Anda di halaman 1dari 10

I.

DEFINISI
Febris (demam) adalah kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang
normalsebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam
hipotalamusanterior. Suhu tubuh normal dapat dipertahankan, ada perubahan
suhu lingkungan,karena adanya kemampuan pada pusat termoregulasi untuk
mengatur keseimbanganantara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh
otot dan hati, dengan panasyang hilang. Dalam keadaan febris, keseimbangan tersebut
bergeser hingga terjadipeningkatan suhu dalam tubuh. (Ngastiyah, 2005).
Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu
tubuhsecara abnormal.Febris (demam) yaitu meningkatnya temperature tubuh
secaraabnormal (Asuhan Keperawatan Anak 2001).
Febris (demam) yaitu meningkatnya suhu tubuh yang melewati batas normalyaitu
lebih dari 38 C (Fadjari Dalam Nakita 2003).Febris (demam) yaitu merupakan rspon
yangsangat berguna dan menolong tubuhdalam memerangi infeksi (KesehatanAnak
1999)

II. ETIOLOGI
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolikmaupun penyakit lain. (Julia, 2000). Menurut Guyton (1990) demam dapat
disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi
pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi
suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai
ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain:ketelitian penggambilan
riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit
dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama
demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam. Demam
belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam
terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap
belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara
intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.
III. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala demam antara lain :
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C- 40 C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,anoreksia
dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari37,5 ºC-40ºC, kulit
hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit
kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil / merinding perasaan
hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala
verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat (Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).

IV. PATOFISIOLOGI
A. SKEMA
Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga

Toksik mikrooranisme menyebar secara hematogen dan limfogen

Kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain


Hipertermi

Pelepasan mediator kimia oleh neuron seperti prostaglandin, epinfrin

Peningkatan potensial membrane

Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium ke dalam sel neuron dengan

cepat Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat

Peunurunan respon rangsangan dari luar Spasma otot mulut,


lidah, bronkus

Resiko penyempitan atau


Resiko cidera penutupan jalan nafas

Bersihan jalan
napas tidak efektif
B. URAIAN
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronchitis penyebab terbanyaknya bakteri bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun
limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikkan pengaturan suhu hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya
secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot. Naiknya suhu hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin yang dapat
muncul masalah keperawatan hipertermi. Pengeluaran mediator kimia ini dapat
merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang
merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke
dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron
dengan cepat sehingga timbul kejang serangan yang cepat itulah yang dapat
menjadikan anak mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstemitas maupun
bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak berisiko terhadap injuri dan
kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus dengan munculnya
masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif.

V. PENGKAJIAN FOKUS KEERAWATAN


Menurut Nurarif (2015) proses keperawatan pada anak demam/febris adalah sebagai
berikut :
1. Pengkajian
a. Identitas: umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan
c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai
demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll),
apakah menggigil, gelisah.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak)
2. Pemeriksaan fisik Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi
3. Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori
1) Sistem persyarafan: kesadaran
2) Sistem pernafasan
3) Sistem kardiovaskuler
4) Sistem gastrointestinal
5) Sistem integument
6) Sistem perkemihan
b. Pada fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolism
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola toleransi dan koping stress 20
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. Foto rontgent
c. USG, endoskopi atau scanning

VI. MASALAH KEPERAWATAN


1. Hipertermi
2. Resiko cidera
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif

VII. MASALAH KOLABORATIF


Di dalam mengatasi permasalahan klien perawat tidak bisa
menyelesaikannya sendiri sehingga perlu adanya kerjasama dengan tenaga
kesehatan lainnya. Kolaborasi sangat penting dilakukan oleh perawat untuk
mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang cepat dan tepat. Dalam
berkolaborasi perawat harus memperhatikan prinsip - prinsip kolaborasi
sehingga mendapatkah hasil sesuai yang diinginkan dan saling menghargai
pendapat dan mempercayai tim medis lain untuk dapat mengerjakan tugasnya
dengan benar. Kolaborassi yang benar dan tepat tentunya akan bermanfaat
terhadap pasien, pasien akan mendapat asuhan keperawatan dan tepat dan
keselamatan pasien terjamin selama berada dirumah sakit (Syafridayani, 2019).
1) Kolaborasi dengan dokter
2) Kolaborasi dengan tim laboratorium
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori supaya nutrisi
terpenuhi

VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis
yang serius atau setidaknya data laboratoris yang menunjang kecurigaan
klinis Pemeriksaan penunjang pada anak yang mengalami demam atau febris
adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada febris atau demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara
lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah
2) Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah
0,6–6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi
lumbal dianjurkan pada:
a) Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan
b) Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan
c) Bayi >18 bulan – tidak rutin
3) Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat
darurat. CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi
baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray
kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti:
a) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b) Paresis nervus VI
c) Papiledema (Hardiono D Pusponegoro, 2006).
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan utama untuk klien dengan masalah febris konvulsi adalah :
1. Hipertermi
a) Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
b) Batasan karakteristik
Suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea,
dan kulit terasa hangat.
c) Faktor yang berhubungan
Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit (infeksi),
ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan.

2. Risiko
cidera
a) Definisi
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik.
b) Faktor yang berhubungan
Terpapar pathogen, terpapar zat kimia toksik, tepapar agen nosocomial,
ketdakamanan transportasi, ketidaknormalan profil darah, perubahan
orientasi afektif, perubahan sensasi, desfungsi autoimun, disfungsi
biokimia, hipoksia jaringan, kegagalan mekanisme pertahanan tubuh,
malnutrisi, perubahan fungsi psikomotor, perubahan fungsi kognitif.

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif


a) Definisi
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten
b) Batasan karakteristik
Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebihan, mengi,
wheezing atau ronkhi kering, meconium di jalan napas, dispnea, sulit
berbicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi
napas berubah, pola napas berubah
c) Faktor yang berhubungan
Spasme jalan napas , hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler,
benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang
tertahan, hyperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi,
efek agen farmakologis
X. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan
No. Tujuan Keperawatan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
(SDKI)
DX (SLKI) (SIKI)

1 Hipertermi Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan Observasi


termogulasi membaik - Identifikasi penyebab hipertermia
Kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
- Menggigil menurun - Monitor kadar elektrolit
- Kulit merah menurun - Monitor haluaran urine
- Kejang menurun - Monitor komplikasi akibat hipertermia
- Akrosianosis menurun Teraupetik
- Konsumsi oksigen menurun - Sediakan lingkungan yang dingin
- Piloereksi menurun - Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Vasokonstriksi perifer menurun - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Kutis memorata menurun - Berikan cairan oral
- Pucat menurun - Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
- Takikardi menurun mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
- Takipnea menurun - Lakukan pendinginan eksternal
- Bradikardi menurun - Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Dasar kuku sianolik - Berikan oksigen
- Hipoksia menurun Edukasi
- Suhu tubuh membaik - Anjurkan tirah baring
- Suhu kulit membaik Kolaborasi
- Kadar glukosa darah membaik - Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
- Pengisian kapiler memvaik
- Ventilasi membaik
- Tekanan darah membaik
2. Risiko cidera Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 24 jam diharapkan Observasi
tingkat cidera menurun - Identifikasi kebutuhan keselamatan
Kriteria hasil : - Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
- Toleransi aktivitas meningkat Terapeutik
- Nafsu makan meningkat - Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
- Toleransi makanan meningkat - Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan
- Kejadian cedera menurun resiko
- Luka atau lecet menurun - Sediakan alat bant keamanan lingkungan
- Ketegangan otot menurun - Gunakan perangkat pelindung
- Fraktur menurun - Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
- Perdarahan menurun - Fasilitas relokasi skrining bahaya lingkungan
- Ekspresi wajah kesakitan menurun Edukasi
- Agitasi menurun - Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi
- Intabilitas menurun bahaya lingkungan
- Gangguan mobilitas menurun
- Gangguan kognitif menurun
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi nadi membaik
- Frekuensi napas membaik
- Denyut jantung apikal membaik
- Denyut jantung radialis membaik
- Pola istirahat tidur membaik
3. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 24 jam diharapkan Observasi
efektif bersihan jalan napas meningkat - Monitor pola napas
Kriteria hasil : - Monitor bunyi napas tambahan
- Batuk efektif meningkat - Monitor sputum
- Produksi sputum menurun Terapeutik
- Mengi menurun - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-lift dan chin-
- Wheezing menurun lift
- Mekonium menurun - Posisikan semi flower atau flower
- Dispnea membaik - Berikan minum hangat
- Ortopnea membaik - Lakukan fisioterapi dada
- Sulit bicara membaik - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Sianosis membaik - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Gelisah membaik - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Frekuensi napas membaik - Berikan oksigen
- Pola napas membaik Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
- Ajarkan teknik batuk aktif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
XI. DAFTAR PUSTAKA

Laily & Sulistyo . (2012). Personal Hygiene Konsep, Proses dan Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan
Pengurus Pusat.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai