Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE ANAK
“KDS”
( Kejang Demam Sederhana)
DI RSUD A.M PARIKESIT
RUANG ANAK PUNAI 2

Di Susun Oleh:
OCTAVIANI
2111102412121

Program Studi Profesi Ners


Fakultas Ilmu Keperawatan
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2021
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai
pada massa kanak-kanak (American Academy of Pediatrics,2008). Kejang
demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan insiden
puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang
demam jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas 5 tahun.
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi
peningkatan risiko pada anak yanga memiliki riwayat kejang demam pada
keluarga. Kejang demam berkaitan dengan demam, biasanya terkait
penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak, tetapi dapat sangat
menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian besar
kasus, prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi tanpa adanya
infeksi intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang
bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas
listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagno,
2012). Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan
tinggi (kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan
ektrakranial. Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium (Lestari,2016). Jadi dapat disimpulkan, kejang
demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari peningkatan suhu tubuh
anak yang dapat menyebabkan kejang yang diakibatkan karena proses
ekstrakranium.

2. Klasifikasi
Klasifikasi Kejang Demam
1. Kejang demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% dari seluruh kejadian
kejang demam (Pusponegoro, 2006).

2. Kejang Demam Kompleks (KDK)


Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah
satu ciri kejang lama yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau
parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, atau
berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang
yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2
kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam (Pusponegoro,2006).
3. Etiologi
Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang
demam diantaranya :
a. Faktor-faktor prinatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Demam
e. Gangguan metabolisme
f. Trauma
g. Neoplasma
h. Gangguan Sirkulasi

4. Tanda dan Gejala


 Kejang demam berlangsung singkat, serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral.
 Seringkali kejang berhenti sendiri.
 Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak.
 Setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali
tanpa deficit neurologis.
 Peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38 OC

5. Komplikasi
a. Kerusakan neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun ke membran sel yang yang menyebabkan
kerusakan pada neuron.

b. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobur temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi ‘matang’
dikemudian hari shingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
C. Kelainan anatomis di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan
kelainan di otak yng lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4
bulan sampai 5 th.
d. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejng
yang disertai demam,
e. Kemungkinan mengalami kematian. (PP.IDAI,2005;6)

6. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan energi yang dapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi degan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskular. Glukosa melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal
membran sel dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na++ rendah, sedang diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial mambran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial mambrane ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion
diruang ekstravaskuler, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan
patofisiologis dari mambran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Dalam keadaan demam kenaikan suhu 1 dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na +  C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahunsirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu,
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat eluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang disebut “ neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38C sebab anak dengan ambang kejang
yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40C atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.Tetapi kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) bisanya seperti apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis lakta disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
yang disebaban makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otot meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting dalam gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeablitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
(Ngastiyah, 2007)

7. PATHWAY
8. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
a. Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien kejang demam ialah
resiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang, suhu yang meningkat
diatas suhu normal, resiko terjadi bahaya/komplikasi, gangguan rasa
aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
 Resiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang
Kejang menyebabkan kontriksi pembuluh darah, sehingga aliran
tidak lancar dan peredaran O (anoksia) pada otak akan
mengakibatkan kerusakan sel otak dan dapat terjadi kelumpuhan
sampai retardasi mental bila rusaknya berat. Oleh karena itu,
kejang harus segera dihentikan dan apnea dihindarlan.
 Suhu yang meningkat diatas normal
Jika sudah diketahui suhu anak diatas normal anak akan menderita
kejang, maka anak akan menderita piretik (pemberian antipiretik
dan petunjuk bahwa anak menderita kejang demam didapat
setelah berobat ke dokter dan kejang sudah lebih dari 1 kali).
 Resiko terjadi bahaya / komplikasi
Seperti pasien lain yang kejang akibatnya terjadi perlukaan misal
lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi, oleh karena itu
setiap anak mendapat serangan kejang harus ada yang
mendampinginya. Selain bahaya akibat kejang, risiko akibat
komplikasi karena pemberian obat antikonvulsan (dapat terjadi
dirumah sakit), bila memberikan diazepam IV harus pelan sekali 1
ml selama 1 menit, karena memberikan diazepam secara intravena
terlalu cepat juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
 Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan ini terjadi akibat penyakitnya sendiri dan tindakan
pertolongan selama kejang
 Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit Jika pasien
didiagnosis kejang demam, orang tuanya perlu dijelaskan mengapa
anak dapat kejang terutama berhubungan dengan suhu tubuh,
kenaikan suhu tubuh tersebut disebabkan oleh infeksi. Yang perlu
dijelaskan adalah: harus selalu tersedia obat penurun panas dari
resep dokter yang mengandung antikonvulsan, agar anak segera
diberikan obat antipiretik bila orangtua mengetahui anak mulai
demam. Apaila terjadi berulang atau lama segera bawa pasien
kerumah sakit.
b. Non Keperawatan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu: memberantas kejang secepat mungkin, pengobatan
penunjang, memberikan pengobatan rumat dan mencari mengobati
penyebab.
 Memberantas kejang secepat mungkin
Obat pilihan utama adalah diazepamyang diberikan secara
intravena keberhasilan menekan kejang 80 – 90 %, dosis sesuai
dengan berat badan : kurang dari 10 kg 0,5 – 0,75 mg/ kg
BB,diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Biasanya dosis rata – rata dipakai
0,3 mg/kg BB/ kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur
kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada anka yang lebih besar.
 Pengobatan penunjang
Fungsivital seperti kesadaran suhu, tekanan darah, pernapasan
dan fungsi jantung diaawasi secara ketat, jika suhu meningkat
sampai hiperpireksia dilakukan hipernasi denan kompres alkohol
dan es. Obat hibernasi adalah klorpromazin, prometazon.
Mencegah edema otak diberikan kortikosterooid.
 Pengobatan Rumat
Obat fenobarbital sebagai dosis rumat, diberikan langsung setelah
kejang berhenti dengan diazepam. Dosis awal neonatus 30mg,
umur 1 bulan sampai 1 tahun 50mg dan umur 1 tahun keatas 75
mg, cara pemberian melalui IM.
 Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang
diprovikasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius
bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang
adekuatperlu untuk mengobati penyakit tersebut.
Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk
pertama kali sebaliknya dilakukan fungsi lumbal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi otak. Pada
pasien kejang lama pemeriksaan lebih itensif seperti fungsi lumbal,
darah lengkap, gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium
dan faal hati. Bla perlu rongen foto tengkorak, ekg, ensefalografi,
dan lain – lain.

9. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009),
mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah
usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan
frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18
bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang
demam kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas,
nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang
biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang dialami
anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami
gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada
anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular
penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu
makan karena mual dan muntahnya.
f. Pengetahuan keluarga
Pemahaman penyakit dan perawatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya anak rewel
b. TTV
1) Suhu : >38,0⁰C
2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
3) Nadi : >100 x/menit
c. BB
Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
d. Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan
pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris,
mukosa hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan
b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama
c) Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
2) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan
linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Lemas dan datar, kembung
l. Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m.Ekstermitas :
1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.
2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.

3. Aktivitas kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
4. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya), nilai GCS: ≤ 3.
5. Penilaian kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5

10. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap,
elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak
menunjukkan kelainan yang berarti.
2. Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi
pada pasien dengan kejang demam meliputi :
a. Bayi < 12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala
meningitis sering tidak jelas.
b. Bayi antara 12 bulan-1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal
fungsi kecuali pasti bukan meningitis.
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak
khas.
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan/ MRI tidak dianjurkan pada
pasien anak tanpa kelainan nuerologist karena hampir semuanya
menunjukkan gambaran normal. CT-scan / MRI direkomendasikan
untuk kasus kejang demam fokal untuk mencari lesi organil di otak.
(Nurarif, 2015)

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan NANDA/


Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), yaitu :
1. Hipertermia berhubungan dengan proses Penyakit ditandai dengan kejang
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan kejang
3. Risiko Jatuh ditandai dengan gangguan kesimbangan

C. Rencana Asuhan Keperawatan


No. SDKI SLKI SIKI
Dx
1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan tindakan (I.15506)
dengan proses keperawatan Observasi
Penyakit ditandai selama 3 x 24 jam 1.1 Indentifikasi
dengan kejang di harapkan penyebab hipertermia
Termogulasi (mis.dehidrasi,terpapar
(L.14134) membaik lingkungan panas,
dengan kriteria penggunaan inkubator)
hasil : 1.2 Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh
dipertahankan dari Terapeutik
skala 3 (sedang) 1.3 Longgarkan atau
ditingkatkan ke lepaskan pakaian
skala 5 (membaik) 1.4 Berikan cairan oral
2. Tekanan darah
dipertaahankan dari Edukasi
skala 3 (sedang) 1.5 Anjurkan tirah baring
ditingkatka ke skala
5 (membaik) Kolaborasi
1.6 Kolaborasi
Skala pemberian cairan dan
(1) Memburuk elektrolit intravena,jika
(2) Cukup perlu
Memburuk
(3) Sedang
(4) Cukup Membaik
(5) Membaik

2 Risiko perfusi serebral Perfusi Serebral Manajemen Kejang


tidak efektif ditandai (L.02024) (I.06193)
dengan kejang Setelah di lakukan Observasi
Tindakan 2.1 monitor terjadinya
keperawatan selama kejang berulang
3x24 jam maka di 2.2 monitor karakteristik
harapkan Perfusi kejang
Serebral Meningkat 2.3 monitor status
dengan kreteria hasil: neurologis
1. Sakit kepala 2.4 monitor tanda-tanda
(2) vitasl
2. Gelisah (2) Terapeutik
3. Demam (2) 2.5 baringkan pasien agar
Ket : tidak jatuh
1: meningkat 2.6 perhatikan kepatenan
2: cukup meningkat jalan napas
3: sedang 2.7 dampingi selama
4: cukup menurun periode kejang
5: menurun 2.8 catat durasi kejang
Edukasi
2.9 anjurkan keluarga
menghindari memasukan
apapun ke dalam mulut
pasien saat periode kejang
2.10 anjurkan keluarga
tidak menggunakan
kekerasan untuk menahan
gerakan pasien
Kolaborasi
2.11 kolaborasi pemberian
antikonvulsan, jika perlu
3 Risiko Jatuh ditandai Tingkat Jatuh Pencegahan Kejang
dengan gangguan (L.14138) (I.14542)
kesimbangan Setelah di lakukan Observasi :
Tindakan 3.1 Monitor status
keperawatan neurologis
selama 3x24 jam 3.2 Monitor tanda-tanda
maka di harapkan vital
Tingkat Jatuh Terapeutik :
Menurun dengan 3.3 baringkan pasien
kreteria hasil: agar tidak terjatuh
1. Jatuh dari 3.4 rendahkan
tempat ketinggian tempat
cairan (2) tidur
2. Jatuh saat 3.5 jauhkan benda-
berdiri (2) benda berbahaya
3. Jatuh saat terutama benda
duduk (2) tajam
4. Jatuh saat Edukasi :
berjalan (2) 3.6 anjurkan segera
Ket : melapor jika
1: meningkat merasakan aura
2: cukup meningkat 3.7 anjurkan keluarga
3: sedang pertolongan
4: cukup menurun pertama pada
5: menurun kejang
Kolaborasi :
3.8 kolaborasi
pemberian
antikonvulsan, jika perlu

Daftar Pustaka
American Academy of pediatrics. (2008). Breastfeeding and the Use of
Human Milk. Pediatrics. 129: e827- e841.
Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan
Medikal Bedah Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika
Berperadaban, yogyakarta: Pustaka Belajar.
Campbell, Neil. A. & Reece, Jane. B. (2012). Biologi. Edisi ke Delapan Jilid 2.
Hartono, dkk). Jakarta. EGC

Ngastiyah.(2014). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Pusponegoro, D. H. (2006). Konsensus penatalaksanaan kejang demam, hal 1-15.
Jakarta: IDAI.
Rekomendasi IDAI pencegahan primer alergi. Jakarta: Badan
penerbit IDAI, pp: 6-9. Supriyatno B (2005).

Ridha (2014), konsep asuhan keperawatan anak,. ECG

Terjemahan Oleh Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga.


Titik Lestari, 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika

Widodo, 2012, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa


Wong, et al. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatrik. (alih bahasa:
Andry

Anda mungkin juga menyukai