Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK A USIA 21 BULAN DENGAN

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Pediatrik


Di Ruang Seruni RS Karsa Husada Batu

Oleh:
Siti Rodliyah
NIM. 170070301111101

Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
Kejang Demam Sederhana

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Pediatrik


Di Ruang Seruni RS Karsa Husada Batu

Oleh:
Siti Rodliyah
NIM. 170070301111101

Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
DEFINISI

kejang demam adalah perubahan potensial listrik cerebral yang berlebihan akibat kenaikan suhu
dimana suhu rectal diatas 38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejang yang biasanya terjadi
pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun (Bintar, 2015).

KLASIFIKASI

Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu: (Rani, 2012)

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana antara lain:
a. Berlangsung singkat (< 15 menit)
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik
Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh.
Kejang klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.
c. Kejang hanya terjadi sekali atau tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks antara lain :
a. Berlangsung lama (> 15 menit).
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya melibatkan salah satu
bagian tubuh.
c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

ETIOLOGI

Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya
serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi (Lumbantobing,
2004).Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis
media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011). Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam
antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut,
bronchitis.

Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab organik seperti
proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter
yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis.
Infeksi saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang
paling sering (Bintar, 2015).

MANIFESTASI KLINIS

Menurut Riyadi dkk (2009), manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam:

1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.


2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa
detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat
kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran).

Selain itu, dalam pedoman diagnosis kejang demam menurut Livingstone dalam Judha dan Rahil
(2011) juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada
7 kriteria antara lain:

1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.


2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih setelah
suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak
tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.

EPIDEMIOLOGI

Kejang demam mempengaruhi 2- 5% anak–anak di dunia. Anak–anak jarang mendapatkan


kejang demam pertamanya sebelum umur 6 bulan atau setelah 3 tahun. Insidensi kejang
demam di beberapa negara berbeda-beda. India 5-10%, Jepang 8,8%, Guam 14% dan di
Indonesia pada tahun 2005-2006 mencapai 2-4%. Data yang didapatkan dari beberapa
negara sangat terbatas, kemungkinan dikarenakan sulitnya membedakan kejang demam
sederhana dengan kejang yang diakibatkan oleh infeksi akut (Andretty, 2015).

Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering
daripada anak perempuan dengan perbandingan 1,2-1,6:1 (Deliana, 2002).Selain itu,
menurut Fadila dkk (2014), dan Deliana (2002), 62,2% kejang demam akan berulang pada
90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi: (Bintar, 2015)

1. Elektro encephalograft (EEG)


Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak
dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk
pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit: K, Na, Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang, Kalium
( N 3,80 – 5,00 meq/dl ), Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan
penyebab kejang.
5. Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

PENATALAKSANAAN

Menurut Riyadi dkk (2009), menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien
dirumah sakit antara lain:

1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan
panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB,
diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali
pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan
maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh
melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang
15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang
sama. Apabila masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi
diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian
dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake dan
output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat
penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial juga
pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari. Kebutuhan cairan rata-rata
untuk anak terlihat pada table sebagai berikut :
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu
perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat
yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas
yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan pemberian
antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan untuk
mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan
membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain
dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi
tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas
dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital
dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari
berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
8. Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah
kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka
pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk
mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotic yang cocok diberikan pada pasien
anak dengan kejang demam.

KOMPLIKASI

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain: (Rani,
2012)

1. Kejang Demam Berulang.


Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode
demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu:
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
d. Riwayat demam yang sering
e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera dkk (2009) di RSUP dr.
Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah penderita kejang demam pertama
yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati. Subjek penelitian
berjumlah 148 orang. Lima puluh enam (37,84%) anak mengalami bangkitan kejang
demam berulang.30

2. Kerusakan Neuron Otak.


Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat
sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak.
Proses di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.
3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat.
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang
demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua anak yang
menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10% dari semua anak yang
menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan
berkembang menjadi epilepsi.

5. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah
pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu
timbul spasitas.
PATOFISIOLOGI

Infeksi bakteri, virus


Rangsang mekanik
dan parasit
dan biokimia.
Gangguan
Reaksi inflamasi keseimbangan
cairan dan elektrolt
Suhu di hipotalamus
meningkat
Perubahan
konsentrasi ion di
Hipertermi
ruang ekstraseluler
Metabolisme basal
meningkat (10-15%) Ketidakseimbangan Kelainan neurologis
potensial membran
Kebutuhan O2 meningkat (±20%) ATP ASE

Perubahan keseimbangan
Difusi melalui membrane
(membrane sel saraf otak)
(ion K+ -----------------ion Na+

Lepas muatan listrik berlebihan

Keluarga kurang pajanan Peningkatan fase


informasi tentang kondisi, Kejang
depolarasi dan otot
prognosa, dan pengobatan klien dengan cepat
Ekspansi paru
Lebih dari 15 menit
Kurang pengetahuan

Perubahan suplai darah Input O2 turun


ke otak

Ketidakseimbangan
Resiko kerusakan sel suplai dan kebutuhan O2
neuron otak

Resiko ketidakefektifan Peningkatan kerja


perfusi jaringan pernapasan
serebral

Gangguan pola napas


ASUHAN KEPERAWATAN SECARA UMUM

Pengkajian
Data subyektif
a. Biodata / identitas
Biodata anak yang mencakup nama, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu ditanyakan
untuk mengetahui status sosial anak meliputi:nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Riwayat penyakit
Menurut Suharso (2000) antara lain sebagai berikut:
1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
a) Jenis,lama,dan frekuensi kejang
b) Demam yang menyertai,dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang,maka diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang.
c) Jarak antara timbulnya kejang dengan demam
d) Lama serangan
e) Pola serangan, apakah bersifat umum,fokal, tonik, klonik
f) Frekuensi serangan,apakah penderita mengalami kejang sebelumnya umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali,dan berapa frekuensi kejang
pertahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali
pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
g) Keadaan sebelum,selama dan sesudah serangan.
h) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang misalnya, lapar, mual, muntah, sakit kepala dan
lain-lain
i) Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya
j) Sesudah kejang perlu ditanyakan pakah penderita segera
sadar,tertidur,kesadran menurun,ada paralise,menangis.
2) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi),gagal jantung, kelainan jantung, DHF, ISPA,dan lain-lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, dan lain-
lain.
4) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan pervagina sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan, perdarahan
antepartum,asfiksia dan lain lain.Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,
diare muntah, tidak mau menetekdan kejang-kejang.
5) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
6) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial):berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi,dan berinteraksi dengan lingkungannya.
b) Gerakan motorik halus:berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu,melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil memerlukan koordinasi yang cermat
misalnya menggambar, memegang suatu benda.
c) Gerakan motorik kasar:berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh
d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
- Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (± 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan).
- Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya.
- Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare
atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang
demam.
f) Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebayanya.
g) Pola kesehatan dan fungsi kesehatan, meliputi:
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
- Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatanpengetahuan tentang
kesehatan,pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis.
- Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

Pola nutrisi

- Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana


kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak.
- Makanan apa saja yang di sukai dan yang tidak disukai anak
- Bagaimana selera makan anak sebelum dan setelah sakit
- Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya perhari?

Pola eliminasi
- BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara mikroskopis, ditanyakan
bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? serta ditanyakan
apakah disertai nyeri pada saat kencing
- BAB:Ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? bagaimana
konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?

Pola aktivitas dan latihan

- Apakah anak senang main sendiri atau dengan teman sebayanya


- Berkumpul dengan keluarga berapa jam
- Aktivitas apa yang disukai anak

Pola tidur / istirahat

- Berapa jam sehari tidur?


- Berangkat tidur jam berapa?
- Bangun tidur jam berapa?
- Kebiasaan sebelum tidur
- Bagaimana dengan tidur siang?
Data obyektif
a. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
- Adakah tanda-tanda mikro atau mikrosepali
- Adakah dispersi bentuk kepala
- Adakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial yaitu ubun-ubun besar
cembung,bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum
2) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serat karakteristik rambut lain. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti
rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien
3) Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah: sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa,sehingga wajah tertarik ke sisi
4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk periksa pupil dan ketajaman
peglihatan.Apakah keadaan sklera, konjungtiva?
5) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri didaerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran
6) Hidung
- Apakah adanya pernapasan cuping hidung
- Polip yang menyumbat jalan napas
- Apakah keluar sekret,bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
7) Mulut
- Adakah sianosis
- Bagaiman keadaan lidah
- Adakah stomatitis
- Berapa jumlah gigi yang tumbuh
- Apakah ada karies gigi
8) Tenggorokan
- Adakah peradangan tanda-tanda peradangan tosil
- Adakah pembesaran vena jugularis
9) Leher
- Adakah tanda-tanda kaku kuduk,pembesaran kelenjar tiroid
- Adakah pembesaran vena jugularis
10) Thorax
- Pada inspeksi:amati bentuk dada klien,bagaimana gerak pernapasan,
frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostal.
- Auskultasi:adakah suara napas tambahan
- Jantung: bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya?
adakah bunyi tambahan? adakah bradicardi dan takikardi?
11) Abdomen
- Adakah distensi abdomen serta kekuatan otot pada abdomen? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus?
- Adakah pembesaran lien dan hepar?
12) Kulit
- Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
- Adakah terdapat edema hemangioma?
- Bagaimana keadaan turgor kulit?
13) Ekstremitas
- Apakah terdapat oedema,atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
- Bagaimana suhunya pada daerah akral?
14) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema,sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Judha & Rahil (2011):
1. Risiko terjadi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : klien tidak mengalami kejang berulang
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi serangan kejang berulang
b. Suhu 36,5-37,5°C (bayi) ,36-37°C (anak)
c. Nadi 110-120x/menit (bayi),100-110x/menit (anak)
d. Respirasi 30-40x/menit (bayi) ,24-28x/menit (anak)
e. Kesadaran compos mentis

Intervensi :

a. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.


Rasional: proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak
menyerap keringat
b. Berikan kompres hangat
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
c. Berikan ekstra cairan (susu,sari buah,dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
d. Observasi kejang dan tanda vital setiap 4 jam
Rasional : pemantauan teratur akan menentukan tindakan yang akan
dilakukan
e. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional: aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatnya
panas
f. Berikan anti piretik dan pengobatan sesuai resep
Rasional: menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai
propilaksis
2. Risiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
Tujuan : tidak terjadi trauma fisik akibat kejang
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
b. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang
c. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang
Intervensi :
a. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang
rendah
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
b. Tinggal bersama klien selama fase kejang
Rasional : meningkatkan keamanan klien
c. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah
Rasional : menurunkan risiko trauma pada mulut
d. Letakkan klien di tempat yang lembut
Rasional : membantu menurunkan risiko injuri fisik pada ekstremitas ketika
kontrol otot volunter beerkurang
e. Catat tipe kejang (lokasi,lama)dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu
f. Catat tanda –tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi (peningkatan suhu
tubuh)
Tujuan : rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :suhu tubuh 36-37,5°C ,N: 100-110x/menit, RR: 24-28x/menit,
kesadaran compos mentis, anak tidak rewel.
Intervensi:
a. Kaji faktor-faktor terjadinya hipertermi
Rasional : mengetahui penyakit terjadinya hipertermi karena penambahan
pakaian / selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
b. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali
Rasional :pemantauan tanda vital secara teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan selanjutnya
c. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas,suhu
lingkungan,kelembapan tinggi akan mempengaruhi panas atau dinginnya
tubuh
d. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres hangat pada kepala/ketiak
Rasional : proses konduksi/ perpindahan panas dengan suatu bahan
perantara
e. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalang oleh pakaian tebal dan
tidak dapat menyerap keringat.
f. Atur sirkulasi udara ruangan
Rasional : penyediaan udara bersih
g. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh
meningkat
h. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas menigkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan keterbatasan informasi
Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
Kriteria Hasil :
a. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya
b. Keluarga mampu diikut sertakan dalam proses keperawatn
c. Keluarga mentaati setiap proses keperawatan

Intervensi:

a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga


Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan
kebenaran informasi yang di dapat
b. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang di alami dapat membantu
menambah wawasan keluarga
c. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
d. Berikan health education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah
kejang demam antara lain :
1) Jangan panik saat kejang
2) Baringkan anak di tempat rata dan lembut
3) Kepala dimiringkan
4) Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah,lalu
dimasukan ke mulut
5) Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat
tunggu sampai keadaan tenang
e. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres hangat dan beri banyak minum
f. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama
Rasional: sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri
dalam mengatasi masalah kesehatan
g. Berikan health education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak
panas.
Rasional: mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang
ulang
h. Jika anak sembuh jaga anak tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang menderita penyakit tertular sehingga
tidak mencetuskan kenaikan suhu
Rasional: agar supaya preventif serangan ulang
i. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
menderita kejang demam
Rasional: imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat
menyebabkan kejang demam
DAFTAR PUSTAKA

Andretty, P. R. 2015. Hubungan Riwayat Kejang Demam dengan Angka Kejadian Epilepsi di Dr.
Moewardi. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/39579/2/PDF%20BAB%201.pdf.
Tanggal 7 November 2017 pukul 05.00 WIB

Bahtera, T., dkk., 2009. Faktor Genetik sebagai Risiko Kejang Demam Berulang. Sari Pediatri.
10 (6). 378-384

Bintar, A. 2015. Gambaran Pemberian Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kejang
Demam dan Melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien Kejang Demam.
Diakses dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-avidbintar-
6716-2-babii.pdf. Tanggal 7 November 2017 pukul 08.00

Deliana, M., 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak Volume 4. Medan: Sari Pediatri

Fadila, S., Nadjmir & Rahmantini., 2014. Hubungan Pemakaian Fenobarbital Rutin dan tidak
Rutin pada Anak Kejang Demam dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD). Jurnal Kesehatan Andalas. 3 (2). 221-224

Judha dan Rahil. 2011. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Rani, S. 2012. Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di Rsud Dr.
Pirngadi Medan Tahun 2010-2011. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52848/Chapter%20II.pdf?
sequence=3. Tanggal 7 November 2017 pukul 07.00 WIB

Riyadi, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai