Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN KEJANG DEMAM SEMENTARA RUANG MERAK/ANAK


DI RSUD IDAMAN BANJARBARU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Praktek Klinik


Stase Anak

Oleh:

M.REZKIANSYAH AL FITRI

NIM : P17212215103

KEMENTIRAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Stase Anaka Di Ruang Merak/Anak RSD IDAMAN Banjarbaru

Periode tanggal 1 November – 6 November 2021

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal......... bulan…………….. Tahun…………….

Banjarbaru, Oktober 2021

Preseptor Lahan RS Preseptor Akademik

Mengetahui,

Kepala Ruang Merak


LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN KEJANG DEMAM SEMENTARA RUANG MERAK/ANAK
DI RSUD IDAMAN BANJARBARU

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut
kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi
bakteri atau virus (Price, 2015).
B. Etiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang
demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan
karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2012).
Penyebab kejang demam belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama
kejang demam ialah demam yag tinggi. Menurut Arif Mansjoer. 2012) demam yang terjadi sering
disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
Selain penyebab diatas Ada 5 Faktor yang mempengaruhi kejang, faktor – faktor tersebut adalah
1. Umur
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
perbandingan 2:1. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh karena pada wanita didapatkan
kematangan otak yang lebih cepat dibanding laki-laki.
3. Suhu badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya kejang demam.
Tingginya suhu badan pada saat timbulnya serangan merupakan nilai ambang kejang.
Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38.30C – 41.40C.
4. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa
penulis mendapatkan 25 – 50% daripada pada anak dengan kejang demam mempunyai
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.

C. Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana
Umur anak ketia kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun, kejang demam yang berlangsung
singkat, kejang berlangsung kurang dari 15 menit, sifat bangkitan dapat berbentuk
teknik,klinik, tonik dan kronik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau
berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan ciri: kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu
sisi atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dari 24 jam.
(Hasan, 2015).

D. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di
kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
E. PATHWAY

F. Manifestasi klinis
Menurut Nelson (2011) adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :
a. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
b. Mata terbalik ke atas
c. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal
d. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15
menit
e. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd),
g. Suhu 38oc atau lebih.
G. Pemeriksaan diagnostic
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui
pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.
3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada
komplikasi dan penyakit kejang demam. (Arif Mansyoer,2012)
H. Penatalaksanaan Medis
Dalam penatalaksanaan kejang demam ada beberapa hal yang perlu dikerjakan yaitu
a. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami.
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena
atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila
diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg
(BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-
lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl
fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1
tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis
rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk
hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum
membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa
dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan
kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin
dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.
I. Komplikasi
Menurut Arif Mansyoer,2012) kejang demam dapat mengakibatkan :
a. Kerusakan sel otak
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
c. Kelumpuhan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan sekarang , masa lalu, tumbuh kembang
d. Riwayat kelurga
e. Riwayat Sosial
f. Pemeriksaan fisik
g. Riwayat imunisasi
h. Pemenuhan kebutuhan dasar
i. Pemeriksaan tingkat perkembangan
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia
b. Pola Nafas tidak efektif
c. Risiko Cedera
d. Ansietas
INTERVENSI
No SDKI SLKI SIKI
1 Hiperterrmi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
keperawatan 1x8 jam diharapkan suhu tubuh Observasi:
(D.0130)  Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan
tetap berada pada rentang normal
panas, penggunaan inkubator)
keriteria hasil :  Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
1. Menggigiil menurun  Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Suhu tubuh membaik atau normal (36,0 Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yang dingin
C-37,0 c)
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Suhu kulit membaik atau teraba tidak  Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
panas  Hindari pemberian antipiretik atau asprin
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

2 Pola nafas tidak Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi


efektif (D.0005) keperawatan 3x24 jam inspirasi dan atau Observasi:
 Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
adekuat membaik  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapeutik
Kriteria hasil :
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
1. Dispnea menurun Edukasi
2. Penggunaan bantuan otot nafas  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
menurun
3. Frekuensi nafas membaik Terapi Oksigen
4. Kedalaman nafas membaik Observasi:
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
3 Resiko Cedera Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen Keselamatan Lingkungan
Observasi:
(D.0136) keperawatan 1x24 jamkeparahan dan
 Identifikasi kebutuhan keselamatan
cedera yang diamati atau dilaporkan  Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik:
menurun.
 Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
Kriteria hasil :  Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
 Sediakan alat bantu kemanan linkungan (mis. Pegangan tangan)
1. Luka/lecet menurun
 Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci,
2. Perdarahan menurun pagar)
Edukasi
3. Fraktur menurun
 Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
Pencegahan Cidera
Observasi:
 Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
 Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
ekstremitas bawah
Terapeutik:
 Sediakan pencahayaan yang memadai
 Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat
inap
 Sediakan alas kaki antislip
 Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di dekat tempat tidur,
Jika perlu
 Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk beberapa
menit sebelum berdiri
4 Ansietas Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas
(D.0080) keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat Observasi:
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
ansietas menurun  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Kriteria Hasil:  Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik:
1. Pola tidur membaik
 Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Perilaku gelisah menurun  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
3. Perilaku tegang menurun
 Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Perlaku kekhawatiran menurun  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Hasan. 2015. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : FKUI.
Mansjoer. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Nelson. (2011). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 3. Edisi ke-15. Jakarta : EGC.
Price S.A. (2015). Patofisiologi. Edisi Ke-4. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai