Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Disusun oleh:
Amilia Dwi Indrawati

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Amilia Dwi Indrawati


Kasus Laporan Pendahuluan : Kejang Demam
Ruang Praktik : Kerinci
Rumah Sakit : RSUD dr. Abdoer Rahem

Situbondo,……......…. 2023

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

( ) ( )
NIK/NIDN NIK/NIDN
FORM BIMBINGAN
Masukan Pembimbing TTD Pembimbing
Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Definisi kejang demam menurut National Institutes of Health Consensus
Conference adalah kejadian kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara usia
3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tanpa adanya bukti-bukti infeksi
atau sebab yang jelas di intrakranial. Kejang demam merupakan bangkitan kejang
pada saat tubuh mengalami kenaikan suhu rektal sebesar 38℃ atau kenaikan suhu
aksila sebesar 37,8℃ yang disebabkan proses ekstrakranium. Terdapat beberapa
faktor pencetus kejang berulang seperti riwayat kejang demam dalam keluarga, usia
kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, dan kejang cepat setelah
demam.
Kejang Demam adalah suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga
5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda – tanda infeksi
intracranial atau penyebab yang jelas, (Simon Newell, 2007).

2. Etiologi
Menurut Nurarif (2015) Kejang terjadi akibat perlepasan muatan paroksismal yang
berlebihan dari suatu populasi neuro yang sangat mudah terpicu sehingga
mengganggu fungsi normal otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam
basa atau elektrolit yang terganggu. Kejang itu sendiri dapat juga menjadi manifestasi
dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan. Kejang demam disebabkan oleh
hipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau
bakteri. Umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial.
Beberapa kejang dapat berlanjut melewati masa anak-anak dan mungkin dapat
mengalami kejang non demam pada kehidupan selanjutnya. Penyebab dari kejang
demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu :
1. Faktor genetika
faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-50% anak
yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami
kejang demam sekurang- kurangnya sekali.
2. Infeksi
a) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis (radang
tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi telinga).
b) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus penyebab demam
berdarah).
c) Demam Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam atau pada waktu demam tinggi.
d) Gangguan metabolisme Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya
pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
e) Trauma

3. Klasifikasi
Menurut Teguh,2009) Kejang Demam diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kejang Demam Sederhana
Yaitu kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun
pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui
criteria Livingstone yaitu:
1). Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2). Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
3). Kejang bersifat umum
4). Kejang timbul setelah 16 jam pertama setelah timbul demam.
5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6). Pemeriksaan EGG yang di buat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan.
7). Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

b. Kejang Demam Kompleks


Kejang Demam Kompleks tidak memenuhi salah satu dari 7 kriteria
Livingstone. Menurut Mansyur (2000) biasanya kejang kompleks di tandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal / multiple (lebih
dari 1 kali dalam 24 jam). Di sini ana sebelumnya dapat mempunyai kelainan
neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam rowayat
keluarga.
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita kejang demam yaitu
(Sulaksmana, dkk., 2013):
1. Suhu tubuh rektal anak lebih dari 38℃ dan suhu aksila diatas 37℃.
2. Timbul sakit secara tiba-tiba adanya demam, sakit kepala, panas-dingin,
muntah, kulit dingin dan sianosis.
3. Kejang muncul bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Setelah kejang berhenti, anak tidak memberikan reaksi apapun, namun
beberapa saat kemudian anak kembali sadar tanpa gangguan persyarafan.
4. Anak kejang demam tidak merespon rangsangan seperti panggilan cahaya
(penurunan kesadaran).
Manifestasi kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu:
1. Kejang demam mempunyai kejadian yang tinggi pada anak yaitu 34%.
2. Kejang terjadi secara cepat, berhenti dengan sendirinya, dan banyak dialami
oleh anak laki-laki.
3. Kejang timbul dalam 24 jam setelah suhu badan naik akibat infeksi pada saraf
pusat.
4. Takikardi pada bayi, frekuensi diatas 150-200 kali permenit.
5. Pada bayi dan anak tampak pada usia 3 bulan hingga 2 tahun sering muncul
gejala demam, nafsu makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah, kejang
dang menangis meraung-raung.

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang kejang demam menurut Gunardi H dkk., (2011)
dan Satyanegara, dkk. (2011) antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan ini untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam.
2. Lumbal fungsi, pemeriksaan cairan serebrospinal untuk memeriksa
kemungkinan terdapat meningitis.
3. Elektroensefalografi (EEG), pemeriksaan untuk mendeteksi gangguan kejang
seperti epilepsi.
4. Pemeriksaan CT scan, menentukan adanya kelainan struktur otak.
5. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI), menggambarkan kondisi
otak dan kelainan seperti tersumbat nya pembuluh darah secara jelas.
6. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET), mengevaluasi kejang dan
menetapkan lokasi lesi, perubahan atau aliran darah dalam otak.
7. Neuroimaging, pemeriksaan ini dianjurkan jika anak mengalami kelainan
syaraf yang jelas seperti mengalami sakit kepala hebat, ukuran kepala yang
tidak normal, gangguan keseimbangan, dan kelumpuhan.

8. Diagnosa banding

1. Meningitis Bakterial Akut


2. Ensefalitis
3. Ensefalopati Akut
4. Epilepsi

9. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2007) Ada 4 faktor yang harus di kerjakan :
a. Membrantas kejang secepat mungkin: Segera diberikan diazepam intravena
dengan dosis rata – rata 0,3 mg/kg atau diazepam rectal dengan dosis < 10kg =
5mg/kg Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai Phenobarbital dengan
dosis awal selanjutnya di teruskan dengan dosis rumat.
b. Pengobatan penunjang : Semua pakain ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, membebaskan jalan nafas,
oksigenisasi secukupnya.
c. Pengobatan rumat : Diberikan obat antipiletik dengan daya kerja lebih lama
misalnya ( fenobarbital atau defenilhidantion).
d. Mencari dan mengobati penyebab.

10. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flasid tetapi setelah 2 minggu timbul spasisitas. Kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga terjadi
epilepsi.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam
:
a. Pneumonia
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, pendarahan,
kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus peptikus (Purnamasari, 2017).

11. Proses keperawatan


Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan data dasar tentang kesehatan klien baik
fisik,psikososial, maupun emosional. Data dasar ini digunakan untuk menetapkan
status kesehatan klien, menemukan masalah aktual ataupunpotensial serta sebagai
acuan dalam memberikan edukasi pada klien(Ode Debora, 2013). Pengkajian adalah
pengumpulan,pengaturan,validasi, dan dokumentasi data (informasi) yang sistematis
dan bersinambungan yang dilakukan pada semua fase proses keperawatan, misalnya
pada pase evalusi, pengkajian, dilakukan untuk menentukan hasil strategis
keperawatan dan mengevaluasi pencapaian tujuan (Kozier, 2011).
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian pada anak dengan kejang demam
adalah:
a. Biodata/ Identitas pasien
Biodata pasien mencakup nama, umur, jenis kelamin. Sedangkan biodata orang tua
perlu ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Keluhan utama
Meliputi keluhan paling utama yang dialami oleh pasien, biasanya keluhan
yang dialami pasien kejang demam adalah anak mengalami kejang pada saat panas
diatas > 37,5.- 39,5 oC.
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan, apakah betul ada
kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar mengetahui kejang yang
dialami oleh anak.
2) Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah terdapat infeksi. Infeksi mempengaruhi penting dalam terjadinya bangkitan
kejang pada anak.
3) Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Dari lama bangkitan kejang dapat kita ketahui respon terhadap
prognosa dan pengobatan.
4) Pola serangan Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik atau klonik.
5) Frekuensi serangan Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang teljadi untuk pertama kali dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa
makin kurang baik apabila timbul kejang pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering terjadi.
6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan Sebelum kejang perlu ditanyakan
adakah aura atau rangsangant ertentu yang dapat menimbulkan kejang
7) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai Apakah muntah, diare, trauma kepala,
gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung,
DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalamiserangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pemah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang teljadi untuk
pertama kalinya. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, OMA
dan lain-lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang memiliki penyakit kejang demam sepexti pasien (25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit saraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga yang
mendedta penyakit seperti ISPA, diare atau Penyakit infeksi menular yang
dapat mencetuskan texjadinya kejang demam.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kelainan ibu sewaktu hamil per trisemester, apakah ibu pemah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma perdarahan pervagina
sewaktu hamil, penggunakan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat
persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/
vakum), perdarahan ante partum, asfiksia dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau netek dan kejang kejang.
g. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
h. Riwayat perkembangan
kemampuan perkembangan Anak meliputi:
1) Personal sosial (kepribadian/ tingkah laku sosial): berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian bagian tubuh tertentu saja
dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar, memegang suatu benda dan lain-lain.
3) Motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
i. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku pada anak dan keadaan emosionalnya yang perlu
dikaji siapakah yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebayanya.
1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan denga kcsehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medisBagaimana
pandangan tehadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan
pertama.
2) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak, makanan apa saja yang disukai
dan yang tidak, bagaimana selera makan anak, berapa kali minum, jenis dan
jumlahnya per hari.
3) Pola eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau khas, dan terdapat darah, serta tanyakan apakah disertai
nyeri saat anak kencing. BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak,
bagaimanakonsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir.
4) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya, berkumpul
dengan keluarga sehari berapa jam, aktivitas apa yang disukai.
5) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur, berangkat tidur jam berapa. Bangun tidur jam berapa,
kebiasaan sebelum tidur, serta bagaimana dengan tidur siang.
a. Data objektif
1) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
respirasi, nadi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedang kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan secara menyeluruh dari ujung kepala hingga
ujung kaki untuk mendapatkan data objektif tentang kondisi pasien (Perry, 2005).
a) Kepala
tanda-tanda mikro atau makro sepali, adakah dispersi bentuk kepala, apakah
tandatanda kenaikan tekanan intrakranial, yajtu ubun-ubun besar cembung,
bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.
b) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusiserta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut
jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
c) Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak
menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus
sardonicus, opistotonus, trimus, apakah ada gangguan nervus cranial.
d) Mata
Saat serangan kejang teljadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Bagaimana keadaan sklera, konjungtiva.
e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tandatanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
f) Hidung
Adakah ada pemafasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan nafas, apakah
keluar sekret, bagaimana konsistensinya Jumlahnya.
g) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus, bagaimana keadaan lidah, adakah stomatitis, berapa
jumlah gigi yang tumbah, apakah ada carries gigi.
h) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, adakah tandatanda infeksi faring.
i) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembasaran kelenjar tyroid, adakah pembesaran
vena jugularis.
j) Thorak
amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernafasan, frekuensinya, irama,
kedalaman, adakah retraksi dada. Pada auskultasi adakah suara nafas tambahan.
k) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya, adakah bunyi tambahan,
adakah bradicardi atau tachycardia.
l) Abdomen
Adakah distensi abdomen serta kekakuan otot pada abdomen, bagaimana turgor kulit
dan peristaltik usus, adakah tanda meteorismus, adakah pembesaran hepar.
m) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah terdapat
oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
n) Ekstremitas
Apakah terdapat kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah terdapat oedema,
hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
o) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi

2) Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan Proses Penyakit, dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, respon trauma, dan aktivitas berlebih
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Gangguan Neurologis, depresi pusat
pernafasan, hambatan upaya nafas, imaturitas neurologis, posisi tubuh yang
menghambat ekpansi paru, simdrom hipoventilasi dan efek agen farmakologi
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi,ketidakmampuan menemukan sumber informasi,kurang mampu
mengingat,dan keterbatasan kognitif.
3) Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN (SLKI)
1. Hipertermia berhubungan Setelah Dilakukan Tindakan Observasi
dengan Proses Penyakit D Keperawatan Diharapkan 1. Identifikasi Penyebab
(0130) tingkat Hipertermia Dapat 2. Hipertermia
Teratasi Dengan 3. Monitor Suhu Tubuh
Kriteria Hasil: 4. Monitor Komplikasi
-Kejang (Menurun) Akibat Hipertermia
-Suhu Tubuh (Membaik) Teraupetik
-Suhu Kulit (Membaik) 1. Melakukan Teknik Kompres Hangat
2. Basahi Dan Kipasi Permukaan
Tubuh
3. Berikan Cairan Oral
4. Berikan Oksigen Jika Perlu
Edukasi
Anjurkan Tirah Baring
Kolaborasi
Kolaborasi Pemberian Cairan
Dan Elektrolit Intravena Jika
Perlu
DAFTAR PUSTAKA

Maiti, & Bidinger. (2018). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNITim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai