Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Pembimbing Akademik : Susri Utami, M.Kep

Pembimbing Ruang anak :

Disusun oleh kelompok 13 :


Kelas 2B
1. Nurul Hidayatunisa ( 17.1366.S)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
TAHUN 2019

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi pada
anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini
dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap
berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara
sempurna (Harjaningrum, 2011).
Kejang pada anak dapat menganggu kehidupan keluarga dan kehidupan sosial
orang tua khususnya ibu, karena ibu dibuat stres dan rasa cemas yang luar biasa.
Bahkan ada yang mengira anaknya bisa meninggal karena kejang. Beberapa ibu
panik ketika anak mereka demam dan melakukan kesalahan dalam mengatasi
demam dan komplikasinya. Kesalahan yang dilakukan ibu salah satunya
disebabkan karena kurang poengetahuan dalam menanggani. Memberikan
informasi pada ibu tentang hubungan demam dan kejang itu sendiri merupakan
hal yang paling penting untuk menghilangkan stres dan cemas mereka.
Angka kejadian kejang di Indonesia sendiri mencapai 2.4% tahun 2008
dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan. Angka kejadian di
wilayah jawa tengah sekitar 2.5% pada anak usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun
disetiap tahunnya. 25.5% kejang demam akan mengalami kejang demam
berulang. (Gunawan, 2008)
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan ibu untuk mengatasi demam pada
anak sebelum terjadi kejang dan selanjutnya membawa ke rumah sakit. Mengukur
suhu tubuh, memberi obat penurun panas dan memberikan kompres air hangat
(yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan anak) dan memberikan
cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh pada anak. Ibu harus menyadari
bahwa demam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kejang,
dikarenakan adanya peningkatan suhu tubuh yang cepat. (Raffery, 2008)
2. TUJUAN
A. Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang kejang demam pada anak
B. Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian kejang demam
2. Mahasisiwa mampu memahami tentang tanda gejala kejang demam
3. Mahasisiwa mampu mengetahui tentang patofisiologi kejang demam
4. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada anak kejang demam
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Kejang Demam


Kejang yang terjadi pada suhu tubuh badan yang tinggi. Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38 C. Yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai 5 tahun.
Sedangkan usia lebih kurang dari 4 minggu dan pernah kejang tanpa demam tidak
termasuk dalam kategori ini. Kejang demam tidak selalu seorang anak harus
mengalami peningkatan suhu seperti ini, kadang dengan suhu yang tidak terlalu
tinggi anak sudah kejang.
2. Etiologi
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam pada anak antara lain :
 Faktor perinatal
 Malformasi otak congenital
 Faktor genetika
 Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
 Demam
 Gangguan metabolisme
 Trauma
 Neoplasma, toksin
 Gangguan sirkulasi
 Penyakit degeneratif susunan saraf
3. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronbkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik.
Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebab toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami
bahaya secara sistematik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan
merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga
terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan di
sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi
pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion
Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa
inilah yang di duga juga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat
sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran, otot ekstermitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan
jal;an nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam antara lain :
a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38C.
b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Living-Stone juga
dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang demam.
Ada 7 kriteria antara lain;
a. Umur anak saat kejang antara 6 bulan-4 tahun
b. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit
c. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang
saja)
d. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan sesudah kejang tidak ada kelainan
f. Pemeriksaan Elekto Enchephaloghrapy dalam kurun waktu 1 minggu atau
klebih setelah suhu tubuh normal tidak dijumpai kelainan
g. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali
5. Pemeriksaan penunjang
a. Darah
Glukosa darah : hipokligemia merupakan predisposisi kejang
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
b. Cairan cerebo spinal : mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
c. Skull Ray : untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
d. Transluminasi : suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka ( dibawah 2 tahun ) dikamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi organ.
e. EEG : Teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktifitas kejang.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalakanaan dirumah sakit antara lain:
1) Saat timbul kejang maka penderita diberikan dianak diazepam intravena
secara perlahan dengan paduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10
kg, dosisinya 0,5 – 0,75 mg/kg BB, diatas dua puluh kilogram 0,5 mg/kg
BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/kali pemberian
dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan
maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian
tidak boleh melebihi 50mg/suntikan
Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit
kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis
yang sama. Apabila masih kejang maka ditunggu 15menit lagi kemudian
diberikan injeksi diazepam ke-3 dengan dosis yang sama dengan cara
intramuskuler.
2) Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi
miring, pakaian di longgarkan , dan penghisapan ledir. Bila tidak membaik
dapat dilakukan inkubasi endotrakel atu trakeostomi.
3) Pemberian oksigen untuk membantu kecukupan perfusi jaringan .
4) Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan
dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena
pemantauan intek autput cairan selama 24 jam perlu dilakukan karena pada
penderita yang beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
kelebihan cairan dapat memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu
pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial juga pemberian cairan yang
mengandung natrium (Nacl) perlu dihindari. Kebutuhan cairan rata-rata
untuk anak terlihat pada tabel di bawah ini :

