Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSALINAN NORMAL Ny.L


DENGAN G2P1A0 UK 37-38 MINGGU+KPD DI RUANG VK KAMAR
BERSALIN RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

OLEH :

Amilia Dwi Indrawati


22101052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
2023
BAB 1

1. KONSEP PERSALINAN
a. Pengertian
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi yang sudah
cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan, dengan
bantuan atau tanpa bantuan, sedangkan persalinan normal adalah upaya
dalam pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Mutmainnah dkk,
2017). Dalam beberapa kasus, persalinan dimulai sebelum janin matang
(kelahiran premature), namun terdapat juga kasus lain dimana persalinan
tertunda sampai janin dan plasentakeduanya melewati titik optimal untuk
kelahiran (kelahiran postterm) (Ricci, 2017).Persalinan dimulai (inpartu)
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
(membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap. Ibu belum dapat dikatakan inpartu apabila kontraksi uterus tidak
menyebabkan perubahan serviks (JNPK-KR, 2014). Persalinan adalah
proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke jalan lahir
(Fitriahadi E, 2019).
b. Penyebab
1) Penurunan kadar hormone progesterone
Hormon progesteron merupakan hormone yang membantu dalam relaksasi
otot-otot rahim, sedangkan hormone estrogen meningkatkan kerentanan otot
rahim, selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesterone
dan estrogen dalam darah. Progesteron menghambat kontraksi selama
kehamilan sehingga mencegah ekspulsi fetus. Sebaliknya, estrogen
cenderung meningkatkan derajat kontraktilitas uterus. Baik progesterone
maupun estrogen disekresikan dalam jumlah progresif meningkat selama
kehamilan. Namun pada akhir kehamilan atau kehamilan mulai masuk usia
7 bulan dan seterusnya, sekresi estrogen terus meningkat, namun sekresi
progesterone tetap konstan atau mungkin sedikit menurun sehingga terjadi
kontraksi brakton hicks saat akhir kehamilan yang selanjutnya bertindak
sebagai kontraksi persalinan (Mutmainnah dkk, 2017). Proses penuaan
plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, dan pembuluh darah mengalami penyempitan
dan buntu. Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot
rahim lebih sensitive terhadap oxitosin. Akibatnya otot rahim mulai
berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu
(Kurniarum A, 2016).
2) Teori Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot
rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Menjelang
persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot Rahim
sehingga menimbulkan kontraksi, diduga juga bahwa oksitosin dapat
menimbulkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung
(Utami dan Fitriahadi, 2020).
3) Teori Prostaglandin
Kadar prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang
dikeluarkan oleh desidua. Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua
diduga menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan
menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2yang diberikan secara
intravena, intra dan extra amnial menimbulkan kontraksi miometrium pada
setiap umur kehamilan. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat
menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat keluar.
Prostaglandin dapat dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan. Hal ini
juga didukung dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam
air ketuban maupun daerah perifer

pada ibu hamil, sebelum melahirkan atau selama persalinan (Kurniarum A,


2016).
4) Keregangan otot-otot Rahim/ distensi Rahim
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah
melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
Seperti halnya dengan Bladder dan Lambung, bila dindingnya teregang oleh
isi yang bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin
teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan. Contoh, pada
kehamilanganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu
sehingga menimbulkan proses persalinan (Kurniarum A, 2016).
5) Teori Iritasi Mekanik
Dibelakang serviks terletak ganglion servikale (Fleksus Franker Hauser).
Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin maka akan
timbul kontraksi.
6) Pengaruh Janin
Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal janin yang
menghasilkan sinyal kemudian diarahkan kepada maternal sebagai tanda
bahwa janin telah siap lahir. Pada anencephalus kehamilan sering lebih lama
dari biasanya karena tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid
dapat menyebabkan maturasi janin, dan induksi (mulainya) persalinan
(Kurniarum A, 2016).
7) Teori Berkurangnya Nutrisi
Teori berkurangnya nutrisi pada janin diungkapkan oleh Hippocrates untuk
pertama kalinya yang menyatakan bahwa hasil konsepsi (bayi) akan segera
dikeluarkan apabila nutrisi telah berkurang
c. Tanda dan Gejala Persalinan
1) Tanda bahwa persalinan sudah dekat
a. Lightening yaitu beberapa minggu sebelum persalinan atau menjelang
minggu ke-36. Terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah
masuk pintu atas panggul yang disebabkan kontaksi Barkton Hiks,
ketegangan dinding perut, ketegangan ligamentum rotundum, dan gaya
berat janin dimana kepala kearah bawah. Masuknya bayi ke pintu atas
panggul menyebabkan calon ibu merasa bahwa keadaannya menjadi lebih
enteng. Ia merasa sesak berkurang, tetapi sebaliknya ia merasa bahwa
berjalan sedikit lebih sukar, dan sering diganggu oleh perasaan nyeri pada
anggota bawah, dan sering kencing.
b. Pollakisuria yaitu pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan didapatkan
epigastrium kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada kedudukannya dan
kepala janin sudah mulai masuk ke dalam pintu atas panggul. Keadaan ini
menyebabkan kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu untuk
sering kencing yang disebut Pollakisuria.
c. False labor yaitu tiga (3) atau empat (4) minggu sebelum persalinan, calon
ibu diganggu oleh his pendahuluan yang sebetulnya hanya merupakan
peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks. His pendahuluan ini sering
diistilahkan sebagai his palsu. Sifat dari his palsu ini, antara lain:
1. Nyeri yang hanya terasa di perut bagian bawah
2. Datangnya tidak teratur
3. Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan majunya waktu dan
bila dibawa jalan malah sering berkurang
4. Tidak ada pengaruh perubahan pada serviks atau tidak ada tanda-tanda
kemajuan persalinan
d. Perubahan cerviks yaitu pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan cervix
menunjukkan bahwa cerviks yang tadinya tertutup, panjang dan kurang
lunak, kemudian menjadi lebih lembut, dan beberapa menunjukkan telah
terjadi pembukaan dan penipisan. Pembukaan dan penipisan cervix
ditandai dengan adanya pengeluaran lendir dan darah sebagai tanda
pemula. Perubahan ini berbeda untuk masing-masing ibu, misalnya pada
multipara sudah terjadi pembukaan 2 cm namun pada primipara sebagian
besar masih dalam keadaan tertutup.
e. Energy Sport yaitu beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-
kira 24-28 jam sebelum persalinan mulai. Setelah beberapa hari
sebelumnya merasa kelelahan fisik karena tuanya kehamilan maka ibu
mendapati satu hari sebelum persalinan dengan energi yang penuh.
Peningkatan energi ibu ini tampak dari aktifitas yang dilakukannya seperti
membersihkan rumah, mengepel, mencuci perabot rumah, dan pekerjaan
rumah lainnya sehingga ibu akan kehabisan tenaga menjelang kelahiran
bayi, sehingga persalinan menjadi panjang dan sulit.
f. Gastrointestinal Upsets yaitu beberapa ibu mungkin akan mengalami
tanda-tanda seperti diare, obstipasi, mual dan muntah karena efek
penurunan hormon terhadap sistem pencernaan.
2) Tanda-tanda tumbulnya persalinan
Menurut Medforth, dkk (2016) tanda persalinan dibagi menjadi 3, antara lain:
a. Bloody Show (lender disertai darah dari jalan lahir).
Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar
disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan
karena lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen rahim hingga
beberapa kapiler darah terputus.
b. Kontraksi yang dimulai dengan peregangan tetapi menjadi lebih lama dan
lebih kuat serta teratur saat persalinan berlanjut. His adalah kontraksi
rahim yang dapat diraba dan menimbulkan rasa nyeri di perut serta dapat
menimbulkan pembukaan serviks kontraksi rahim, dimulai pada 2 fase
maker yang letaknya didekat cornu uteri. His yang menimbulkan
pembukaan serviks dengan kecepatan tertentu disebut his efektif yang
mempunyai sifat adanya dominan kontraksi uterus pada fundus uteri
(fundal dominance), kondisi berlangsung secara sinkron dan harmonis.
Kondisi ini juga menyebabkan adanya intensitas kontraksi yang maksimal
diantara dua kontraksi, irama teratur dan frekuensi yang kian sering, lama
his berkisar 45-60 detik. Pengaruh his dapat menimbulkan dinding menjadi
tebal pada korpus uteri, itsmus uterus menjadi teregang menipis, kanalis
servikalis mengalami efficement dan pembukaan. His persalinan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
2. Sifat his teratur, interval semakin pendek, dan kekuatan semakin besar
3. Terjadi perubahan pada serviks
4. Jika beraktivitas, missal berjalan maka kekuatan his akan bertambah
c. Ketuban pecah spontan tanpa intervensi.
Sebagian ibu hamil mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya selaput
ketuban. Jika ketuban sudah pecah maka ditargetkan persalinan dapat
berlangsung dalam 24 jam. Namun apabila tidak tercapai maka persalinan
harus diakhiri dengan Tindakan tertentu, misalnya ekstraksi vakum atau
section caesaria.
d. Tahapan dan Fisiologis Persalinan
Menurut Dewi dan Aryawan (2020) tahapan-tahapan persalinan secara
normal diantaranya:
1. Kala I
a) Pengertian
Kala I disebut juga dengan kala pembukaan yang dimulai sejak terjadinya
kontraksi uterus teratur dan meningkat hingga dilatasi/pembukaan serviks
lengkap (10 cm). Prooses pada kala I berlangsung 18 – 24 jam dan terbagi
menjadi 2 fase yang masing- masing tidak sama lama waktnya yaitu fase
laten dan fase aktif.
a. Fase Laten
Fase laten dimulai saat awal kontraksi disertai dengan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap yang berlangsung selama kurang lebih 8
jam, pada fase ini diperlukan waktu yang lama hanya untuk mencapai 3 cm
b. Fase aktif
Fase ini terbagi menjadi 3, yakni akselerasi, dilatasi maksimal, dan
deselerasi.
1. Fase akselerasi: Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm
2. Fase dilatasi maksimal : Dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm sampai dengan 9 cm.
3. Fase deselerasi : Pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu 2
jam pembukaan menjadi pembukaan lengkap.
Di dalam fase aktif ini, frekuensi dan lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap, biasanya terjadi tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih. Biasanya
dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm,
akan terjadi kecepatan rata-rata yaitu 1 cm per jam untuk primigravida dan
2 cm untuk multigravida. Kala I biasanya ibu ingin segera mengeluarkan
janin dan sering mencoba untuk mengedan.
b) Fisiologis
Respon fisiologi yang terjadi pada kala 1 dapat dilihat dari uterus dan
serviks.
1. Kontraksi uterus dimulai dari fundus dan terus menyebar ke depan dan ke
bawah abdomen. Kontraksi berakhir dengan masa yang terpanjang dan
sangat kuat pada fundus. Selagi uterus kontraksi dan relaksasi
memungkinkan kepala janin masuk ke rongga pelvik.
2. Sedangkan pada serviks terjadi beberapa perubahan fisiologis, diantaranya:
1. Effacement (penipisan) serviks berhubungan dengan kemajuan
pemendekan dan penipisan serviks. Panjang serviks pada akhir kehamilan
normal berubah – ubah (beberapa mm sampai 3 cm). Dengan mulainya
persalinan panjangnya serviks berkurang secara teratur sampai menjadi
pendek (hanya beberapa mm). Servik yang sangat tipis ini disebut sebagai
menipis penuh
2. Dilatasi berhubungan dengan pembukaan progresif dari serviks. Untuk
mengukur dilatasi/ diameter serviks digunakan ukuran centimeter dengan
menggunakan jari tangan saat peeriksaan dalam. Serviks dianggap
membuka lengkap setelah mencapai diameter 10 cm.
3. Blood show (lendir show) pada umumnya ibu akan mengeluarkandarah
sedikit atau sedang dari serviks.

Gambar 1. Pendataran dan pembukaan serviks


2. Kala II
a) Pengertian
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, kala ini dimulai dari pembukaan
lengkap (10cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida
dan 1 jam pada multigravida. Perlunya diantisipasi pada kala ini adalah ukuran
jalan lahir dan perbandingan dari janin terutama kepala janin. Hal lain yang tidak
kalah pentingnya untuk dipantau adalah tenaga ibuuntuk mengedan diperlukan cara
yang tepat, pemantauan janin meliputi presentasi penurunan janin dan detak
jantung janin setelah kontraksi, status kesehatan ibu tentang kebutuhan cairan dan
perilaku ibu. Dalam keadaan normal, pada saat crowning atau setelah bahu depan
lahir, disuntikkan oksitoksin intramuskular sebanyak
5 unit. Oksitoksin bekerja dalam waktu 2-3 menit sehingga penyuntikkan ini dapat
menurunkan risiko terjadinya pendarahan pasca persalinan. Bila injeksi dilakukan
maka sisa proses persalinan selanjutnya akan berlangsung tidak secara tergesa-
gesa, oksitoksin akan menunjukkan efeknya saat persalinan kala II berakhir
sempurna.
b) Tanda dan Gejala
- Perasaan ingin meneran
- Nampak tonjolan perineum
- Terbukanya vulva vagina dan sphincter anus
- Peningkatan pengeluaran air ketuban
- His lebih kuat dan lebih cepat tiap 2-3 menit
- Pembukaan lengkap (10 cm)
c) Fisiologis
Respon fisiologi yang terjadi pada kala II, diantaranya:
a) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50
sampai 100 detik.
b) Ketuban biasanya pecah pada kala ini ditandai dengan keluarnya cairan
kekuning kuningan dalam jumlah banyak
c) Pasien mulai mengejan
d) Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di dasar panggul,
perineum menonjol, vulva menganga dan rectum terbuka. (Doran teknus perjol
vulka)
e) Pada puncak his, bagian kecil kepala nampak di vulva dan hilang lagi waktu his
berhenti, begitu terus hingga nampak lebih besar. Kejadian ini disebut “Kepala
membuka pintu”
f) Pada akhirnya lingkaran terbesar kepala terpegang oleh vulva sehingga tidak bisa
mundur lagi, tonjolan tulang ubun-ubun telah lahir dan subocciput ada di bawah
symphisis disebut “Kepala keluar pintu”
g) Pada his berikutnya dengan ekstensi maka lahirlah ubun-ubun besar, dahi dan
mulut pada commissura posterior. Saat ini untuk primipara, perineum biasanya
akan robek pada pinggir depannya karena tidak dapat menahan regangan yang
kuat tersebut
h) Setelah kepala lahir dilanjutkan dengan putaran paksi luar, sehingga kepala
melintang, vulva menekan pada leher dan dada tertekan oleh jalan lahir sehingga
dari hidung anak keluar lendir dan cairan
i) Pada his berikutnya bahu belakang lahir kemudian bahu depan disusul seluruh
badan anak dengan fleksi lateral, sesuai dengan paksi jalan lahir
j) Setelah bayi lahir, sering keluar sisa air ketuban, yang tidak keluar waktu ketuban
pecah, kadang-kadang bercampur darah
Gambar 2. Kala II persalinan
3. Kala III
a) Pengertian
Proses ini dimulai dari setelah bayi lahir sampai pengeluaran plasenta, lamanya
proses ini harus kurang dari 30 menit. Kala III terjadi setelah berakhirnya kala I
dan II. Pemisahan plasenta dari uterus ditandai dengan tiga tanda utama termasuk
aliran darah di vagina, pemanjangan tali pusat, dan fundus uterus berbentuk bulat
saat palpasi. Pengeluaran spontan plasenta biasanya membutuhkan waktu antara 5
sampai 10 menit. Plasenta akan turun dari segmen bawah uterus seperti bentuknya.
Tinggi fundus uteri naik diatas pusat, mengeras. Setelah plasenta lahir segmen
bawah uterus kembali kosong, fundus uteri turun dan mengeras karena mengalami
kontraksi.
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Biasanya kala III juga disebut dengan kala uri atau
kala pengeluaran plasenta. Tahap ini berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Peregangan tali pusat terkendali (PTT) dilanjutkan dengan pemberian oksitosin
kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan. Tanda-tanda pelepasan plasenta
adalah:
a) Perubahan ukuran dan bentuk uterus
b) Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena plasenta terlepas
dari segmen bawah rahim
c) Tali pusat memanjang
d) Semburan darah tiba-tiba
b) Fisiologis
Respon fisiologis pada kala III ialah
- segera setelah bayi lahir dan air ketuban tidak lagi berada dalam uterus, kontraksi
akan terus berlangsung dan ukuran uterus akan mengecil.
- Pengurangan dalam ukuran uterus ini akan menyebabkan pengurangan dalam
ukuran tempat melekatnya plasenta. Karena tempat melekatnya plasenta menjadi
lebih kecil, maka plasenta akan menjadi tebal atau mengkerut dan memisahkan diri
dari uterus.
- Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek saat plasenta lepas.
Tempat melekatnya plasenta akan berdarah terus hingga uterus seleruhnya
berkontraksi (kehilangan darah 350-360 cc/menit).
- Setelah plasenta lahir, dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua
pembuluh-pembuluh darah. Hal ini yang akan menghentikan perdarahan dari
tempat melekatnya plasenta tersebut. Sebelum uterus berkontraksi, wanita tersebut
bisa kehilangan darah 350-360 cc/menit dari tempat melekatnya plasenta tersebut.
Uterus tidak bisa sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir dahulu seluruhnya.

Gambar 3. Kala III Persalinan


c) Pemantauan
- Palpasi uterus, menentukan adanya bayi kedua. Jika ada maka tunggu sampai bayi
lahir
- Nilai bayi baru lahir dalam keadaan stabil, jika tidak rawat bayi segera
d) Manajemen Aktif
- Beri 10 unit oksitosin (sediaan 1 ampul), dibagian paha luar 1/3 atas
- Lakukan PTT (Penegangan Tali pusat Terkendali) sampai muncul tanda pelepasan
plasenta yaitu adanya perubahan ukuran dan bentuk uterus, uterus menjadi bundar
dan terdorong keatas karena plasenta sudah terlepas dari segmen bawah Rahim, tali
pusar memanjang
- Masase Uterus
4. Kala IV
a) Pengertian
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena pendarahan postpartum
paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Pemantauan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya kematian pada ibu akibat pendarahan. Kematian ibu pasca
persalinan biasanya terjadi dalam 6 jam postpartum. Selama kala IV, pemantauan
dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah
persalinan. Kebanyakan bayi siap menyusu dalam waktu singkat setelah lahir.
Sangat dianjurkan untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini. Menyusui segera
setelah lahir akan membantu Rahim berkontraksi dan akan mengurangi jumlah
perdarahan.
Observasi dilakukan pada: tingkat kesadaran, tanda vital, kontaksi uterus,
perdarahan (dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc).
Setelah plasenta lahir, diberikan tindakan yang berupa:
a) Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
b) Evaluasi fundus uteri dengan cara letakkan jari tangan secara melintang antara
tali pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus
sejajar dengan pusat atau dibawah pusat.
c) Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan, normalnya tidak melebihi
400-500 cc.
d) Pemeriksaan perineum dari pendarahan aktif (apakah laserasi atau luka
episiotomi).
e) Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
f) Pendokumentasian.
b) Fisiologis
Respon fisiologis kala IV ialah setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang
lebih 2 jari dibawah pusat. Otot-otot uterus berkontraksi, pembuluh darah yang ada
diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
c) Langkah Pemantauan
Tujuh langkah pemantauan yang dilakukan pada Kala IV, diantaranya:
1) Kontraksi rahim. Kontraksi dapat diketahui dengan palpasi. Setelah plasenta lahir
dilakukan masase uterus untuk merangsang uterus berkontraksi. Dalam evaluasi
uterus yang perlu dilakukan adalah mengobservasi kontraksi dan konsistensi
uterus. Kontraksi uterus yang normal adalah pada perabaan fundus uteri akan
teraba keras. Jika tidak terjadi kontraksi dalam waktu 15 menit setelah dilakukan
pemijatan uterus akan terjadi atonia uteri.
2) Perdarahan: ada/tidak, banyak/biasa
3) Kandung kemih harus kosong, karena kandung kemih yang penuh dapat menekan
uterus keatas dan menghalangi uterus untuk berkontraksi sepenuhnya.
4) Luka-luka: jahitan baik/tidak, ada perdarahan/tidak. Evaluasi laserasi dan
perdarahan aktif pada perineum dan vagina. Nilai perluasan laserasi perineum.
Derajat laserasi terbagi atas 4 yaitu:
(1) Derajat I : Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior dan kulit perineum. Pada
derajat I ini tidak perlu dilakukan penjahitan, kecuali jika terjadi perdarahan.
(2) Derajat II : Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum dan otot
perineum. Pada derajat II dilakukan penjahitan dengan teknik jelujur.
(3) Derajat III : Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot spingter ani external
(4) Derajat IV : Derajat III ditambah dinding rectum anterior. Pada derajat III dan
IV dianjurkan untuk segera dilakukan rujukan karena laserasi ini memerlukan
teknik dan prosedur khusus
5) Uri dan selaput ketuban harus lengkap
6) Keadaan umum ibu: tensi, nadi, pernapasan, dan rasa sakit
(1) Keadaan Umum Ibu
 Periksa Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan dan setiap 30 menit
pada jam kedua setelah persalinan jika kondisi itu tidak stabil pantau lebih sering
 Apakah ibu membutuhkan minum
 Apakah ibu akan memegang bayinya
(2) Pemeriksaan tanda vital.
(3) Kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri:
Rasakan apakah fundus uteri berkontraksi kuat dan berada dibawah umbilicus.
Periksa fundus :
 2-3 kali dalam 10 menit pertama
 Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan.
 Setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan
(4) Masage fundus (jika perlu) untuk menimbulkan kontraksi
7) Bayi dalam keadaan baik
e. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
1) Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yaitu bagian tulang padat, dasar panggul,
vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya
lapisan- lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul
ibu lebih berperan dalam proses
persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang
relatif kaku. Oleh karena itu, ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum
persalinan dimulai.
Bidang-bidang hodge : Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman
untuk menentukan kemajuan persalinan yaitu seberapa jauh penurunan kepala
melalui pemeriksaan dalam/vagina toucher (VT), Adapun bidang hodge sebagai
berikut:
a. Hodge I : Bidang yang setinggi dengan Pintu Atas Panggul (PAP)
b. Hodge II : Bidang setinggi pinggir bawah symfisis pubis berhimpit dengan
PAP (Hodge I)
c. Hodge III : Bidang setinggi spina ischiadika berhimpit dengan PAP (Hodge I)
d. Hodge IV : Bidang setinggi ujung os soccygis berhimpit dengan PAP (Hodge
I) sacrum, sedangkan ujung segitiga depan arkus pubis
2) Passanger (Isi Kehamilan)
Faktor passenger terdiri atas 3 komponen yaitu janin, air ketuban, dan plasenta
(Mutmainnah dkk., 2017):
a) Janin
Janin yang bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa
faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena
plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka ia dianggap juga sebagai bagian
dari pasenger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses
persalinan pada kehamilan normal.
- Kepala janin (molase)
Molase adalah suatu keadaan di mana ada celah antara tulang kepala janin, yang
memungkinkan terjadinya penyisipan (tumpang tindih) antara tulang (overlapping)
sehingga kepala janin dapat mengalami perubahan bentuk dan ukuran.
- Presentasi
Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu
atas panggul dan terus melalui jalan lahir pada saat persalinan mencapai aterm.
Tiga presentasi janin yang utama adalah kepala (96%), bokong (3%), dan bahu
(1%). Bagian presentasi adalah bagian tubuh janin yang pertama kali teraba oleh
jari pemeriksa saat melakukan pemeriksaan dalam. Faktor-faktor yang
menentukan bagian presentasi adalah letak janin, sikap janin, dan ekstensi atau
fleksi kepala janin.

Gambar 4. Presentasi Janin

- Letak Janin
hubungan antara sumbu punggung janin dan punggung ibu. Ada dua macam letak
(1) memanjang atau vertikal, dimana sumbu panjang janin paralel dengan sumbu
panjang ibu; (2) melintang atau horizontal, dimana sumbu panjang janin
membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu. Letak memanjang dapat berupa
presentasi kepala atau presentasi sacrum (sungsang). Presentasi ini tergantung pada
struktur janin yang pertama memasuki panggul ibu
- Sikap Janin (Habitus)
Sikap janin di sini adalah hubungan bagian-bagian tubuh janin yang satu dengan
bagian tubuh yang lain, di mana sebagian merupakan akibat pola pertambahan
janin dan sebagai akibat penyesuaian janin terhadap bentuk rongga rahim. Pada
kondisi normal, punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi ke arah dada dan paha
fleksi ke arah sendi lutut. Tangan disilangkan di depan toraks dan tali pusat terletak
di antara lengan dan tungkai. Penyimpangan sikap normal dapat menimbulkan
kesulitan saat anak dilahirkan.
Gambar 5. Sikap Janin
b) Air ketuban
Waktu persalinan, air ketuban membuka serviks dan mendorong selaput
janin ke dalam ostium uteri. Bagian selaput anak yang berada di atas ostium uteri
dan menonjol waktu his disebut dengan ketuban. Ketuban inilah yang membuka
serviks. Cairan ini sangat penting untuk melindungi pertumbuhan dan
perkembangan janin, yaitu menjadi bantalan untuk melindungi janin terhadap
trauma dari luar, menstabilkan perubahan suhu, pertukaran cairan, sarana yang
memungkinkan janin bergerak bebas, sampai mengatur tekanan dalam rahim. Air
ketuban juga berfungsi melindungi janin dari infeksi, dan pada saat persalinan,
ketuban mendorong serviks untuk membuka. Ketuban juga meratakan tekanan
intra uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.
c) Plasenta
Plasenta melalui jalan lahir, sehingga dianggap sebagai penumpang yang
menyertai janin. Namun, plasenta jarang menghambat proses persalinan pada
persalinan normal. Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting. Di
mana plasenta memiliki peranan penting sebagai transport zat dari ibu ke janin,
penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, serta sebagai barier. Melihat
pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta juga
akan menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan.
Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta
ataupun gangguan implanstasi dari plasenta. Gangguan dari
implantası plasenta dapat berupa kelainan letak implantasinya ataupun kelainan
dari kedalaman implantasinya. Kelainan letak implantasi dalam hal ini adalah
keadaan yang disebut sebagai plasenta previa. Sementara itu, kelainan kedalaman
dari implantasi ialah yang disebut plasenta akreta, inkreta, dan perkreta.
3) Power/ Kekuatan
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot perut,
kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen. His adalah salah satu kekuatan pada ibu
yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada
presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke
dalam rongga panggul. Selaintenaga dari his, kontraksi otot-otot dinding perut yang
mengakibatkan peninggian tekanan intra abdominal. Tenaga ini serupa dengan
tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi jauh lebih kuat lagi. Tenaga
mengejan ini hanya dapat berhasil, bila pembukaan sudah lengkap dan paling
efektif sewaktu ada his. Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapatlahir, misalnya
pada penderita yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinanharus dibantu dengan
forceps. Tenaga mengejan ini juga melahirkanplacenta setelah placenta lepas dari
dinding rahim
4) Posisi Ibu
Posisi ibu melahirkan dapat membantu adaptasi secara anatomi dan fisiologi
persalinan.
5) Penolong
Penolong persalinan perlu kesiapan, dan menerapkan asuhan sayang ibu. Asuhan
sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan
sang ibu. Beberapa prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikut
sertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan
selama persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai
proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan
rasa aman dan hasil yang lebih baik. Disebutkan pula bahwa hal tersebut diatas
dapat
mengurangi terjadinya persalinan dengan vakum, cunam, dan seksio sesar,dan
persalinan berlangsung lebih cepat
6) Psikologis
Wanita bersalin biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya jika ditanya.
Perilaku dan penampilan wanita serta pasangannya merupakan petunjuk berharga
tentang jenis dukungan yang akan diperlukannya. Pengalaman seorang ibu dan
kepuasan selama proses persalinan serta kelahiran dapat ditingkatkan bila ada
koordinasi tujuan diadakannya kolaborasi antara ibu dan tenaga Kesehatan dalam
rencana perawatan. Jika cemas ibu berlebihan maka dilatasi/ pelebaran serviks
akan terhambat sehingga persalinan menjadi lama serta meningkatkan persepsi
nyeri. Jika ibu mengalami kecemasan maka akan meningkatkan hormone yang
berhubungan dengan stress seperti beta-endhorphin, hormone adrenocorticotropic,
kortisol dan epineprin. Hormon-hormon tersebut mempengaruhi otot polos uterus.
Jika hormone tersebut meningkat maka menurunkan kontraktilitas (kontraksi)
uterus.
f. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urine protein (albumin) dan gula, pemeriksaan darah.
- USG (Ultrasonografi)
- Kardiotokografi
Untuk mendeteksi frekuensi jantung janin dan tokodynometer untuk mendeteksi
kontraksi uterus yang kemudian keduanya direkam pada kertas yang sama
sehingga terlihat gambaran keadaan jantung janin dan kontraksi uterus pada saat
yang sama.
Posisikan badan ibu dengan posisi litotomi/dorsal recumbent, tepat berada di depan
bidan. Hindari posisi bidan yang berada di sisi ibu saat menjahit, karena hal ini
dapat mengganggu kelancaran dan kenyamanan Tindakan.
g. Persiapan Persalinan
Persiapan persalinan ibu yaitu :
1. Gurita, 3 buah
2. Baju tidur, 3 buah
3. Underware secukupnya
4. Handuk, sabun, shampoo, sikat gigi dan pasta gigi
5. Pembalut khusus, 1 bungkus
6. Under pad (dapat dibeli di apotik), 3 lembar
Persiapan persalinan bayi yaitu :
1) Popok dan gurita bayi, 1-2 buah.
2) Baju bayi, 1-2 buah
3) Diaper (popok sekali pakai) khusus new baby born, 1-2 buah.
4) Selimut, topi dan kaos tangan kaki bayi
5) Perlengkapan Resusitasi bayi baru lahir
Persiapan persalinan penolong yaitu :
1) Memakai APD, terdiri dari : Sarung Tangan steril, Masker, Alas kaki,
celemek.
2) Menyiapkan tempat persalinan, perlengkapan dan bahan Penolong persalinan harus
menilai ruangan dimana proses persalinan akan berlangsung. Ruangan tersebut
harus memiliki pencahayaan atau penerangan yang cukup. Tempat tidur dengan
kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal, danpelapis anti bocor.
Ruangan harus hangat (tetapi jangan panas), harus rersedia meja atau permukaan
yang bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan yang diperlukan.
3) Menyiapkan tempat dan lingkungan kelahiran bayi.
Memastikan bahwa rungan tersebut bersih, hangat (minimal 25 oC, pencahayaan
cukup dan bebas dari tiupan angin.
4) Alat
Partus Set (didalam wadah stenis yang berpenutup):
a) 2 klem Kelly atau 2 klem kocher
b) Gunting tali pusat
c) Benang tali pusat
d) Kateter nelaton
e) Gunting episiotomy
f) Alat pemecah selaput ketuban
g) 2 pasang sarung tangan dtt
h) Kasa atau kain kecil
i) Gulungan kapas basah
j) Tabung suntik 3 ml dengan jarum i.m sekali pakai
k) Kateter penghisap de lee (penghisap lender)
l) 4 kain bersih
m) 3 handuk atau kain untuk mengeringkan bayi
5) Bahan
a) Partograf
b) Termometer
c) Pita pengukur
d) Feteskop/ dopler
e) Jam tangan detik
f) Stetoskop
g) Tensi meter
h) Sarung tangan bersih
6) Obat-Obatan Ibu
a) 8 Ampul Oksitosin 1 ml 10 U (atau 4 oksitosin 2ml U/ml.
b) 20 ml Lidokain 1% tanpa Epinefrin atau 10ml Lidokain 2% tanpa Epinefrin.
c) 3 botol RL
d) 2 Ampul metal ergometrin maleat ( disimpan dalam suhu 2-80C)
e) Salep mata tetrasiklin
f) Vit K 1 mg
h. 60 Langkah Asuhan Persalinan Normal

PERSALINAN NORMAL

1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.


• Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
• Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya.
• Perineum menonjol.
• Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.
2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan.
Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali
pakai di dalam partus set.
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan
handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
5. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.
6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung
tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus
set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung
suntik).
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke
belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air disinfeksi
tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran
ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke
belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang
benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung
tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi, langkah # 9).
8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.
Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan
amniotomi.
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian
melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100 – 180 kali / menit ).
● Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
● Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu
ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
● Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan
pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan
pedomanpersalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan.
● Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan
memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran. (Pada saat
ada his,
bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman).
13. Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran :
● Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan untuk meneran
● Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
● Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak meminta
ibu berbaring terlentang).
● Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
● Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.
● Menganjurkan asupan cairan per oral.
● Menilai DJJ setiap lima menit.
● Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu
120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu
multipara, merujuk segera.
Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
● Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman.
Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai
meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara
kontraksi.
● Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setalah 60
menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
16. Membuka partus set.
17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kelapa
bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi,
membiarkan kepala keluar perlahan- lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran
perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
● Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan hidung setelah
kepala lahir menggunakan penghisap lendir DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau
steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih.
19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa
yang bersih.
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi :
● Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi.
● Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan
memotongnya.
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-
masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi
berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga
bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik
ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang
berada dibagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan
posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi
saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh
bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk
mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior)
dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat panggung dari kaki
lahir.Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan
posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu
pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian
pusat.
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan
urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2
cm dari klem pertama (ke arah ibu).
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut
yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat
terbuka.Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai.
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya
dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10
unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih
dahulu.
34. Memindahkan klem pada tali pusat.
35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus.Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah
bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah
pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang
(dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio
uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, menghentikan penegangan tali
pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
● Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk
melakukan ransangan puting susu.
37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke
arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil
meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
● Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10
cm dari vulva.
● Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit
38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan
hat-ihati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut
perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
● Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-
jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
melepaskan bagian selapuk yang tertinggal
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus,
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
● Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selam 15 detik
mengambil tindakan yang sesuai.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan akti
42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik. Mengevaluasi
perdarahan persalinan vagina.
43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air
disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan
kering.
44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan
tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm
dari pusat.
45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan simpul
mati yang pertama.
46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %.
47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk
atau kainnya bersih atau kering.
48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
● 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
● Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
● Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
● Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai
untuk menatalaksana atonia uteri.
50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah.
52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pasca persalinan.
53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
(10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi.
54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering.
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan
keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan
bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
60. Melengkapi partograf
i. PARTOGRAF

a. Pengertian Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi
dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat dipakai untuk memberikan peringatan awal
bahwa suatu persalinan berlangsung lama, adanya gawat ibu dan janin, serta perlunya
rujukan
b. Waktu pengisian partograf.
Waktu yang tepat untuk pengisian partograf adalah saat proses persalinan telah berada
dalam kala I fase aktif yaitu saat pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm dan berakhir
pada pemantauan kala IV
c. Isi partograf
Partograf dikatakan sebagai data yang lengkap bila seluruh informasi ibu, kondisi janin,
kemajuan persalinan, waktu dan jam, kontraksi uterus, kondisi ibu, obat-obatan yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang
diberikan dicatat secara rinci sesuai cara pencatatan partograf28
Isi partograf antara lain:
1) Informasi tentang ibu
a) Nama dan umur;
b) Gravida, para, abortus.;
c) Nomor catatan medik/nomor puskesmas;
d) Tanggal dan waktu mulai dirawat;
e) Waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi janin:
a) Denyut jantung janin; b) Warna dan adanya air ketuban; c)
Penyusupan(molase) kepala janin.
3) Kemajuan persalinan
a) Pembukaan serviks;
b) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
c) Garis waspada dan garis bertindak.
4) Waktu dan jam
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
5) Kontraksi uterus
a) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit.
b) Lama kontraksi (dalam detik).
6) Obat-obatan yang diberikan
a) Oksitosin.
b) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
7) Kondisi ibu
a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh.
b) Urin (volume, aseton atau protein).
d. Cara pengisian partograf.
Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan berakhir titik dimana
pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1
cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada.
Kondisi ibu dan janin dinilai dan dicatat dengan cara:
1) Denyut jantung janin : setiap 30 menit.
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit.
3) Nadi : setiap 30 menit.
4) Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
5) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
6) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam30
7) Produksi urin (2 – 4 Jam), aseton dan protein : sekali
Cara pengisian partograf adalah sebagai berikut:
1) Lembar depan partograf.
a) Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan ditulis sebagai jam. Catat
waktu pecahnya selaput ketuban, dan catat waktu merasakan mules27
b) Kondisi janin.
(1) Denyut Jantung Janin.
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika terdapat
tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Kisaran normal DJJ
tertera diantara garis tebal angka 180 dan 100. Bidan harus waspada jika DJJ mengarah di
bawah 120 per menit (bradicardi) atau diatas 160 permenit (tachikardi). Beri tanda ‘•’
(tanda titik) pada kisaran angka 180 dan 100. Hubungkan satu titik dengan titik yang
lainnya30
(2) Warna dan adanya air ketuban.
Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina, menggunakan lambang-
lambang berikut:
U : Selaput ketuban Utuh.
J : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih.
M : Air ketuban bercampur Mekonium.
D : Air ketuban bernoda Darah.
K : Tidak ada cairan ketuban/Kering.
(3) Penyusupan/molase tulang kepala janin.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan
lambang-lambang berikut:
0 : Sutura terpisah.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki.
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
Sutura/tulang kepala saling tumpang tindih menandakan kemungkinan adanya CPD
( cephalo pelvic disproportion).
c) Kemajuan persalinan.
Angka 0-10 di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
(1) Pembukaan serviks.
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari setiap
pemeriksaan. Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam. Menyantumkan tanda ‘X’
di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
(2) Penurunan bagian terbawah janin.
Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka 1-5 yang sesuai dengan
metode perlimaan. Menuliskan turunnya kepala janin dengan garis tidak terputus dari 0-5.
Berikan tanda ‘0’ pada garis waktu yang sesuai.
(3) Garis waspada dan garis bertindak.
(a) Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke 0), dan berakhir pada
titik di mana pembukaan lengkap (6 jam). Pencatatan dimulai pada garis waspada. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada, maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit.
(b) Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam) pada garis
waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis
bertindak maka menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelasaikan persalinan.
Sebaiknya ibu harus berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
d) Jam dan waktu.
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan.
Menyantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan.
e) Kontraksi uterus.
Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama kontraksi dengan:
(1) :titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya < 20 detik.
(2) : garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40
detik.
(3) :Arsir penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya > 40 detik.
f) Obat-obatan dan cairan yang diberikan.
(1) Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah
unit oksitosin yang diberikan per volume cairan dan dalam satuan tetes per menit.
(2) Obat lain dan caira IV. Mencatat semua dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.
g) Kondisi ibu.
(1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.
(a) Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pad kolom yang sesuai.
(b) Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika diduga ada penyulit.
Memberi tanda panah pada partograph pada kolom waktu yang sesuai.
(c) Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih sering jika terjadi peningkatan
mendadak atau diduga ada infeksi. Mencatat suhu tubuh pada kotak yang sesuai.
(2) Volume urine, protein dan aseton.
Mengukur dan mencatat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap ibu berkemih). Jika
memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urine.
2) Lembar belakang partograf.
Lembar belakang partograf merupakan catatan persalinan yang berguna untuk mencatat
proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III, kala IV, bayi baru lahir.
a) Data dasar.
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat persalinan,
catatan, alasan merujuk, tempat merujuk, pendamping saat merujuk dan masalah dalam
kehamilan/ persalinan.
b) Kala I.
Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada,
masalah lain yang timbul, penatalaksanaan, dan hasil penatalaksanaannya.
c) Kala II.
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu dan
masalah dan penatalaksanaannya.
d) Kala III.
Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala III, pemberian oksitosin,
penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri, kelengkapan plasenta, retensio
plasenta > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah lain,
penatalaksanaan dan hasilnya.
e) Kala IV.
Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh,tinggi fundus uteri, kontraksi
uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
f) Bayi baru lahir.
Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi
baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.
e. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengisian Partograf
Menurut Yisma (2013) hal – hal yang mempengaruhi penggunaan partograf antara lain
adalah pengetahuan dan pengalaman kerja Menurut Fahdhy (2005) hal yang
mempengaruhi antara lain adalah sikap, lama bekerja ,pendidikan dan pengetahuan
j. Konsep KPD
Pengertian

KPD merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila


terjadi

KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut KPD pada kehamilan prematur.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPD
(Prawirohardjo, 2014). Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadi
pada kehamilan preterm atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu ke-
37 usia kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan
terjadi setelah minggu ke-37 dari usia kehamilan.Pada KPD kehamilan preterm dan
KPD kehamilan aterm kemudian dibagi menjadi KPD awal yaitu kurang dari dua
belas jam setelah pecah ketubandan KPD berkepanjangan yang terjadi dua belas
jam atau lebih setelah pecah ketuban (Lowing, Lengkong dan Mewengkang, 2015).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda
yang memperlihatkan adanya persalinan (Legawati dan Riyanti, 2018). Menurut
POGI tahun (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu:

a. KPD Preterm

Ketuban pecah dini preterm merupakan pecahnya ketuban yang terbukti dengan

vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu

sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm yaitu pecahnya ketuban pada umur

kehamilan antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat
umur kehamilan anatara 34 sampai kurang dari 37 minggu minggu.

b. KPD Aterm

Ketuban pecah dini aterm merupakan pecahnya ketuban sebelum waktunya yag

dibuktikan dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+ ) pada

usia kehamilan ≥ 37 minggu.

b. Etiologi

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan kontraksi uterus dan

peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi

perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan


karena seluruh selaput ketuban rapuh. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah(Prawirohardjo, 2014).

Penyebab terjadinya KPD masih belum ditemukan secara pasti. Dalam kebanyakan

kasus, berbagai faktor risiko saling berinteraksi sebagai penyebab KPD, mesikupun

secara garis besar KPD dapat terjadi karena lemahnya selaput ketuban, di mana
terjadi abnormalitas berupa berkurangnya ketebalan kolagenatau terdapatnya enzim
kolagenase dan protease yang menyebabkan depolimerisasi kolagen sehingga
elastisitas dari kolagen berkurang. Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu (Morgan,2009):

a. Usia

Menurut Sudarto (2016) karakteristik usia pada ibu hamil sangat berpengaruh pada

kesiapan ibu selama kehamilan dan dalam mengahdapi persalinan. Usia yang
optimal untuk reproduksi bagi seorang wanita yaitu antara umur 20-35 tahun. Di
bawah atau di atas usia tersebut akan berisiko pada kehamilan dan persalinannya.
Semakin tinggi usia seseorang maka akan mempengaruhi sistem reproduksinya
dikarenakan kemampuannya dan keelastisan organ-organ reproduksinya sudah
mulai berkuarng didalam menerima kehamilan.

b. Sosial Ekonomi

Menurut BPS (2005), pendapatan biasanya berupa uang yang dapat mempengaruhi

kehidupan seseorang dan menentukan kualitas dan kuantitas kesehatan di suatu


keluarga. Keluarga dengan sosial ekonomi yang tinggi maka dapat menunjang
terlaksananya status kesehatan yang baik. Sedangkan, bagi keluarga dengan status
sosial ekonomi yang rendah merupakan suatu rintangan yang bisa menyebabkan
seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan.

c. Paritas

Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu mulai dari anak pertama
sampai dengan anak yang terakhir. Paritas dibedakan menjadi 3 bagian ,yaitu:

1) Primipara

Primipara merupakan seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana

janin mencapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih.

2) Multipara

Multipara merupakan seorang wanita yang sudah mengalalmi kehamilan dengan

usia kehamilan 28 minggu dan sudah melahirkan buah kehamilan 2 kali atau

lebih.

3) Grande multipara

Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan

usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya

lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007).

Seorang ibu yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD

terhadap kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang dekat diyakini lebih

berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008). Pada

Kehamilan multipara atau grademultipara dapat mempengaruhi proses

embriogenesis, selaput ketuban lebih tipis sehingga mudah pecah sebelum


waktunya.

Jadi, semakin banyak paritas, semakin mudah terinfeksi amnion karena x

struktur serviks telah rusak pada persalinan sebelumnya. Umumnya KPD sering

terjadi pada multipara dikarenakan penurunan fungsi reproduksi, berkurangnya

jaringan ikat, vaskularisasi dan servik yang sudah membuka satu cm akibat
persalinan

yang lalu (Nugroho,2010).

d. Anemia

Anemia yang terjadi pada saat kehamilan merupakan anemia yang disebabkan
karena kekurangan zat besi. Pada kehamilan relatif terjadi anemia dikarenakan
darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau pengencangan dengan penigkatan
volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu.
Ciri-ciri ibu hamil yang mengalami anemia biasanya lemas, pucat, cepat lelah,
mata berkunangkunang. Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga.Dampak dari anemia
terhadap janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat
badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah nfeksi, sedangkan pada ibu saat
kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman
dekompensasikordis dan ketuban pecah dini (Manuaba, 2009).

e. Perilaku Merokok

Kebiasaan merokok atau berada dilingkungan dengan intensitas rokok tinggi dapat

mempengaruhi kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih dari 2.500 zat kimia

yaitu karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain. Merokok


di

masa kehamilan bisa menyebabkan gangguan yaitu seperti kehamilan ektopik,

ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).

f. Riwayat KPD

Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah

dini mempunyai pengaruh besar terhadap ibu apabila menghadapi kondisi


kehamilan.

Riwayat KPD sebelumnya mempunyai risiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah
dini

kembali. Patogenesis singkat dari terjadinya KPD adalah akibat penurunan

kandungan kolagen dalam membran sehingga dapat memicu terjadinya ketuban

pecah dini dan ketuban pecah preterm. Ibu yang pernah mengalami KPD pada
kehamilan menjelang persalinan maka di kehamilan berikutnya akan lebih beresiko

besar dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya dikarenakan

komposisi membran yang semakin menurun di kehamilan berikutnya.

g. Serviks yang Inkompetensik

Inkompetensia serviks merupakan suatu istilah dalam menyebut kelainan pada otot

leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lentur dan lemah, sehingga bisa sedikit

membuka saat ditengah-tengah kehamilan dkarenakan tidak mampu menahan

desakan dari janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks merupakan serviks

dengan kelainan anatomi yang disebabkan laserasi pada sebelumnya melalui


ostium

uteri atau merupakan kelainan kongenital pada serviks yang memicu terjadinya

dilatasi berlebihan tanpa disertai perasaan nyeri dan mules di masa kehamilan

trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan, robekan

selaput janin dan keluarnya hasil konsepsi.

h. Tekanan Intra Uterin

Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan bisa menyebabkan


terjadinya

ketuban pecah dini, seperti :

1) Trauma :

Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis.

2) Gemelli :

Kehamilan kembar dalam suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan

gemelli dapat terjadi distensi uterus yang berlehihan, sehingga dapat

menimbulkan ketegangan rahim yang berlebihan. Hal ini terjadi dikarenakan

jumlahnya berlebih, isi rahim lebih besar sedangkan selaput ketuban relative

kecil dan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga dapat mengakibatkan

selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Novihandari,2016).


c. Patofisiologi

Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan

degradasi matriks ekstraseluler. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan

muda, dan pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya

kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi

rahim, dan gerakan janin. Pada trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada

selaput ketuban. Perubahan biokimia tersebut yaitu penurunan kandungan

kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan aktivitas kolagenolitik.

Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis.

KPD pada prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya

infeksi yang menjalar dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada

polihidromnion, inkompeten serviks, solusio plasenta (Prawirohardjo, 2014).

d. Tanda dan Gejala

Menurut Sunarti (2017), tanda yang terjadi yaitu keluarnya cairan ketuban yang

merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak berbau seperti

amoniak, berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering dikarenakan
uterus terus diproduksi sampai kelahiran mendatang. Akan tetapi, jika duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya dapat “mengganjal”
atau

“menyumbat” kebocoran sementara. Selain itu, demam, bercak vagina yang


banyak,

nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
yang biasanya terjadi. Ketuban pecah ditandai dengan adanya air yang mengalir
dari vagina yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Cara membedakan antara air
ketuban dengan air seni yaitu diketahui dari bentuk dan warnanya. Air seni
biasanya berwarna kekuningkuningan dan bening, sedangkan air ketuban keruh dan
bercampur dengan lanugo atau rambut halus dari janin dan mengandung fernik
kaseosa atau lemak pada kulit janin.

Apabila kebocoran kulit ketuban tidak disadari oleh ibu maka sedikit demi sedikit
air ketuban akan habis dan dapat menimbulkan rasa sakit apabila janin bergerak
dikarenakan janin berhubungan langsung dengan uterus

e. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendeteksi Ketuban pecah dini

(KPD), yaitu:

a. Tes lakmus atau nitrazin test

Tes lakmus (Nitrazine Test) adalah suatu tes untuk mengetahui pH cairan, di mana

cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada
cairan

vagina dengan pH 4,5-5,5. Apabila kertas lakmus merah berubah menjadi warna
biru

maka menunjukan adanya air ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar antara
7-

7,5.

b. Pemerikasaan Ultrasonografi (USG)

Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009), tujuan dari pemeriksaan ini
yaitu

untuk melihat banyaknya cairan ketuban yang terdapat didalam kavum uteri.

Umumnya pada kasus KPD jumlah cairan ketuban yang terlihat sedikit, akan tetapi

sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Meskipun pendekatan


untuk

mendiagnosis KPD cukup banyak cara dan macamnya, akan tetapi biasanya KPD

sudah dapat terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan yang sederhana.

c. PROM-ROM AmniSure tes

PROM-ROM AmniSure tes ditemukan pada tahun 2008 di Amerika Serikat dan
luar

negeri yang telah disetujui di Amerika Serikat oleh Food and Drug Administration

(FDA). Tes ini mengidentifikasi jumlah jejak PAMG-1, 34-kDa plasenta


glikoprotein

yang terdapat dalam cairan ketuban (2000-25,000 ng / mL), akan tetapi didalam
darah

ibu konsentrasinya lebih sedikit yaitu (5-25 ng / mL). Protein dalam konsentrasi
yang

lebih rendah terdapat di cervicovaginal sekresi dalam KPD adalah (0,05-0,2 ng /


mL)

,54-56 ini 1000 - 10.000 kali lipat perbedaan konsentrasi antara air ketuban dan

sekresi cervicovaginal membuat PAMG-1 dapat digunakan untuk mendeteksi


adanya

KPD. Minimum ambang deteksi AmniSure immunoassay adalah 5 mg / mL, yang

harus cukup sensitif untuk mendeteksi KPD dengan akurasi sekitar 99% (Caughey,

Julian, Robinson, dan Errol (2008))

f. Penatalaksanaan

Prinsip utama dari penatalaksanaan KPD yaitu untuk mencegah mortilitas dan

morbiditas perinatal terhadap ibu maupun bayi yang dapat meningkat karena
infeksi atau akibat kelahiran preterm kurang dari 37 minggu. Kebanyakan 90%
pasien akan

mengalami persalinan spontan dalam waktu 24 jam jika mengalami KPD aterm.

Pengelolaan pasien tergantung dari keinginan mereka sendiri namun risiko ibu
tentang infeksi intrauterine harus diingat. Risiko infeksi intrauterine akan
meningkat dengan adanya durasi KPD yang lama (Sulistyowati, 2013). Selain itu
usia gestasi dari ibu juga perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan proses
kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila
dilakukan persalinan maupun tokolisis (POGI, 2014). Berdasarkan penelitian yang
sudah dilakukan, terdapat sekitar 50% dari perempuan dengan KPD, akan
melahirkan pada 7 hari pertama, kebanyakan dari mereka pada 48 jam terakhir
(APEC, 2015). Penggunaan antibiotic pada kasus KPD memiliki dua fungsi yaitu
dapat mencegah terjadinya disabilitas neurologik dan pernapasan dan dapat
memperpanjang periode laten (Kenyonet al, 2013).Terdapat dua macam

penatalaksanaan pada KPD, yaitu:

1. Penatalaksanaan aktif

Merupakan manajemen yang melibatkan klinis untuk lebih aktif mengintervensi


persalinan. Pada kehamilan lebih dari atau sama dengan 37 minggu, lebih baik

diinduksi lebih awal (terminasi). Namun, jika pasien memilih manajemen


ekspetatif,

harus didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien ataupun keluarga pasien.

Berdasarkan penelitian, lebih memilih menggunakan prostaglandin daripada

oksitosin dikarenakan prostaglandin dapat meningkatkan risiko chorioamnionitis


dan

infeksi neonatal lebih tinggi daripada induksi persalinan dengan oksitosin.

Penggunaan kortikosteroid juga telah diuji dapat menurunkan risiko respiratory

distress syndrome, perdarahan intraventrikkular, enterokolitis nekrotikan, dan juga

dapat menurunkan angka kematian neonatus (Departement of Health,Government


of

Western Australia, 2015).

Gambar 3. Penatalaksanaan aktif

Sumber: POGI, 2014

2. Penatalaksanaan ekspetatif

Merupakan penanganan dengan pendekatan tanpa melakukan intervensi

3. Penatalaksanaan ketuban pecah dengan kondisi tertentu

a) Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm dengan

atau tanpa komplikasi harus segera dirujuk ke rumah sakit. Jika janin hidup serta

terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari

badannya dan jika memungkinkan dapat dilakukan posisi sujud. Dorong kepala

janin keatas dengan 2 jari supaya tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat

di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Apabila terdapat demam

atau dikhawatirkan terjadinya infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari

6 jam, maka bisa diberikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular

dan ampisislin 1 g peroral.

b) Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu


tirah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik

selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2

hari. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam

kemudian induksi persalinan. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan terdapat

his maka pimpin meneran dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi

persalinan. jika ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5

cm atau ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni,

2013). Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan lebih dari 37

minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat

diberikan misoprostol 25μg –50μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali

(Khafidoh,2014).
Perubahan fisiologis UK 37-42 minggu: Menurunnya progesteron, oksitosin
dan prostaglandin meningkat, peregangan otot rahim.
3. a. Pohon Masalah
Tanda Inpartu

Proses persalinan

KALA I KALA II KALA III KALA IV

Fase laten Fase aktif Kontraksi Pelepasa Trauma


uterus n jaringan
Ketuban Observasi 2 jam post
Kontraksi Uterus plasenta setelah
belum pecah partum
keberhasilan

melahirkan Sisa pelepasan


persalinan

Khawatir Kala II Kontraksi


tentang

memanjang jaringan
Penurunan Kurangnya uterus
Luka
NYERI MELAHIRKAN

plasenta
posisi janin informasi tidak
Tindakan episiotomy/
tentang adekuat
amniotomi robekan
Dilatasi persalinan Kala I Pembuluh
perinium

persalinan
KETIDAKNYA

Kemajuan
akan kondisi

lambat
serviks melambat darah uterus
Khawatir

NYERI AKUT MANAN PASCA


tidak
janin

DEFISIT PARTUM
PENGETAHUN Resiko menutup
Pembukaan
cedera pada lengkap
janin Pembukaan RESIKO
janin
Pengeluar an

VT berulang RESIKO PERDARA HAN


INFEKSI

RESIKO INFEKSI
KELETIHAN

ANSIETAS
INFEKS
RESIKO

Penekanan
perineum
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian.
Asuhan keperawatan pada ibu bersalin dibagi ke dalam empat kala. Asuhan keperawatan
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan. Berikut uraiannya satu per satu (Karjatin, 2016).
1) Pengkajian
Kala I
a) Keluhan
Mengkaji alasan klien datang ke rumah sakit. Alasannya dapat berupa keluar darah
bercampur lendir (bloody show), keluar air–air dari kemaluan (air ketuban), nyeri
pada daerah pinggang menjalar ke perut/kontraksi (mulas), nyeri makin sering dan
teratur.
b) Pengkajian riwayat obstetrik
Kaji kembali HPHT, taksiran persalinan, usia kehamilan sekarang. Kaji riwayat
kehamilan masa lalu, jenis persalinan lalu, penolong persalinan lalu, kondisi bayi saat
lahir. Kaji riwayat nifas lalu, masalah setelah melahirkan, pemberian ASI dan
kontrasepsi.
c) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum, kesadaran, tanda–tanda vital (TTV) meliputi tekanan darah,
nadi, suhu, respirasi, tinggi badan, dan berat badan.
 Kaji tanda–tanda in partu seperti keluar darah campur lendir, sejak kapan
dirasakan kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang meningkat, waktu
keluarnya cairan dari kemaluan, jernih atau keruh, warna, dan jumlahnya.
 Kaji TFU, Leopold I, II, II, dan IV (lihat kembali modul 2 atau pedoman
praktikum pemeriksaan fisik ibu hamil).
 Kaji kontraksi uterus ibu. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui derajat
dilatasi (pembukaan) dan pendataran serviks, apakah selaput ketuban masih utuh
atau tidak, posisi bagian terendah janin.
 Auskultasi DJJ.
Kala II
a) Periksa TTV (TD, nadi, suhu, respirasi), tanda–tanda persalinan kala II dimulai sejak
pukul, evaluasi terhadap tanda–tanda persalinan kala II (dorongan meneran, tekanan
ke anus, perineum menonjol, dan vulva membuka).
b) Periksa kemajuan persalinan VT (status portio, pembukaan serviks, status selaput
amnion, warna air ketuban, penurunan presentasi ke rongga panggul, kontraksi
meliputi intensitas, durasi frekuensi, relaksasi).
c) DJJ, vesika urinaria (penuh/ kosong).
d) Respon perilaku (tingkat kecemasan, skala nyeri, kelelahan, keinginan mengedan,
sikap ibu saat masuk kala II, intensitas nyeri).
Nilai skor APGAR dinilai pada menit pertama kelahiran dan diulang pada menit kelima.
A (appearance/warna kulit),
P (Pulse/denyut jantung),
G (Grimace/respon refleks),
A (Activity/tonus otot),
R (respiration/pernapasan).
Nilai kelima variabel tersebut dijumlahkan. Interpretasi hasil yang diperoleh:
1) Bila jumlah skor antar 7–10 pada menit pertama, bayi dianggap normal.
2) Bila jumlah skor antara 4–6 pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan medis
segera seperti pengisapan lendir dengan suction atau pemberian oksigen untuk
membantu bernafas.

Kala III
1) Kaji TTV (TD, nadi, pernafasan, nadi)
2) Kaji waktu pengeluaran plasenta
3) Kondisi selaput amnion
4) Kotiledon lengkap atau tidak
5) Kaji kontraksi/HIS
6) Kaji perilaku terhadap nyeri
7) Skala nyeri
8) Tingkat kelelahan
9) Keinginan untuk bonding attachment
10) Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Kala IV
Pengkajian kala IV, dikaji selama 2 jam setelah plasenta lahir. Pada satu jam pertama, ibu
dimonitoring setiap 15 menit sekali, dan jam kedua ibu dimonitoring setiap 30 menit.
Adapun yang dimonitoring adalah, tekanan darah, nadi, kontraksi, kondisi vesika urinaria,
jumlah perdarahan per vagina, intake cairan.
a.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga, atau
komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Berikut adalah
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien persalinan normal menurut SDKI
(2017):
a. Nyeri melahirkan (D.0079) b.d. proses persalian, d.d ibu mengeluh nyeri, tampak
meringis dan kesakitan, frekuensi HIS terus meningkat.
b. Ansietas (D.0080) b.d krisis situasional d.d ibu tampak cemas
c. Keletihan (D.0057) b.d kelesuan fisiologis (kehamilan) d.d kelelahan, penurnan
performa, kurang energy
d. Risiko perdarahan (D.0012) b.d komplikasi kehamilan / komplikasi pasca partum
e. Risiko infeksi (D.0142) post partum b.d. luka perineum, ditandai dengan ibu takut
BAK, vesika urinaria penuh.
f. Ketidaknyamanan pasca partum (D.0075) b.d trauma perineum selama persalinan dan
kelahiran, involusi uterus d.d mengeluh tidak nyaman, tampak meringis, terdapat
kontraksi uterus, luka episiotomi
Rencana Tindakan Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


o (SDKI)
.
1 Nyeri melahirkan (D.0079) Setelah dilakukan perawatan selama ...x24 jam, Manajemen Nyeri
.
nyeri pasien menurun dan terkontrol dengan I.03119 Observasi
kriteria hasil:Tingkat Nyeri (L.08066) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Indikator Skor Awal Skor Akhir durasi, frekuensi,kualitas dan
Keluhan Skala 2 Skala 4
Nyeri (Cukup (Cukup intensitas nyeri
Meningkat) Menurun) 2. Identifikasi skala nyeri

Meringis Skala 2 Skala 4 3. Identifikasi respons nyeri non verbal


(Cukup (Cukup 4. Identifikasi faktor yang
Meningkat) Menurun)
Dilatasi Skala 2 Skala 4 memperberat danmeringankan
serviks (Cukup (Cukup nyeri
Menurun) Meningkat)

Nyeri Skala 2 Skala 4


dengan (Cukup (Cukup
kontraksi Meningkat) Menurun)
Terapeutik
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
7. Ajarkan teknik nonfarmakologi
(napas dalam) untuk mengurangi
nyeri

8. Jelaskan penyebab nyeri, periode


dan pemicu nyeri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika di perlu
2 Keletihan (D.0057) Setelah dilakukan perawatan selama Manajemen Energi
.
...x24 jam, diharapkan keletihan klien (I.05178) Observasi
membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan fungsi
Tingkat Keletihan (L.05046) tubuhyang mengakibatkan
Indikator Skor Awal Skor Akhir
kelelahan
Verbalisas Skala 2 Skala 4
i (Cukup (Cuk 2. Monitor kelelahan fisik
kepulihan Menurun) up 3. Monitor pola dan jam tidur
energi Me ningka
t) 4. Monitor lokasi dan ketidak
Tenaga Skala 2 Skala 4 nyamananselama melakukan
(Cukup (Cukup
Menurun Meningkat aktivitas
) ) Terapeutik
Verbalisas Skala 2 Skala 4
i lelah (Cukup (Cukup 1. Sediakan lingkungan nyaman
Meningkat Menurun yangrendah stimulus
) )
Kemampua Skala 2 Skala 4 2. Lakukan latihan rentang gerak
n (Cukup (Cukup pasifdan aktif
melakukan Menuru Meningkat
aktivitas n ) 3. Berikan aktivitas distraksi y
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur,jika tidak berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Anjurkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentangcara meningkatkan asupan
makanan
3 Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan perawatan selama Reduksi Ansietas (I..09314)
.
...x24 jam, diharapkan tingkat ansietas Observasi
klien membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda-tanda ansietas
Tingkat Ansietas (L.09093) (verbal dannon verbal)
Indikator Skor Awal Skor Akhir Terapeutik
Verbalisasi Skala 2 Skala 4
kebingungan (Cukup (Cukup 2. Ciptakan suasan terapeutik
Meningkat) Menurun) untuk menumbuhkan kepercayaan

Verbalisasi Skala 2 Skala 4 3. Pahami situasi yang membuat


khawatir (Cukup (Cukup ansietas
akibat Meningkat) Menurun)
kondisi yang 4. Dengarkan dengan penuh
dihadapi perhatian

Perilaku Skala 2 Skala 4 5. Gunakan pendekatan yang tenang


(Cukup (Cukup Meningkat) dan meyakinkan
Menurun)
Edukasi
Per Skala 2 Skala 4 6. Informaikan secara factual
ilak (Cuku (Cuk
mengenaidiagnosis, pengobatan,
u p up
teg Menin Men dan prognosis
ang gkat) urun)
7. Jelaskan prosedur termasuk
sensasi yang mungkin dialami
8. Latih teknik relaksasi
9. Anjurkan keluarga tetap bersama
pasien, jika perlu

4 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan perawatan selama Pencegahan Infeksi (I. 14539)
.
...x24 jam, diharapkan resiko infeksi klien Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Tingkat Infeksi (L.14137) local dan sistemik
Indikato Skor Skor 2. Monitor nafsu makan
r Awal Akhir
Demam Skala 2 Skala 4 Terapeutik
(Cukup (Cukup
Meningkat Menurun 2. Cuci tangan sebelum dan
) ) sesudah melakukan tidakan
Nyeri Skala 2 Skala 4
(Cukup (Cukup perawatan,
Meningkat Menurun
) ) 3. Pertahankan teknik aseptic
4. Batasi jumlah pengunjung
Kadar Sel Skala 2 Skala 4
darah putih (Cukup (Cukup
Memburuk Membaik Edukasi
) )
5. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan
benar
6. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan
7. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
Kolaborasikan pemberian antibiotik
5 Risiko Perdarahan Setelah dilakukan perawatan selama Pencegahan Perdarahan (I.02067)
. (D.0012) Observasi
...x24 jam, diharapkan resiko perdarahan
1. Monitor tanda dan gejala
klien menurun dengan kriteria hasil: perdarahan
Tingkat Perdarahan ( L.02017)
2. Monitor nilai hematokrit/
Indikato Skor Skor
r Awal Akhir hemoglobin sebelum dan setelah
Tekanan Skala 2 Skala 4
darah (Cuku (Cuk kehilangan darah
p up 3. Monitor tanda-tanda vital
Memb Mem 4. Monitorkontraksiuterus
uruk) baik)
Pendar Skala 2 Skala 4
ahan (Cuku (Cuk Terapeutik
vagina p up
Menin Men
gkat) urun) 5. Pertahankan bed rest selama
Hemoglo Skala 2 Skala 4
bin (Cuku (Cuk perdarahan
p up 6. Batasi tindakan invasif, jika perlu
Memb Mem
uruk) baik)

Edukasi

7. Anjurkan meningkatkan asupan


cairan untuk menghindari
dehidrasi
8. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vitamin K

Kolaborasi

9. Kolaborasi pemberian
10. Kolaborasi pemberian produk
darah jika perlu

6 Ketidaknyama Pas Setelah dilakukan perawatan selama Terapi Relaksasi (I.09326)


. nan ca
...x24 jam, diharapkan
Partum Observasi
(D.0075) ketidaknyamanan pasca 1. Identifikasi penurunan tingkat
partum klien menurun dengan kriteria energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
hasil: Status Kenyamanan
yang mengganggu
Pasca Partum (L.07061) 2. Identifikasi teknik
Indikator Skor Awal Skor Akhir relaksasi
Keluhan Skala 2 Skala 4 yang pernah digunakan
tidak (Cukup (Cukup 3. Identifikasi kemampuan
nyaman Meningkat) Menurun) kesediaan dan penggunaan
teknik sebelumnya
Meringis Skala 2 Skala 4 4. Monitor respon terhadap
(Cukup (Cukup terapi
Meningkat) Menurun) relaksasi

Luka Skala 2 Skala 4 Terapeutik


episiotomy (Cukup (Cukup 1. Ciptakan lingkungan tenang
Memburuk) Membaik) dan
tanpa gangguan
Kontraksi Skala 2 Skala 4 dengan
(Cukup (Cukup Memburuk) pencahayaan dan suhu ruangan
Membaik) yang nyaman
2. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan prosedur
Teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama

Edukasi

1. Jelaskan secara rinci


intervensi relaksasi yang dipilih
2. Anjurkan mengambil posisi
nyaman
3. Anjurkan rileks
3. Anjurkan sering
mengulangi dan melatih teknik
relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

https://publikasi.lldikti10.id/index.php/endurance/article/view/1007
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/aimj/article/download/7145/pdf
Dewi, P.I.S dan K.Y. Aryawan. 2020. Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten pada
Ibu Inpartu Menggunakan Birth Ball Exercise. Jurnal Keperawatan Silampari. 3(2):
456- 465.
Fauziah, S. 2017. Keperawatan Maternitas. Jakarta: Aditya Andrebina Agung Karjati,
A. 2016. Keperawatan Maternitas. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Kurniarum, A. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta Selatan:
Pusdik SDM Kesehatan Kemenkes RI.
Moorhead, Sue., M. Johnson, M. L. Maas. dan E. Swanson. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes Fifth Edition Terjemahan
oleh Nurjannah, I. dan Tumanggor, R.D. 2016. United States: Mosby Elsevier.
Mutmainnah, A. U., H. Johan, dan S. S. Llyod. 2017. Asuhan Persalinan Normal Dan Bayi
Baru Lahir. Yogyakarta: Andi.
PPNI. 2018. Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
TindakanKeperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Raehan, R., & Irfan, I. 2022. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemilihan
Tempat Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Sendana I. J-HEST Journal of Health
Education Economics Science and Technology. 2(1): 46-51
Ricci, S.S. 2017. Essentials of Maternity,Newborn, and Woman’s Health Nurssing. 4th
edition. Philadelpha: Wolter Kluwer.
Standard Operational Prosedure (SOP)

Asuhan Persalinan Normal

F.Kep
Unive
rsitas
Jembe
r
Pro No No Revisi :- Halaman
sed Dokumen :
ur Tanggal Ditetapkan Oleh
Tet Terbit:
ap
1 Pengertia Asuhan persalinan normal adalah pemberian tindakan
n pada ibu yang siap bersalin yaitu pada Kala II Inpartu,
dimana tidak ada penyulit kehamilan maupun penyulit
persalinan.
2 Tujuan Menolong persalinan dan memberikan asuhan mulai
kala I - Kala IV pada persalinan normal

3 Indikasi Ibu bersalin dengan keadaan normal :


1. Persalinan terjadi saat usia kehamilan aterm
2. Tidak ada komplikasi
3. Proses persalinan tidak lebih dari 24 jam
4. Terdapat satu janin
5. Kontraksi uterus teratur dalam kemajuannya
6. Penipisan dan dilatasi serviks yang progresif
7. Kemajuan bagian presentasi

4 Ko Persalinan patologi
ntr
a
Ind
ika
si
5 Persi a. Pastikan identitas klien
apan b. Kaji kondisi klien
Pasi c. Jaga privacy pasien
en Jelaskan maksud dan
tujuan
6 Persi a. Troli persalinan / meja kerja
apan b. Partus set :
Alat - Benang tali pusat
- 2 klem arteri
- gunting tali pusat
- ½ kocher
- gunting episiotomip
- sarung tangan DTT
- duk steril
- kassa steril
c. Sarung tangan DTT
d. Sputi
e. Obat uterotonika (oksitosin 10 iu)
f. Celemek
g. Kapas steril dalam kom
h. Baskom berisi larutan klorin 0,5%
i. Funandoskop
j. Handuk
k. Kain bersih
l. Tempat sampah kering
m. Gendok (tempat plasenta)
n. Bengkok
o. Baju ibu dan celana dalam
p. Pembalut
q. Waslap dan baskom
r. Kapas alkohol pada tempatnya

7 Persi a. Lakukan pengkajian: baca catatan keperawatan dan medis


apan b. Rumuskan diagnosa terkait
Pera c. Buat perencanaan tindakan (intervensi)
wat d. Kaji kebutuhan tenaga perawat, minta perawat
lain membantu jika perlu
e. Cuci tangan dan siapkan alat

8 Cara I Melihat Tanda dan Gejala Kala Dua


Kerja 1 Mendengar dan melihat Tanda dan gejala kala
dua
- Ibu Mempunyai Keinginan Mengeran
- Ibu merasakan tekanan pada rektum dan
vagina meningkat
- Perineum menonjol
- Vulva - vagina dan spingter ani membuka
I Menyiapkan Pertolongan Persalinan
I
2 Memastikan perlengkapan alat, bahan/obat
essensial siap digunakan. Menyiapkan spuit
steril dalam pasrtus park, mematahkan ampul
oksitoxin
3 Mengenakan celemek plastik yang bersih
4 Melepaskan semua perhiasan, mencuci kedua
tangan
dengan sabun dan air bersih yang
mengalir dan mengeringkan dengan
handuk bersih sekali pakai
5 Memakai sarus tangan DTT (Tangan kanan
dahulu)
6 Menghisap oksitoxin 10 unit ke dalam
spuit ( dengan sarung tangan DTT)
I Memastikan Pembukaan Lengkap dan
I Keadaan janin baik
I
7 Melakukan vulva hygiene dengan kapas
DTT, dengan membersihkan dari arah
depan ke belakang
8 Melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan pembukaan lengkap, kedudukan
bagian terendah janin di dasar panggul (UUK
di jam berapa?)
Bila ketuban belum pecah, dan bagian
terendah janin sudah di dasar panggul
maka LAKUKAN
AMNIOTOMI
9 Mendekontaminasi sarung tangan dalam
larutan klorin 0,5%, cuci tangan
1 Memeriksa DJJ saat perut tidak
0 kontraksi, untuk memastikan keadaan
janin baik
* Mengambil tindakan yang sesuai bila DJJ
tidak normal,
mendokumentasikan hasil pemeriksaan
pada lembar partograph
I Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk
V Membantu Proses Pimpinan Meneran
1 Memberitahu ibu dan keluarga
1 pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik
 membantu ibu dalam posisi yang nyaman
dan aman bagi janin
 Jelaskan pada keluarga bagaimana cara
mendukung dan memberi semangat pada
ibu
1 Meminta keluarga / pendamping untuk
2 membantu ibu dalam posisi mengeran
* pilihan posisi : ½ duduk, jongkok, merangkak ,
dll
1 Melakukan pimpinan mengeran saat ibu ada
3 dorongan kuat untuk meneran
 Membimbing ibu cara meneran yang benar,
saat ada dorongan
 Memberi semangat atas usaha ibu dalam
upaya meneran (beri pujian)
 Anjurkan ibu istirahat / relaksasi ketika tidak
ada kontraksi
 Anjurkan pendamping memberikan
semangat saat meneran
 Anjurkan pendamping memberikan asupan
oral ketika tidka ada kontraksi
 Menilai DJJ tiap 5 menit
Perhatian :
a. Ibu primi dipimpin meneran maksimal 2
jam, bayi harus lahir (bila tidak rujuk
segera)
b. Ibu multi dipimpin meneran maksimal 1
jam, bayi harus lahir (bila tidak rujuk
segera)
Catatan :
Jika tidak ada kontraksi / tidak ada
keinginan meneran, CEK DJJ
1 Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
4
mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk mengeran dalam
selang wakti 60 menit
V Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
1 Jika kepala janin membuka vulva dengan
5 diameter 5 - 6 cm, letakkan handuk bersih
diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi,
alas bokong.
* siapkan meja untuk antisipasi terjadinya
asfiksia bayi,
beri 2 alas kain, 1 handuk dan lampu sorot 60
watt (jarak lampu ke tubuh bayi 60 cm)
1 Meletakkan kain bersih yang sudah dilipat
6 1/3 bagian, di bawah bokong ibu
1 Membuka partus set
7
1 Memakai sarung tangan DTT pada kedua
8 tangan
V Menolong Kalahiran
I
LAHIRNYA KEPALA
1 Meletakkan tangan kanan di bawah lipatan
9 kain 1/3 bag untuk melindungi perieneum ibu
dan meletakkan tangan kiri di bagian oksiput
kepala bayi, serta memberikan tekanan ringan
agar lahirnya kepala tidak terlalu cepat
Anjurkan ibu untuk meneran perlahan saat ada
kontraksi sampai kepala lahir (nafas pendek)
2 Memeriksa lilitan tali pusat dan
0 mengambil tindakan yang sesuai bila ada
lilitan
* Bila lilitan longgar lepaskan lewat bagian atas
kepala
* Bila lilitan terlalu kuat lakukan klem di
dua tempat dan memotongnya
2 Menunggu kepala bayi melakukan putar
1 paksi luar secara spontan
LAHIRNYA BAYI
2 Setelah kepala bayi putar paksi luar, letakkan
2 kedua tangan secara biparietal. Anjurkan ibu
meneran saat ada kontraksi, dengan lembut
menarik kearahbawah dan distal sampai bahu
anterior lahir, kemudian menarik kearaj atas
dan distal sampai bahu posterior lahir.
LAHIRNYA BADAN DAN TUNGKAI
2 Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah
3 ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan
siku bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelurusi dan memegang lengan dan siku
atas bayi.
2 Setelah tubuh dan lengan lahir, tangan kiri
4 terus menelusur punggung, bokong, tungkai
dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk diantara kaki dan pengang masing-
masing mata kaki dengan ibu jari dan jari
lainnya)

V Penanganan Bayi Baru Lahir


I
I
2 Lakukan penilaian (Selintas) :
5 a. Apakah bayi menangis kuat atau bernafas
tanpa kesulitan ?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas /
megap- megap, lakukan langkah resusitasi (
lanjutkan langkah ke resusitasi pada asfiksia
BBL)
2 Segera mengeringkan bayi, menutupi kepala
6 dan badan bayi.
* Keringkan bayi mulai dari muka, kepala,
dan bagian tubuh lainnya, kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti
handuk basah dengan handuk kering,
biarkan bayi di atas perut ibu
2 Periksa kembali uterus untuk memastikan
7 tidak ada lagi bayi dalam uterus (fundus)
2 Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik
8 oksitoxin agar uterus berkontraksi baik
2 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir,
9 suntikkan oksitoxin 10 unit IM di 1/3
paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikan oksitoxin)
3 Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali
0 pusat dengan klaim 3 cm dari pusat bayi,
mendorong isi tali pusat ke
arah ibu dan jepit kembali tali pusat 2 cm
dari klem pertama
3 Pemotongan dan pengikatan tali pusat
1 *dengan satu tangan pegang tali pusat yang
telah dijepit (lindungi perut bayi) dan lakukan
pengguntingan tali pusat diantara dua klem
tersebut
*ikat tali pusat dengan benang DTT pada
satu sisi, kemudian lingkarkan kembali
benang tersebut dan mengikatnya dengan
simpul kunci pada sisi lainnya
*lepaskan klem dan masukkan dalam wadah
dalam yang telah disediakan . sedangkan
tangan kanan menegangkan tali pusat didepan
vulva
3 Letakkan bayi agar ada kontak kulit bayi dan
2 kulit ibu. Letakkan bayi tengkuran di dada
ibu. Luruskan bahu bayi sehingga menempel
didada dan perut ibu.
Usahakan kepala bayi berada diantara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah
dari putting payudara ibu Selimut ibu dan
bayi dengan kain hangat dan pasang topi
dikepala bayi
V Penatalaksanaan Bayi Aktif Kala Tiga
I
I
3 Pindahkan klem pada tali pusat hingga
3 berjarak 5 - 10 cm dari vulva
3 Letakkan satu tangan di atas kain pada perut
4 ibu, ditepi
atas sympisis untuk mendeteksi
tangan lain menegangkan tali
pusat
3 Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali
5 pusat ke arah bawah sambil tangan lain
mendorong uterus ke arah belakang atas
(dorso kranial) secara hati-hati. Jika plasenta
tidak lahir setelah 30 - 40 detik hentikan
penegangan tali pusat dan tunggu hingga
timbul
kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas
*Jika uterus tidak segera kontraksi, minta
suami/keluarga untuk melakukan stimulasi
putting susu
3 Melakukan penegangan dan dorongan dorso
6 kranial hingga plasenta lepas minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai , kemudian ke arah
atas mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso kranial)
*Jika tali pusat bertambah panjang
pindahkan klem berjarak 5 - 10 meter dari
vulva dan lahirkan plasenta
* Jika plasenta tidak lepas setelah
15 menit menegangkan tali pusat
maka :
a. Beri dosis ulangan oksitoxin 10 unit IM
b. Lakukan kateterisasi (asptik, jika
kandung kemih penuh)
c. Minta keluarga menyiapkan rujukan
d. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya
e.Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit
setelah bayi lahir, atau bial terjadi
perdarajan segera lakukan plasenta manual
3 Saat plasenta muncul diintroitus vagina,
7 lahirkan plasenta dengan kedua tangan,
pegang dan putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin, kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada tempat yang
disediakan.
*jika selaput ketuban robek, pakai sarung
tangan DTT untuk eksplorasi sisa selaput
kemudian gunakan jari - jari tangan /klem
DTT untuk mengeluarkan bagian selaput
yang tertinggal
RANGSANGAN TAKTIL
3 Segera setelah plasenta dan selaput ketuban
8 lahir, lakukan masase uterus. Letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase
dengan gerakkan melingkar dengan lembut,
hingga uterus berkontraksi (fundus teraba
keras)
*lakukan tindakan yang diperlukan, jika
uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik
masase
I Menilai Perdarahan
X
3 Evalausi kemungkinan laserasi pada vagina
9 dan perineum.lakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan.
*bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif segera lakukan penjahitan
4 Periksa kedua sisi plsenta baik bagian ibu
0 maupun bayi.
Pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh.
Masukkan plasenta ke dalam kantung
plastik atau tempat khusus
X Melakukan Prosedur Pasca Persalinan
4 Pastikan uterus berkontraksi dengan baik
1 dan tidak terjadi perdarahan pervaginam
4 Pastikan kandung kemih kosong , jika
2 penuh lakukan katerisasi
Evaluasi
4 Celupkan tangan yang masih memakai
3 sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%,
bersihkan noda darah dan cairan tubuh, dan
bilas di air DTT tanpa melepas sarung
tangan kemudian keringkan dengan tissue
atau handuk yang bersih dan kering
4 Ajarkan pada ibu / keluarga cara
4 melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi
4 Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan
5 umum baik
4 Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
6
4 Pantau keadaan bayi, pastikan bahwa
7 bayi bernafas dengan baik (40-60x/mnit)
 Jika sulit bernafas, merintih atau
retraksi, diresusitasi dan segera merujuk
ke RS
 Jika nafas cepat dan sesak segera rujuk ke
rs rujukan
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan
hangat. Lakukan kembali kontak kulit ibu
bayi dan hangatkan ibu dalam satu selimut
Kebersihan dan Keamanan
4 Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT,
8 bersihkan sisa cairan ketuban, lendir, darah.
Bantu ibu memakai
pakaian bersih dan kering. Bantu ibu
memakai pakaian dalam yang bersih dan
kering
4 Pastikan ibu merasa nyaman dan bantu ibu
9 memberikan
ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu
minuman dan makanan yang diinginkan
5 Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam
0 larutan
klorin 0,5 % untuk dekontaminasi (10 menit).
Kemudian cuci dan bilas peralatan
5 Buang bahan-bahan yang terkontaminasi
1 di tempat sampah yang sesuai
5 Dekontaminasi tempat persalinan dengan
2 larutan klorin 0,5%
5 Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan
3 klorin
0,5 % dan balik bagian dalam diluar, dan
rendam dalam laritan klorin selama 10 menit
5 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air
4 mengalir, kemudian keringkan dengan
lap satu kali pakai
5 Pakai sarung tangan bersih / DTT untuk
5 pemberian Vit K1 (1 mg) IM di paha kiri
bawah lateral dan salep mata profilaksis
infeksi dalam 1 jam pertama kelahiran.
5 Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan (setelah 1
6 jam kelahiran bayi) . Pastikan kondisi bayi
tetap baik ( nafas
40 -60x/menit dan temperatur tubuh
normal 36,5 – 37,5⁰C)setiap 15 menit.
5 Setelah 1 jam pemberian Vit K berikan ,
7 berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha
kanan antero
lateral. Letakkan bayi dalam jangkauan ibu
agar sewaktu waktu dapar disusukan.
5 Lepaskan sarung tangan dalam keadaan
8 terbalik dan rendam di dalam larutan
klorin
5 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air
9 mengalot,
kemudian keringkan dengan tissue atau
handuk pribadi yang bersih dan kering.
Dokumentasi
6 Lengkapi partograp (halaman depan dan
0 belakang) periksa tanda vital ibu dan
lanjutkan asuhan kala IV
Evaluasi 1.Evaluasi respon klien
2.Berikan Reinforcement positif
3.Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
4.Akhiri pertemuan dengan cara yang baik
Dokument 1.Catat tindakan yang sudah dilakukan,tanggal dan
asi jam pelaksanaan pada catatan keperawatan.
2.Catat respon klien dan hasil pemeriksaan
3.Dokumentasikan evaluasi tindakan: SOAP

Anda mungkin juga menyukai