TINJAUAN TEORI
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Kejang demam atau fibrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terajadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. (Lestari, 2016).
Menurut consensus statement fibrile seizures, kejang demam adalah bangkitan
kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebap lain. (Deliana,Melda, 2012)
Kejang demam di klasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Ciri dari kejang ini adalah
Kejang berlangsung singkat, Berhenti dalam waktu 15 menit, Kejang fokal
atau parsia,l Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam (Kusuma, 2013)
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Kejang berlangsung lama
>15 menit, Kejang fokal atau parsia,l Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam
24 jam (Kusuma, 2013)
2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam s sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonnia, gastroententis, dan infeksi saluran
kemih. Kejang juga dapat terjadi pada bayi yang mengalami kenaikan suhu setelah
vaksnasi contohnya vaksinasi campak, akan tetapi sangat jarang (Lestari, 2016)
3. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran yang sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium [K+ ] dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium [Na+ ] dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida [Cl+ ]. Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
perlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhuan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak
3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnoe,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
4. Manifestasi Klinis
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun menangis dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.Adapula
kejang berlangsung lama dan mungkin terjadi kerusakan sel saraf yang menetap.
(Lestari, 2016).
Gejala dari kejang demam ini tidak berbeda dengan kejadian kejang pada
umumya. Namun, biasanya orangtua akan panik bila anak tiba-tiba kejang atau
seluruh tubuhnya menjadi kaku. Berikut ini tanda dan gejala yang muncul : terjadi
peningkatan suhu tubuh lebih dari 38oC, mucul kekakuan tiba-tiba pada tangan dan
kaki anak, telapak tangan tampak menggenggam kuat dan menekuk ke dalam, telapak
kaki tampak menekuk ke dalam, mata melotot, namun tidak bereaksi, bibir dan gigi
saling mengatup kuat, kejang emumnya diawali kejang tonik kemudian klonik, nadi
teraba lemah, penurunan curah jantung
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan
glukosa darah dapa dilakukan walaupun kadang tidak menunjukan kelainan yang
berarti.
b. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis, indikasi lumbal pungsi pada pasien
dengan kejang demam meliputi:
1) Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering
tidak jelas
2) Bayi antara 12 bulan atau kurang dari satu tahun di anjurkan untuk melakukan
lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada pasien kejang demam yang tidak khas
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak di anjurkan pada anak pada
kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukan gambaran normal.
(Kusuma, 2013)
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut NANDA (2015) dan Sukarmin (2012)
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Penatalaksanaan di Rumah Sakit dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
Pengobatan saat terjadi kejang
1) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
a) 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun.
b) 5 mg untuk BB 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg
c) 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2) Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5
mg/kgBB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per
menit untuk menghindari depresi pernafasanan. Bila kejang berhenti sebelum
obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan
jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per
IM karena tidak diabsorbsi dengan baik.
3) Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB
perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM
dan pasang ventilator bila perlu.
Setelah kejang berhenti
Bila Kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan
pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah
terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1) Antipiretik
a) Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau
tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa
hiperdosis.
b) Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali.
2) Antikonvulsan
a) Berikan diazepam oral dosis 0.3-0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang.
b) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari
b. Penatalaksanaan di Rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka orang tua
atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan awal pada
anak yang mengalami kejang demam. Tindakan awal itu antara lain :
1) Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman
seperti dilantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda
berbahayas eperti gelas, pisau.
2) Posisi anak hiperekstensi pakaian dilonggarkan. Masukan sendok yang dibalut
dengan kain bersih kedalam mulut untuk mencegah lidah anak tertekuk atau
tergigit.
3) Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya terjadi
pertugaran oksigen lingkungan.
4) Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua atau pengasuh dirumah
menyediakan diazepam (melalui dokter keluarga) peranus sehingga saat
serangan kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5 mg untuk BB
kurang dari 10 kg, kalau BB lebih dari 10 mg maka dapat diberikan 10 mg.
Untuk dosis rat-rata pemberian peranus adalah 0,4-0,6mg/KgBB.
5) Kalau beberapa kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya diazepam
maka segera bawa anak kerumah sakit.
B. KONSEP KEPERAWATAN KASUS KEJANG DEMAM
Menurut Tarwoto dan wartonah (2015), proses keperawatan adalah metode
pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu,
klompok dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari
respons pasien terhadap penyakitnya.
Dalam proses keperawatan, ada lima tahap dimana tahap-tahap tersebut tidak dapat
di pisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama membentuk
lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kembali kontrak
dengan pasien. Tahap – tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
Tahap pengkajian merupakan merupakan pemikiran dasar dalam memberikana
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu pengkajian yang lengkap,
akurat sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
respon individu ( Apriyani, 2017)
Pengkajian pada anak kejang demam dengan peningkatan suhu tubuh menurut
(Lestari, 2016) meliputi :
a. Observasi manifestasi klinis demam.
b. Riwayat kejang.
c. Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal (36,5-37,5 oC).
d. Kulit kemerahan dan teraba hangat
e. Peningkatan frekuensi pernafasan.
f. Takikardia dan nadi teraba lemah.
g. Diawali kejang tonik kemudian klonik 10-15 menit.
h. Kehilangan kesadaran dan tubuh kaku.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan
keperawatanyang sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan yang
optimal.maka dibutuhkan standar diagnosis keperawaan yang dapat menerapkan
secara nasional di indonesia dengan mengacu pada standar diagnosis internasioanal
yang telah dibakukan sebelumnya (PPNI, 2017)
Diagnosa yang sering muncul pada anak kejang demam dengan gangguan
kebutuhan cairan menurut Lestari (2016), yaitu :
a. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan neorologis (gangguan kejang) di
tandai dengan Dispnea, penggunanan otot bantu napas, takipnea.
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan : Gelisah,
Kejang, Kulit Kemerahan, Kulit terasa hangat, suhu di atas normal
c. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak di buktikan dengan Masa
tromboplastin parsial abnormal, Masa protrombin abnormal, Segmen ventrikel
kiri akinetik, Aterosklerosis aortik, Fibrilasi atrium, Miksoma atrium, Tumor
otak.
d. Resiko cidera di buktikan dengan Terdapat ketidakamanna transportasi,
Perubahan orientasi afektif, Perubahan sensasi, Klien kejang,
3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA SLKI SIKI
DX KEPERAWATAN
1 Pola Napas Tidak Pola napas membaik Dengan Manajemen jalan napas
Efektif berhubungan kriteri hasil : Observasi
dengan neorologis Tidak ada dispnea Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
gangguan kejang di Tidak ada penggunaan otot napas)
tandai bantu napas Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
DS Frekuensi napas normal mengi, wheezing, ronkhi kering)
dispnea Kedalaman napas membaik Teraupetik
DO Posisikan semiflower atau flower
penggunanan otot Berikan minuman hangat
bantu napas, Lakukan fisioterapi dada jika perlu
takipnea. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
2 Hipertermia Termoregulasi membaik Dengan Manajemen hipertermia
beruhubungan dengan kriteria hasil : Observasi
penyakit di tandai Menggigil identifikasi penyebab hipertermi (mis. Dehidrasi,
dengan Suhu tubuh normal (36,5-37,5 terpapar lingkungan panas, penggunaan
DS : - o c) inkubator)
DO : Suhu kulit normal monitor suhu tubuh
Suhu tubuh diatas Tidak ada kejang monitor kadar elektrolit
nilai normal (36,5- Takikardi monitor komplikasi akibat hipertermi
37-5) takipnea Terapuetik
Kulit merah sediakan lingkungan yang dingin
Kejang longgarkan atau leapaskan pakain
Takipnea basahi dan kipasi permukaan tubuh
Kulit terasa hangat beriakan cairan oral
berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
anjurkan tirah baring kolaborasi
kolaborasi pemberian cairan
3 Resiko perfusi serebral Perfusi serebral meningkat Manajemen peningkatan tekanan intrakaranial
tidak efektif di buktikan dengan kriteri hasil : Observasi
dengan Tingkat kesadaran membaik Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
Masa tromboplastin Tidak ada sakit kepala gangguan metabolisme, edema serebral)
parsial abnormal, Tidak ada gelisah Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (mis.
Masa protrombin Tidak ada peningkatan tekanan Tekanan darah meningkat, bradikardi, pola napas
abnormal, intra kranial ireguler, kesadaran menurun)
Segmen ventrikel kiri Monitor status pernapasan monitor MAP (mean
akinetik, arterial pressure)
Aterosklerosis aortik, Monitor CVP (central venuos pressure), JIKA
Fibrilasi atrium, PERLU
Miksoma atrium, Monitor PAWP, jika perlu
Tumor otak Monitor PAP, jika perlu
Monitor ICP (intra cranial pressure)
Monitor glombang icp
Terapeutik
Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Berikan posisi semiflower
Egah terjadinya kejang
Pertahankan suhu tubh normal Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konsulvan ,
jika perlu
Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja
4 Resiko cidera di Tingkat cidera menurun Dengan Manajemen keselamatan lingkungan
buktikan dengan kriteria hasil : Observasi
Terdapat Tidak ada kejadian cidera Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. Kondisi
ketidakamanna Luka/lecet fisik, fungsi kognitif, dan riwayat prilaku)
transportasi Tidak terjadi fraktur Monitor status keselamatan lingkungan
Perubahan orientasi Tekanan darah dalam batas Teraupetik
afektif normal Hilangkan bayaha keselamatan lingkungan (mis.
Perubahan sensasi Fisik, biologi, dan kimia) jika memungkinkan
Klien kejang Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bahaya dan resiko
Edukasi
Anjurkan individu, kluarga dan kelompok resiko
tinggi bahaya lingkungan
A. PENGKAJIAN
Pengkajian Segera (Quick Assesment)
1. Airway
Akibat terjadi kejang demam gerakan mulut dan lidah anak tidak terkontrol, lidah
anak tergigit, dan kadang menyumbat saluran pernapasan.
Masalah Kep : pola napas tidak efektif
2. Breathing
Pola napas ireguler, peningkatan frekruensi penrnapasan RR 40x/m (takipnea), dan
adanya penggunaan otot bantu napas
Masalah Kep : dyspnea
3. Circulation
Tidak ada terjadi gangguan pada peredaran darah pasien, tidak ada cyanosis, denyut
nadi regular (N 110x/m)
Masalah Kep : saat dikaji pasien mengalami kejang, lama kejang sekitar 7 menit
4. Disability
Infus D5 ¼ NS 1000cc /24 jam, Injeksi Ceftriaxone 3 x 500 mg : fungsi golongan
antibiotic, Injeksi phenitoin 2 x 150 mg : fungsi mengurangi kejang, dan Paracetmol
2 x90 mg : fungsi untuk mengurangi demam
Masalah Kep : pasien tidak ada riwayat alergi terhadap obat
5. Exposure, Equipment (terpasang kanula O2 )
(hipertermi)
Patofisiologi
Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikan pengaturan
suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit
sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus otot, kulit dan jaringan
tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat
dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikan fase depolarisasi
neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan
anak mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh
penutupan lidah dan spasme bronkus (Lestari 2016).
Diagnosa Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan neorologis gangguan kejang
2. Hipertermia beruhubungan dengan peroses penyakit
3. Resiko Cedera berhubungan adanya kejang
Intervensi Keperawatan
1. Diaknosa keperawatan 1: intervensi utaman Manajemen jalan napas
2. Diaknosa keperawatan 2: Intervensi Utama Regulasi Temperature dan Intervensi
pedukung Manajemen kejang
3. Diaknosa Keperawatan 3 : Intervensi utama Manajemen keselamatan lingkungan