Anda di halaman 1dari 16

KEJANG DEMAM PADA ANAK

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Kejang demam atau fibrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terajadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. (Lestari, 2016).
Menurut consensus statement fibrile seizures, kejang demam adalah bangkitan
kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebap lain. (Deliana,Melda, 2012)
Kejang demam di klasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Ciri dari kejang ini adalah
Kejang berlangsung singkat, Berhenti dalam waktu 15 menit, Kejang fokal
atau parsia,l Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam (Kusuma, 2013)
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Kejang berlangsung lama
>15 menit, Kejang fokal atau parsia,l Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam
24 jam (Kusuma, 2013)
2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam s sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonnia, gastroententis, dan infeksi saluran
kemih. Kejang juga dapat terjadi pada bayi yang mengalami kenaikan suhu setelah
vaksnasi contohnya vaksinasi campak, akan tetapi sangat jarang (Lestari, 2016)
3. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi

CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu

lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran yang sel

neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium [K+ ] dan sangat sulit dilalui oleh

ion natrium [Na+ ] dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida [Cl+ ]. Akibatnya

konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi

ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut

potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di

perlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhuan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak

3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang

dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi

dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke

membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang

demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnoe,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme

anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh

meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan

metabolisme otak meningkat (Lestari, 2016).

4. Manifestasi Klinis

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan klonik atau

tonik-klonik. Umumnya kejangakan berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak

tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit

anak terbangun menangis dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.Adapula

kejang berlangsung lama dan mungkin terjadi kerusakan sel saraf yang menetap.

(Lestari, 2016).
Gejala dari kejang demam ini tidak berbeda dengan kejadian kejang pada
umumya. Namun, biasanya orangtua akan panik bila anak tiba-tiba kejang atau
seluruh tubuhnya menjadi kaku. Berikut ini tanda dan gejala yang muncul : terjadi
peningkatan suhu tubuh lebih dari 38oC, mucul kekakuan tiba-tiba pada tangan dan
kaki anak, telapak tangan tampak menggenggam kuat dan menekuk ke dalam, telapak
kaki tampak menekuk ke dalam, mata melotot, namun tidak bereaksi, bibir dan gigi
saling mengatup kuat, kejang emumnya diawali kejang tonik kemudian klonik, nadi
teraba lemah, penurunan curah jantung
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan
glukosa darah dapa dilakukan walaupun kadang tidak menunjukan kelainan yang
berarti.
b. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis, indikasi lumbal pungsi pada pasien
dengan kejang demam meliputi:
1) Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering
tidak jelas
2) Bayi antara 12 bulan atau kurang dari satu tahun di anjurkan untuk melakukan
lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada pasien kejang demam yang tidak khas
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak di anjurkan pada anak pada
kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukan gambaran normal.
(Kusuma, 2013)
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut NANDA (2015) dan Sukarmin (2012)
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Penatalaksanaan di Rumah Sakit dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
Pengobatan saat terjadi kejang
1) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
a) 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun.
b) 5 mg untuk BB 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg
c) 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2) Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5
mg/kgBB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per
menit untuk menghindari depresi pernafasanan. Bila kejang berhenti sebelum
obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan
jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per
IM karena tidak diabsorbsi dengan baik.
3) Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB
perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM
dan pasang ventilator bila perlu.
Setelah kejang berhenti
Bila Kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan
pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah
terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1) Antipiretik
a) Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau
tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa
hiperdosis.
b) Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali.
2) Antikonvulsan
a) Berikan diazepam oral dosis 0.3-0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang.
b) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari
b. Penatalaksanaan di Rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka orang tua
atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan awal pada
anak yang mengalami kejang demam. Tindakan awal itu antara lain :
1) Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman
seperti dilantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda
berbahayas eperti gelas, pisau.
2) Posisi anak hiperekstensi pakaian dilonggarkan. Masukan sendok yang dibalut
dengan kain bersih kedalam mulut untuk mencegah lidah anak tertekuk atau
tergigit.
3) Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya terjadi
pertugaran oksigen lingkungan.
4) Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua atau pengasuh dirumah
menyediakan diazepam (melalui dokter keluarga) peranus sehingga saat
serangan kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5 mg untuk BB
kurang dari 10 kg, kalau BB lebih dari 10 mg maka dapat diberikan 10 mg.
Untuk dosis rat-rata pemberian peranus adalah 0,4-0,6mg/KgBB.
5) Kalau beberapa kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya diazepam
maka segera bawa anak kerumah sakit.
B. KONSEP KEPERAWATAN KASUS KEJANG DEMAM
Menurut Tarwoto dan wartonah (2015), proses keperawatan adalah metode
pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu,
klompok dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari
respons pasien terhadap penyakitnya.
Dalam proses keperawatan, ada lima tahap dimana tahap-tahap tersebut tidak dapat
di pisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama membentuk
lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kembali kontrak
dengan pasien. Tahap – tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
Tahap pengkajian merupakan merupakan pemikiran dasar dalam memberikana
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu pengkajian yang lengkap,
akurat sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
respon individu ( Apriyani, 2017)
Pengkajian pada anak kejang demam dengan peningkatan suhu tubuh menurut
(Lestari, 2016) meliputi :
a. Observasi manifestasi klinis demam.
b. Riwayat kejang.
c. Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal (36,5-37,5 oC).
d. Kulit kemerahan dan teraba hangat
e. Peningkatan frekuensi pernafasan.
f. Takikardia dan nadi teraba lemah.
g. Diawali kejang tonik kemudian klonik 10-15 menit.
h. Kehilangan kesadaran dan tubuh kaku.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan
keperawatanyang sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan yang
optimal.maka dibutuhkan standar diagnosis keperawaan yang dapat menerapkan
secara nasional di indonesia dengan mengacu pada standar diagnosis internasioanal
yang telah dibakukan sebelumnya (PPNI, 2017)
Diagnosa yang sering muncul pada anak kejang demam dengan gangguan
kebutuhan cairan menurut Lestari (2016), yaitu :
a. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan neorologis (gangguan kejang) di
tandai dengan Dispnea, penggunanan otot bantu napas, takipnea.
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan : Gelisah,
Kejang, Kulit Kemerahan, Kulit terasa hangat, suhu di atas normal
c. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak di buktikan dengan Masa
tromboplastin parsial abnormal, Masa protrombin abnormal, Segmen ventrikel
kiri akinetik, Aterosklerosis aortik, Fibrilasi atrium, Miksoma atrium, Tumor
otak.
d. Resiko cidera di buktikan dengan Terdapat ketidakamanna transportasi,
Perubahan orientasi afektif, Perubahan sensasi, Klien kejang,
3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA SLKI SIKI
DX KEPERAWATAN
1 Pola Napas Tidak Pola napas membaik Dengan Manajemen jalan napas
Efektif berhubungan kriteri hasil : Observasi
dengan neorologis  Tidak ada dispnea  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
gangguan kejang di  Tidak ada penggunaan otot napas)
tandai bantu napas  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
DS  Frekuensi napas normal mengi, wheezing, ronkhi kering)
 dispnea  Kedalaman napas membaik Teraupetik
DO  Posisikan semiflower atau flower
 penggunanan otot  Berikan minuman hangat
bantu napas,  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 takipnea.  Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
2 Hipertermia Termoregulasi membaik Dengan Manajemen hipertermia
beruhubungan dengan kriteria hasil : Observasi
penyakit di tandai  Menggigil  identifikasi penyebab hipertermi (mis. Dehidrasi,
dengan  Suhu tubuh normal (36,5-37,5 terpapar lingkungan panas, penggunaan
DS : - o c) inkubator)
DO :  Suhu kulit normal  monitor suhu tubuh
 Suhu tubuh diatas  Tidak ada kejang  monitor kadar elektrolit
nilai normal (36,5-  Takikardi  monitor komplikasi akibat hipertermi
37-5)  takipnea Terapuetik
 Kulit merah  sediakan lingkungan yang dingin
 Kejang  longgarkan atau leapaskan pakain
 Takipnea  basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Kulit terasa hangat  beriakan cairan oral
 berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 anjurkan tirah baring kolaborasi
 kolaborasi pemberian cairan

3 Resiko perfusi serebral Perfusi serebral meningkat Manajemen peningkatan tekanan intrakaranial
tidak efektif di buktikan dengan kriteri hasil : Observasi
dengan  Tingkat kesadaran membaik  Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
 Masa tromboplastin  Tidak ada sakit kepala gangguan metabolisme, edema serebral)
parsial abnormal,  Tidak ada gelisah  Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (mis.
 Masa protrombin  Tidak ada peningkatan tekanan Tekanan darah meningkat, bradikardi, pola napas
abnormal, intra kranial ireguler, kesadaran menurun)
 Segmen ventrikel kiri  Monitor status pernapasan monitor MAP (mean
akinetik, arterial pressure)
 Aterosklerosis aortik,  Monitor CVP (central venuos pressure), JIKA
 Fibrilasi atrium, PERLU
 Miksoma atrium,  Monitor PAWP, jika perlu
 Tumor otak  Monitor PAP, jika perlu
 Monitor ICP (intra cranial pressure)
 Monitor glombang icp
Terapeutik
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semiflower
 Egah terjadinya kejang
 Pertahankan suhu tubh normal Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konsulvan ,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja
4 Resiko cidera di Tingkat cidera menurun Dengan Manajemen keselamatan lingkungan
buktikan dengan kriteria hasil : Observasi
 Terdapat  Tidak ada kejadian cidera  Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. Kondisi
ketidakamanna  Luka/lecet fisik, fungsi kognitif, dan riwayat prilaku)
transportasi  Tidak terjadi fraktur  Monitor status keselamatan lingkungan
 Perubahan orientasi  Tekanan darah dalam batas Teraupetik
afektif normal  Hilangkan bayaha keselamatan lingkungan (mis.
 Perubahan sensasi Fisik, biologi, dan kimia) jika memungkinkan
 Klien kejang  Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bahaya dan resiko
Edukasi
 Anjurkan individu, kluarga dan kelompok resiko
tinggi bahaya lingkungan

C. WOC (WEB OF CAUTION)


TINJAUAN KASUS
1. Identitas Klien
Nama : An M
Umur : 4 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk RS : 10 - 3 - 2021
Tanggal Pengkajian : 10 – 3 - 2021
Ruangan : IGD
Diagnose Medis :

A. PENGKAJIAN
Pengkajian Segera (Quick Assesment)
1. Airway
Akibat terjadi kejang demam gerakan mulut dan lidah anak tidak terkontrol, lidah
anak tergigit, dan kadang menyumbat saluran pernapasan.
Masalah Kep : pola napas tidak efektif
2. Breathing
Pola napas ireguler, peningkatan frekruensi penrnapasan RR 40x/m (takipnea), dan
adanya penggunaan otot bantu napas
Masalah Kep : dyspnea
3. Circulation
Tidak ada terjadi gangguan pada peredaran darah pasien, tidak ada cyanosis, denyut
nadi regular (N 110x/m)
Masalah Kep : saat dikaji pasien mengalami kejang, lama kejang sekitar 7 menit
4. Disability
Infus D5 ¼ NS 1000cc /24 jam, Injeksi Ceftriaxone 3 x 500 mg : fungsi golongan
antibiotic, Injeksi phenitoin 2 x 150 mg : fungsi mengurangi kejang, dan Paracetmol
2 x90 mg : fungsi untuk mengurangi demam
Masalah Kep : pasien tidak ada riwayat alergi terhadap obat
5. Exposure, Equipment (terpasang kanula O2 )

Pengkajian Lengkap (Comprehensive Assesment)


1. Riwayat Kesehatan yang lalu :
Ibu pasien mengatakan An.M pernah sakit pilek dan batuk. Keluarga pasien hanya
membawa ke bidan atau dokter saat An. M sakit. Sebelumnya pasien belum pernah
mengalami kejang.
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu pasien mengatakan dalam keluarga dulu tidak ada yang pernah mengalami
kejang saat kecil. Keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit menurun seperti
asma, DM, hipertensi maupun penyakit menular seperti HIV/AIDS , TBC,
Hepatitis dll.
b. Riwayat Kehamilan
Anak laki-laki dari ibu G2 P2 A0. Ibu pasien mengatakan saat hamil ibu pasien
mengalami mual muntah tetapi hanya pada trimester I dan biasanya hanya pada
pagi hari. Pada Trimester ke III ibu mengalami nyeri punggung dan tulang
belakang. Ibu pasien tidak pernah jatuh saat hamil pasien mengatakan rutin
memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan yang dekat dari rumahnya
dan melakukan imunisasi TT di dokter tersebut. Selama hamil ibu pasien
mengatakan hanya mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter dan
tidak pernah mengkonsumsi jamu tradisional
c. Riwayat Persalinan
Ibu pasien mengatakan An. M lahir secara normal dan spontan dibantu oleh
bidan. Tidak ada kelainan bawaan dan tidak mempunyai gangguan selama
proses persalinan. Pasien lahir pada usia kehamilan 38 minggu, setelah lahir
pasien langsung menangis, BBL : 3100 gram, PB:48 cm.
d. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapat imunisasi lengkap : hepatitis, campak, BCG, Polio I, II,
III dan DPT I, II, III
2. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum klien : lemah, GCS : 4-5-6, Tanda-tanda vital : Tensi : 100/60
mmHg Suhu : 38,8oC, nadi :100x/mnt, respirasi : 40x/mnt, tinggi badan : 88 cm,
berat badan : 15 kg.
a. Sistem neurologi : Kesadaran compos mentis, GCS : 4-5-6, ada kejang jenis
tonik, tidak ada kaku kuduk, tidak ada nyeri kepala,
b. Sistem respirasi : Bentuk dada simetris, adanya penggunaan otot bantu nafas,
tidak batuk, terpasangn O2, pola nafas ireguler. Respirasi 40x/menit (takipnea),
dyspnea. vokal fremitus normal sama antara kanan dan Perkusi thorax sonor
c. Sistem Kardiovaskular : Tidak ada cyanosis, nadi teraba regular, N 100x/mnt
dan Tensi : 100/60 mmHg
d. Sistem Renal : Bentuk alat kelamin normal, uretra normal, alat kelamin bersih,
warna kuning, bau khas urin, dan frekuensi berkemih 3-4 x per hari, dengan
jumlah urine setiap berkemih 100-150 ml
e. Sistem Gastrointestinal : Inspeksi; Mukosa bibir lembab, lidah bersih, rongga
mulut bersih, keadaan gigi bersih, tidak ada kesulitan menelan, bentuk abdomen
simetris, normal, supel. Pemeriksaan palpasi diperoleh tidak terdapat nyeri tekan
pada abdomen. Pemeriksaan perkusi diperoleh perut tidak kembung, suara
tympani. Keluarga pasien mengatakan pasien sudah buang air besar 1x / hari,
konsistensi lunak, warna kuning, bau khas feses, tidak ada pemakaian obat
pencahar.bising usus normal 25x/menit
f. Sistem Endokrin : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran
kelenjar parotis
g. Sistem penginderaan:
1. Mata: pupil isokor kanan / kiri, reflek cahaya normal kanan / kiri,
konjungtiva normal kanan / kiri, tidak ada anemis, sklera putih kanan / kiri,
palpebra normal kanan / kiri, tidak menggunakan alat bantu, pergerakan
bola mata normal kanan / kiri, waktu kejang mata pasien mendelik ke atas
2. Hidung : mukosa lembab, tidak ada sekret
3. Telinga : bentuk simetris kanan / kiri, ketajaman pendengaran baik kanan /
kiri, cara mengetesnya dengan menggunaka n jam tangan
4. Perasa : bisa merasakan rasa pahit, asam, manis dan asin, cara mengetes
dengan cara diberi permen, serta diberi garam
5. Peraba : normal dengan cara mengetesnya menggunakan jari-jari tangan.
h. Sistem Integumen dan Muskuloskeletal: Kemampuan pergerakan sendi dan
tungkai : bebas ( pasien aktif dalam bergerak), Kekuatan otot/tonus otot 5/5/5/5.
Saat dilakukan pemeriksaan pasien ooperatif, tidak ada fraktur, tidak ada
dislokasi, kulit bersih, akral hangat, turgor elastis, kelembapan lembab, tidak
ada oedema. Dan kulit berwarna agak kemerahaan, pada saat kejang tangan dan
kaki pasien terasa kaku
Pengkajian Berkelanjutan (On Going Assesment)
Setelah beberapa jam diberikan tindakan dari UGD An. M dipindahkan ke Ruangan
perawatan anak untuk mendapatkan perawatan selanjutnya . Di Ruangan perawatan dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan data: keadaan umum baik, kesadaran composmentis, suhu
38,5°C, nadi 110 x/menit, RR 30 x/menit, konjungtiva an-anemis, kelopak mata tidak
cekung, mukosa bibir dan mulut sedikit kering, cubitan dinding abdomen kembali segera,
kapilary refill kembali i <2 detik, pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Mei 2016 jam 05.40
dengan hasil Hemoglobin 12,9 g/dl, Leukosit 4000µ L, Hematokrit 37%. Hasil pemeriksaan
elektrolit: Natrium 140mEq/L, Kalium 4,1 mEq/L, Klorida 101mEq/L.
Berdasarkan data yang telah didapat dan hasil pengkajian pada An. M maka masalah
keperawatan yang muncul adalah Pola napas tidak efektif berhubungan dengan neurologis
(kejang), Hipertermi dan Resiko Cedera. Intervensi yang telah dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah: memonitor pola napas, mengobservasi TTV, mengatur posisi,
memberikan oksigen, mengompres dengan air hangat dan menganjurkan orang tua untuk
terus mendapinggi anaknya. Memberikan tindakan Infus D5 ¼ NS 1000cc /24 jam, Injeksi
Ceftriaxone 3 x 500 mg : fungsi golongan antibiotic, Injeksi phenitoin 2 x 150 mg : fungsi
mengurangi kejang, dan Paracetmol 2 x90 mg : fungsi untuk mengurangi demam

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN, ANALISA DATA


No Data Etiologi Masalah
1 Ds Adanya Infeksi virus dan parasit Pola napas
 Dispnea ↓ tidak efektif
Do Toksik mikroorganisme
 Mengunakan otot bantu menyebar secara hematogen dan
napas limfogen
 Pola napas abnormal ↓
(Takipnea) Kenaikan suhu tubuh di
 R 40 x/menit hipotalamus dan jaringan lin
(hipertermi)

Pelepasan mediator kimia oleh
neuron seperti prostaglandin,
epineprin

Peningkatan potensial membran

Peningkatan masukan ion
natrium, ion kalium kedalam sel
neuron dengan cepat

Fase depolarisasi neuron dan
otot dengan cepat (kejang)

spasme otot mulut,lidah,bronkus

Resiko penyempitan/penutupan
jalan nafas

Pola napas tidak efektif
2 Ds : - Adanya Infeksi virus dan parasit Hipertermi
Do : ↓
 Suhu tubuh 38,80C Toksik mikroorganisme
 Kulit memerah menyebar secara hematogen dan
 Kejang limfogen
 Kulit terasa hangat ↓
Adanya reaksi inflamasi

Kenaikan suhu tubuh di
hipotalamus dan jaringan lin

(hipertermi)

3 Faktor Resiko limfogen Risiko cedera


Kondisi klinis terkait ↓
 kejang Kenaikan suhu tubuh di
hipotalamus dan jaringan lin
(hipertermi)

Pelepasan mediator kimia oleh
neuron seperti prostaglandin,
epineprin

Peningkatan potensial membran

Peningkatan masukan ion
natrium, ion kalium kedalam sel
neuron dengan cepat

Fase depolarisasi neuron dan
otot dengan cepat (kejang)

penurunan respon rangsangan
luar

Resiko cedera
C. INTERVENSI/ RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Intervensi diaknosa keperawatan Pola Napas Tidak Efektif
No dx SLKI SIKI
1 Pola napas membaik Manajemen jalan napas
dengan kriteria hasil: Observasi:
 Dispnea menurun (5)  Monitor jalan Napas (frekuensi,
 Penggunaan otot kedalaman, usaha napas)
bantu napas menurun  Monitor bunyi napas (mis, gurgling,
(5) mengi, wheezing, ronkhi kering)
 Frekuensi nafas Terapeutik :
membaik (5)  Posisikan semiflower atau flower
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik, jika perlu

2. Intervensi Diagnosa Hipertermi


No dx SLKI SIKI
2 Termoregulasi membaik Intervensi utama Regulasi Temperature
dengan kriteria hasil: Observasi:
 Kulit merah menurun  Monitor suhu anak tiap dua jam sekali,
(5) jika perlu
 Kejang menurun (5)  Monitor tekanan darah, frekuansi
 Suhu tubuh membaik fernapasan dan nadi
(5)  Monitor warna dan suhu kulit
 Suhu kulit membaik  Monitor dan catat tanda dan gejala
(5) hipertermia
Terapeutik :
 Pasang alat pemantau suhu kutinu, jika
perlu
 Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang
adekuat
 Sesuaikan suhu ingkungan dengan
kebutuahan pasien
Edukasi
 Jelaskan cara pencegahan hipotermi
karena terpapar udara dingin
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika
perlu
Intervensi pendukung Manajemen kejang
Observasi:
 Monitor terjadinya kejang berulang
 Monitor karakteristik kejang (mis,
aktivitas motoric dan progresi kejang)
 Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
 Berikan alas empuk di bawah kepala, jika
memungkinkan
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Longgarkan pakaian, teruta di bagian leher
 Damping selama priode kejang
 Catat durasi kejang
 Dokumentasikan priode terjadinya kejang
 Pasang akses IV jika perlu
 Beri oksigen jika perlu
Edukasi
 Anjurkan keluarga menghindari
memasukan apapun kedalam mulut pasien
saat priode kejang
 Anjurkan keluarga tidak menggunakan
kekerasan untuk menahan gerakan pesien
Kolaberasi
 Kolaberasi pemberian antikonvulsan, jika
perlu

3. Intervensi Diaknosa Resiko Cedera


No dx SLKI SIKI
3 Tingkat cidera menurun Manajemen keselamatan lingkungan
Dengan kriteria hasil : Observasi
 Tidak ada kejadian  Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis.
cidera Kondisi fisik, fungsi kognitif, dan riwayat
 Luka/lecet prilaku)
 Tidak terjadi fraktur  Monitor status keselamatan lingkungan
 Tekanan darah dalam Teraupetik
batas normal  Hilangkan bayaha keselamatan lingkungan
(mis. Fisik, biologi, dan kimia) jika
memungkinkan
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan resiko
Edukasi
 Anjurkan individu, kluarga dan kelompok
resiko tinggi bahaya lingkungan
D. CONCEPT MAP
Klien adalah seorang anak Perempuan bernama An “M” usia 4 tahun beragama Islam. Klien
adalah anak pertama dari Tn K usia 30 tahun dan Ny T usia 26 tahun. Keluhan utama/ alasan MRS
: ibu klien mengatakan anaknya panas tinggi disertai kejang, Riwayat keluhan : ibu pasien
mengatakan anaknya pada tanggal 9 Maret 2021 panas tinggi, saat panas ibunya memberikan
kompres handuk basah. anak kembali demam tinggi pada malam hari kemudian tangan dan kaki
anak kaku serta mata anak melotot, saat anak kejang ibu menahan tangan dan kaki anaknya yang
kaku tersebut. Ibu tidak memberikan obat dan langsung membawanya ke IGD RSUD Dr M.M
Dunda Limboto, pada saat di IGD anak kejang lagi, tangan dan kaki anak kaku serta mata nya
melotot, lama kejang sekitar 7 menit saat diukur tanda tanda vitalnya, suhunya mencapai 38,8°C,
nadi 120 x/menit, RR 40 x/menit, kelopak mata tidak cekung, mukosa bibir dan mulut sedikit
kering, cubitan dinding abdomen kembali segera, pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret
2021 dengan hasil Hemoglobin 12,9 g/dl, Leukosit 4000µ L, Hematokrit 37%. Hasil pemeriksaan
elektrolit: Natrium 140mEq/L, Kalium 4,1 mEq/L, Klorida 101mEq/L.

Patofisiologi
Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikan pengaturan
suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit
sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus otot, kulit dan jaringan
tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat
dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikan fase depolarisasi
neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan
anak mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh
penutupan lidah dan spasme bronkus (Lestari 2016).

Diagnosa Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan neorologis gangguan kejang
2. Hipertermia beruhubungan dengan peroses penyakit
3. Resiko Cedera berhubungan adanya kejang

Intervensi Keperawatan
1. Diaknosa keperawatan 1: intervensi utaman Manajemen jalan napas
2. Diaknosa keperawatan 2: Intervensi Utama Regulasi Temperature dan Intervensi
pedukung Manajemen kejang
3. Diaknosa Keperawatan 3 : Intervensi utama Manajemen keselamatan lingkungan

Anda mungkin juga menyukai