Umur BB Kebutuhan cairan/kg BB


0-3 hari 3 150
3-10 hari 3,5 125-150
3 bulan 5 140-160
6 bulan 7 135-155
9 bulan 8 125-145
1 tahun 9 120-135
2 tahun 11 110-120
4 tahun 16 100-110
6 tahun 20 85-100
10 tahun 28 70-85
14 tahun 35 50-60

5) Pemberian kompres air hangat untuk membantu menurunkan suhu tubuh


dengan metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi
(suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derjat lebih rendah (kain kompres).
Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak anyaman
kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha serta area pembuluh darah yang
besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan pemberian
antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3kali
pemberian).
6) Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-
obatan untuk mengurangi edem otak seperti dexametason 0,5-1 ampul setiap
6 jam sampai keadaan membaik. Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih
tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan cara menaikkan tempat tidur
bagian kepala lebih tingi kurang lebih 15 derajat (posisi tubuh pada garis
lurus).
7) Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca
pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis
awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1 tahun, 75 mg
pada anak usia 1 tahun keatas dengan teknik pemberian intramuskular.
Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan dosis pertama 8-10
mg/kg BB/hari (terbagi dalam 2 kali pemberian), hari berikutnya 4-5 mg/kg
BB/hari terbagi dalam 2 kali pemberian.
8) Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang
adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti ditelinga, salura
pernafasan, tonsil maka pemeriksaan seeperti angka leukosit foto rontgen,
pemeriksaan kultur jaringan, pemeriksaan gram bakteri serta pemeriksaan
penunjang lain untuk mengetahui jenis mikrooganisme yang menjadi
penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memilih jenis antibiotik yang cocok diberikan kepada pasien anak dengan
kejang demam.
b. Penatalaksanaan di rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya maka
orang tua atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan
awal pada anak yang mengalami kejang demam antara lain :
1) Saat timbul serangan kejang segera pindakan anak ke tempat yang aman
seperti dilantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda
berbahaya seperti gelas dan pisau.
2) Posisi kepala anak hiperektensi, pakaian dilonggarkan. Kalau takut lidah
anak tertekuk atau tergigit maka diberikan tong spatel yang dibungkus
dengan kassa atau kain, jika tidak ada dapat diberikan sendok makan yang
dibalut dengan kassa atau kain bersih.
3) Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya terjadi
pertukaran oksigen lingkungan.
4) Kalau anak mulutnya masih dapat dibuka sebagai pertolongan awal dapat
diberikan antipiretik seperti aspirin dengan dosis 60 mg/tahun/kali
(maksimal sehari 3 kali).
7. Komplikasi
a. Kejang berulang
b. Epilepsi
c. Hemiparese
d. Gangguan mental dan belajar
8. Pengkajian fokus
Data subyektif
 Biodata/identitas
Biodata anak mencakupi nama, umut, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu
ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
 Riwayat penyakit
1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan: apakah
betul ada kejang? Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak.
2. Apakah disertai demam? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan
dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.
3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
4. Pola serangan
 Perlu diusahakan agar memperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
 Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik?
5. Frekuensi serangan
 Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang pertahun.
6. Keadaaan sebelumnya, selama dan sesudah serangan sbelum kejang perlu
ditanyakan adakah aura rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang,
misalnya lapar, lelah, mual, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang
dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun menangis dan lain
sebagainya?
7. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai apakah muntah, diare, trauma
kepala, gagap bicara, kelainan jantung, ISPA, DHF dan lain lain.
8. Riwayat penyakit dahulu
 Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi pertama kali?
 Apakah ada riwayat trauma kepala radang selaput otak dan lain lain?
9. Riwayat kehamilan dan persalinan
 Apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil.
Riwyat trauma, perdarahan pervagina sewaktu hamil.
 Riwayat persalinan di tanyakan apakah sukar, spontan, atau dengan
tindakan ( forcp atau vakum). Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,
diare, muntah, tidak mau menyusui dan kejang-kejang.
10.Riwayat Imunisasi
 Jenis imunisasi yang sudah didapatkan
11.Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
 Personal sosial : Bersosialisasi berhubungan dengan kemampuan mandiri
dan inteteraksi dengan lingkungannya.
 Gerakan motorik halus : Berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yng melibatkan otot-otot kecil dan
koordinasi yang cermat.
 Gerakan motorik kasar : Berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
 Bahasa : Kemampuan memberikan respon mengikuti perintah dan
berbicara sepontan.
12.Riwayat kesehatan keluarga
 Adakah anggota keluarga yang menderita kejang?
 Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf ?
 Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yng dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam?
13.Riwayat sosial
 Bagaimana hubungan anak tersebut dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya?.
14. Pola kebiasan dan fungsi kesehatan
 Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan ?
 Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita?
15. Pola nutrisi
 Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak disukai?
 Bagimana selera makan anak?
 Bagimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak?
16. Pola eleminasi
 BAK : ditanyakan frekuensi dan jumlah nya, ditanyakan apakah disertai
nyeri saat anak kencing?
 BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak,konsistensi lunak
keras cair atau berlendir?
17. Pola aktifitas dan latihan
 Apakah anak senang bermain sendiri atu dengan teman sebayanya ?
 Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
 Aktifitas apa yang disukai?
18. Pola istirahat dan tidur
 Berapa jam sehari tidur?
 Bangun tidur jam berapa?
 Kebiasaan sebelum tidur ?
Data Objektif
 Pemeriksan umum
Perhatikan keadaan umum tanda-tanda vital :
Tingkat kesadaran, TD, nadi, respirasi dan suhu.
 Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Adakah dispersi bentuk kepala?
b) Rambut
Warna,kelebatan,karakteristik rambut.
c) Muka atau wajah
Adakah tanda tanda trimus, nervuskranial?
d) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil untuk itu periksa pupik dan
ketajaman penglihatan.
e) Telinga
Periksa kebersihan telinga serta tanda tanda adanya infeksi.
f) Hidung
Apakah ada pernafasan cuping hidung?
g) Mulut
Adakah sianosis, bagaimana keadaan lidah, adakah setomatitis?
h) Tenggorokan
Adakah tanda tanda infeksi faring, leher adakah tanda-tanda kelenjar tiroid,
adakah pembesaran fena jugularis?
i) Thorax
Amati bentuk dada klien, bagimana gerakan pernafasan, pada auskultasi
adakah suara nafas tambahan.
j) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung ? adakah bunyi tambahan?
Adakah bradikardi atau takikardi?
k) Abdomen
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus, adakah pembesaran lien dan
hepar?
l) Kulit
Keadaan kulit, kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat edema?
Bagaimana keadaan turgor kulit?
m)Ekstermitas
Apakah terdapat edema atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral.
n) Genetalia
Adakah kelainan bentuk edema, sekret yang keluar dari genetalia, tanda-
tanda infeksi?
9. Fokus intervensi
a. Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh
lidah, spasme dan otot bronkus. Hasil yang diharapkan frekuensi pernapasan
meningkat 28-35 kali/menit, irama pernapasan reguler tidak cepat.
Rencana tindakan :
1. Monitor jalan nafas frekuensi pernafasan, irama pernafsan
Rasional : frekuensi pernafasan yang meningkat tinggi dengan irama yang
cepat sebagai salah satu indikasi sumbatan jalan nafas oleh benda asing
contohnya lidah.
2. Tempatkan anak pada posisi semi fowler dengan kepala hiperekstensi
Rasional : posisi semifowler akan menurunkan tahanan tekanan intra
abdominal terhadap paru paru. Hiperekstensi akan membuat jalan nafas dalam
posisi lurus dan bebas dari hambatan.
3. Pasang tongspatel saat timbul serangan kejang
Rasional : mencegah lidah tertekuk yang dapat menutup jalan nafas.
4. Kolaborasi pemberian anti kejang. contohnya pemberian diazepam dengan
dosis rata rata 0,3 mg/kgBB/kali pemberian.
Rasional : diazepam bekerja menurunkan tingkat fase depolarisasi yang cepat
di sistem persyarafan pusat.
b. Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
Hasil yang diharapkan : jaringan perifer (kulit) terlihat merah dan segar, akral
teraba hangat.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat pengisian kapiler perifer
Rasional : kapiler kecil mempunyai volume darah yang relatif kecil dan cukup
sensitif sebagai tanda terhadap penuruan oksigen darah.
2. Pemberian oksigen dengan memakai masker atau nasal bicanul dengan dosis
rata rata 3liter/menit.
Rasional : oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen
lingkungan sehingga muadh masuk ke paru paru.
3. Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara mekanik maupun
cahaya.
Rasional : rangsangan akan meningkatkan fase eksitasi persarafan yang dapat
menaikan kebutuhan oksigen jaringan.
4. Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik.
Rasional : meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah hipoksemia
jaringan.
c. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau
pada tempat lain. Hasil yng diharapkan : suhu tubuh perektal 36-37 derajat kening
anak tidak teraba panas tidak terdapat pembengkakan.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat perkembangan anak terutama kepercayaan diri dan frekuensi
demam.
Rasional : fase ini bila tidak teratasi dapat terjadi krisis kepercayaan pada
anak.
2. Berikan anak terapi bermain dengan teman sebaya nya dirumah sakit yang
melibatkan banyak anak seperti bermain lempar bola.
Rasional : meningkatkan interaksi anak terhadap teman sebaya nya tanpa
melalui paksaan.
3. Beri anak reward apabila anak berhasil melakukan aktifitas posistif.
Rasional : meningkatkan nilai positif yang ada pada anak dan memperbaiki
kelemahan dengan kemauan yang kuat
10. Pathway

Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga

Toksik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen

Kenaikkan suhbu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain (hipertermi)

Pelepasan mediator kimia oleh neuron seperti prostaglandin, epinfrin

Peningkatan potensial membran

Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium ke dalam sel neuron dengan cepat

Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat

Penurunan respon rangsang dari luar spasma otot, mulut, lidah, bronkus

Resiko cidera resiko penyempitan atau penutupan jalan nafas


BAB III

ANALISA JURNAL

A. Judul jurnal
Pertolongan pertama dengan kejadian kejang demam pada anak.
B. Penulis jurnal
Ketut Labir
N.L.K Sulisnadewi
Silvana Mamuaya
C. Latar belakang jurnal
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi
pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini
dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap
berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara
sempurna (Harjaningrum, 2011).
Terjadinya proses infeksi dalam tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh
yang bisa disebut dengan demam. Demam merupakan faktor resiko utama
terjadinya kejang demam (Selamihardja, 2008).
Insiden dan prvelensi kejang demam di Eropa pada tahun 2006 berkisar 2-
5%,di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan
dengan Eropa sebesar 8,3% - 9,9% pada thun yang sama (Hasan 2007).
Berdasarkan hasil survey demografi kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2007, di
Indonesia tahun 2005kejang demam termasuk sebagai 5 penyakit anak terpenting
yang sebesar 17,4%, meningkat pada tahun 2007 dengan kejadian kejang sebesar
22,2% (Hasan, 2007). Tingginya kasus kejang di Bali khususnya di RSUP Sanglah
Denpasar sepanjang tahun 2011, terdapat 1.178 kunjungan ke Triage anak,dengan
berbagai permasalahan seperti panas, kejang, sesak dan tidak sadar. Tahun 2010
terdapat 343 kasus anak dengan kejang demam dan meningkat menjadi 386 kasus
pada tahun 2011. Rata rata kunjungan anak dengan kejang demam perbulan pda
2011 sebesare 32 kasus (RSUP Sanglah,2010).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu pross esktrakranium
( budiman, 2006 ). Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam dimana anak
akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar
matanya. Napas akan terganggu, dan kulit akan tampak akan lebih gelap dari
biasanya. Setelah kejang anak akan segera normal kembali. Kejang sendiri terjadi
akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam kurun waktu tertentu tanpa
bisa dikendalikan. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai
kejang demam (convalso febrilis) atau stuip/step (Selamihardja, 2008).
Kejang demam merupakan kegawatdaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera, pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk cacat yang
lebih parah sehingga pertolongan pertama untuk menangani korban segera
dilakukan untuk mencegah cidera dan komplikasi (Candra, 2009).
Langkah awal yang dapat dilakukan dalam melakukan pertolongan pertama
untuk mencegah terjadinya kejang pada anak demam adalah segera memberi obat
penurun panas, kompres air biasa atau hangat yang diletakkan didahi, ketiak, dan
lipatan paha. Beri anak banyak minum dan banyak makan makanan berkuah atau
buah buahan yang banyak mengandung air, bisa berupa jus, susu, teh dan minuman
lainnya. Jangan selimuti anak dengan selimut yang tebal, selimut dan pakaian yang
tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi
penguapan. (candra, 2009).
Ketika terjadi kejang dan tidak berhenti setelah 5 menit, sebaiknya anak
segera dibawa kefasilitas kesehatan terdekat,jika anak pernah mengalami kejang
demam di usia pertama kehidupannya, maka ada kemungkinan ia akan mengalami
kembali kejang meskipun temperatur demamnya lebih rendah (Candra,2009)
Berdasarkan hasil pengamatan responden didapatkan distribusi pertolongan
pertama pada anak dengan demam kejang didapatkan bahwa dari 30 responden
pertolongan pertama yang dilakukan oleh orang tua yang terbanyak adalah baik
yaitu sebesar 53,3% yang terkecil adalah kurang sebesr 16,7%. Kejadian kejang
pada anak dengan demam di Ruang Triagen Anak RSUP Sanglah Denpasar dari 30
responden kejadian kejang pada anak yang terbanyak adalah kejang demam
sederhana yaitu sebesar 60,0% dan yang terkecil adalah kejang tonik klonik
sebesar 6,7%.
D. Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik korelasi yang
bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan dan sejauh mana hubungan
antara dua variabel dengan penelitian. Pendekatan yang digunakan pada penelitian
ini yaitu Cross Sectional.
E. Hasil dan pembahasan jurnal
Tabel 1 : distribusi frekuensi responden berdasarkan pertolongan pertama pada
anak dengan kejang demam

No Pertolongan Pertama Frekuiensi presentase


1 Baik 16 53,3
2 Cukup 9 30,0
3 Kurang 5 16,7
Jumlah 30 100,0
Dari tabel di atas didapatkan bahwa dari 30 responden pertolongan pertama
yang dilakukan oleh orang tua yang terbanyak adalah baik yaitu sebesar 53,3% dan
yang terkecil 16,7%.

Tabel 2 : distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian kejang demam pada


anak dengan demam

n Kejadian kejang frekuens Presentase


demam i
1 Kejang sederhana 18 60,0
2 Kejang kompleks 10 33,3
3 Kejang tonik 2 6,7
klonik
Jumlah 30 100,0
Dari tabel di atas didapatkan bahwa dari 30 responden kejadian kejang demam
pada anak yang terbanyak adalah kejang demam sederhana 60,0% dan yang
terkecil kejang demam tonik klonik 6,7%. Analisis dari tabel diatas menggunakan
uji statistik Spearman Rank.
Langkah awal yang dapat dilakukan dalam melakukan pertolongan pertama
untuk mencegah terjadinya kejang pada anak demam adalah segera memberi obat
penurun panas, kompres air biasa atau hangat yang diletakkan di dahi, ketiak, dan
lipatan paha. Beri anak banyak minum dan makan makanan yang berkuah atau
buah-buahan yang banyak mengandung air, bisa berupa jus, susu, teh, dan
minuman lainnya. Jangan selimuti anak dengan selimut tebal, selimut dan pakaian
tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi
penguapan. (Candra,2009).
Kemampuan orang tua dalam pemberian pertolongan pertama pada anak
dengan kejang demam dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, pendidikan
dan pekerjaan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
melakukan tindakan seperti minat, pengalaman, budaya, informasi salah satunya
penyuluhan dari petugas kesehatan tentang penatalaksanaan kejang demam pada
anak (Notoatmojo,2003).
Hasil penelitian menurut Nurul 2008 didapatkan sebesar 80% orangtua
mempunyai fobia demam. Orang tua mengira bahwa bila tidak diobati, demam
anaknya akan semakin tinggi. Kepercayaan tersebut tidak terbukti berdasarkan
fakta. Karena konsep yang salah ini banyak orang tua mengobati demam ringan
yang sebetulnya tidak perlu diobati. Pengetahuan dan pengalaman ibu tentang
penangganan anak dengan demam sangat menentukkan terjadinya kejang sehingga
diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan kepada orang tua
tentang penangganan kejang demam karena hal ini sangat rentan terjadi pada anak
(Rani,2009).
Sebagian besar anak-anak mengalami demam sebagai respon terhadap infeksi
virus yang bersifat Self Limited dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari atau infeksi
bakteri yang tidak memerlukan perawatan rumah sakit. Pendekatan penatalaksaan
demam pada anak bersifat Age Dependent karena infeksi yang terjadi tergantung
dengan maturitas sistem imun dikelompok usia tertentu.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi pada
anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan,
anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit
disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna
(Harjaningrum, 2011).
Langkah awal yang dapat dilakukan dalam melakukan pertolongan pertama
untuk mencegah terjadinya kejang pada anak demam adalah segera memberi obat
penurun panas, kompres air biasa atau hangat yang diletakkan didahi, ketiak, dan
lipatan paha. Beri anak banyak minum dan banyak makan makanan berkuah atau
buah buahan yang banyak mengandung air, bisa berupa jus, susu, teh dan minuman
lainnya. Jangan selimuti anak dengan selimut yang tebal, selimut dan pakaian yang
tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi
penguapan. (candra, 2009).
B. Saran
Menurut saya faktor tinggi demam dan faktor usia pertama kejang merupakan
faktor resiko kejang demam, sehingga anak harus dikelola secara baik. Edukasi
kepada orang tua adalah hal yang terpenting, jika anak menderita demam jangan
sampai menjadi demam tinggi yang dapat memicu bangkitan kejang demam, dan
dapat mengurangi kecemasan orang tua. Hal ini tidak hanya untuk menurukan
mordibitas, tetapi juga untuk menghindartkan adanya dampak buruk bangkitan
kejang demam pada anak.
DAFTAR PUSTAKA

Ridha, H. Nabiel. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Riyadi, Sujono & Sularmin. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak.


Yogyakarta :Graha Ilmu.

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
EGC.

Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa : Maulanny


R.F. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai