Disusun oleh:
ANDREAS ADITYA NOVIAWAN
NIM. 2114314901001
Pembimbing Institusi
1. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh dengan cepat hingga > 38ºC dan kenaikan suh tersebut diakibatkan oleh proses
ekstrakranial. Perlu diperhatikan bahwa demam harus terjadi mendahului kejang.
Umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun, puncaknya pada usia 14 -18 tahun.
Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki
prognosis sangat baik. Kejang disertai demam juga terjadi pada diagnosis diserensial
lain yang berbahaya, seperti infeksi system saraf pusat (SSP). Oleh karena itu,
diagnosis selain kejang demam harus dipikirkan bila ditemukan:
a. Kecurigaan atau bukti proses intracranial, baik infeksi, radang massa dan proses
lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun penunjang
b. Terdapat gangguan elektrolit
c. Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya
d. Terjadi pada bayi <1 bulan
e. Bila terjadi pada bayi <6 bulan atau >5 tahun, maka harus dipikirkan penyebab lain
yang lebih sering, yaitu infeksi SSP
2. KLASIFIKASI
a. Kejang demam simpleks/ sederhana
Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik, anak dapat terlihat mengantuk
setelah kejang
Berlangsung singkat <15 menit
Tidak berulang dalam 24 jam
Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
b. Kejang demam kompleks
Kejang focal/ parsial atau kejang fokal menjadi umum
Berlangsung >15 menit
Berulang dalam 24 jam
Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang
Kejang demam simpleks paling banyak ditemukan dan memiliki prognosis baik.
Kejang demam kompleks memiliki resiko lebih tinggi terjadinya kejang demam
berulang dan epilepsy di kemudian hari.
3. ETIOLOGI
Beberapa teori dikemukakan mengenai penyebab terjadinya kejang demam dan di
antaranya adanya karena lepasnya sitokin inflamasi (IL-1-Beta) atau hiperventilasi
yang menyebabkan alkalosis dan meningkatkan pH otak sehingga terjadi kejang.
Kejang demam juga ditemukan secara genetic sehingga eksitasi masih belum jelas,
4. MANIFESTASI KLINIS
Kejang selalu didahului oleh naiknya suhu tubuh dengan cepat. Pada kejang demam
simpleks, tipe kejang berupa kejang umum klonik atau tonik-klonik. Adanya tanda
kejang demam fokal atau parsial selama maupun sesudah kejang (misalnya pergerakan
satu tungkai saja atau satu tungkai terlihat lebih lemah disbanding yang lain)
menunjukkan kejang demam kompleks. Kejang demam simpleks berlangsung <15
menit, namun periode mengantuk atau tertidur pasca-iktal dapat terjadi >15 menit.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mencari focus infeksi
penyebab demam, tipe kejang serta pengobatan yang telah diberikan sebelumnya.
Selain itu, tanyakan Riwayat trauma, Riwayat perkembangan dan fungsi neurologis
yang normal. Tidak ditemukan tanda-tanda meningitis maupun ensefalitis (misalnya
kaku atau penurunan kesadaran).
5. DIAGNOSA BANDING
Kejang disertai demam adalah hal yang sering terjadi pada anak. Banyak di
antaranya disebabkan proses intrakranium yang berbahaya ataupun proses sistemik.
Kondisi ini harus dapat dibedakan dengan segera dari kejang demam. Kejang demam
khas ditandai adanya peningkatan suhu tubuh secara cepat diikuti oleh kejang.
Sementara pada proses infeksi intracranial, demam terjadi bersamaan atau setelah
kejang.
Pada anak <1 tahun, diagnosis banding yang harus dipikirkan adalah meningitis.
Pada meningitis, bayi tampak letargi, ubun-ubun besar menonjol dan pemeriksaan
darah tepi menunjukkan leukositosis. Pada keadaan ini pungsi lumbal sangat
dianjurkan.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, gula darah dan elektrolit tidak
rutin dilakukan, hanya atas indikasi jika dicurigai hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit maupun infeksi sebagai penyebab kejang. Pungsi lumbal dilakukan untuk
menegakkan maupun menyingkirkan diagnosis meningitis. Tingkat rekomendasi untuk
pungsi lumbal berdasarkan usia anak:
a. Sangat dianjurkan pada anak <12 bulan
b. Dianjurkan untuk anak usia 12-18 bulan
c. Tidak rutin dilakukan pada anak >18 bulan. Hanya dilakukan bila tanda meningi-
tis positif
EEG tidak rutin dilakukan, namun dianjurkan pada anak dengan kejang demam usia
>6 tahun ataupun ada gambaran kejang fokal. Pemeriksaan Xray, CT scan atau MRI
hanya ada kelainan neurologis fokal, kelainan saraf kranial yang menetap atau papil
edema.
4 |Pengkajian Anak/FIH-SMM 1920
7. TATA LAKSANA
a. Saat kejang
Pertama-tama tenangkan orang tua bahwa kejang demam memiliki
prognosis yang sangat baik. Resiko kematian sangat kecil, demikian pula dengan
kejadian epilepsy di masa mendatang. Saat kejang, pastikan jalan napas tidak
terhalang, pakaian ketat dilonggarkan, anak diposisikan miring agar lender atau
cairan dapat mengalir keluar. Periksa tanda vital, baik pernapasan, nadi dan suhu.
Berikan antipiretik seperti paraceramol (10-15 mg/ kgBB/ kali, sampai 4-5 kali)
atau ibuprofen (5-10 mg/ kgBB/ kali sampai 3-4x). penggunaan salisilat tidak
dianjurkan. Kemudian dilanjutkan dengan tatalaksana kejang akut pada anak. Bila
di rumah dapat diberikan diazepam rectal 5 mg (BB< 10 kg) atau 10 mg (BB> 10
kg). pemberian dapat diulang 2x. bila kejang belum berhenti hingga sampai di
rumah sakit, berikan diazepam IV dengan dosis 0,25-0,5 mg/ kgBB secara
intravena dengan kecepatan 2 mg/ menit, dosis maksimal 20 mg. Bila kejang tidak
berhenti berikan dosis inisial phenytoin 10-20 mg/ kgBB dengan kecepatan pelan 1
mg/ kgBB/ menit maksimal 50 mg/ menit. Karena bersifat basa dan dapat
mengiritasi vena bila terlalu pekat, fenitoin harus diencerkan terlebih dahulu
dengan NaCl 0.9% dengan komposisi 10 mg fenitoin/ 1 mL NaCl 0.9%, dosis
inisial maksimal adalah 1 gram. Bila kejang berhenti, 12 jam kemudian dilanjutkan
dengan dosis rumatan fenitoin 5-7 mg/ kg/ hari dibagi 2 dosis.
Bila kejang tidak berhenti dengan fenitoin, berikan dosis inisial fenobarbital 20
mg/ kgBB secara intravena dengan kecepatan 20 mg/ menit, dosis inisial maksimal
1 gram. Setelah kejang berhenti, lanjutkan dengan dosis rumatan 4-6 mg/ kgBB/
hari dibagi 2 dosis yang diberikan 12 jam kemudian. Bila kejang tidak kunjung
berhenti, dilakukan knock down dengan midazolam, thiopental atau propofol dan
pasien harus dirawat di Unit Rawat Intensif.
b. Sesudah kejang
Pencegahan rekurensi kejang ada yang bersifat intermitten dan terus menerus.
Pencegahan intermitten
Pencegahan intermitten disarankan pada pasien dengan kejang demam
kompleks yang rekuren, tidak disarankan pada pasien kejang demam simpleks.
Caranya adalah Ketika pasien demam lagi di kemudian hari (>38.5 ºC) dan
orang tua sangat khawatir akan terjadi kejang, berikan diazepam oral 0.3 mg/
kgBB sampai 3x sehari (1 mg/ kg/ 24 hari), yang dapat diberikan sampai 2-3
hari selama anak masih demam, di samping antipiretik. Dapat pula diazepam
rectal 5 mg atau 10 mg. car aini relative aman, dengan efek samping yang
minor seperti letargi, iritabilitas dan ataksia dapat dikurangi dengan
menurunkan dosis.
Pencegahan terus menerus
Pencegahan terus menerus dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
antikonvulsan setiap hari, namun penggunaannya harus hati-hati mengingat
efek samping dari antikonvulsan yang digunakan. Berdasarkan kesepakatan
IDAI 2006, terdapat dua kategori rekomendasi profilaksis terus menerus:
5 |Pengkajian Anak/FIH-SMM 1920
Dianjurkan bila:
- Terdapat kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (mis-
alnya serebral palsi, paresis Tod’s, hydrocephalus)
- Kejang berlangsung lama >15 menit
- Kejang fokal atau parsial
Dipertimbangkan bila:
- Kejang berulang dalam satu periode demam
- Kejang pada bayi usia <12 bulan
- Kejang demam kompleks berulang >4 kali dalam satu tahun
Antikonvulsan yang menjadi pilihan untuk prolfilaksis terus menerus
adalah:
1. Fenobarbital 3-4 mg/ kgBB per hari, dibagi 2x sehari. Efek sampingnya da-
pat mengurangi fungsi kognitif pada pemakaian jangka Panjang, atau
2. Sodium valproate 15-40 mg/ kgBB per hari, dibagi 2-3x dosis. Efek samp-
ingnya dapat menyebabkan hepatitis pada anak di atas 2 tahun. Obat ini
adalah obat pilihan utama untuk profilaksis terus menerus
Antikonvulsan di atas diberikan secara terus menerus selama 1 tahun sejak
kejang demam terakhir dan diberhentikan perlahan-lahan dalam 1-2 bulan.
Paradigma saat ini profilaksis terus menerus hanya diberikan pada pasien
dengan deficit neurologis yang nyata. Hal ini mengingat efek samping obat
antikonvulsan jika diberikan dalam waktu lama, serta kejang demam
mempunyai prognosis yang baik. Terkadang kekhawatiran orang tua untuk
kekambuhan kejang juga menjadi pertimbangan untuk memberikan profilaksis
terus menerus.
8. PROGNOSIS
Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 30-50% mengalami
kejang demam berulang dan 75%nya terjadi dalam satu tahun setelah awitan yang
pertama. Resiko rekurensi bertambah bila:
Kejang demam terjadi <1 tahun, resiko berulang adalah 50%. Kejang demam
terjadi >1 tahun, resiko berulang adalah 28%
Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsy
Cepatnya kejang setelah demam
Kejang yang terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi (38oC)
Adanya keempat factor tersebut meningkatkan resiko kejang demam berulang
hingga 80%. Namun bila tidak satu pun factor di atas ditemukan, kemungkinan
berulang 10-15%.
Anak yang mengalami kejang demam simpleks tidak memiliki resiko lebih
tinggi mengidap epilepsy dibandingkan populasi normal. Resiko epilepsy
kemudian hari akan meningkat apabila terdapat:
Kejang demam kompleks
Riwayat keluarga epilepsy
Kejang demam sebelum usia 9 bulan
6 |Pengkajian Anak/FIH-SMM 1920
Adanya perkembangan yang terlambat atau terdapat kelainan neurologis
sebelumnya
Adanya satu factor resiko meningkatkan kemungkinan epilepsy menjadi 4-6%,
sementara bila terdapat beberapa factor resiko sekaligus kemungkinannya naik
hingga 10-49%. Pemberian profilaksis terus menerus tidak dapat menurunkan
resiko kejadian epilepsy.
Kematian setelah kejang demam adalah hal yang sangat jarang terjadi,
bahkan pada anak resiko tinggi sekalipun.
I. Pengkajian
Hari/Tanggal pengkajian: Senin, 01 November 2021
KARAKTERISTIK KELUARGA
D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit Sekarang
8 |Pengkajian Anak/FIH-SMM 1920
Ibu mengatakan anakanya kejang mulai kemarin sore sebanyak 5x dengan durasi <5mnt setiap
kejang. Kejang didahului demam, kemudian tangan dan kaki kaku, mata melirik ke atas. Setelah
kejang pasien sadar. Pasien muntah dan keluar bab saat kejang. Ibu pasien mengatakan anaknya
demam sudah 3 hari ini, namun demam tidak diukur dan tidak mendapat obat penurun panas.
Pasien juga mengalami batuk, pilek 1 hari, bab cair 3x, air>,ampas<, lendir – warna coklat, kurang
lebih ½ gelas air mineral sebelum masuk rumah sakit. Saat di IGD RSSA pasien sempat
diobservasi di ruang HCU karena kejang lagi dan mendapat stesolid supp dan sekarang sudah
dipindahkan keruang tondano.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan sebelumnya anaknya tidak pernah kejang, saat ini ibu pasien dan
suaminya sedang batuk pilek.
4. Riwayat Kesehatan/Penyakit Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti anaknya, tidak ada keluarga yang
mempunyai riwayat kejang.
5. Genogram (minimal tiga generasi dan riwayat kesehatan keluarga)
= laki-laki
= perempuan
= klien
= garis keturunan
= garis perkawinan
= tinggal 1 rumah
6. Riwayat Prenatal, Intranatal, Tumbuh Kembang pada anak (khusus pada klien : anak yang berusia
0-18 tahun)
a. Riwayat Prenatal Ibu (kunjungan pemeriksaan, imunisasi TT)
Ibu pasien mengatakan tidak pernah periksa kehamilan di bidan/ dokter tiap bulan dan belum
mendapat imunisasi TT, BB naik 5 kg selama kehamilan, tidak mengkonsumsi obat apapun.
b. Riwayat Intranatal (jenis persalinan, proses melahirkan)
Ibu pasien mengatakan jenis persalinan secara section caesar di RSSA karena sering merasa
kontraksi saat usia kehamilan 8 bulan, ketuban sudah kering, sempat mendapat tranfusi darah
1x. lahir tidak langsung menangis, sempat dirawat di ruang perinatologi RSSA dan dipasang
CPAP. BBL 2800 gram.
c. Riwayat Penyakit/masalah yang pernah diderita selama kehamilan, melahirkan dan post
melahirkan oleh Ibu
Sering merasa kontraksi saat usia kehamilan 8 bulan, ketuban sudah kering sehingga harus di
SC, sempat mendapat tranfusi darah 1x. lahir tidak langsung menangis, sempat dirawat di
ruang perinatologi RSSA dan dipasang CPAP.
d. Riwayat psikologis Ibu selama hamil
Ibu mengatakan sangat senang dengan kehamilan anak yang pertama
e. Riwayat Interaksi Ibu selama hamil (penerimaan ibu/suami/keluarga dalam kehamilan,kegiatan
E. Struktur Keluarga
1. Pola komunikasi keluarga (cara berkomunikasi antar anggota keluarga)
Ibu pasien mengatakan komunikasi dengan suami dan keluarga baik.
2. Struktur kekuatan keluarga (Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.)
Ibu pasien mengatakan baik suami maupun dirinya sama-sama saling membantu dalam
kehidupan berkeluarga dan mengerjakan tugas sesuai peran masing- masing.
3. Struktur peran (peran semua anggota keluarga baik secara formal /informal. Dan perubahannya
karena kondisi sakit klien)
Ibu pasien mengatakan baik suami maupun dirinya mempunyai peran yang sama dalam
mengasuh anak, begitu juga saat anak dalam kondisi sakit.
4. Nilai atau norma keluarga (mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang
berhubungan dengan kesehatan.)
Ibu pasien selalu membawa anaknya berobat ke bidan saat anak sakit, begitu juga saat dirinya
dan suami sakit selalu berobat ke puskesmas.
F. Pengkajian Pertumbuhan Dan Perkembangan Saat Ini (untuk anak usia 0-6 tahun wajib diisi poin 4-7
dengan form DDST II test)
1. Berat Badan : 6,25 kg
2. Tinggi Badan : 60 cm
3. Status Gizi (WHO) : Normal (IMT 13.7 – 17.4)
4. Kehilangan BB dalam 6 bulan terakhir: tidak ada
5. Kemandirian/bergaul : Pasien usia 6 bulan, ketergantungan penuh oleh orang tua
6. Motorik Halus : Menggenggam mainan, meraih mainan dengan kedua tangan
7. Kognitif dan Bahasa : Mengucapkan satu suku kata. ‘’ ma”, “pa”.
8. Motorik Kasar : Sudah bisa tengkurap, telentang, menggulingkan badan.
H. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaaan Umum : Sedang
Tingkat kesadaran: Compos Mentis GCS: E 4 M 5 V 6
Orientasi terhadap: Waktu: Tidak bisa dikaji Tempat : Tidak bisa dikaji Orang: Tidak bisa dikaji
2. Kulit
Inspeksi: Bersih, lembab, lesi (-), ruam kulit (-), warna kulit kecoklatan.
Palpasi: Turgor baik
3. Kepala dan Leher
Inspeksi: Kepala bulat, simetris, hematoma (-), rambut hitam tersebar merata, lesi di kulit kepala
(-), pembesaran kelenjar tyroid dan pembesaran vena jugularis (-)
Palpasi: Edema (-), nyeri tekan (-), ubun-ubun teraba belum menutup, berdenyut(+), tidak ada
tonjolan pada ubun- ubun bayi, trakea di tengah, pembesaran kelenjar tyroid(-).
4. Penglihatan dan Mata
Inspeksi: Mata simetris, sklera putih, tidak anemis, refleks cahaya +/+, pupil 2 mm/ 2 mm.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
5. Penciuman dan Hidung
Inspeksi: Simetris, cavum nasi simetris, septum nasi terletak di tengah, tampak bersih, secret (-)
Palpasi: Tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan di os, frontalis, os. maksilaris, os. etmoidalis
6. Pendengaran dan Telinga
Inspeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi, telinga bersih, membrane timpani mengkilat, respon
terhadap suara (+)
Palpasi: Nyeri tekan (-), benjolan (-)
7. Mulut dan Gigi
Inspeksi: Bibir lembab,simetris, tidak ada peradangan, tonsi T1/T1, gigi belum tumbuh
Palpasi: Tidak ada deformitas
8. Dada, Pernafasan dan Sirkulasi
Subjektif:
Keluhan sesak napas: Tidak , Jantung berdebar-debar: Tidak
Aktivitas mempengaruhi pernapasan: Tidak Cegukan: Tidak
Batuk: ya Produksi sputum: Tidak ada
Objektif:
Tekanan darah: tidak terkaji Suhu: 38 0C Nadi: 137 x/menit Pernapasan: 25 x/menit
CRT: <3 detik
Irama napas: regular Retraksi dada: Tidak , Edema: Tidak
Bunyi napas: Vesikuler Suara napas tambahan: Wheezing -/- Ronchi -/-
Di RS :
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/ minum 4
Toileting 4
Berpakaian 4
Mobilitas di tempat tidur 4
Berpindah 4
Ambulasi/ ROM 4
0 : mandiri, 1 : dengan alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total
3. Pola istirahat dan tidur (lama tidur, gangguan tidur,kepuasan kualitas tidur)
Di rumah : Tidur siang: 4-5 jam tidak ada gangguan tidur, tidur malam: ±9-10 jam
Di RS : Tidur siang: jarang tidur siang karena demam, tidur malam: ± 9-10 jam, kadang
sering terbangun di malam hari karena demam
4. Pola Perceptual (penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi/kognitif)
Di rumah : Tidak ada gangguan
Di RS : Tidak ada gangguan
5. Pola Persepsi diri, Kecemasan, Stress Hospitalisasi :
Ibu pasien sangat cemas dengan kondisi anaknya, takut terjadi sesuatu dan ada kelainan dengan
anaknya.
6. Kebutuhan Personal Hygiene
Di rumah : Pasien mandi sehari 2x, keramas 1-2x/ minggu, ganti baju 2x/ hari, dibantu ibu
pasien
Di RS : Pasien diseka sehari 1x, ganti baju 1x sehari dibantu ibu pasien
7. Pola Nutrisi/Metabolik
Di rumah : Jenis makanan: bubur sun 3x1, susu formula 50-70 cc addlieb Nafsu makan:
baik. Pantangan: tidak ada.
Di RS : Jenis makanan: bubur saring 3x1/4 porsi, susu 8x70cc (560cc, 420 kkal), Nafsu
makan: agak kurang, pasien lebih banyak minum. Pantangan: tidak ada.
8. Kebutuhan Maintenance Status Hidrasi, Balance Cairan
Di RS : Pasien terpasang infus C1:4 100cc/ 24 jam. Kec: 4cc/ jam
Pola Eliminasi (BAB dan BAK):
BAB
Di rumah : Frekuensi 2-3x/ hari, konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan,
kesakitan tidak ada, upaya menangani: tidak ada
Di RS : Frekuensi 2-3x/ hari, konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, sudah
tidak ada diare, kesakitan tidak ada, upaya menangani: tidak ada
13 |Pengkajian Anak/FIH-SMM 1920
BAK
Di rumah : Spontan, frekuensi 3-4x/ hari, warna kuning keruh, busa banyak, kesakitan
tidak ada, upaya menangani: tidak ada
Di RS : Spontan, frekuensi 3-4x/ hari, warna kuning keruh, busa banyak,
kesakitan, upaya menangani: tidak ada
9. Pola Seksualitas dan reproduksi
Pasien belum menikah
10. Pola Manajemen Stress dan adaptasi/Koping pada anak dan Keluarga
a. Stressor jangka pendek dan panjang
Ibu pasien sangat kuatir dengan kondisi anakanya, berharap tidak terjadi kejang lagi, takut
terjadi sesuatu dengan anaknya, dan ada kelainan nanti Ketika anaknya bertambah besar.
b. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor.
Keluarga berupaya terus rutin menjalani pengobatan dan perawatan untuk anaknya serta
melaksanakan setiap anjuran dari dokter
c. Strategi koping yang digunakan anak dan keluarga
Menyelesaikan masalah Bersama-sama dan berdoa agar anaknya segera sembuh
11. Pemeriksaan Penunjang dan Terapi Farmakologi
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 31 Oktober 2021
JENIS PEMERIKSAAN HASIL KISARAN NORMAL
Elektrolit Serum
Natrium (Na) 128 mmol/ l 136 – 145 mmol/l
Kalium (K) 4,41 mmol/ l 3,5 – 5 mmol/ l
Kalsium (Ca) 99 mg/dL 7,6-11,0 mg/dL
Chlor (Cl) 100 mmol/ l 98 – 106 mmol/ l
Phospor 3,1 mg/dL 2,7-4,5 mg/dL
Magnesium (Mg) 2,3 meq/ L 1.5-2.5 meq/ L
Hematologi
Hemoglobin (Hb) 10.10 gr/ dl 11,4 – 15,1 gr/ dl
Eritrosit (RBC) 4,04 106/ µ L 4 – 5 106/ µ L
Leukosit (WBC) 14.20 103/ µ L 4,7 – 11,3 103/ µ L
Hematokrit 31.00 % 38 – 42%
Trombosit (PLT) 323 103/ µ L 142 - 424 103/ µ L
MCV 69,80 fL 80 – 93 fL
MCH 32,70 pg 27 – 31 pg
MCHC 29,60 gr/ dL 32 – 36 gr/ dL
RDW 22,30 % 11,5 – 14,5%
PDW 11,1 fL 9 – 13 fL
MPV 10,3 Fl 7,2 – 11,1 Fl
P-LCR 26,5 % 15 – 25%
PCT 0,82 0,150 – 0,400 %
NRBC Absolute 0,01 103/ µ L 0
NRBC Percent 0,0 % 0
Hitung Jenis
Eosinofil 0,4 % 0–4%
Basofil 0,0 % 0–1%
Neutrofil 86,1 % 51 – 67%
Limfosit 9,5 % 25 – 33%
Monosit 10,3 % 2 – 5%
Eosinofil Absolut 1.72 10 / µ L
3
2. Pemeriksaan radiologi
Hasil foto Thorax tgl 31 Oktober 2021, kesimpulan: Pneumonia
3. Terapi Farmakologis
1. O2 nasal canul
2. IVFD C1:4 100cc/ 24 jam, kec 4 cc/ jam
15 |Pengkajian Anak/FIH-SMM 1920
3. IV diazepam 1x2 mg k/p kejang
4. IV paracetamol 3x60 mg k/p demam
5. IV ceftriaxone 2x300mg
6. Diet bubue saring 3x1/4 porsi, susu 8x70cc (560cc, 420 kkal)
3.
DS:
Kode: D.0017 Proses
Ibu mengatakan anaknya kejang 1x, mata melirik Risiko perfusi serebral ekstrakranial( infeksi
keatas, tangan dan kaki kaku, kejang< 5 mnt, tidak efektif bakteri, virus,
sehabis kejang anak langsung menangis. sehubungan dengan parasite, dll)
DO: infeksi otak
- T= 38, 7, N= 125x/mnt, RR= 27x/mnt, spo2 98% Proses inflamasi
- O2 Nasal canul 2lpm
- Gcs 4-5-6 Terjadi demam
- Lab DL tanggal 31 Oktober 2021
WBC: 14,20 Suhu tubuh
- Foto Thorax tanggal 31 Oktober 2021: meningkat
Pneumonia
hipertermia
- Terapi farmakologis
1. O2 nasal canul
resiko kejang
2. IVFD C1:4 100cc/ 24 jam, kec 4 cc/ jam berulang
3. IV diazepam 1x2 mg k/p kejang
4. IV paracetamol 3x60 mg k/p demam kejang berangsung
5. IV ceftriaxone 2x300mg lama >15 mnt,
6. Diet bubur saring 3x1/4 porsi, susu 8x70cc berulang dalam 24
(560cc, 420 kkal) jam
kerusakan neuron
ireversibel
resiko perfusi
cerebral tidak efektif
3. Senin/ 1 November 3 10.00 1. Memonitor terjadinya kejang berulang Selasa/ 2 November 2021 jam 10.00
2021 2. Memonitor karakteristik kejang (mis. Aktivitas DS:
motoric, dan progresi kejang) ibu mengatakan anaknya masih
demam. Ibu mengatakan anaknya
3. Memonitor status neurologis
kejang lagi 1x malam tadi.
4. Memonitor tanda- tanda vital DO:
5. Membaringkan pasien agar tidak terjatuh - T= 39,2 7, N= 132x/mnt, RR=
6. Mempertahankan kepatenan jalan nafas 30x/mnt, spo2 98%
7. Melonggarkan pakain, terutama dibagian leher - O2 Nasal canul 2lpm
8. Mendampingi selama periode kejang - Gcs 4-5-6
9. Menjauhkan benda- benda berbahaya terutama - Lab DL tanggal 31 Oktober 2021
benda tajam WBC: 14,20
10. Mencatat durasi kejang - Foto Thorax tanggal 31 Oktober
11. Meorientasi setelah periode kejang 2021: Pneumonia
12. Mendokumentasi setelah periode kejang - Terapi farmakologiS
13. Memasang akses iv line 1. O2 nasal canul
14. Memberikan oksigen 2. IVFD C1:4 100cc/ 24 jam, kec
15. Menganjurkan untuk menghindari memasukan 4 cc/ jam
apapun ke dalam mulut pasien saat periode kejang 3. IV diazepam 1x2 mg k/p
16. Menganjurkan keluarga untuk tidak menggunakan kejang
kekerasan untuk menahan Gerakan pasien 4. IV paracetamol 3x60 mg k/p
17. Berkolaborasi pemberian antikonvulsan. demam
5. IV ceftriaxone 2x300mg
6. Diet bubur saring 3x1/4 porsi,
susu 8x70cc (560cc, 420
kkal)
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi 1-17
Rabu/ 3 November 2021 jam 10.00
DS:
Ibu mengatakan anaknya tidak kejang
hari ini.
DO:
- T= 37,5 7, N= 120x/mnt, RR=
26x/mnt, spo2 98%
- O2 Nasal canul 2lpm
- Gcs 4-5-6
- Lab DL tanggal 31 Oktober 2021
WBC: 14,20
- Foto Thorax tanggal 31 Oktober
2021: Pneumonia
- Terapi farmakologis
1. O2 nasal canul
2. IVFD C1:4 100cc/ 24 jam, kec
4 cc/ jam
3. IV diazepam 1x2 mg k/p
kejang
4. IV paracetamol 3x60 mg k/p
demam
5. IV ceftriaxone 2x300mg
6. Diet bubur saring 3x1/4 porsi,
susu 8x70cc (560cc, 420
kkal)
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi 1-17
DAFTAR PUSTAKA
Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
II. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI