BLIGHTED OVUM
Blighted ovum ini biasanya pada usia kehamilan 14-16 minggu akan terjadi
abortus spontan (Sarwono, 2009). Blighted ovum merupakan kehamilan dimana
kantung gestasi memiliki diameter katung lebih dari 20 mm akan tetapi tanpa embrio.
Tidak dijumpai pula adanya denyut jantung janin. Blighted ovum cenderung mengarah
pada keguguran yang tidak terdeteksi (Manuaba, 2010).
Blighted ovum adalah kehamilan di mana sel berkembang membentuk
kantung kehamilan, tetapi tidak ada embrio di dalamnya. Telur dibuahi dan menempel
ke dinding uterin, tetapi embrio tidak berkembang. Dalam pemeriksaan urin diperoleh
hasil positif hamil. Hasil pembuahan akan terjadi keguguran saat trimester pertama
kehamilan (Hummel, 2014).
Dapat disimpulkan Blighted Ovum (BO) merupakan kehamilan tanpa embrio.
Dalam kehamilan ini kantung ketuban dan plasenta tetap terbentuk dan berkembang,
akan tetapi tidak ada perkembangan janin di dalamnya (kosong). Kehamilan ini akan
berkembang seperti kehamilan biasa seperti uterus akan membesar meskipun tanpa ada
janin di dalamnya.
1.1.3 Etiologi
Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat
ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor
blighted ovum (Dwi, 2013) :
1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH,
kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
3. Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin banyak
jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang terjadinya
kehamilan kosong.
4. Kelainan genetik.
5. Kebiasaan merokok dan alkohol.
1.1.5 Patofisiologi
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu
sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma yang
buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali.
Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil
konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai
pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang
dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan
seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya. Hal ini
disebabkan Plasenta menghasilkan hormone HCG (human chorionic gonadotropin)
dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak
sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim.
Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual,
muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes
kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar
hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai
hormon kehamilan (Bobak, 2011).
1.1.6 Pathway
Konsepsi
1.1.7 Komplikasi
1. Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum.
Penanganan : Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali
untuk menghentikan perdarahan.
2. Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat kuretnya.
Penanganan : Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada
indikasi untuk dilakukan laparatomi.
3. Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri, trauma dan sisa
hasil konsepsi perdarahan memanjang.
Penanganan : Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan
bagian bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin dengan
dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM
boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat.
Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu
memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan merangsang
kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan merangsang puting susu,
memberikan oksitosin, kompresi bimanual ekternal, kompresi bimanual
internal dan kompresi aorta abdominalis. Jika semua tindakan gagal lakukan
tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif
(mempertahankan uterus) atau dengan histerektomi (Sarwono, 2009).
4. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya
Penanganan: Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika. Profilaksis
menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama
2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat.
(Manuaba, 2010).
1.1.8 Prognosis
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim atau kuretase. Hasil kuretase akan dianalisa
untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika
karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika
penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil dengan normal.
Rencana Tindakan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Keperawatan
1. Risiko infeksi Setelah 1. Bersihkan 1. Mencegah invasi
b.d prosedur dilakukan lingkungan atau bakteri di sekitar
pembedahan tindakan alat-alat setelah lingkungan pasien
(kuretase) keperawatan dipakai oleh 2. Mencegah
selama 3x24 pasien terjadinya
jam, masalah 2. Instruksikan penyebaran infeksi
keperawatan pengunjung untuk nosokomial
risiko mencuci tangan 3. Mencegah
infeksi teratasi sebelum dan terjadinya
dengan sesudah menengok penyebaran bakteri
indikator: pasien baik bagi pasien
Tidak 3. Cuci tangan maupun perawat
didapatkan sebelum dan 4. Sebagai standar
tanda sesudah tindakan prosedur tindakan
terjadinya keperawatan dan mencegah
infeksi 4. Gunakan universal invasi bakteri
Tidak precaution / APD 5. Nutrisi adekuat
didapatkan selama kontak meningkatkan
fatigue dengan kulit yang kesembuhan luka
kronis luka lebih efektif
Temperatur 5. Tingkatkan intake 6. Acuan intervensi
badan sesuai nutrisi dan cairan dengan tepat bagi
yang 6. Observasi dan kondisi pasien dan
diharapkan laporkan tanda dan mencegah
dengan gejala infeksi keparahan infeksi
interval seperti kemerahan, 7. Mengetahui pola
36,5⁰C – panas, dan nyeri normal metabolik
37,5⁰C. 7. Kaji temperatur 8. Mencegah infeksi
tiap 4 jam terjadi pada luka
8. Pastikan teknik pada pasien
perawatan luka 9. Proses istirahat
yang tepat adekuat akan
9. Anjurkan pasien membantu proses
istirahat adekuat regenerasi jaringan
10. Kolaborasi dengan dalam tubuh
dokter untuk 10. Tahap penanganan
pemberian infeksi dan
antibiotik menurunkan risiko
penyebaran infeksi
No Diagnosa Rencana Tindakan
. Keperawat Tujuan Intervensi Rasional
an Keperawatan
2. Intoleransi Setelah 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui
aktifitas b.d. dilakukan sebelum dan sesudah perubahan pola
kelemahan tindakan latihan dan lihat aktifitas yang terjadi
umum keperawatan respon pasien saat pada pasien
selama 3x24 latihan 2. Mengetahui faktor
jam, masalah 2. Monitor lokasi penyebab intoleransi
keperawatan ketidaknyamanan / aktifitas dan
intoleransi nyeri selama gerakan menentukan
aktifitas atau aktifitas intervensi dengan
teratasi 3. Kaji kemampuan tepat
dengan pasien dalam aktifitas 3. Mengetahui sejauh
indikator: 4. Latih pasien dalam mana batasan
Klien pemenuhan kebutuhan aktifitas pasien
mampu ADL secara mandiri 4. Mengoptimalkan
menunjukk sesuai kebutuhan kemampuan pasien
an 5. Dampingi dan bantu dalam aktifitas
kemampua pasien saat mobilisasi 5. Memberikan rasa
n berpinda dan bantu pemenuhan aman pada pasien
Klien kebutuhan ADL saat melakukan
menunjukk 6. Berikan alat bantu aktifitas dan
an bila pasien meningkatkan rasa
kemampua membutuhkan percaya diri pasien
n ambulasi: 7. Ajarkan bagaimana 6. Menurunkan resiko
berjalan/kur merubah posisi dan terjadinya cidera
si roda berikan bantuan bila 7. Menghindari
Tidak diperlukan terjadinya cidera dan
terdapat melancarkan
adanya sirkulasi darah
tanda dan dalam tubuh
gejala
gangguan
sirkulasi
akibat
aktifitas
yang
terbatas
Rencana Tindakan
Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Keperawatan
3. Ansietas b.d. Setelah 1. Gunakan pendekatan 1. Membina
perubahan dilakukan yang menyenangkan hubungan saling
status tindakan 2. Pahami perspektif percaya guna
kesehatan keperawatan pasien terhadap mendapatkan
selama 2x24 stress informasi adekuat
jam, masalah 3. Temani pasien untuk yang dibutuhkan
keperawatan memberikan perawat
cemas teratasi kemanan 2. Penilaian
dengan 4. Berikan informasi seseorang
indikator: adekuat mengenai terhadapt stres dan
Klien diagnosis, tindakan mekanisme
menunjukkan dan prognosis kopingnya tidak
kecemasan 5. Dorong keluarga selalu sama
berkurang untuk menemani 3. Faktor dukungan
secara verbal pasien moral dapat
Klien 6. Bantu pasien membuat pasien
mengatakan mengenali situasi merasa aman dan
cemas dapat yang menimbulkan menurunkan
teratasi pada kecemasan kecemasan
level yang 7. Instruksikan pasien 4. Informasi adekuat
dapat menggunakan teknik akan membuat
ditangani relaksasi pasien ikut
oleh pasien berpartisipasi
sendiri dalam tindakan
keperawatan dan
menurunkan
tingkat kecemasan
pasien
5. Menghindari
perilaku isolasi
sosial karena
faktor perubahan
kondisi tubuh dan
kesehatan dan
meningkatkan rasa
aman pasien
6. Pengetahuan yang
adekuat sehingga
pasien mampu
memilih
mekanisme koping
yang tepat
terhadap stress
7. Relaksasi pikiran
menstimulasi
rangsang saraf
agar menjadi
tenang dan rileks
DAFTAR PUSTAKA
Dwi W, Dessie. 2013. Blighted Oum, Tanda Dan Gejalanya. Internet. Tersedia dalam
<www.kumpulanmakalahkesehatan.com> diakses pada 30 Januari 2017
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga
Berencana Dan Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mochtar R. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC
Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihadjo
Sanders. 2007. Built To Serve: How To Drive The Bottom Line With People First
Practices.