Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN BY.

E DENGAN INFEKSI NEONATUS


DI RUANGAN PERINATOLOGI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase keperawatan dasar
Dosen pengampu Ns. Eli Lusiani, M. Kep

Disusun oleh.
Shalma Fauziah Sutisna
402021017

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi neonatal adalah sindrom atau gejala pada penyakit sistemik
biasanya diakibatkan infeksi yang terjadi satu bulan pertama dalam
kehidupan (IDAI, 2009). Mikroorganisme baik bakteri, virus, jamur dan
protozoa bisa menyebabkan infeksi sepsis neonatal (IDAI, 2009).
Berdasarkan The International Sepsis Definition Conferences
(ISDC, 2001) sepsis neonatal adalah sindrom atau gejala dengan adanya
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis
adalah proses yang masih berkelanjutan
dimulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/ syok septik,
disfungsi multiorgan, sampai tingkat kematian (Depkes, 2007). Sepsis
neonatal yaitu adanya mikroorganisme didalam cairan tubuh bayi seperti
darah, cairan sumsum tulang atau urin biasanya terjadi pada bayi berisiko
seperti bayi kurang bulan, bayi berat lahir rendah, bayi dengan sindrom atau
gejala gangguan nafas, atau bayi yang lahir dari ibu yang berisiko
(Aminullah, 2008).
Epidemiologi atau prevalensi untuk sepsis neonatal di negara
berkembang seperti indonesia sebesar (1,8 – 18/1000 kelahiran bayi),
sedangkan untuk negara maju sebesar (1–5/1000 kelahiran bayi) (Gerdes,
2004). Berdasarkan kejadian kematian neonatal di Asia Tenggara sebesar
39 per 1000 kelahiran bayi (Depkes, 2007). Hal ini didukung data dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
pada tahun 2007 mengungkapkan penyebab atau risiko kematian neonatal
pada usia 0-6 hari di Indonesia yaitu sepsis sebesar 12%, sedangkan
penyebab atau risiko kematian neonatal pada usia 7-28 hari yaitu sepsis
sebesar 20,5%. Di RSUP Dr. Kariadi Semarang angka kejadian atau
prevalensi infeksi sepsis neonatal pada tahun 2004 yaitu sebesar 33,1%
dengan angka kematian 20,3%, sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta pada tahun 2005 masih terdapat 13,68% infeksi sepsis neonatal pada
seluruh kelahiran bayi dengan angka kematian 14,18% (Rohsiswatmo,
2005). AKB (angka kematian bayi) secara umum pada tahun 2011 adalah
37 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup. AKB di Indonesia pada tahun
2011 adalah 25 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup (World Health
Organization, 2012). Angka kematian neonatal berdasarkan hasil Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sebesar 19 per 1000
kelahiran
Terapi penanganan sepsis neonatal menggunakan antibiotik, namun
penggunaan anibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan berbagai
kerugian, misalnya yaitu bertambahnya kejadian resistensi bakteri terhadap
antibiotik. Berdasarkan hasil penelitian AMRIN (Antimicrobial Resistance
in Indonesia) di dua rumah sakit pendidikan di Indonesia memperoleh hanya
21% penggunaan antibiotik yang masuk dalam kategori rasional (Hadi, et
al., 2008). Masih tingginya ketidak rasionalan penggunaan antibiotik
tersebut membuat peneliti ingin mengevaluasi kerasionalan penggunaan
antibiotik di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang pada kasus
sepsis neonatal. Pengobatan hanya berdasarkan gambaran klinis saja dapat
menimbulkan penanganan yang berlebihan dan dapat juga terjadi
peningkatan pola resistensi terhadap antibiotik dan efek toksisknya
dikemudian hari (Setianti dan Yusna, 2016). Penggunaan antibiotik yang
tidak rasional dapat menyebabkan dampak yang merugikan misalnya
penggunaan antibiotik yang kurang efektif, menurunnya tingkat keamanan
pasien dan biaya pengobatan pasien yang mahal (Kemenkes, 2011).
B. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Melalui pembuatan makalah mengenai infeksi neonatal diharapkan
mahasiswa mampu memahami materi gangguan sistem pernafasan pada
anak dan asuhan keperawatan pada anak.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui definisi infeksi neonatus.
2. Untuk mengetahui etiologi infeksi neonatus.
3. Untuk mengetahui patofisiologi infeksi neonatus.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis infeksi neonatus.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang infeksi neonatus.
6. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada infeksi
neonatus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Neonatal adalah bayi dari lahir sampai 4 minggu, biasanya lahir pada
usia kehamilan 38 minggu sampai 42 minggu. Infeksi adalah invasi dan
pembiakan mikroorganisme dijaringan tubuh, yang secara klinis bisa tidak
tampak, diikuti oleh respon imun pejamu berupa cedera seluler lokal akibat
kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, dan respon antigen-
antibodi (Pricilia, 2016).
Infeksi neonatorum adalah infeksi bakteri umum generalista yang
biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan yang menyebar keseluruh
tubuh bayi baru lahir (Pricilia, 2016).
Infeksi neonatal pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat
invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh
seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih. Infeksi pada bayi baru
lahir ada 2 yaitu: early infection ( infeksi dini) yaitu infeksi yang diperoleh
dari si ibu saat masih dalam kandungan, sementara late infection (infeksi
lambat) adalah infeksi yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara
atau tertular dari orang lain (Septia, 2015).
B. Etiologi
Menurut Pricilia (2016) Infeksi perinatal dapat disebabkan oleh
berbagai bakteri seperti echeria coli, pseudomonas pyocyneus, klebsielelia,
staphylococcus aureus, dan coccus gonococcus. Infeksiini bisa terjadi pada
saat antenatal, intranatal, dan postnatal.
1. Infeksi Antenatal
Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan ketika kuman masuk ke tubuh
janin melalui sirkulasi darah ibu, lalu masuk melewati plasenta dan
akhirnya ke dalam sirkulasi darah umbilikus.
2. Infeksi intranatal
Infeksi terjadi pada masa persalinan. Infeksi ini sering terjadi ketika
mikroorganisme masuk dari vagina, lalu naik dan kemudian masuk ke
dalam rongga amnion, biasanya setelah selaput ketuban pecah. Ketuban
yang pecah lebih dari 12 jam akan menjadi penyebab timbulnya
plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat terjadi pula walaupun air
ketuban belum pecah, yaitu pada partus lama yang sering dilakukan
manipulasi vagina, termasuk periksa dalam dan kromilage ( melebar
jalan lahir dengan jari tangan penolong). Infeksi dapat pula terjadi
melalui kontak langsung dengan bakteri yang berasal dari vagina.
3. Infeksi postnatal
Infeksi pada periode ini dapat terjadi setelah bayi lahir lengkap,
misalnya melalui kontaminasi langsung dengan alat-alat yang tidak
steril, tindakan yang tidak antiseptik atau dapat juga terjadi akibat
infeksi silang, misalnya neonatus neonatorum, omfalitis dan lain-lain.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada bayi yang mengalami infeksi
perinatal adalah sebagai berikut.
1. Bayi malas minum
2. Gelisah dan mungkin terjadi letargi
3. Frekuensi nafas meningkat
4. Berat badan menurun
5. Pergerakan kurang
6. Muntah
7. Diare
8. Sklerema dan udema
9. Perdarahan, ikterus dan kejang
10. Suhu tubuh dapat normal, hipotermi atau hipertermi
Gejala dari infeksi neonatus juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
1. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah
atau darah dari pusar.
2. Infeksi pada selaput otak ( meningitis) atau abses otak menyebabkan
koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau
penonjolan pada ubun ubun.
3. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya
pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena
4. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan,
nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.
5. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan
perut dan diare berdarah (Santo Faskafri, 2020)
D. Patofisiologi
Onset penyakit, dosis penyebab, status imunitas, dan virulensi kuman
penyebab sangat memengaruhi ekspresi penyakitnya. Berbagai jenis
bakteri, virus,protozoa, dan mycoplasma dapat menyerang neonatus.
Neonatus imatur, bayi berat lahir sangat rendah yang telah berhasil hidup
namun harus dirawat lama di NICU mempunyai risiko berkelanjutan
terhadap infeksi ini. Berbagai faktor ibu dan bayi merupakan faktor risiko
infeksi neonatal.
Patofisiologi dimulai dengan masuknya bakteri dan mengontaminasi
sirkulasi sistemik. Bakteri melepaskan endotoksin dan menyebabkan
terganggunya proses metabolisme secara progresif. Pada keadaan fulminan
(tiba-tiba berat)dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel karena
aktivasi sepsis dengan komlpemen. Hasilnya menyebabkan penurunan
perfusi jaringan, asidosis metabolik, serta syok yang menyebabkan
disseminated intravaskular coagulatian (DIC) dan kematian (Pahrianti et al.,
2016)
Antenatal Intranatal Postnatal

Penyakit Perawatan Persalinan Ketuban Prematur, Perawatan Peningkatan resiko


infeksi selama antenatal yang tidak pecah didni BBLR, BBL yang terjadinya infeksi
kehamilan tidak memadai hygiene cacat tidak baik nosokomial
bawaan

Kuman melewati plasenta Inhalasi cairan Kemampuan


Mengivasi kuman
dan umbilikus Immaturitas imunitas
aminion yang
terinfeksi sistem imun masih
rendah, kulit
Masuk ke sirkulasi janin Masuk ke tubuh bayi dan selaput
lendir tipis
Masuk ke Peningkatan dan mudah
saluran cerna resiko infeksi rusak
dan saluran
napas
Rentan terhadap Masuk ke
infeksi tubuh bayi

INFEKSI NEONATUS
v

Pencernaan
Instabilitas termogulasi
Pernapasan
Diare/muntah, malas minum susu

Intake cairan menurun Penumpukan sekret berlebih


Perubahan suhu tubuh
(hipertermi/hipotermi) Aliran darah kapiler paru-paru terganggu
Gangg. Pemenuhan nutrisi kurang dari keb. Tubuh
Perubahan membaran kapiler alveolar
Kekurangan volume cairan

O2 ke jaringan menurun

Gangg. Rasa Pola napas tidak efektif


nyaman dan aman

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap dengan turunannya
Septik neonatus biasanya menunjukan penurunan jumlah white blood
cell (WBC), yaitu kurang dari 500 mm. Hitung jenis darah juga
menunjukan banyaknya darah tidak matang dihubungkan dengan
jumlah total WBC diidentifikasikan bahwa bayi mengalami respon yang
signifikan.
2. Platelet
Biasanya 150.000 sampai 300.000 mm pada keadaan sepsis platelet
munurun, kultur darah gram negatif atau positif, dan tes sensitivitas.
Hasil dari kultur harus tersedia dalam beberapa jam dan akan
mengindikasikan jumlah dan jenis bakteri.Kultur darah atau sensitivitas
membutuhkan waktu 24 – 48 jam untuk mengembangkan dan
mengidentifikasikan jenis patogen serta antibiotik yang sesuai.
3. Lumbal fungsi untuk kultur dan tes sensitivitas pada cairan
serebrospinal. Hal ini dilakukan jika ada indikasi infeksi neuron
4. Kultur urin
Untuk mengidentifikasi kolonisasi, tidak spesifik untuk infeksi dan
bakteri.
F. Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemia, asidosis metabolic
3. Koagulopatif, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial.
4. Ikterus
G. Penatalaksanaan
1. Suportif
a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
b. Berikan koreksi jika terjadi hipervolemia
c. Bila terjadi SIADN batasi cairan.
d. Atasi syok, hipoksia dan asidosis metabolic
e. Awasi adanya hiperbilirubin.
2. Kausatif
Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui, biasanya
digunakan penicilin seperti ditambah timinoglileosida seperti
gentamicin. Pada infeksi nosokomial antibiotik diberikan dengan
pertimbangan flora di ruang perawatan.
A. Pengkajian
Perawat mempunyai tugas yang penting dalam mengkaji tanda-tanda
infeksi pada neonatus, tanda dan gejala sepsis pada neonatus sering
tak terlihat dan dikenali oleh pemberi keperawatan profesional.
Perawat neonatus mempunyai tanggung jawab untuk mengenali
tanda-tanda, sehingga diagnosis dan perawatannya dapat diberikan
segera.

B. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan
a. Sistem saraf pusat
- Fontanel yang menonjol
- Letargi
- Temperatur yang tidak stabil
- Hipotonia
- Tremor yang kuat
b. Sistem Pencernaan
- Hilangnya keinginan untuk menyusui
- Penurunan intake melalui oral
- Muntah
- Diare
- Distensi abdomen
c. Sistem integumen
- Kuning
- Adanya lesi
- Ruam
d. Sistem pernafasan
- Apnea
- Sianosis
- Takipnea
- Penurunan saturasi oksigen
- Nasal memerah, mendengkur dan retraksi dinding dada
e. Sistem kardiovaskular
- Takikardi
- Menurunnya denyut perifer
- Pucat
1. Pemeriksaan fisik: data focus
a. Keadaan umum : baik, buruk
b. TTV
c. Aktivitas bayi: aktif, letargi, merintih, tidak mengangis
d. Kulit : Normal, pucat, sianosis, mengelupas, keriput
e. Lanugo : ada, tidak ada
f. Vernik caseosa : ada, tidak ada
g. Kepala : bersih, kotor
h. Bentuk kepala: Normal, caput succedenum, chepal hematom,
hydrochepal, anechepal, macrochepal
i. Sutura: normal, molage, melebear
j. Mata: simetris, tidak simets
k. Hidung: simetris, tidak simetsis
l. Mulut: Normal, labio skizis, labio palate skizis
m. leher: ada pembesaran, tidak ada pembesaran
n. Dada: Normal, funnel chest, burrel chest
o. Abdumen: normal, skapoid, distensi
p. Punggung: noemal, lordosis, kiposis, skoliosis
q. Genetalia: laki-laki, perempuan
r. Ekstremitas atas dan bawah
f. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektipan termoregulasi b.d proses penyakit
2. Hipovolemia b.d malas meyusui
3. Ketidakefektipan pola nafas b.d meningkatnya secret disaluran
nafas.
g. Intervensi keperawatan
Diagnosa Intervensi
Ketidakefektifan termoregulasi regulasi temperatur Observasi:
1. Monitor suhu sampai stabil
(36,5°C-37,5°C)
2. Monitor suhu tubuh
anak tiap dua jam, jika perlu
3. Monitor TD, RR, dan Nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda
gejala hipertermia
Terapeutik:
6. Tingkatkan asupan cairan
dan nutrsini yang adekuat
7. Sesuaikan suhu lingkungan
sesuai kebutuhan pasien
Edukasi:
1. Jelaskan cara pencegahan
hipertermia
Kolaborasi Kolaborasi
pemberian antipiretik, jika
perlu
Ketidakseimbangan nutrisi Observasi

1. Periksa tanda dan gejala


hipovolemia (mis. frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit,turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hematokrit
meningkat, haus dan lemah)
2. Monitor intake dan output
cairan

Terapeutik

2. Hitung kebutuhan cairan


3. Berikan posisi modified
trendelenburg
4. Berikan asupan cairan oral

Edukasi

1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan


IV issotonis (mis. cairan
NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk
darah
DAFTAR PUSTAKA

Pahrianti, E. K. A., Banjarmasin, U. M., Keperawatan, F., Ilmu, D. A. N., &


Pendahuluan, L. (2016). LAPORAN PENDAHULUAN.

Pricilia, V. (2016). Gambaran Kejadian Infeksi Bayi Baru Lahir di Bagian


Perinatologi RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2012. NERS Jurnal
Keperawatan, 9(1), 66. https://doi.org/10.25077/njk.9.1.66-75.2013

Santo Faskafri. (2020). Bab 1 pendahuluan. Pelayanan Kesehatan, 2015, 3–13.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23790/4/Chapter I.pdf

Septia, A. (2015). Infeksi Neonatus. 2504, 1–9.

Anda mungkin juga menyukai