Anda di halaman 1dari 72

ASUHAN KEPERAWATAN

KEJANG DEMAM PADA


An UFA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
PERFUSI CEREBRAL TIDAK EFEKTIF
DI RUANG IRENE 2 RS SANTO BORROMEUS BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan Anak

Oleh :
MAGDALENA RINDAWATII
NIM : 30120119007K

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam adalah kelainan neurologis yang paling sering terjadi pada
anak, yaitu pada 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam.
Penyebab kejang demam pada anak yang masih berusia dibawah 5 tahun
adalah karena pada usia tersebut sangat rentan terhadap berbagai penyakit
yang disebabkan sistem kekebalan tubuh yang belum terbentuk secara
sempurna (Harjaningrum, 2011). Kejang pada anak dapat mengganggu
kehidupan keluarga dan kehidupan sosial orang tua khususnya ibu, karena
stress dan rasa cemas yang luar biasa. Bahkan, ada yang mengira anaknya
akan meninggal karena kejang. Beberapa ibu akan panik ketika anak mereka
demam dan melakukan kesalahan dalam mengatasi demam dan
komplikasinya. Biasanya saat anak demam ibu akan memakaikan pakaian
tebal pada anak karna anak akan terlihat menggigil saat demam dan
kebanyakan kesalahan ibu saat anak kejang adalah ibu menahan kekakuan
pada kaki dan tangan anaknya Kesalahan penanganan yang dilakukan oleh
ibu salah satunya disebabkan karena kurang pengetahuan dalam menangani.
Memberikan informasi kepada ibu tentang hubungan demam dan kejang itu
sendiri merupakan hal yang penting untuk menghilangkan stress dan cemas
mereka (Hazaveh, 2011).

WHO memperkirakan terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang


demam dan lebih 216 ribu diantaranya meninggal dengan usia antara 1 bulan
sampai 11 tahun dengan riwayat kejang demam sekitar 77%. (WHO, 2018).
Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi sekitar 80%-
90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana.(Pasaribu,
2014). Untuk penderita kejang demam di negara Asia Tenggara didapatkan
sebesar 7,2 per 1.000 anak sekolah usia 5-7 tahun (Pasaribu, 2014) Angka
kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan sekitar 14.254 penderita
(Depkes RI, 2018).

Gejala yang mungkin muncul saat anak mengalami kejang demam antara
lain : demam tinggi, kejang tonik-klonik / grand mal, pingsan, postur ionic
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh biasanya berlangsung selama 16-20
detik). Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat berirama,
biasanya berlangsung dalam 1-2 menit), lidah atau pipi tergigit, gigi atau
rahangnya tertutup rapat, inkontinentia (mengeluarkan air kemih atau tinja
diluar kesadaran)., hilang kesadaran, tangan dan kaki kaku tersentak-sentak,
sulit bernafas, mulut mengeluarkan busa, wajah dan kulit menjadi pucat atau
kebiruan, dan mata berputar sehingga hanya bagian putih saja yang nampak.
Komplikasi yang sering terjadi adalah : kerusakan sel otak, penurunan IQ
pada demam yang berlangsung selama 15 menit, henti nafas, epilepsy
(Mansjoer Arif dkk, 2010).

Upaya yang dapat dilakukan tenaga medis khususnya perawat untuk


mencegah atau mengurangi jumlah penderita kejang demam yaitu dengan
aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Preventif, yang pertama
dengan cara memberi anak banyak minum, kedua dengan mengompres anak
dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan siku selama 10-15 menit, dan
ketiga dengan memakaikan anak dengan pakaiaan yang tipis dan longgar,
kemudian promotif, yaitu dengan penyuluhan atau dengan promosi kesehatan
ke masyarakat khususnya untuk kalangan ibu-ibu agar dapat menambah
pengetahuan tentang penyebab kejang demam. Sebenarnya banyak hal yang
dapat dilakukan ibu dalam mengatasi demam pada anak sebelum terjadi
kejang dan selanjutnya membawa kerumah sakit, kuratif yaitu dengan cara
mengukur suhu dan memberikan obat penurun panas, kompres air hangat
(yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan anak) dan memberikan
cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh anak, yang terakhir yaitu
dengan rehabilitatif, dengan cara ibu dianjurkan untuk selalu rutin membawa
anaknya untuk kontrol atau cek kesehatan sesuai anjuran dokter ataupun
tenaga medis lain khususnya perawat.. Ibu harus menyadari bahwa demam
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kejang, dikarenakan adanya
peningkatan suhu tubuh yang cepat.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui tinjauan teori kejang demam,


pengkajian pada anak dengan kejang demam, diagnosa keperawatan,
perencanaan tindakan asuhan keperawatan, pelaksaanaan asuhan
keperawatan, evaluasi, dan dokumentasi asuhan keperawatan

C. Metode Penulisan
Metode penulisan terdiri dari : Konsep dasar medis : pengertian, anatomi
dan fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, faktor resiko,
klasifikasi kejang demam, komplikasi, pemeriksaan diagnostik,
penalaksanaan medis. Konsep dasar keperawatan : pengkajian keperawatan,
diagnosis keperawatan, intervensi keperawatan

D. Sistematika Penulisan

Bab 1 : Pendahuluan, berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode


penulisan dan sistematika penulisan, Bab 2 : Tinjauan teori, berisi tentang
konsep penyakit dari sudut medis dan asuhan keperawatan pada anak dengan
diagnose medis kejang demam, Bab 3 : Tinjauan kasus berisi tentang data
hasil pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi, Bab 4 : Pembahasan berisi tentang perbandingan antar teori dengan
kenyataan yang ada di lapangan, Bab 5 : Penutup, berisi tentang kesimpulan
dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi.
Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Anak
yang sebelumnya pernah mengalami kejang tanpa demam tidak digolongkan
sebagai penderita kejang demam, serangan kejang dapat terjadi satu kali,
dua kali, tiga kali, atau lebih sekama satu episode demam (Syilfia, 2015).
Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan
insiden puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang
demam jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas 5 tahun.
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi
peningkatan risiko pada anak yanga memiliki riwayat kejang demam pada
keluarga. Kejang demam berkaitan dengan demam, biasanya terkait
penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak, tetapi dapat sangat
menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian besar kasus,
prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi tanpa adanya infeksi
intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).
Kejang demam adalah perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan
sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktivitas
abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan dan
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38C) disebabkan oleh
proses ekstrakranium ( Bararan dan Jaumar, 2013)
2. Anatomi dan Fisiologi

Sumber : http://thnm.adam.com
a. Otak
Otak terdiri dari otak besar yaitu disebut cerebrum, otak kecil disebut
cerebellum dan batang otak disebut brainstem. Beberapa
karakteristik khas otak anak yaitu mempunyai berat lebih kurang 2 % dari
berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebanyak 20 % dari cardiac
output dan membutuhkan kalori sebesar 400 kkal setiap hari. Otak
mempunyai jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang
didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan
glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak
yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang
berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka
metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami
kerusakan. Secara struktural,cerebrum terbagi menjadi bagian korteks
yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktural
subkortikal.Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi
untuk mengenal,interpretasi inpuls sensorik yang diterima sehingga
individu merasakan, menyadari adanya suatu sensasi rasa/indera tertentu.
Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data memori sebagai
hasil rangsang sensorik selama manusia hidup. Korteks motorik berfungsi
untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya.
Struktur Sub Kortikal :
1) Basal ganglia : melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan
mengkoordinasi gerakan dasar, gerakan halus atau gerakan trampil dan
sikap tubuh.
2) Talamus : merupakan pusat rangsang nyeri.
3) Hipotalamus : pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem syaraf
otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting. Seperti makan,
minum, seks dan motivasi.
4) Hipofise : bersama hipotalamus mengatur kegiatan sebagian besar
kelenjar endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon.

Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan
keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri
terbagi hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan
oleh bangunan yang disebut corpus callosum. Hemisper cerebri dibagi
menjadi lobus lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya
yaitu:
1) Lobus Frontali : bagian cerebrum yang berada dibawah tulang
frontalis
2) Lonbus Parietalis : bagian cerebrum yang berada dibawah tulang
parietalis
3) Lobus Occipitalis : bagian cerebrum yang berada dibawah tulang
occipitalis
4) Lobus Temporalis : bagian cerebrum yang berada di bawah tulang
temporalis.

