Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN DENGAN FEBRIS DI RUANG


ANAK ASOKA
RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN

Dengan dosen pembimbing :


Ns. Nurul Anjarwati, M.Kep., Sp.Kep.An.

Disusun Oleh :
Endri Teguh Pratama (1901110577)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN DENGAN FEBRIS DI RUANG
ANAK ASOKA
RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN

Dengan dosen pembimbing :


Ns. Nurul Anjarwati, M.Kep., Sp.Kep.An.

Disusun Oleh :
Endri Teguh Pratama (1901110577)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktik dengan judul “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak


Pada Pasien Dengan Febris Di Ruang Anak Asoka Rsud Bangil Kabupaten
Pasuruan”. Telah disetujui oleh pembimbing lahan dan pembimbing institusi STIKes
Kendedes Malang Program Studi S1 Keperawatan Pada

Malang,

Endri Teguh Pratama

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )
BAB I
KONSEP PENYAKIT
I.1 Definisi
Demam/Fever/Febris, bila suhu tubuh > 37,70 C. Ada yang menyebutkan
demam sebagai peningkatan suhu tubuh diatas normal (380 – 400C). Hiperpireksia,
bila suhu tubuh > 41,10 C, ada juga yang menyebutkan > 400 C. Subfebris, bila suhu
tubuh diatas normal, tapi lebih rendah dari 37,70C (Zein, 2012).
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam
adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam
terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu
atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan (Hartini, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak
merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus.
Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem
tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan
imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan
terhadap infeksi (Wardiyah, 2016).

I.2 Etiologi
Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh beredarnya suatu molekul kecil di
dalam tubuh kita yang disebut dengan Pirogen, yaitu zat pencetus panas. Biasanya
penyebab demam sudah bisa diketahui dalam waktu satu atau dua hari dengan
pemeriksaan medis yang terarah.
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi juga
dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian
obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak,
koma).
Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam
diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat penyekit pasien, pelaksanaan
pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan
laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif, 2015).
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat
toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor
otak atau dehidrasi (Guyton dalam Thobroni, 2015).
Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dalam
Thobroni (2015) bahwa etiologi febris,diantaranya
1. Suhu lingkungan.
2. Adanya infeksi
3. Pneumonia.
4. Malaria.
5. Otitis media.
6. Imunisasi

I.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal, memmbran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) serta elektrolit lainnya kecuali ion kloirda (Cl-). Akibatnya,
konsentrasi ion K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di
luar sel neuron berlaku sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
sebagai potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini, diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase ynag terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra seluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawia atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran neuron itu sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan meningkatkan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak
berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang
dewasa yang hanya mencapai 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel yang
mengakibatkan lepasnya aliran listrik. Lepasnya aliran listrik ini sedemikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh bagian sel maupun membran sel di sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” sehingga terjadilah kejang.Ambang kejang tiap anak
berbeda. Pada anak dengan ambang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380C,
sedang anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau
lebih.
I.4 Pathways
I.5 Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan

I.6 Komplikasi
1. Dehidrasi : demam ↑ penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayan otak
3. Takikardi, Insufisiensi jantung, Insufisiensi pulmonal

I.7 Penatalaksanaan
Pada keadaan hipepireksia ( demam ≥ 41 °C ) jelas diperlukan
penggunaan obat – obatan antipiretik. Ibuprofen mungkin aman bagi anak – anak
dengan kemungkinan penurunan suhu yang lebih besar dan lama kerja yang
serupa dengan kerja asetaminofin.
I.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan demam menurut (Zein, 2012),
Pemeriksaan radiologis :
Thorax, USG upper dan lower abdomen, bila dibutuhkan juga harus diperiksa
CT scan abdomen, pemeriksaan darah lengkap, termasuk kimia darah, serologi terhadap
beberapa seromarker yang ada, serta pemeriksaan imunologi, seperti ANA test untuk
melihat kemungkinan SLE.

Pemeriksaan labolatorium :

1. Darah dan urine rutin merupakan pemeriksaan dasar untuk penjajakan demam.
Kalau dari darah dan urine rutin sudah dapat menemukan penyebab demam,
maka pemeriksaan lainnya hanya untuk konfirmasi diagnostik atau untuk melihat
kemungkinan komplikasi. Banyak penyakit infeksi sudah bisa diketahui atau
sudah dapat diduga dengan pemeriksaan darah dan urine rutin dan dikonfirmasi
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada Tabel 1 beberapa
penyakit infeksi yang umum di Indonesia dengan manifestasi demam dapat
dibedakan dengan pemeriksaan darah rutine dan mengenali jenis demamnya.
Beberapa petunjuk penting pada kasus demam akibat penyakit infeksi dan non
infeksi yang lazim ditemukan pada pemeriksaan darah rutin antara lain:
a. Anemia sering dijumpai pada malaria, leptospirosis, demam tifoid, tuberkulosis,
infeksi saluran kemih dengan batu (biasanya disertai dengan hematuria), SLE,
ITP, dan malignansi.
b. Leukopenia sering dijumpai pada infeksi virus akut seperti DBD, chikungunya,
demam tifoid, ITP, anemia aplastik.
c. Leukositosis dijumpai pada infeksi bakteri, malaria, leptospirosis, leukemia
(lebih dari 20.000).
d. Trombositopenia dijumpai pada DBD, chikungunya, leptosopirosis, malaria,
ITP, dan anemia aplastik.
e. Hematokrit meningkat pada keadaan dehidrasi seperti pada diare akut, DBD.
f. Limfopenia dijumpai pada infeksi virus akut
g. Limfositosis dijumpai pada infeksi kronik seperti tuberkulosis
h. LED meningkat pada kasus infeksi bakteri, anemia kronik.
i. Eosinofilia lazim ditemukan pada demam dengan invasi parasit seperti
askariasis, trichuriasis, schistosomiasis, necatoriasis, trichinosis, fascioliasis,
gnathostomiasis, paragonimiasis, Loefler’s syndrome dan reaksi alergi
2. Urinalisis harus dilakukan pada urine yang baru ditampung. Proteinuria ringan
bisa dijumpai pada pasien demam dengan berbagai sebab. Proteinuria juga
dijumpai pada keadaan hematuria. Gross hematuria sering dijumpai pada pasien
leptospirosis, malaria berat (Black Water Fever), batu saluran kemih, DBD, dan
kelainan hemostasis.
3. Pemeriksaan feses, merupakan pemeriksaan sederhana secara mikroskopik,
dapat menemukan berbagai mikroorganisme penyebab demam, seperti amuba,
shigella, berbagai cacing usus, dan berbagai jenis jamur. Pemeriksaan feses bisa
dilanjutkan dengan kultur dan tes sensitivitas serta PCR. Bila diperlukan kultur
feses sesuai dengan mikroorganiosme yang dicurigai sebagai penyebab.
4. Malaria smear dengan sediaan darah tebal dan tipis harus dilakukan pada pasien
demam yang dicurigai malaria. Pemeriksaan darah malaria harus diambil dari
ujung jari (darah tepi, bukan darah vena). Hapusan darah tebal dan tipis dibuat
dalam satu slide, dan untuk darah tebal, tidak difiksasi. Pewarnaan Giemsa untuk
sediaan darah tepi malaria harus susuai dengan standard.
5. Rapid Diagnostic Test (RDT) dengan stick saat ini banyak digunakan untuk
mendeteksi berbagai infeksi seperti DBD (NS1, IgM, IgG), Malaria (falciparum
dan vivax), Influenza, Demam tifoid (typhidot), Leptospirosis, Infeksi HIV.
6. Bacterial smear dapat dilakukan dari urine atau sekret yang diduga sebagai
akibat dari infeksi.
7. Tes Antigen saat ini terus berkembang untuk beberapa penyakit infeksi, seperti
NS1 pada DBD
8. Tes Serologik. Berbagai jenis tes serologik terus berkembang saat ini untuk
menegakkan diagnosis penyakit dan berbagai marker penyakit. Pemeriksaan
serologik untuk mendiagnosa penyebab demam dimintakan sesuai dengan
penilaian klinis. Misalnya, ASTO meninggi pada demam rematik, ANA positip
pada SLE, viral marker hepatitis seperti anti HCV, HbsAg, IgM anti HVA pada
hepatitis akut, dan lain- lain.
9. Kultur darah dan sensitivity test harus dimintakan sesuai dengan
temuan dan dugaan klinis. Pengambilan sampel darah untuk kultur setelah
pemberian antibiotik selalu memberikan nilai negatip. Permintaan kultur jenis
bakteri atau jamur tertentu akan lebih terarah dalam menelusuri etiologi
penyebab demam.
10. Kimia Darah, seperti Elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin, LFT, dan lain-lain
tergantung kondisi klinis pasien. Pemeriksaan kimia darah ditujukan untuk
melihat fungsi organ dan gangguan metabolik lain akibat penyakit yang
mendasari atau akibat komplikasinya, dan juga untuk menunjang diagnosis
penyebab demamnya. Misalnya, tuberkulosis selalu sebagai komplikasi diabetes,
gangguan fungsi ginjal terjadi pada Weil’s diseases, hiponatremia bisa terjadi
pada malaria dan DBD, enzim transaminase selalu meninggi pada DBD,
leptospirosis dan malaria.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a. Identitas klien Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, nama
orang tua, perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa, agama.
b. Keluhan utama Klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh
panas > 37,5 °C, berkeringat, mual/muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya didapatkan peningktan suhu tubuh
diatas 37,5 °C, gejala febris yang biasanya yang kan timbul menggigil,
mual/muntah, berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah, nyeri otot dan sendi.
d. Riwayat kesehatan dulu Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah
mengalmi penyakit sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga baik
itu penyakit keturunan ataupun penyakit menular, ataupun penyakit yang sama.
f. Genogram Petunjuk anggota keluarga klien.
g. Riwayat kehamilan dan kelahiran Meliputi : prenatal, natal, postnatal, serta
data pemebrian imunisasi pada anak.
h. Riwayat sosial Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial klien
i. Kebutuhan dasar
1) Makanan dan minuman Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan
susuh untuk makan sehingga kekurang asupan nutrisi.
2) Pola tidur Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien
merasa gelisah dan berkeringat.
3) Mandi
4) Eliminasi Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan juga
bisa mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi cair.
j. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta
tinggi badan
2) Tanda – tanda vital Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x i
Head to toe
a) Kepala dan leher Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
b) Kulit, rambut, kuku Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan.
c) Mata Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.
d) Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut Bentuk, kebersihan, fungsi indranya
adanya gangguan atau tidak, biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir
klien akan kering dan pucat.
e) Thorak dan abdomen Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri
dan ada peningkatan bising usus bising usus normal pada bayi 3 – 5 x
f) Sistem respirasi Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam
g) Sistem kardiovaskuler Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat
h) Sistem muskuloskeletal Terjadi gangguan apa tidak.
i) Sistem pernafasan Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan
nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma
j) Pemeriksaan tingkat perkembangan
(1) Kemandirian dan bergaul Aktivitas sosial klien
(2) Motorik halus Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota
tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Misalnya : memindahkan benda dari tangn satu ke yang lain, mencoret – coret,
menggunting
(3) Motorik kasar Gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian
besar atau seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh kematangan fisik anak contohnya
kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga ( Lerner & Hultsch. 1983)
(4) Kognitif dan bahasa Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung.
k. Data penunjang Biasanaya dilakukan pemeriksaan labor urine, feses, darah, dan
biasanya leokosit nya > 10.000 ( meningkat ) , sedangkan Hb, Ht menurun. m.
Data pengobatan Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi shu
tubuh klien, seperti ibuprofen, paracetamol (Yahya, 2018).

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertemi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme (D.0130)


2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi (D.0001)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
2.3 Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Hipertemi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia (I. 15506) Mengidentifikasi dan
berhubungan keperawatan 3x 24 jam, diharapkan : Observasi mengelola kelebihan
dengan peningkatan 1. Pucat menurun  Ldentifikasi penyebab Hipertermia volume cairan
laju metabolisme  Monitor suhu tubuh intravaskuler dan
(D.0130) 2. Menggigil menurun ekstraseluler serta
 Monitor kadar elektrolit
3. Takikardi menurun mencegah terjadinya
 Monitor komplikasi akibat komplikasi
4. Suhu membaik Hipertermia
Terapeutik
5. Suhu kulit membaik  Longgarkan atau lepaskan pakaian
(Termoregulasi L.14134) ketat
 Berikan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan tirah baring Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit
2 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (L. 01011) Mengidentifikasi dan
tidak efektif keperawatan 3x 24 jam, diharapkan : Observasi mengelola kepatenan jalan
berhubungan dengan 1. Produksi mukus menurun  Monitor pola napas napas
proses infeksi 2. Dispnea  Monitor bunyi napas tambahan
(D.0001) 3. Frekuensi napas membaik Terapeutik
4. Pola napas membaik
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
(Bersihan jalan napas L.01001)  Berikan minuman hangat
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
 Ajarkan teknik batuk efektif
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan tanda vital (I.02060) Mengumpulkan dan
berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan : Observasi Menganalisis data hasil
kelemahan (D.0056)  Monitor nadi ( frekuensi, kekuatan, pengukuran fungsi vital
1. Frekuensi nadi membaik kardiovaskuler,
irama )
2. Kemudahan dalam melakukan  Monitor pernapasan (frekuensi, pernafasan dan suhu tubuh
aktivitas sehari - hari kedalaman )
3. Perasaan lemah menurun  Monitor suhu tubuh
4. Frekuensi napas membaik  Monitor oksimetri nadi
(Toleransi aktivitas L.05047)
 Identifikasi penyebab perubahan tanda
vital
Terapeutik
 Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikam hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
2.4 Implementasi
Menururt Mufidaturrohmah (2017) Implementasi merupakan tindakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan
mandiri merupakan aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas
kesehatan lain. Bentuk-bentuk implementasi keperawatan antara lain:
1. Pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau mempertahankan
masalah yang ada
2. Pengajaran atau pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu
menambah pengetahuan tentang kesehatan
3. Konseling klien untuk memutuskan kesehatan klien
4. Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan
masalah kesehatan
5. Membantu klien dalam melakukan aktivitas sendiri
6. Konsultasi atau diskusi dengan tenaga kesehatan lainnya.

2.5 Evaluasi
Menurut Mufidaturrohmah (2017) evaluasi perkembangan
kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk
mengetahui perawatan yang diberikan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan
balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif
adalah hasil dari umpan balik selama proses keperawatan berlangsung.
Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah proses
keperawatan selesai dilaksanakan dan memperoleh informasi efektifitas
pengambilan keputusan. Evaluasi keperawatan pada pasien Risiko
Perilaku Kekerasan yaitu:
Subyektif:
1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan
gejala marah)
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan)
4. Klien dapat menyebutkan dampak dari perilaku kekerasan (diri sendiri,
orang lain, lingkungan)
Objektif:
1. Klien tampak menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
2. Klien tampak menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan
gejala marah)
3. Klien tampak menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan)
4. Klien tampak menyebutkan dampak dari perilaku kekerasan (diri sendiri,
orang lain, lingkungan)
DAFTAR PUSTAKA

Hartini, S., & Pertiwi. (2015). Efektifitas kompres air hangat


terhadap penunrunan suhu tubuh anak demam usia 1 – 3
tahun di SMC RS Telogorejo Semarang.
Http://ejournal.siktestelogorejo.ac.id
M .Thobroni, imam. (2015). Belajar dan Pembelajaran : Teori dan
Praktek.
Yogyakarta : Arr-Ruzz Media
Nur, Rohmah Resty P And Agus Sarwo Prayogi, And Eko
Suryani, (2018) Penerapan Kompres Hangat Pada Anak
Demam Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nyaman
Di Rsud Sleman. Skripsi Thesis, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta. Http://Eprints.Poltekkesjogja.ac.id/1413/
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Edisi
Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1
ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI): Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1
ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan
II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Wardiyah, Aryanti. (2016). Perbandingan Efektifitas Pemberian
Kompres Hangat Dan Tepid sponge Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Anak Yang Mengalami demam Rsud Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu Keperawatan
- Volume 4, No. 1, 45. Diakses dari
Http://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/download/101/94
Yahya, M. Azmi. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien An. Q
Dengan Febris Di Ruang Rawat Inap Anak Rsud Dr. Achmad
Mochtar Bukittinnggi Tahun
.Http://Repo.Stikesperintis.ac.id/1208/1/46%20siska
%20damayanti. Pdf
Zein, Umar. 2012. Buku Saku Demam. Medan : USU PRESS 2012

Anda mungkin juga menyukai