers and networks. • Support nurses’ abilities and competencies to cope with
uncertainty and challenging situations, such as facing sociopolitical determinants that impact
PLWH’s access to ART and managing nonadherence. Note. ART 5 antiretroviral therapy;
PLWH 5 people living with HIV. E36 July-August 2019 • Volume 30 • Number 4 Rouleau et
al. Canadian Association of Nurses in HIV/AIDS Care. (2013b). Core competencies for
HIV/AIDS nursing education at the undergraduate level. Retrieved from
http://canac.org/resources/publications/ Carper, B. A. (1978). Fundamental patterns of
knowing in nursing. Advances in Nursing Science, 1(1), 13. Chinn, P. L., & Kramer, M. K.
(2011). Integrated theory & knowledge development in nursing (8th ed.). St. Louis, MO:
Mosby. Dery, J., D ´ ’amour, D., Blais, R., & Clarke, S. P. (2015). Influences on and
outcomes of enacted scope of nursing practice: A new model. Advances in Nursing Science,
38(2), 136-143. doi:10.1097/ ANS.0000000000000071 D’Amour, D., Dubois, C.-A., Dery,
J., Clarke, S., Tchouaket, E., Blais, ´ R., & Rivard, M. (2012).Measuring actual scope of
nursing practice: A new tool for nurse leaders. Journal of Nursing Administration, 42(5), 248-
255. doi:10.1097/NNA.0b013e31824337f4 Dawson-Rose, C., Cuca, Y. P., Webel, A. R., Sol
´ıs Baez, S. S., Holzemer, ´ W. L., Rivero-Mendez, M., ´ …Lindgren, T. (2016). Building
trust and relationships between patients and providers: An essential complement to health
literacy in HIV care. The Journal of the Association of Nurses in AIDS Care: JANAC, 27(5),
574-584. doi:10.1016/ j.jana.2016.03.001 de Bruin, M., Oberje, E. J. M., Viechtbauer, W.,
Nobel, H.-E., ´ Hiligsmann, M., van Nieuwkoop, C., … Prins, J. M. (2017). Effectiveness and
cost-effectiveness of a nurse-delivered intervention to improve adherence to treatment for
HIV: A pragmatic, multicentre, open-label, randomised clinical trial. The Lancet Infectious
Diseases, 17(6), 595-604. doi:10.1016/S1473-3099(16)30534-5 Deslauriers, J.-P., & Kerisit,
M. (1997). Le devis de recherche qualitative. ´ [Qualitative research design.]. In Poupart, J.,
Deslauriers, J.-P., Groulx, L.-H., Laperriere, A., Mayer, R., & Pires, A. P., ; La recherche `
qualitative. Enjeux epist ´ emologiques et m ´ ethodologiques. [Qualitative ´ research.
Epistemological and methodological issues.] (pp. 85-–111). Montreal, CA: Ga ´ etan Morin. ¨
Dube, V., & Ducharme, F. (2015). Nursing reflective practice: An ´ empirical literature
review. Journal of Nursing Education and Practice, 5(7), 91. doi:10.5430/jnep.v5n7p91
Dumitru, G., Irwin, K., & Tailor, A. (2017). Updated Federal Recommendations for HIV
Prevention with adults and adolescents with HIV in the United States: The pivotal role of
nurses. The Journal of the Association of Nurses in AIDS Care: JANAC, 28(1), 8-18.
doi:10.1016/ j.jana.2016.09.011 Heaslip, V., & Board, M. (2012). Does nurses’ vulnerability
affect their ability to care? British Journal of Nursing, 21(15), 912-916. doi:
10.12968/bjon.2012.21.15.912 Heestermans, T., Browne, J. L., Aitken, S. C., Vervoort, S. C.,
& Klipstein-Grobusch, K. (2016). Determinants of adherence to antiretroviral therapy among
HIV-positive adults in sub-Saharan Africa: A systematic review. BMJ Global Health, 1(4),
e000125. doi: 10.1136/bmjgh-2016-000125 Joint United Nations Programme on HIV/AIDS.
(2014). 90-90-90. An ambitious treatment target to help end the AIDS epidemic. Retrieved
from http://www.unaids.org/en/resources/documents/2017/90-90-90 Joint United Nations
Programme on HIV/AIDS. (2016). Global AIDS update 2016. Retrieved from
http://www.unaids.org/en/resources/ documents/2016/Global-AIDS-update-2016 Joint United
Nations Programme on HIV/AIDS. (2017). Ending AIDS: Progress towards the 90-90-90
targets. Retrieved from http:// www.unaids.org/en/resources/documents/2017/
20170720_Global_AIDS_update_2017 Langebeek, N., Gisolf, E. H., Reiss, P., Vervoort, S.
C., Hafsteinsdottir, ´ T. B., Richter, C.,…Nieuwkerk, P. T. (2014). Predictors and correlates
of adherence to combination antiretroviral therapy (ART) for chronic HIV infection: A meta-
analysis. BMC Medicine, 12(1), 142. doi: 10.1186/s12916-014-0142-1 Leininger, M. (2006).
Madeleine Leininger’s Theory of Culture Care Diversity and Universality. In Parker, M. E.,
Nursing theories and nursing practice (pp. 309-321). Philadelphia, PA: F.A. Davis. Lincoln,
Y. S., & Guba, E. G. (1985). Naturalistic inquiry. Thousand Oaks, CA: Sage. Miller, W. R.,
& Rollnick, S. (2013). Motivational interviewing: Helping people to change (3rd ed.). New
York, NY: Guilford. Ngunyulu, R. N., Peu, M. D.,Mulaudzi, F.M.,Mataboge, M. L. S., &
Phiri, S. S. (2017). Collaborative HIV care in primary health care: Nurses’ views.
International Nursing Review, 64(4), 561-567. doi:10.1111/inr.12359 Nolte, A. G., Downing,
C., Temane, A., & Hastings‐Tolsma, M. (2017). Compassion fatigue in nurses: A
metasynthesis. Journal of Clinical Nursing, 26(23-24), 4364-4378. doi:10.1111/jocn.13766
Paille, P., & Mucchielli, A. (2016). ´ L’analyse qualitative en sciences humaines et sociales
[Qualitative analysis in humanities and social sciences] (4th ed.). Paris, France: Armand
Colin. Patton, M. Q. (2015). Qualitative research & evaluation methods (4th ed.). Thousand
Oaks, CA: Sage. Relf, M. V., Mekwa, J., Chasokela, C., Nhlengethwa, W., Letsie, E.,
Mtengezo, J., … Hopson, D. P. (2011). Essential nursing competencies related to HIV and
AIDS: Executive summary. The Journal of the Association of Nurses in AIDS Care: JANAC,
22(1), S9-S16. doi: 10.1016/j.jana.2010.11.006 Richard, L. (2013). Modelisation syst ´
emique d ´ ’une pratique infirmiere ` d’interface en contexte de vulnerabilit ´ e sociale
[Systemic modeling of an ´ interface nurse practice in a context of social vulnerability].
Montreal, ´ Canada: Universite de Montr ´ eal. ´ Rogers, A. C. (1997). Vulnerability, health
and health care. Journal of Advanced Nursing, 26(1), 65-72. doi:10.1046/j.1365-
2648.1997.1997026065.x Sandelowski, M. (1986). The problem of rigor in qualitative
research. ANS. Advances in Nursing Science, 8(3), 27-37. Tesch, R. (1990). Qualitative
research: Analysis types and software tools. New York, NY: Falmer Press. Tong, A.,
Sainsbury, P., & Craig, J. (2007). Consolidated criteria for reporting qualitative research
(COREQ): A 32-item checklist for interviews and focus groups. International Journal for
Quality in Health Care, 19(6), 349-357. doi:10.1093/intqhc/mzm042 Tunnicliff, S. A., Piercy,
H., Bowman, C. A., Hughes, C.,& Goyder, E. C. (2013). The contribution of the HIV
specialist nurse to HIV care: A scoping review. Journal of Clinical Nursing, 22(23-24), 3349-
3360. doi:10.1111/jocn.12369 Wood, E. M., Zani, B., Esterhuizen, T. M., & Young, T.
(2018). Nurse led home-based care for people with HIV/AIDS. BMC Health Services
Research, 18(1), 219. doi:10.1186/s12913-018-3002-4

Anda mungkin juga menyukai