Oleh:
Siti Rodliyah
NIM. 170070301111101
Kelompok 5
Oleh:
Siti Rodliyah
NIM. 170070301111101
Kelompok 5
kejang demam adalah perubahan potensial listrik cerebral yang berlebihan akibat kenaikan suhu
dimana suhu rectal diatas 38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejang yang biasanya terjadi
pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun (Bintar, 2015).
KLASIFIKASI
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu: (Rani, 2012)
ETIOLOGI
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya
serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi (Lumbantobing,
2004).Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis
media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011). Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam
antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut,
bronchitis.
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab organik seperti
proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter
yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis.
Infeksi saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang
paling sering (Bintar, 2015).
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Riyadi dkk (2009), manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam:
Selain itu, dalam pedoman diagnosis kejang demam menurut Livingstone dalam Judha dan Rahil
(2011) juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada
7 kriteria antara lain:
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak
tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
EPIDEMIOLOGI
Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering
daripada anak perempuan dengan perbandingan 1,2-1,6:1 (Deliana, 2002).Selain itu,
menurut Fadila dkk (2014), dan Deliana (2002), 62,2% kejang demam akan berulang pada
90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi: (Bintar, 2015)
PENATALAKSANAAN
Menurut Riyadi dkk (2009), menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien
dirumah sakit antara lain:
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan
panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB,
diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali
pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan
maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh
melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang
15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang
sama. Apabila masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi
diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian
dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake dan
output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat
penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial juga
pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari. Kebutuhan cairan rata-rata
untuk anak terlihat pada table sebagai berikut :
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu
perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat
yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas
yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan pemberian
antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan untuk
mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan
membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain
dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi
tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas
dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital
dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari
berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
8. Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah
kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka
pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk
mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotic yang cocok diberikan pada pasien
anak dengan kejang demam.
KOMPLIKASI
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain: (Rani,
2012)
Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera dkk (2009) di RSUP dr.
Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah penderita kejang demam pertama
yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati. Subjek penelitian
berjumlah 148 orang. Lima puluh enam (37,84%) anak mengalami bangkitan kejang
demam berulang.30
5. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah
pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu
timbul spasitas.
PATOFISIOLOGI
Perubahan keseimbangan
Difusi melalui membrane
(membrane sel saraf otak)
(ion K+ -----------------ion Na+
Ketidakseimbangan
Resiko kerusakan sel suplai dan kebutuhan O2
neuron otak
Pengkajian
Data subyektif
a. Biodata / identitas
Biodata anak yang mencakup nama, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu ditanyakan
untuk mengetahui status sosial anak meliputi:nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Riwayat penyakit
Menurut Suharso (2000) antara lain sebagai berikut:
1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
a) Jenis,lama,dan frekuensi kejang
b) Demam yang menyertai,dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang,maka diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang.
c) Jarak antara timbulnya kejang dengan demam
d) Lama serangan
e) Pola serangan, apakah bersifat umum,fokal, tonik, klonik
f) Frekuensi serangan,apakah penderita mengalami kejang sebelumnya umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali,dan berapa frekuensi kejang
pertahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali
pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
g) Keadaan sebelum,selama dan sesudah serangan.
h) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang misalnya, lapar, mual, muntah, sakit kepala dan
lain-lain
i) Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya
j) Sesudah kejang perlu ditanyakan pakah penderita segera
sadar,tertidur,kesadran menurun,ada paralise,menangis.
2) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi),gagal jantung, kelainan jantung, DHF, ISPA,dan lain-lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, dan lain-
lain.
4) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan pervagina sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan, perdarahan
antepartum,asfiksia dan lain lain.Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,
diare muntah, tidak mau menetekdan kejang-kejang.
5) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
6) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial):berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi,dan berinteraksi dengan lingkungannya.
b) Gerakan motorik halus:berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu,melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil memerlukan koordinasi yang cermat
misalnya menggambar, memegang suatu benda.
c) Gerakan motorik kasar:berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh
d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
- Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (± 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan).
- Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya.
- Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare
atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang
demam.
f) Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebayanya.
g) Pola kesehatan dan fungsi kesehatan, meliputi:
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
- Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatanpengetahuan tentang
kesehatan,pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis.
- Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Pola eliminasi
- BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara mikroskopis, ditanyakan
bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? serta ditanyakan
apakah disertai nyeri pada saat kencing
- BAB:Ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? bagaimana
konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Judha & Rahil (2011):
1. Risiko terjadi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : klien tidak mengalami kejang berulang
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi serangan kejang berulang
b. Suhu 36,5-37,5°C (bayi) ,36-37°C (anak)
c. Nadi 110-120x/menit (bayi),100-110x/menit (anak)
d. Respirasi 30-40x/menit (bayi) ,24-28x/menit (anak)
e. Kesadaran compos mentis
Intervensi :
Intervensi:
Andretty, P. R. 2015. Hubungan Riwayat Kejang Demam dengan Angka Kejadian Epilepsi di Dr.
Moewardi. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/39579/2/PDF%20BAB%201.pdf.
Tanggal 7 November 2017 pukul 05.00 WIB
Bahtera, T., dkk., 2009. Faktor Genetik sebagai Risiko Kejang Demam Berulang. Sari Pediatri.
10 (6). 378-384
Bintar, A. 2015. Gambaran Pemberian Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kejang
Demam dan Melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien Kejang Demam.
Diakses dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-avidbintar-
6716-2-babii.pdf. Tanggal 7 November 2017 pukul 08.00
Deliana, M., 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak Volume 4. Medan: Sari Pediatri
Fadila, S., Nadjmir & Rahmantini., 2014. Hubungan Pemakaian Fenobarbital Rutin dan tidak
Rutin pada Anak Kejang Demam dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD). Jurnal Kesehatan Andalas. 3 (2). 221-224
Judha dan Rahil. 2011. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Rani, S. 2012. Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di Rsud Dr.
Pirngadi Medan Tahun 2010-2011. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52848/Chapter%20II.pdf?
sequence=3. Tanggal 7 November 2017 pukul 07.00 WIB
Riyadi, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu