Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT BRONKHITIS

1. Definisi
Bronkhitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronkhitis
dapat bersifat akut maupun kronis (Manurung, 2008)
Bronkhitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakea oleh
berbagai sebab. Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti
rhinovirus, respiratory syncitial virus (RSV), Virus influenza, virus
parainfluenza, dan coxsackie virus (Muttaqin, 2008)
Bronkhitis merupakan inflamasi bronkus pada saluran napas bawah.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau pajanan iritan yang
terhirup (Chang, 2010).

2. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis, yaitu :
virus, bakteri dan non infeksi. Selain  itu terdapat pula hubungannya dengan
faktor keturunan dan status social.
Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus,
Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza,
dan coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang
menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma pneumoniae (Ngastiyah;
1997; 37).
Penyebab lain dari bronkitis akut dapat juga oleh bakteri (staphylokokus,
streptokokus, pneumokokus, hemophylus influenzae). Bronkitis dapat juga
disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Purnawan Junadi; 1982;
206).
Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap bahan fisik atau kimia.
Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah perubahan cuaca, alergi,
polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik memudahkan terjadinya
bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).

1
2

Faktor keturunan. Belum diketahui secara jelas apakah factor keturunan


berperan atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang
merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom
resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
Faktor sosial ekonomi. Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak
pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan
dan ekonomi yang lebih buruk (Manurung, 2008).

3.  Pathofisiologi
Virus dan kuman biasa masuk melalui “port de entry” mulut dan hidung
“dropplet infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/ bakterimia
dengan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.
Menuru Manurung (2008) fatofisiologi bronchitis yaitu asap mengiritasi jalan
napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Adanya iritasi yang
terus   menerus menyebabkan kelenjar-kelenjar mensekresi lendir sehingga lendir
yang diproduksi semakin banyak, peningkatan jumlah sel goblet dan penurunan
fungsi silia. Hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan dan penyumbatan pada
bronkiolus. Alveoli yang terletak dekat dengan bronkiolus dapat mengalami
kerusakan dan membentuk fibrosis sehingga terjadi perubahan fungsi bakteri. Proses
ini menyebabkan klien menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.
Penyempitan bronkhial lebih lanjut  dapat terjadi perubahan fibrotik yang terjadi
dalam jalan napas. Pada waktunya dapat terjadi perubahan paru yang irreversible.
Hal tersebut kemungkinan mangakibatkan emfisema dan bronkiektatis.
3

Pathway Bronkhitis

Nyamuk Aedes Aegypti yang mengandung virus dengue

Menggigit Manusia

Virus Dengue Masuk Dalam Aliran Darah

Terjadi Veremia

Suhu Meningkat Nyeri Otot Hepatomegali Depresi Sumsum

Hipertermi Malaise Kurang informasi tentang Trombosit Menurun


penyakit
Hipotalamus Anoreksia Trombosit Topenia Berlebihan
Abnormal MK : Kurang pengetahuan
Mual,Muntah MK: Kekurangan Volume Cairan Pendarahan

MK: Perubahan Nutrisi Kurang


MK : Hipertemia Hipolemia

MK: Resiko Syok


4

4. Tanda dan Gejala


Gejalanya berupa:
a.       batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
b.      sesak napas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
c.       sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu)
d.      lelah
e.       pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
f.       wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
g.      pipi tampak kemerahan
h.      sakit kepala
i.        gangguan penglihatan.

5. Pemeriksaan Diagnostic/ Penunjang


Tes diagnostik yang dilakukan pada klien bronkhitis kronik adalah meliputi
rontgen thoraks, analisa sputum, tes fungsi paru dan pemeriksaan kadar gas darah
arteri (Manurung, 2008 )
a. Pemeriksaan fungsi paru
Respirasi (Pernapasan / ventilasi) dalam praktek klinik bermakna sebagai suatu
siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar
12 - 16 kali permenit yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan
keluar paru. Volume yang lebih rendah dari kisaran normal seringkali
menunjukkan malfungsi sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan
alat berupa spirometer atau spirometri.
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi
sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap
orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang
dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke
bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses
pertukaran gas.
5

b. Analisa gas darah


Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan
asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen,
dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah
secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat
menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita
tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan
keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
- PH normal 7,35-7,45
- Pa CO2 normal 35-45 mmHg
- Pa O2 normal 80-100 mmHg
- Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
- HCO3 normal 21-30 mEq/l
- Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3
- Saturasi O2 lebih dari 90%.
c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterior-anterior dilakukan untuk menilai derajat
progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif
menahun.
c. Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada
peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum
diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan tuberculosis paru.
 Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum
sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type
bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung
beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
         Lapisan teratas agak keruh
6

         Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah)


         Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak (celluler debris) (Muttaqin, 2008).

6. Komplikasi
Komplikasi bronchitis dapat berupa terjadinya korpulmonale, gagal jantung kanan
dan gagal pernapasan (Manurung, 2008 )
Beberapa komplikasi yang ditemukan pada bronkhitis adalah:
a.      Emfisema
Emfisema adalah akibat dari pelebaran sebagian atau seluruh bagian dari asinus
alveoli yang disertai dengan kerusakan dari sel pernapasan.
b.      Kor pulmonale
Kor pulmonale didefinisikan sebagai suatu disfungsi dari ventrikel kanan yang
dihubungkan dengan kelainan fungsi paru atau struktur paru atau keduannya.
c.      Polisitemia
Adanya batuk,sputum,dan tanda-tanda hipoksemia pada blublotter.eksaserbasi
akut disebabkan oleh infeksi.pada auskultasi terdapat ronki basah,baik pada
ekspirasi maupun inspirasi.sesak nafas dan weizing atau mengi merupakan tanda
utama dari bronkhitis. bila sudah terdapat komplikasi kor pulmonale,maka
proknosis dari penyakit ini sudah buruk (Rab, 1996) 

7. Penatalaksaan Keperawatan dan Medis


a. Penatalaksanaan umum pada bronkhitis kronik bertujuan untuk memperbaiki
kondisi tubuh penderita, mencegah perburuan penyakit, menghindari faktor resiko
dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Disamping itu tujuan utama
pengobatan adalah untuk menjaga agar bronkiolus terbuka dan berfungsi,
sehingga memudahkan pembuangan sekresi bronkhial, mencegah infeksi dan
kecacatan. Perubahan pola sputum ( sifat, warna, jumlah dan ketebalan ) dan pola
bentuk merupakan hal yang perlu diperhatikan.infeksi bakteri tambuh diobati
dengan terapi antibiotika berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitifitas.
7

b. Terapi bronkodilator berguna untuk menghilangkan bronkospasmo dan


mengurangi obstruksi jalan nafas sehingga oksigen lebih banyak didistribusikan
keseluruh bagian paru dan fentilasi alveolar diperbaiki.dreinasepostular dan
perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu terutama jika terdapat
bronkiektasis.
c. Pemberian cairan peroral maupun parenteral jika terjadi bronkospasme berat
merupakan tindakan sangat penting. pemberian terapi cairan sangat menbantu
dalam mengencerkan sekresi sehingga mudah dikeluarkan dengan membatukkan.
pemberian kortikos teroit diberikan jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan
keberhasilan terhadap pengobatan konserfatif. klien harus berhenti merokok,
karena rokok dapat menyebabkan bronkokontriksi, melumpuhkan silia yang
berperan dalam membuang partikel yang mengiritasi serta menginaktifkan
surfaktan yang berfungsi untuk mengembangkan paru. perokok juga lebih rentang
terhadap infeksi bronchial (Manurung, 2008)

8. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Bronkitis


A. Pengkajian
1.   Anamnesis
Keluhan utama pada klien dengan bronchitis meliputi batuk kering dan
produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh da[at mencapai
>40 oC, dan sesak napas.
2.    Riwayat kesehatan
      Keluhan utama:
Batuk persisten,produksi sputum seperti warna kopi,disnea dalam
beberapa keadaan,weizing pada saat ekspirasi,sering mengalami infeksi
pada system respirasi.
      Riwayat kesehatan dahulu:
Batuk atau produksi sputum selama beberapa hari kurang lebih 3 bulan
dalam 1 th.dan paling sedikitdalam 2 th berturut-turut.adanya riwayat
merokok.
8

      Riwayat kesehatan keluarga:


Penelitian terahir didapatkan bahwa anak dari orang tua perokok dapat
menderita penyakit pernafasan lebih sering dan lebih berat serta prefalensi 
terhadap gangguan pernapasan lebih tinggi.selain itu,klien yang tidak
merokok tetepi tinggal dengan perokok(perokok pasif) mengalami
peningkatan kadar karbon monoksida darah.dari keterangan tersebut untuk
penyakit familial dalam hal ini bronchitis mungkin berkaitan dengan
polusi udara rumah,dan bukan penyakit yang diturunkan.(mutaqin,2008)
3.      Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien dengan bronchitis biasanya
didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40 drajat celcius,
frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, nadi biasanya meningkat
seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, serta
biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah.
B1 (breathing)
Inspeksi
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
biasanya menggunakan otot bantu pernapasan. Pada kasus bronchitis kronis,
sering didapatkan bentuk dada barrel/ tong. Gerakan pernapasan masih
simetris. Hasil pengkajian lainnya menunjukkan klien juga mengalami batuk
yang produktif dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai
hitam kecoklatan karena bercampur darah.
Palapasi
Taktil fremitus biasanya normal.
Perkusi
Hasil penkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh
lapang paru.
Auskultasi
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka
suara napas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah
9

adanya konsolidasi di sekitar abses, maka akan terdengar suara napas bronchial
dan ronkhi basah.
B2 (blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan. Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
B3 (brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.
B4 (bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake cairan, oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah
satu tanda awal dari syok.
B5 (bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan,
dan penurun berat badan.
B6 (bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-
hari.
(Muttaqin, Arif.2008)
4.      Terapi medis
Pengobatan yang utama ditujukan untuk mencegah dan mengkontrol infeksi
serta meningkatkan dreinase bronchial.pengobatan yang diberikan berupa:
  Antimicrobial;
  Bronkodilator;
  Aerosolizet nebulizer; dan
  intervensi bedah (Irman, 2009)
10

B.   Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang dapat ditemui pada klien bronkitis adalah:
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum dan broncospasme.
2.   Gangguan pertukaran gas dengan perubahan supple oksigen
3.   Gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea
dan anoreksia.
4.   Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplei oksigen.

C. Intervensi Keperawatan

D. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan klien.
Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada
klien. Dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan dalam rencana.
Fokus utama dari komponen implementasi adalah pemebrian asuhan
keperawatan yang aman dan individual dengan pendekatan multifocal
(Christensen & Kenney, 2009).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam
mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status
kesehatan klien dengan criteria hasil yang diinginkan, serta menilai derajat
pencapaian hasil klien. Evaluasi adalah suatu aktivitas yang terus-menerus
(Christensen & Kenney, 2009).
Evaluasi dibagi menjadi 2 komponen yaitu :
1. Formatif
a. Tiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi proses.
11

c. Biasanya berupa catatan perkembangan.


2. Sumatif
a. Rekapan terakhir secara paripurna.
b. Catatan naratif.
c. Penderita pulang/ pindah.
Metode evaluasi dengan pendekatan SOAP yaitu :
a. Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan yang diberikan.
b. Objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
c. Analisis adalah membandingkan antara nformasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan criteria hasil , kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
d. Planning adalah rencana keperawatan lanjutanyang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa ( S1 Keperawatan, 2012).

Anda mungkin juga menyukai