Cerebelum (otak kecil) terletak di bagian belakang kranium menempati


fosa cerebri posterior dibawah lapisan durameter tentorium cerebelli.
Dibagian depannya terletak batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gr
atau 88 % dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi
menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh Vermis.
Fungsi cerebellum pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-
gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna. Batang
otak atau brainstern terdiri atas diencephalon, mid brain,pons dan
medullan oblongata merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti
pusat pernapasan, pusat vasomotor , pusat pengatur kegiatan jantung dan
pusat muntah.

b. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan modulla oblongata ke
arah kaudal di dalam kanalis vertebralis cervikalis I memanjang hingga
setinggi cornu vertebralus lumbalias I-II. Terdiri dari 31 segmen yang
setiap segmenya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medulla
spinallis bagian cervical keluar 8 pasang dari bagian thorakal 12 pasang,
dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari
coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak,medula
spinalis pun terbungkus oleh selaput meninges yang berfungsi melindungi
saraf spinal dari benturan atau cedera.
Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-bagian
substansi grissea dan substansia alba. Substansia grissea ini mengelilingi
canalis centralis sehingga membentuk columna dorsalis, columna lateralis
dan columna ventralis. Massa grissea dikelilingi oleh substansia alba atau
badan putih yang mengandung serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh
myelin. Substansi alba berisi berkas-berkas saraf yang membawa impuls
sensorik dari sistem saraf tepi (SST) menuju sistem saraf pusat (SSP) dan
impuls motorik sistem saraf pusat (SSP) menuju sistem saraf tepi (SST).
Substansia grissea berfungsi sebagai pusat koordinasi yang berpusat di
medula spinalis. Di sepanjang medula spinalis terdapat jaras saraf yang
berjalan dari medula spinalis menuju otak yang disebut jaras acenden dan
dari otak menuju medula spinalis yang disebut sebagai jaras desenden.
Substansia alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa
impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi otak ke otak dan impuls motorik
dari otak ke saraf tepi. Substansi grissea berfungsi sebagai pusat
koordinasi reflek yang berpusat di medulla spinalis.
Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf pusat yang bukan medulla
spinalis, pusat koordinasi tidak disubstansi grisea medulla spinalis. Pada
umumnya penghantaran impuls sensorik di substansi alba medula spinalis
berjalan menyilang garis tengah. Impuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan
dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian juga dengan
impuls motorik.Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke
saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang.
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai
pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansi grisea
medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang
melindung tubuh terhadap berbagai perubahan yang terjadi baik di
lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu
yang disebut lengkung refleks.
Fungsi medula spinalis:
1) Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik atau kornu
ventralis.
2) Mengurus kegiatan refleks spinalis dan reflek tungkai
3) Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju
cerebellum
4) Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.
Fungsi Lengkung Reflek:
1) Reseptor : penerima rangsang
2) Aferen : sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat(ke pusat refleks)
3) Pusat Refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis :
substansia grisea ) tempat terjadinya sinap(hubungan antara neuron
dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)
4) Eferen : sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel
efektor. Bila sel efektornya berupa otot,maka eferen disebut juga
neuron motorik (sel saraf/penggerak)
5) Efektor : sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai
jawaban refleks.Dapat berupa sel otot (otot jantung ,otot polos atau
otot rangka),sel kelenjar.

c. Sistem Saraf Tepi


Kumpulan neuron di luar jaringan otak dan medula spinalis membentuk
sistem saraf tepi (SST). Secara anatomik di golongkan ke dalam saraf-
saraf otak sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf spinal. Secara
fungsional SST di golongkan ke dalam :
1) Saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari kulit, otot
rangka dan sendi ke sistem saraf pusat
2) Saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem
saraf pusat ke otot rangka
3) Saraf sensorik (aferen) viseral : membawa informasi dari dinding
visera ke sistem saraf pusat
4) Saraf motorik (aferen) viseral : membawa informasi dari sistem saraf
pusat ke otot polos, otot jantung dan kelenjar.
5) Saraf eferen viseral di sebut juga sistem saraf otonom. Sistem saraf
tepi terdiri atas saraf otak ( s.kranial) dan saraf spinal.

3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia,
alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang
disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus
pencetusnya dihilangkan.
4. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga
penyebab kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan
suhu yang cepat. Penyebab kejang diduga berhubungan dengan puncak suhu.
Hipertermia mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan
meningkatkan transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian hewan didapatkan
peningkatan ekstabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang
sering menimbulkan kejang demam adalah 38,5%0C.
Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile seizures
susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan
FEB2 (kromosom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi
tidak lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang demam lebih sering
terjadi dalam satu keluarga. Mutasi genetik dari kanal ion natrium atau
Na’channelopathy dan gaminobutiric acid A receptor merupakan gangguan
genetik yang mendasari terjadinya kejang demam.
Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen
endogen seperti interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas
neuron, mungkin menghubungkan demam dengan bangkitan kejang.
Penelitian pendahuluan pada anak mendukung hipotesis bahwa cytokine
network teraktivasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang demam.
Namun, segnifikansi klinis dan patologis pengamatan ini masih belum jelas
Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam
antara lain:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral
Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka
masalah yang bisa muncul diantaranya ialah:
Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang
mekanik dan biokimia yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler difusi Na dan K yang akhirnya terjadi kejang kurang dari 15
menit atau lebih dari 15 menit yang menimbulkan resiko kerusakan sel
neuron, selain itu resiko cedera juga terjadi dikarenakan adannya inkordinasi
kontraksi otot mulut dan lidah saat anak mengalami kejang, hipertermi pada
anak terjadi setelah kejang saat aktivitas otot meningkat, metabolisme dan
suhu juga mengalami peningkatan dan kurangnya pengetahuan orang tua
dalam menangani dan mencegah kejang demam pada anak.

5. Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
a) Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya
bangkitan kejang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang
mengalami demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar
dari 390C memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan
kejang demam disbanding dengan anak yang demam kurang 390C.
b) Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai
risiko bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih
dari dua tahun. (Fuadi,2010).
c) Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor
risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua
ataupun saudara kandung (first degree relative).
1) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita
kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
2) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah
menderita kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan
kejang demam 20%-22%.
3) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat
pernah menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan
kejang demam meningkat menjadi 59%-64%. Demam diwariskan
lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayaj, 27% berbanding 7%
(Fuadi,2010)
d). Faktor Perinatal dan Pascanatal
1) Kehamilan pada umur lebih 35 tahun
2) Barat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan
timbulnya bangkitan kejang demam (Fuadi,2010).
e). Faktor Vaksinasi/Imunisasi
Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa imunitas pada
anak, seperti imunisasi difteri, tetanus dan pertusis (DPT) atau measles-
mumps-rubella (MMR). (Mayo Clinic, 2012).

6. Klasifikasi Kejang Demam


a. Kejang demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% dari seluruh kejadian kejang
demam
b. Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu
ciri kejang lama yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau parsial
satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, atau berulang lebih
dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung
lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang
demam.
7. Tanda dan Gejala
a) Kejang demam berlangsung singkat, serangan kejang klonik atau tonik
klonik bilateral.
b) Seringkali kejang berhenti sendiri.
c) Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak.
d) Setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali
tanpa deficit neurologis.
e) Peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38OC

Sumber : http://thnm.adam.com

8. Pemeriksaan Fisik
Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam 38OC atau lebih, tetapi suhu
sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. Pemeriksaan fisik
lainnya bertujuan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan adanya
infeksi intrakranial meningitis atau ensefalitis.
9. Komplikasi
Komplikasi kejang demam menurut Waskitho, 2013 adalah :
a. Kerusakan neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga daoat meluas ke
seluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada
neuron
b. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsy yang spontan
c. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan
di otak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan sampai 5
tahun
d. Kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam

10. Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur
urin (The Barbara, 2011).
b) Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan
fokus infeksinya (Guidelines, 2010).
c) Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
d) Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
e) Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.
11. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria Livingstone untuk kejang demam:
a) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
b) Kejang berlangsung sebentar, tidak lebih dari 15 menit
c) Kejang bersifat umum
d) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
g) Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

12. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab.
3. Penanganan saat kejang di rumah : umumnya kejang berlangsung singkat
dan berhenti sendiri dapat diberikan : Diazepam per rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan < 10 kg dan 10 mg jika berat badan > 10 kg.
Jika setelah pemberian diazepam per rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang dengan dosis sama setelah selang waktu 5 menit. Jika setelah dua
kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, dianjurkan ke
rumah sakit.
4. Penanganan kejang di rumah sakit : berikan Diazepam intravena 0.3 – 0.5
mg/kg BB. Jika masih tetap kejang, berikan Fenitoin intravena 10-20
mg/kg.BB/kali dengan kecepatan 1 mg/menit atau < 50 mg/menit. Jika
berhenti dosis selanjutnya Fenitoin 4-8 mg/kg.BB/hari dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Jika masih belum berhenti, rawat di ruang intensif.
Pemberian obat saat demam tidak ada bukti bahwa pemberian antipiretik
mengurangi risiko kejang demam; tetapi dapat diberikan Parasetamol
dengan dosis 10 -15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali sehari, tidak lebih
dari 5 kali sehari. Obat lain Ibuprofen dengan dosis 5-10 mg/kg BB /kali,
3 – 4 kali sehari.Asam asetil salisilat tidak dianjurkan terutama pada usia
< 18 bulan karena risiko sindrom Reye. Diazepam oral 0.3 mg/kg.BB tiap
8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang demam pada
30% - 60 % kasus, begitu pula diazepam rektal 0.5 mg/kg.BB setiap 8
jam pada suhu > 38.5ºC. Hati-hati dengan efek samping ataksia, iritabel
dan sedasi berat yang terjadi pada 25% - 39% kasus. Fenobarbital,
fenitoin dan karbamazepin saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.

Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis :

Diberikan jika :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
c. Kejang fokal
Dipertimbangkan jika :
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
b. Terjadi pada bayi < 12 bulan
c. Kejang demam ≥ 4 kali/tahun

Jenis obat : Pilihan pertama saat ini ialah asam valproat dengan dosis 15-
40 mg/kg BB/hari dibagi 2-3 dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 1-2 dosis. Asam valproat dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati pada sebagian kecil kasus terutama pada usia < 2 tahun;
fenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 40% - 50% kasus.
Lama pengobatan: Diberikan selama 1 tahun bebas kejang; kemudian
dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.
13. Edukasi Pada Orangtua
Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa yang
menakutkan. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan antara lain:
a). Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b). Memberitahukan cara penanganan kejang
c). Memberi informasi tentang risiko kejang berulang
d). Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko
efek samping obat

Jika anak kejang, lakukan hal berikut :

a) Tetap tenang dan tidak panik


b) Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher
c) Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada
risiko lidah tergigit, jangan masukkan apapun ke dalam mulut.
d) Ukur suhu tubuh, catat lama dan bentuk/sifat kejang
e) Tetap bersama anak selama kejang
f) Berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti.
g) Bawa ke tenaga kesehatan atau rumah sakit jika kejang berlangsung ≥ 5
menit.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan
orang tua, penghasilan orang tua. Kebanyakan serangan kejang demam
terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang
dari 18 bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu
makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta
mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit
infeksi atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena
mual dan muntahnya.
f. Pengetahuan keluarga
Pemahaman penyakit dan perawatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya anak rewel
b. TTV
1) Suhu : >38,0⁰C
2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
3) Nadi : >100 x/menit
c. BB
Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti
d. Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran
yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama
c) Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
2) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan
linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Lemas dan datar, kembung
l. Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m. Ekstermitas :
1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.
2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.
3. Aktivitas kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
4. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai
GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai
GCS: ≤ 3.

5. Penilaian kekuatan otot


Respon Skala

Kekuatan otot tidak ada 0

Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1

Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2

Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3

Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4


melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi

Kekuatan otot normal 5

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi cerebral tidak efektif (D.0017)
2. Hipertermia (D.0130)
3. Defisit Pengetahuan (D.0111)
4. Risiko Cedera (D.0136)
C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Outcome Intervensi


1. Perfusi cerebral tidak Perfusi serebral A. MANAJEMEN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL (I. 06198)
efektif (D.0017) meningkat
Observasi :
(L.02014)
Definisi : penurunan
dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema
sirkulasi darah ke otak
serebral)
1. Tingkat
Kondisi klinis terkait : 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan
kesadaran
nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
1. Stroke meningkat
3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
2. Cedera kepala 2. Tekanan
4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
3. Aterosklerotik aortik intracranial
5. Monitor PAWP, jika perlu
4. Infark miokard akut menurun
6. Monitor PAP, jika perlu
5. Diseksi arteri 3. Tekanan
7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
6. Embolisme darah
8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
7. Endokarditis infektif membaik
9. Monitor gelombang ICP
8. Fibrilasi atrium 1.
10. Monitor status pernapasan
9. Hiperkolesterolemia 2.
11. Monitor intake dan output cairan
10. Hipertensi b.
12. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
11. Dilatasi kardiomiopati ti
12. Koagulasi intravaskular Terapeutik
diseminata 1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
13. Miksoma atrium 2. Berikan posisi semi fowler
14. Neoplasma otak 3. Hindari maneuver Valsava
15. Segmen ventrikel kiri 4. Cegah terjadinya kejang
akinetik 5. Hindari penggunaan PEEP
16. Sindrom sick sinus 6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
17. Stenosis karotid 7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
18. Stenosis mitral 8. Pertahankan suhu tubuh normal
19. Hidrosefalus
20. Infeksi otak (mis. Kolaborasi
meningitis, ensefalitis, 1. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
abses serebri) 2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
Faktor resiko :

1. Cedera kepala
B. PEMANTAUAN TEKANAN INTRAKRANIAL (I.06198)
2. Aterosklerotik aorta
3. Infark miokard akut Observasi
4. Diseksi arteri Observasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati ruang, gangguan
5. Embolisme metabolism, edema sereblal, peningkatan tekanan vena, obstruksi aliran cairan
6. Endokarditis infektif serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik)
7. Fibrilasi atrium 1. Monitor peningkatan TD
8. Hiperkolesterolemia 2. Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih Sistol dan Diastol)
9. Hipertensi 3. Monitor penurunan frekuensi jantung
10. Dilatasi kardiomiopati 4. Monitor ireguleritas irama jantung
11. Koagulasi 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
intravaskulerdiseminata 6. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
12. Miksoma atrium 7. Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm rentang yang diindikasikan
13. Neoplasma otak 8. Monitor tekanan perfusi serebral
14. Segmen ventrikel kiri 9. Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal
akinetik 10. Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
15. Sindrom sick sinus Terapeutik
16. Stenosis carotid 1. Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
17. Stenosis mitral 2. Kalibrasi transduser
18. Hidrosefalus 3. Pertahankan sterilitas system pemantauan
19. Infeksi otak (mis. 4. Pertahankan posisi kepala dan leher netral
meningitis, ensefalitis, 5. Bilas sitem pemantauan, jika perlu
abses serebri) 6. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
7. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika PERLU

2. Hipertermia (D.0130) Termoregulasi A. MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)


Definisi : suhu tubuh membaik (L. Observasi
meningkat diatas rentang 14134) dengan 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas
normal tubuh kriteria : penggunaan incubator)
1. Konsumsi 2. Monitor suhu tubuh
Penyebab : oksigen 3. Monitor kadar elektrolit
1. Dehidrasi meningkat 4. Monitor haluaran urine
2. Terpapar lingkungan 2. Vasokonstrik Terapeutik
panas si meningkat 1. Sediakan lingkungan yang dingin
3. Proses penyakit (mis. 3. Suhu tubuh 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
infeksi, kanker) membaik 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Ketidaksesuaian pakaian 4. Pengisian 4. Berikan cairan oral
dengan tubuh kapiler 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat
5. Peningkatan laju membaik berlebih)
metabolisme 5. Tekanan 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin
6. Respon trauma darah pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
7. Aktivitas berlebihan membaik 7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Penggunaan incubator 8. Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
Kondisi terkait :
Anjurkan tirah baring
1. Proses infeksi Kolaborasi
2. Hipertiroid Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
3. Stroke
4. Dehidrasi B. REGULASI TEMPERATUR (I.14578)
5. Trauma Observasi
6. Prematuritas 1. Monitor suhu bayi sampai stabil ( 36.5 C -37.5 C)
2. Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika perlu
3. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
3. Bedong bayi segera setelah lahir, untuk mencegah kehilangan panas
4. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir ( mis. bahan
polyethylene, poly urethane)
5. Gunakan topi bayi untuk memcegah kehilangan panas pada bayi baru lahir
6. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
7. Pertahankan kelembaban incubator 50 % atau lebih untuk mengurangi kehilangan
panas Karena proses evaporasi
8. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu bhan-bahan yang akan kontak dengan bayi (mis.
seelimut,kain bedongan,stetoskop)
10. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di area aliran pendingin
ruangan atau kipas angin
11. Gunakan matras penghangat, selimut hangat dan penghangat ruangan, untuk
menaikkan suhu tubuh, jika perlu
12. Gunakan kasur pendingin, water circulating blanket, ice pack atau jellpad dan
intravascular cooling catherization untuk menurunkan suhu
13. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion,heat stroke
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
3. Demonstrasikan teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu

3. Defisit Pengetahuan Tingkat Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan (I. 12435)


(D.0111) pengetahuan Observasi
Definisi : Meningkat Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Ketiadaan atau kurangnya (L.12111) Terapeutik
informasi kognitif yang dengan kriteria 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
berkaitan dengan topik 1. Perilaku 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
tertentu sesuai 3. kesepakatan
anjuran 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
Penyebab : verbalisasi 5. Gunakan variasi mode pembelajaran
1. Keteratasan kognitif meningkat 6. Gunakan pendekatan promosi kesehatan dengan memperhatikan pengaruh dan
2. Gangguan fungsi 2. Kemampuan hambatan dari lingkungan, sosial serta budaya.
kognitif menjelaskan 7. Berikan pujian dan dukungan terhadap usaha positif dan pencapaiannya
3. Kekeliruan mengikuti pengetahuan
Edukasi
anjuran tentang suatu
4. Kurang terpapar topik 1. Jelaskan penanganan masalah kesehatan
informasi meningkat 2. Informasikan sumber yang tepat yang tersedia di masyarakat
5. Kurang minat dalam 3. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan
belajar 4. Anjurkan menentukan perilaku spesifik yang akan diubah (mis. Keinginan
6. Kurang mampu mengunjungi fasilitas kesehatan)
mengingat 5. Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai
7. Ketidaktahuan 6. Ajarkan program kesehatan dalam kehidupan sehari hari
menemukan sumber 7. Ajarkan pencarian dan penggunaan system fasilitas pelayanan kesehatan
informasi 8. Ajarkan cara pemeliharaan kesehatan

Objektif

1. Menunjukan perilaku
tidak sesuai anjuran
2. Menunjikan presepsi
yang keliru terhadap
masalah

Gejala dan Tanda Minor

1. Menjalani pemeriksaan
yang tepat
2. Menunjikan perilaku
berlebihan (mis. apatis,
bermusuhan,
agitasi,histeria)

Kondisi Klinis terkait

1. Kondisi klinis yang baru


dihadapi oleh klien
2. Penyakit akut
3. Penyakit kronis

4 Resiko cidera (D.0136) Cedera Manajemen Keselamatan Lingkungan (I.14513)


Definisi : menurun dengan
Observasi:
Berisiko mengalami bahaya kriteria
atau kerusakan fisik yang 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
1. Fungsi
menyebabkan seseorang 2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
sensori
tidak lagi sepenuhnya sehat
membaik Terapeutik:
atau dalam kondisi baik
2. Kontrol
1. Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
Faktor risiko : kejang
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
menurun
Eksternal : 3. Sediakan alat bantu kemanan linkungan (mis. Pegangan tangan)
3. Mobilitas
4. Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci, pagar)
1. Terpapar patogen membaik
2. Terpapar zat kimia 4. Orientasi Edukasi
toksik kognitif
Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan
3. Ketidakamanan membaik
transportasi 1.

Internal : Pencegahan Cidera


1. Ketidaknormalan profil Observasi:
darah
1. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
2. Perubahan orientasi
2. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah
afektif
3. Perubahan sensasi Terapeutik:
4. Disfungsi biokimia
Sediakan pencahayaan yang memadai
5. Hipoksia jaringan
6. Kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh
7. Perubahan funssi
psikomotor
8. Perubahan fungsi
kognitif

Kondisi klinis terkait :

1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Parkinson
7. Hipotensi
8. Retardasi mental
BAB III

TINJAUAN KASUS

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK


PENDEKATAN TEORI KONSERVASI MYRA ESTRINE LEVINE

PENGKAJIAN DAN RENCANA TINDAKAN Nama pasien : An. U F A


KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK
Tempat /Tanggal Lahir/ : 26 Des 2016
Usia : 4 thn 5 bln 21 hr
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
Agama : Islam
Dokter : dr Y T
Tanggal Masuk : 4 Juni 2021 Jam : 13:25 Alamat : Jl P 3 blok B3-18
Tanggal Pengkajian : 5 Juni 2021 Jam : 10:00
Diagnosa Medis : Kejang Demam Nama Penanggung Jawab: Tn B
Hubungan dengan Pasien : Ayah
No. Rekam Medis : IPR/20210604/00015 Nomor telepon: 081xxx
Alamat : Jl P 3 blok B3-18

Data Orang tua :

Nama Ayah : Tn B Nama Ibu : Ny T


Usia Ayah : 37 thn Usia Ibu : 32 thn
Pendidikan : S1 Pendidikan : DIII
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
No. Telepon : 081xxx No. Telepon : 081xxx
Alasan Masuk Rumah Sakit (s.d saat dikaji) :
Ibu pasien mengatakan anak kejang 1x jam 08:00 sekitar 5 menit, saat kejang badan kaku dan mata
melotot ke atas
Keluhan lain yang menyertai : badan panas

Riwayat Penyakit :
Ibu pasien mengatakan anak baru pertama kali dirawat di RS
Tidak ada riwayat penyakit lain

Dikirim oleh : Diantar oleh : Orang Cara masuk RS : Informasi didapat dari :
Orang tua tua IGD Ibu pasien

Keluhan Utama:
Ibu pasien mengatakan anak kejang 1x jam 08:00 sekitar 5 menit, saat kejang badan kaku dan mata
melotot ke atas, kejang terjadi saat badan, kejang berhenti sendiri

Objektif :
Keadaan umum :  sakit ringan √ sakit sedang  sakit berat
Kesadaran : AVPU √ Alert  Verbal  Pain  Unrespon
Tanda-tanda Vital
Suhu : 39,6C Nadi : 125 x/mnt Pernapasan : 30 x/mnt TD : 100 /54 mmHg
Nyeri : √ Tidak ada  Ada Skala = 0/10

Riwayat kelahiran :
Usia kehamilan : 36 minggu BBL: 3200 gram PB : 49 cm
Persalinan : √ spontan  SC  Forcep  VE
Menangis : √ ya  tidak, Nilai Apgar : Ibu tidak tahu
Jaundice :  ya √ tidak
Golongan darah ibu : B
Golongan darah ayah : AB
Komplikasi persalinan : menurut ibu tidak ada
Riwayat penyakit sebelumnya :
Klien pernah mengalami penyakit: batuk, pilek, disertai demam yang naik turun sekitar 2 minggu
sebelum kejang
Riwayat konsumsi obat : tidak ada
Riwayat kecelakaan : tidak pernah
Riwayat operasi : tidak pernah
Riwayat alergi
Imunisasi :
Jenis alergen : dingin Hepatititis :  I  II √ III
Pada usia : 2 tahun DPT :I  II √ III
Polio :I  II  III √ IV
Reaksi alergi : bersin-bersin BCG : √
Campak : √
Kategori FLACC Scoring
0 Skor 1 Skor 2 Skor
Face (wajah) Tidak ada 0 Meringis sesekali 1 Dahi berkerut, dagu gemetar dan -
ekspresi tertentu atau kerutan dahi, rahang dikatupkan berulang-ulang
atau tersenyum muram, tidak
tertarik
Legs (kaki) Posisi normal 0 Gelisah resah, 1 Menendang-nendang atau kaki ke -
atau relaksasi tegang atas
Activity Berbaring 0 Mengeliat, maju 1 Menekuk, kaku atau menghentak- -
(aktivitas) dengan tenang, mundur, tegang hentak
posisi normal,
bergerak dengan
mudah
Cry Tidak ada 0 Merengek atau 1 Menangis terus menerus, menjerit -
(tangisan) tangisan (terjaga mengerang, sesekali atau menangis tersedu-sedu,
atau tertidur) mengeluh/ mengeluh terus-menerus
menggerutu
Consolabilit Puas, santai 0 Diyakini dengan 1 Sulit merasakan puas dan nyaman
y sentuhan sesekali
(kemampuan perlu atau diajak
dihibur) berbicara
Total  0–3 √ 4–7  8 – 10
Score
RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Umur Sosial Motorik halus Motorik kasar Bahasa

2 bulan √ senyum √ mengikuti gerak √ mengangkat kepala 45 √ mengoceh


dari perut
4 bulan √ senyum √ menggenggam √ membalikan badan √ mencari sumber suara

6 bulan √ menggapai √ memindahkan benda √ duduk √ mengeluarkan kata


mainan Dari tangan satu ke tangan ma-ma-da-da
lain
9 bulan √ mengambil benda √ berdiri √ menirukan suara
√ bermain ciluk dengan ibu jari dan
ba telunjuk
12 bulan √ menjemput benda √ berjalan √ dapat menyebut 2
dengan 5 jari suku kata
√ minum dgn
18 bulan cangkir √ mencoret-coret kertas √ naik tangga √ menyebutkan 3 kata

2 tahun √ menggunakan √ membuat garis √ berdiri dgn satu kaki √ menyebutkan anggota
sendok tubuh

3 tahun √ melepaskan √ meniru membuat garis √ mengayuh sepeda √ menyebut nama awal
pakaian dan nama akhir

4 tahun √ menggambar √ melompat dengan satu √ menyebutkan nama


√ bermain kaki dengan lengkap

5 tahun interaktif  meniru gambar  menangkap bola  menjelaskan dingin,


lelah dan lapar

√ memasang
kancing baju
 memakai baju
tanpa
pengawasan
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KONSERVASI ENERGI
1. NUTRISI DAN CAIRAN
BB lahir : 3200 gr BB saat ini 15 kg
BB sebelum sakit 15 kg
PB/TB saat ini : 100 cm
Lingkar lengan atas : 15 cm
Diet : tidak ada
√ ASI  Susu formula
Puasa :  ya √ tidak
Cara minum : √ oral  NGT/OGT/Gastrostomi
Jumlah minum : 1500 .ml/hari
Frekuensi makan : 3 x/hari
Cara makan : √ disuapi  makan sendiri
Kualitas makanan :  kurang √ cukup  baik
Mukosa mulut : √ lembab  kering  kotor
 Labio schizis  Palato schiziz  LPG schiziz
Lidah : √ lembab  kering  kotor
Gigi : √ bersih  kotor  karies
Abdomen : √ supel  kembung  tegang
Bising usus : 10 x/mnt
Mual : ya √ tidak
Muntah : √ tidak  ya
Turgor : √ elastis  tidak elastis
Edema: √ Ada  Tidak ada
Pembesaran hati:  Ada √ Tidak ada
Pembesaran limpa:  Ada √ Tidak ada
Polifagia:  Ada √ Tidak ada
Polidipsi:  Ada √ Tidak ada
Hasil laboratorium :
Hb :
Ht :

Asidosis metabolik :  ya √ tidak


Hipoglikemia :  ya √ tidak
Lain-lain : -
Dehidrasi : √ tidak dehidrasi  ringan  sedang  berat
Diuresis: BAK spontan
IWL:
Intake dan output dalam 24 jam :
Antropometri:
BB/TB: -1SD s.d median (normal)
BB/U:
TB/U: >-2SD (pendek)
BMI : 15
Kesan: Gizi cukup

Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

2. TIDUR DAN ISTIRAHAT


 Lebih banyak siang hari, tidur siang 4 jam
 Lebih banyak malam hari, tidur malam 11 jam
Pengantar tidur : dibacakan dongeng
Kebiasaan sebelum tidur :
√ minum susu  bermain  menangis
Tidur dengan bantuan obat :  ya √ tidak
Keadaan setelah bangun tidur :
√ ceria  menangis
Benda kesayangan, jika ada memungkinkan dapat dibawa : mobil-mobilan
Pola tidur:
√ Nyenyak  Terbangun di malam hari  Tidak bisa tidur
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

3. POSISI, GERAKAN TUBUH, AKTIVITAS, NEURO SENSORI


Tingkat kesadaran : compos mentis
Aktivitas anak :  Hiperaktif √ Aktif  Pasif
Gerakan : √ Aktif  Lemah  Terbatas
Paralise : √ tidak ya
 tangan, kiri / kanan / keduanya
 kaki, kiri / kanan /keduanya
Kontraktur:  Ada √ Tidak ada
Kekuatan otot: 5/5
Gemetar:  Ada √ Tidak ada
Respon terhadap nyeri : √ ya  tidak
Tangisan :  merintih  kurang kuat
√ kuat  melengking
Kejang :  tidak √ ya, durasi 5 menit
Status neurologis : sadar penuh
Glasgow Coma Scale 15 : E4V6M5
Tanda rangsang meningeal:
Kaku kuduk : -
Kerning : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Nervus kranialis :
Refleks fisiologis:
Achiles : +
Patella : +
Biceps : +
Triceps : +
Refleks patologis:
Babinski : -
Refleks – refleks :
 Sucking (Mengisap)  Grasping (Menggenggam)  Walking
 Rooting (Mencari)  Tonic Neck (Tonus Otot Leher)  Babinski
 Morro (Memeluk)  Startle (Kaget)  Galan’t (Inkurvasi Badan)
Kepala :
√ Normal  Hidrosefalus  Mikrosefalus
Ubun-ubun : √ Datar  Cekung  Cembung
 sakit kepala  vertigo
Lingkar kepala 50 cm
Mata :
Bentuk : bulat , Warna : hitam
 Nistagmus  Perdarahan  Strabismus
Pupil : √ Isokor  An-isokor  Dilatasi
Reaksi terhadap cahaya : √ Ada  Tidak ada
Lain- lain : tidak ada

Masalah keperawatan : Perfusi jaringan cerebral tidak efektif

KONSERVASI INTEGRITAS STRUKTUR

1. PERTUKARAN GAS
Napas spontan : √ ya  tidak, apnea -
RR : 30 x/mnt √ teratur  tidak teratur
Sesak :  ya √ tidak  takipnea
 retraksi  sianosis  napas dgn cuping hidung
 grunting
Suara napas : √ vesikuler  bronkovesikuler
 rales  ronkhi  wheezing
Batuk : √ tidak  ya  kering
 berlendir, konsistensi - warna -
Oksigen : - SaO2 95 %
Metode :  nasal  head box
Alat bantu napas :
 ETT  CPAP  NCPAP  Ventilator
Hasil analisa gas darah : tidak ada
 Asidosis respiratorik  Alkalosis respiratorik
Lain-lain : -

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

2. KARDIO VASKULER
Bentuk dada:
Bunyi jantung : √ Normal  Murmur
√ Takikardia  Bradikardia  Frekuensi 120 x/mt
Tekanan darah : 87 /54 mmHg.
Pengisian kembali kapiler 3 detik
Sianosis :  ya √ tidak
Perdarahan : √ tidak  ya, jumlah …………..ml
Pucat : √ Tidak  ya
Clubbing finger:  Ada √ Tidak ada

Nadi radialis/brachialis/femoralis :
Isi : √ kuat  lemah
Frekuensi 120 x/mnt

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

3. SUHU
Suhu tubuh :39,6C
Suhu kulit : √ panas  hangat  dingin
Warna kulit : √ kemerahan  pucat  ikterus
 cutis marmorata
Lain-lain -

Masalah keperawatan : Termoregulasi tidak efektif

4. ELIMINASI

A. Buang Air Kecil (BAK)


Frekuensi 6 x/hari
Produksi Urin : 2 ml/kg BB/jam
Warna: √ Jernih  Keruh
Cara BAK :  Ngompol √ di toilet
Urin : √ jernih  kuning  kemerahan
 incontinentia urine  retensio urine
Disuria :  ya √ tidak
Poliuri:  Ada √ Tidak ada
Lain-lain : -

B. Buang Air Besar (BAB)


Anus : √ Ada lubang  Tidak berlubang
Frekuensi BAB : 1 x/hari
Konsistensi : √ Lembek  Cair berampas  Cair tanpa ampas
Konstipasi : ya √ tidak
Penggunaan pencahar : ya √ tidak
Kolostomi / Ilestomi : ya √ tidak
Haemoroid :  ya √ tidak
Lain-lain : -

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

5. MUSKULOSKELETAL
Postur tubuh : √ normal  tidak normal
Berjalan : √ normal  tidak normal
Kepala dan leher : Gerakan √ normal  tidak normal
Pembesaran kelenjar limfe :  ya √ tidak
Ekstremitas (tangan dan kaki)
Panjang kanan & kiri : √ sama  tidak sama
Jumlah jari kanan & kiri : √ sama  tidak sama
Polidaktili :  ya √ tidak
Syndactili :  ya √ tidak
Gerakan ektremitas: √ aktif  simetris  asimetris
Lain-lain :

Tulang belakang :
√ Lurus  Kiposis  Skoliosis
Spina bifida : √ tidak  ya, utuh / rupture
Lain-lain : -

Pemeriksaan Resiko Jatuh ”HUMPTY DUMPTY”


PARAMETER KRITERIA NILAI SKOR
Usia < 3 tahun 4 3
3 – 7 tahun 3
7 – 13 tahun 2
≥ 13 tahun 1
Jenis kelamin Laki – laki 2 2
Perempuan 1
Diagnosis Diagnosis neurologi 4 4
Perubahan oksigenasi (diagnosis respiratorik, dehidrasi, anemia,
3
anoreksia, sinkop, pusing, dsb)
Gangguan perilaku / psikiatri 2
Diagnosis lainnya 1
Gangguan Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3 1
Lupa akan adanya keterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
kognitif
Faktor Riwayat jatuh / bayi diletakkan di tempat tidur dewasa 4 2
lingkungan Pasien menggunakan alat bantu / bayi diletakkan dalam tempat
3
tidur bayi / perabot rumah
Pasien diletakkan di tempat tidur 2
Area di luar rumah sakit 1
Pembedahan Dalam 24 jam 3 0
Dalam 48 jam 2
/sedasi/
>48 jam atau tidak menjalani pembedahan / sedasi / anasthesi
anesthesi 1

Penggunaan Penggunaan multipel: sedatif, obat hipnotis, barbiturat, 3


3
medikamentosa fenotiazin, antidepresan, pencahar, diuretik, narkose
Penggunaan salah satu obat diatas 2
Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada medikasi 1
Jumlah Skor Humpty Dumpty 15
Skor asesment risiko jatuh : ( Skor minimum 7, skor maksimum 23 )
Skor 7 – 11 : Risiko rendah Skor ≥12 : Risiko tinggi

Lain-lain -

Masalah keperawatan : Resiko cedera

6. INTEGUMEN
Warna kulit:
Ptekie:  Ada √ Tidak ada
Memar:  Ada √ Tidak ada
Perdarahan dari membran mukosa/luka suntikan/ fungsi vena:  Ada √ Tidak ada
Luka:  Ada √ Tidak ada
Jenis luka:  Terbuka  Tertutup  Luka bakar
Penyebab luka:  Tumpul  Tajam
Grade luka : tidak ada luka
Letak luka : -
Jenis perawatan luka : -
Frekuensi perawatan luka : -
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

7. KEBERSIHAN PERORANGAN
Rambut : √ bersih  kotor  bau
Mata : Sekret  ya √ tidak
Telinga : √ bersih  kotor
Hidung : Sekret √ ya  tidak
Kulit : √ bersih  kotor  utuh  rash
 bullae  pustule  ptechiae  lesi
 kering  nekrosis  Lain-lain -
 phlebitis
Genetalia perempuan :
Vagina :  bersih  kotor
Menstruasi :  ya  tidak
Pemasangan kateter :  ya  tidak
Genetalia laki-laki :
Preputium : √ bersih  tidak  Phimosis
Hipospadia :  ya √ tidak
Skrotum : Testis kanan/kiri √ ya  tidak
Pemasangan kateter :  ya √ tidak
Lain-lain -
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

8. PENGOBATAN
Obat-obatan yang diberikan : Paracetamol syrup saat badan panas

Hasil pemeriksaan penunjang :


KONSERVASI INTEGRITAS PERSONAL
Persepsi klien/keluarga terhadap kesehatan saat ini :
Ibu pasien merasa bingung dengan kejadian kejang pada anak kemarin

Harapan klien/keluarga terhadap keperawatan dan pengobatan saat ini :


Orang tua ingin anak segera sembuh

Masalah keperawatan : Defisit Pengetahuan


KONSERVASI INTEGRITAS SOSIAL
1. KELUARGA
Klien, adalah anak yang diharapkan : √ ya  tidak
Dukungan keluarga lain : √ Ada  tidak ada
Tempat tinggal anak :  penitipan anak  rumah √ pengasuh
Anak dirawat oleh : √ ibu  nenek  pengasuh

Interaksi orangtua-anak :

Berkunjung : √ ya  tidak
Kontak mata : √ ya  tidak
Menyentuh : √ ya  tidak
Berbicara : √ ya  tidak
Menggendong : √ ya  tidak
Ekspresi wajah : √ ya  tidak

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan


2. LINGKUNGAN YANG ASEPTIK
Adakah anggota keluarga lain yang mempunyai penyakit infeksi saat ini :
√tidak  ya, siapa - , penyakit -

Adakah penyakit keturunan : √ tidak  ya


 Asthma
 Kencing manis
 Penyakit jantung
 Thalasemia
 lain-lain -

Kebiasaan anak :
 Mencuci tangan : √ ya  tidak
 Sarapan pagi : √ ya  tidak
 Senang jajan :  ya √ tidak
 membawa bekal makanan dari rumah : √ ya  tidak
 lain-lain -

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan


1. KEPERCAYAAN / AGAMA
Aturan dalam agama yang mempengaruhi kesehatan dalam hal :
 Diet : tidak ada
 Pengobatan : tidak ada
 Lain-lain : tidak ada

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

PENGORGANISASIAN DATA
Data Subyektif Data Obyektif

a. Ibu pasien mengatakan anak a. Suhu 39,6 °C


kejang 1x sekitar 5 menit
b. Ibu pasien mengatakan saat
kejang badan kaku dan mata
melotot ke atas
c. Ibu pasien mengatakan badan
panas

ANALISA DATA
Data Senjang Etiologi Masalah

DS : Kejang Perfusi jaringan cerebral


1. Ibu pasien mengatakan anak tidak efektif
Perubahan suplay darah di otak
kejang 1x sekitar 5 menit
2. Ibu pasien mengatakan saat Kerusakan sel neuron otak
kejang badan kaku dan mata
Perfusi jaringan cerebral tidak
melotot ke atas
efektif

DS : Aktivitas otot meningkat Termoregulasi tidak efektif


Ibu pasien mengatakan badan
Metabolism meningkat
anak panas
Suhu tubuh meningkat
DO :
Suhu 39,6 °C Hipertermi

Termoregulasi tidak efektif

DS : Resiko kejang berulang Defisit pengetahuan


Ibu pasien merasa bingung dengan
Kurang informasi pengobatan,
kejadian kejang pada anak
perawatan, kondisi
kemarin
Deficit pengetahuan

DS : Inkordinasi kontraksi otot Resiko cedera


Ibu pasien mengatakan anak
Resiko cedera
kejang

DO :
humpty dumpty 15
II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN (berdasarkan prioritas masalah)

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif


2. Termoregulasi tidak efektif
3. Defisit pengetahuan
4. Resiko cedera
III. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

keperawatan
1 Perfusi cerebral Perfusi serebral A. MANAJEMEN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL (I.
. tidak efektif meningkat 06198)
(D.0017) (L.02014) dengan
Observasi :
kriteria
Kondisi klinis
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
terkait : 1. Tingkat
metabolisme, edema serebral)
kesadaran
Infeksi 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat,
meningkat
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
Faktor resiko : 2. Tekanan
menurun)
intracranial
Cedera kepala 3. Monitor status pernapasan
menurun
4. Monitor intake dan output cairan
3. Tekanan darah
Terapeutik
membaik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan

2 Hipertermia Termoregulasi A. MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)


(D.0130) membaik (L.
Observasi
Penyebab : 14134) dengan
1. Proses penyakit kriteria : 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan
2. Peningkatan laju 1. Konsumsi panas penggunaan incubator)
metabolisme oksigen 2. Monitor suhu tubuh
meningkat 3. Monitor kadar elektrolit
Kondisi terkait :
2. Vasokonstriksi 4. Monitor haluaran urine
Proses infeksi meningkat
Terapeutik
3. Suhu tubuh
membaik 1. Sediakan lingkungan yang dingin
4. Pengisian 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
kapiler 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
membaik 4. Berikan cairan oral
5. Tekanan darah 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
membaik (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Batasi oksigen, jika perlu

Edukasi

Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

3 Defisit Tingkat Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan (I. 12435)


Pengetahuan pengetahuan
Observasi
(D.0111) Meningkat
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Penyebab : (L.12111) dengan
Terapeutik
1. Kurang terpapar kriteria
1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
informasi 1. Perilaku sesuai
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
2. Ketidaktahuan anjuran
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
menemukan verbalisasi
4. Gunakan variasi mode pembelajaran
sumber informasi meningkat
5. Gunakan pendekatan promosi kesehatan dengan memperhatikan
2. Kemampuan
pengaruh dan hambatan dari lingkungan, sosial serta budaya.
menjelaskan
Objektif pengetahuan 6. Berikan pujian dan dukungan terhadap usaha positif dan pencapaiannya
tentang suatu
Menunjukkan Edukasi
topik meningkat
presepsi yang keliru
1. Jelaskan penanganan masalah kesehatan
terhadap masalah
2. Informasikan sumber yang tepat yang tersedia di masyarakat
Kondisi Klinis 3. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan
terkait 4. Anjurkan menentukan perilaku spesifik yang akan diubah (mis.
Keinginan mengunjungi fasilitas kesehatan)
Kondisi klinis yang
5. Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai
baru dihadapi oleh
6. Ajarkan program kesehatan dalam kehidupan sehari hari
klien
7. Ajarkan pencarian dan penggunaan system fasilitas pelayanan kesehatan
8. Ajarkan cara pemeliharaan kesehatan

4. Resiko cidera Cedera menurun Manajemen Keselamatan Lingkungan (I.14513)


(D.0136) dengan kriteria
Observasi:
Faktor risiko : 1. Fungsi sensori
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
membaik
Internal : 2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
2. Kontrol kejang
1. Perubahan menurun Terapeutik:
orientasi afektif 3. Mobilitas
1. Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
2. Perubahan
sensasi membaik 2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
4. Orientasi 3. Sediakan alat bantu kemanan linkungan (mis. Pegangan tangan)
Kondisi klinis
kognitif 4. Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci, pagar)
terkait :
membaik
Edukasi
Kejang
Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan

Pencegahan Cidera
2.
Observasi:

3. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera


4. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas
bawah

Terapeutik:

Sediakan pencahayaan yang memadai


IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tanggal
DK Implementasi dan Respon Nama Profesi
dan jam

8/6/2021 1 Observasi : Lena Perawat

1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema


serebral)
2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
3. Memonitor status pernapasan
4. Memonitor intake dan output cairan

Terapeutik

1. Meminimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang


2. Memberikan posisi semi fowler
3. Menghindari maneuver Valsava
4. Mencegah terjadinya kejang
5. Mempertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi
Berkolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan

8/6/2021 2 Observasi Lena Perawat

1. Mengidentifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas


penggunaan incubator)
2. Menonitor suhu tubuh
3. Memonitor kadar elektrolit
4. Memonitor haluaran urine

Terapeutik

1. Menyediakan lingkungan yang dingin


2. Melonggarkan atau lepaskan pakaian
3. Membasahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Memberikan cairan oral
5. Mengganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Melakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin pada
dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
7. Menghindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Membatasi oksigen, jika perlu
Edukasi

Menganjurkan tirah baring

Kolaborasi

Berkolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

8/6/2021 3 Observasi Lena Perawat


Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
1. Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan
2. Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Memberikan kesempatan untuk bertanya
4. Menggunakan variasi mode pembelajaran
5. Menggunakan pendekatan promosi kesehatan dengan memperhatikan pengaruh dan
hambatan dari lingkungan, sosial serta budaya.
6. Memberikan pujian dan dukungan terhadap usaha positif dan pencapaiannya

Edukasi

1. Menjelaskan penanganan masalah kesehatan


2. Menginformasikan sumber yang tepat yang tersedia di masyarakat
3. Menganjurkan menggunakan fasilitas kesehatan
4. Menganjurkan menentukan perilaku spesifik yang akan diubah (mis. keinginan
mengunjungi fasilitas kesehatan)
9. Mengajarkan mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai
10.Mengajarkan program kesehatan dalam kehidupan sehari hari
11.Mengajarkan pencarian dan penggunaan system fasilitas pelayanan kesehatan
12.Mengajarkan cara pemeliharaan kesehatan

8/6/2021 4 Observasi: Lena Perawat

1. Mengidentifikasi kebutuhan keselamatan


2. Memonitor perubahan status keselamatan lingkungan

Terapeutik:

1. Menghilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan


2. Memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
3. Menyediakan alat bantu kemanan linkungan (mis. Pegangan tangan)
4. Menggunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci, pagar)

Edukasi

Mengajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan


Pencegahan Cidera

Observasi:

1. Mengidentifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera


2. Mengidentifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah

Terapeutik:

Menyediakan pencahayaan yang memadai

V. EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal Nama
DK Evaluasi Keperawatan
dan Jam Jelas

10/6/21 1 S : Ibu pasien mengatakan saat ini anak sudah membaik dan lebih tenang Lena

Jam 0 : kesadaran CM, tampak sakit sedang, pasien tampak tenang, akral hangat, TD 90/58 mmHg, S
11:30 36,9C, N 98x/mnt, RR : 20x/mnt, Sat 96%, pupil (+/+ 2mm/2mm), Intake : 800 ml, output : 700 ml

A : Masalah teratasi

P : Intervensi stop

10/6/21 2 S : Ibu pasien mengatakan saat ini badan anak tidak panas lagi Lena

Jam 0 : kesadaran CM, tampak sakit sedang, pasien tampak tenang, akral hangat, TD 90/58 mmHg, S
11:40 36,9C, N 98x/mnt, RR : 20x/mnt, Sat 96%, pupil (+/+ 2mm/2mm), Intake : 800 ml, output : 700 ml
CRT 2 detik

A : Masalah teratasi

P : Intervensi stop

10/6/21 3 S : Ibu pasien mengatakan saat ini sudah lebih paham mengenai kejang demam Lena

Jam 0 : Ibu pasien dapat menyebutkan mengenai pengertian kejang demam, penyebab dan cara
11:45 mengatasi kejang di rumah
A : Masalah teratasi

P : Intervensi stop

10/6/21 4 S : Ibu pasien mengatakan anak tidak mengalami kejang lagi Lena

Jam 0 : kesadaran CM, tampak sakit sedang, pasien tampak tenang, akral hangat, TD 90/58 mmHg, S
12:10 36,9C, N 98x/mnt, RR : 20x/mnt, Sat 96%, pasien tampak aktif bermain mobil-mobilan di tempat
tidur, respon verbal baik

A : Masalah teratasi

P : Intervensi stop
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab IV ini, akan dibahas mengenai kesenjangan dan kesesuaian yang ditemukan
selama melakukan asuhan keperawatan pada An UFA dengan masalah keperawatan :
perfusi jaringan cerebral tidak efektif d/ diagnose medis kejang demam di ruang Irene 2
Rumah Sakit Santo Boromeus, yang dilaksanakan selama 4 hari dari tanggal 6 Juni 2021
sampai 10 Juni 2021, melalui lima tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian,
penentuan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.

a. Pengkajian

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa kejang pertama kali terjadi selama 5 menit
dan saat kejang badan kaku dan mata melotot ke atas. Saat terjadi kejang badan anak
panas. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di dapatkan bahwa 2 minggu
sebelum terjadi kejang, anak memang mengalami batuk, pilek, disertai demam yang naik
turun dan dari pemeriksaan fisik tidak di dapatkan adanya ronkhi, dan tidak tampak
faring hiperemi maka dapat disimpulkan bahwa anak mengalami infeksi saluran nafas
akut, dimana hal ini demam yang muncul pada pasien diakibatkan oleh karena ISNA,
sehingga peyebab kejang demam kompleks yang terjadi pada anak ini dikarenakan
adanya ISNA yang tidak tertangani dengan baik. Pada pengkajian didapatkan data
bahwa pasien mengalami demam 39,6°C, dan ini pertama kali pasien mengalami kejang
dan ibu merasa bingung dengan kejadian kejang yang anak alami.

Kejang demam biasanya terjadi sebelum usia 6 bulan atau setelah usia 4-5 tahun,
hal ini berhubungan dengan maturitas otak. Proses dasar maturitas otak belum jelas dan
berhubungan dengan meningkatnya myelinisasi neuron atau meningkatnya kompleksitas
sinaptik. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas atau faringitis (38%),
otitis media (23%), pneumonia (15%), gastroenteritis (7%), roseola (5%), penyakit
noninfeksi (12%). Kejang juga sering terjadi setelah mendapat imunisasi difteri-pertusis-
tetanus (DPT) dan vaksinasi campak. Frekuensi kejang demam setelah vaksinasi adalah
6-9 dan 24-25 per 100.000 anak yang telah divaksinasi. Kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi. Kadang- kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan
kejang.

b. Diagnosa keperawatan
Dalam konsep teori ditemukan beberapa diagnosa keperawatan yang berkaitan
dengan kejang demam yaitu :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif,
2. Termoregulasi tidak efektif,
3. Defisit pengetahuan
4. Resiko cedera

Diagnosa keperawatan yang didapatkan pada kasus An U F A adalah :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif, ditandai dengan kondisi klinis terkait :
infeksi dengan faktor resiko : cedera kepala
2. Termoregulasi tidak efektif, ditandai dengan penyebab : proses penyakit,
peningkatan laju metabolisme, kondisi terkait proses infeksi
3. Defisit pengetahuan ditandai dengan penyebab : kurang terpapar informasi,
ketidaktahuan menemukan sumber informasi
4. Resiko cedera ditandai dengan faktor internal : perubahan orientasi afektif dan
kondisi klinis terkait : kejang

d. Intervensi keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah


perencanaan asuhan keperawatan sesuai dengan teori dan dapat direalisasikan
kepada pasien dengan tujuan untuk mengurangi, menghilangkan, mencegah masalah
keperawatan yang ditemukan pada pasien.

Pada diagnose keperawatan pertama perfusi jaringan cerebral tidak efektif,


ditandai dengan kondisi klinis terkait : infeksi dengan faktor resiko : cedera kepala,
focus intervensi adalah perfusi serebral meningkat dengan kriteria tingkat kesadaran
meningkat, tekanan intracranial menurun dan tekanan darah membaik. Pada
diagnose keperawatan kedua : termoregulasi tidak efektif, ditandai dengan penyebab
: proses penyakit, peningkatan laju metabolisme, kondisi terkait proses infeksi,
focus intervensi adalah termoregulasi membaik dengan kriteria : konsumsi oksigen
meningkat, vasokonstriksi meningkat, suhu tubuh membaik, pengisian kapiler
membaik, tekanan darah membaik. Pada diagnose keperawatan ketiga : Defisit
pengetahuan ditandai dengan penyebab : kurang terpapar informasi, ketidaktahuan
menemukan sumber informasi, focus intervensi adalah tingkat pengetahuan
meningkat dengan kriteria perilaku sesuai anjuran verbalisasi meningkat dan
kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat. Pada
diagnose keperawatan keempat : Resiko cedera ditandai dengan faktor internal :
perubahan orientasi afektif dan kondisi klinis terkait : kejang, focus intervensi
adalah cedera menurun dengan kriteria fungsi sensori membaik, kontrol kejang
menurun, mobilitas membaik dan orientasi kognitif membaik.

e. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh


perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011). Implementasi
merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan dan mengacu pada
intervensi. Pada tahap ini, sebagian besar rencana keperawatan yang telah
direncanakan dapat dilaksanakan atau diimplementasikan.

f. Evaluasi keperawatan

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
evaluasi formatif yaitu evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan
tujuan tercapai. Dan evaluasi somatif yaitu evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP. Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan
untuk menilai keberhasilan dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan,
apakah tujuannya tercapai atau tidak. Setelah melakukan asuhan keperawatan
kepada An,. UFA dengan dengan masalah keperawatan :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif, hasil evaluasi yang didapatkan adalah :
Perfusi jaringan cerebral efektif (S : Ibu pasien mengatakan saat ini anak sudah
membaik dan lebih tenang, 0 : kesadaran CM, tampak sakit sedang, pasien
tampak tenang, akral hangat, TD 90/58 mmHg, S 36,9C, N 98x/mnt, RR :
20x/mnt, Sat 96%, pupil (+/+ 2mm/2mm), Intake : 800 ml, output : 700 ml, A :
Masalah teratasi, P : Intervensi stop)
2. Termoregulasi tidak efektif, hasil evaluasi yang didapatkan adalah :
termoregulasi efektif (S : Ibu pasien mengatakan saat ini badan anak tidak panas
lagi, 0 : kesadaran CM, tampak sakit sedang, pasien tampak tenang, akral hangat,
TD 90/58 mmHg, S 36,9C, N 98x/mnt, RR : 20x/mnt, Sat 96%, pupil (+/+
2mm/2mm), Intake : 800 ml, output : 700 ml CRT 2 detik, A : Masalah teratasi,
P : Intervensi stop).
3. Defisit pengetahuan, hasil evaluasi yang didapatkan adalah : pengetahuan
bertambah (S : Ibu pasien mengatakan saat ini sudah lebih paham mengenai
kejang demam, 0 : Ibu pasien dapat menyebutkan mengenai pengertian kejang
demam, penyebab dan cara mengatasi kejang di rumah , A : Masalah teratasi, P :
Intervensi stop).
4. Resiko cedera, hasil evaluasi yang didapatkan adalah : cedera menurun (S : Ibu
pasien mengatakan anak tidak mengalami kejang lagi, 0 : kesadaran CM, tampak
sakit sedang, pasien tampak tenang, akral hangat, TD 90/58 mmHg, S 36,9C, N
98x/mnt, RR : 20x/mnt, Sat 96%, pasien tampak aktif bermain mobil-mobilan di
tempat tidur, respon verbal baik, A : Masalah teratasi, P : Intervensi stop)
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi
pada anak dibawah umur 5 tahun. Perlu diwaspadai karena kejang yang lama
(lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak
sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental. Demam, umur,
genetik, riwayat prenatal dan perinatal dapat memicu terjadinya kejang demam.
Klasifikasi kejang demam ada dua, yaitu kejang demam sederhana yang
berlangsung secara singkat kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu
24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks merupakan kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit dan dapat berulang lebih dari 1 kali dalam 24
jam. Kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang
cepat yang mengurangi mekanisme menghambat aksi potensial dan
meningkatkan transmisi sinaps eksitatorik. Tanda gejala yang mungkin muncul
seperti peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38oC. pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu laboratorium darah, urinalisis, fungsi
lumbal, radiologi, EEG dan penatalaksanaan medis berupa mencari dan
mengobati demam terlebih dahulu dan memberikan pengobatan profilaksis
terhadap kejang yang berulang.
Selanjutnya untuk asuhan keperawatan perlu dilakukan dengan melakukan
proses keperawatan dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan
evaluasi. Pegkajian yang dilakukan merupakan pengkajian secara komperehensif.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak, hipertermia
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, resiko cidera berhubungan
dengan gangguan sensasi, dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi.
B. Saran
Anak yang mengalami kejang demam perlu mendapat perhatian lebih dan
penatalaksanaan yang tepat. Oleh sebab itu, peran orang tua sangat penting
dalam mengetahui kondisi anak, apakah memiliki tanda gejala, faktor risiko, dan
kemungkinan kekambuhan. Mematuhi peraturan penggunaan obat dari dokter
dan jadwal kontrol juga sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA

Andretty Rezy P. 2015. Hubungan Riwatar Kejang Demam Dengan Angka Kejadian
eplilepsi di Dr.Moewardi. Universitas Muhammadiah Surakarta

Fida & Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika .

Harjaningrum, A. 2011. Smart Patient: Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas.


Jakarta: PT. Linggar Pena Kreativa.

Mohammadi, M. 2010. Febrile Seizures: Four Steps Alogarithmic Clinical


Approch.Irania Journal of Pediatric, volume 20 (No1), page 5-15
http://journals.tums.ac.ir

Munir Badrul. 2015, Neurologi Dasar. Cetakan pertama, Universitas Brawijaya Malang,
Sagung Seto. Jakarta

Riandita, A. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Deman


Dengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Jurnal Media Medika Muda

Rahayu, S. 2015. Model Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Pengatahuan


Tentang Pengelolaan Kejabg Demam Pada Ibu Balita Di Posyandu Balita.
Politeknik Kesehatan Surakarta

Suriadi, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak.Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Waskitho., & Pungguh, A. (2013). Asuhan keperawatan hipertermi. Jakarta :Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai