OLEH :
1. KONSEP PERSALINAN
a. Pengertian
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi yang sudah
cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan, dengan
bantuan atau tanpa bantuan, sedangkan persalinan normal adalah upaya
dalam pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Mutmainnah dkk,
2017). Dalam beberapa kasus, persalinan dimulai sebelum janin matang
(kelahiran premature), namun terdapat juga kasus lain dimana persalinan
tertunda sampai janin dan plasentakeduanya melewati titik optimal untuk
kelahiran (kelahiran postterm) (Ricci, 2017).Persalinan dimulai (inpartu)
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
(membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap. Ibu belum dapat dikatakan inpartu apabila kontraksi uterus tidak
menyebabkan perubahan serviks (JNPK-KR, 2014). Persalinan adalah
proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke jalan lahir
(Fitriahadi E, 2019).
b. Penyebab
1) Penurunan kadar hormone progesterone
Hormon progesteron merupakan hormone yang membantu dalam relaksasi
otot-otot rahim, sedangkan hormone estrogen meningkatkan kerentanan otot
rahim, selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesterone
dan estrogen dalam darah. Progesteron menghambat kontraksi selama
kehamilan sehingga mencegah ekspulsi fetus. Sebaliknya, estrogen
cenderung meningkatkan derajat kontraktilitas uterus. Baik progesterone
maupun estrogen disekresikan dalam jumlah progresif meningkat selama
kehamilan. Namun pada akhir kehamilan atau kehamilan mulai masuk usia
7 bulan dan seterusnya, sekresi estrogen terus meningkat, namun sekresi
progesterone tetap konstan atau mungkin sedikit menurun sehingga terjadi
kontraksi brakton hicks saat akhir kehamilan yang selanjutnya bertindak
sebagai kontraksi persalinan (Mutmainnah dkk, 2017). Proses penuaan
plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, dan pembuluh darah mengalami penyempitan
dan buntu. Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot
rahim lebih sensitive terhadap oxitosin. Akibatnya otot rahim mulai
berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu
(Kurniarum A, 2016).
2) Teori Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot
rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Menjelang
persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot Rahim
sehingga menimbulkan kontraksi, diduga juga bahwa oksitosin dapat
menimbulkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung
(Utami dan Fitriahadi, 2020).
3) Teori Prostaglandin
Kadar prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang
dikeluarkan oleh desidua. Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua
diduga menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan
menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2yang diberikan secara
intravena, intra dan extra amnial menimbulkan kontraksi miometrium pada
setiap umur kehamilan. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat
menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat keluar.
Prostaglandin dapat dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan. Hal ini
juga didukung dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam
air ketuban maupun daerah perifer
- Letak Janin
hubungan antara sumbu punggung janin dan punggung ibu. Ada dua macam letak
(1) memanjang atau vertikal, dimana sumbu panjang janin paralel dengan sumbu
panjang ibu; (2) melintang atau horizontal, dimana sumbu panjang janin
membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu. Letak memanjang dapat berupa
presentasi kepala atau presentasi sacrum (sungsang). Presentasi ini tergantung pada
struktur janin yang pertama memasuki panggul ibu
- Sikap Janin (Habitus)
Sikap janin di sini adalah hubungan bagian-bagian tubuh janin yang satu dengan
bagian tubuh yang lain, di mana sebagian merupakan akibat pola pertambahan
janin dan sebagai akibat penyesuaian janin terhadap bentuk rongga rahim. Pada
kondisi normal, punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi ke arah dada dan paha
fleksi ke arah sendi lutut. Tangan disilangkan di depan toraks dan tali pusat terletak
di antara lengan dan tungkai. Penyimpangan sikap normal dapat menimbulkan
kesulitan saat anak dilahirkan.
Gambar 5. Sikap Janin
b) Air ketuban
Waktu persalinan, air ketuban membuka serviks dan mendorong selaput
janin ke dalam ostium uteri. Bagian selaput anak yang berada di atas ostium uteri
dan menonjol waktu his disebut dengan ketuban. Ketuban inilah yang membuka
serviks. Cairan ini sangat penting untuk melindungi pertumbuhan dan
perkembangan janin, yaitu menjadi bantalan untuk melindungi janin terhadap
trauma dari luar, menstabilkan perubahan suhu, pertukaran cairan, sarana yang
memungkinkan janin bergerak bebas, sampai mengatur tekanan dalam rahim. Air
ketuban juga berfungsi melindungi janin dari infeksi, dan pada saat persalinan,
ketuban mendorong serviks untuk membuka. Ketuban juga meratakan tekanan
intra uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.
c) Plasenta
Plasenta melalui jalan lahir, sehingga dianggap sebagai penumpang yang
menyertai janin. Namun, plasenta jarang menghambat proses persalinan pada
persalinan normal. Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting. Di
mana plasenta memiliki peranan penting sebagai transport zat dari ibu ke janin,
penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, serta sebagai barier. Melihat
pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta juga
akan menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan.
Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta
ataupun gangguan implanstasi dari plasenta. Gangguan dari
implantası plasenta dapat berupa kelainan letak implantasinya ataupun kelainan
dari kedalaman implantasinya. Kelainan letak implantasi dalam hal ini adalah
keadaan yang disebut sebagai plasenta previa. Sementara itu, kelainan kedalaman
dari implantasi ialah yang disebut plasenta akreta, inkreta, dan perkreta.
3) Power/ Kekuatan
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot perut,
kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen. His adalah salah satu kekuatan pada ibu
yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada
presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke
dalam rongga panggul. Selaintenaga dari his, kontraksi otot-otot dinding perut yang
mengakibatkan peninggian tekanan intra abdominal. Tenaga ini serupa dengan
tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi jauh lebih kuat lagi. Tenaga
mengejan ini hanya dapat berhasil, bila pembukaan sudah lengkap dan paling
efektif sewaktu ada his. Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapatlahir, misalnya
pada penderita yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinanharus dibantu dengan
forceps. Tenaga mengejan ini juga melahirkanplacenta setelah placenta lepas dari
dinding rahim
4) Posisi Ibu
Posisi ibu melahirkan dapat membantu adaptasi secara anatomi dan fisiologi
persalinan.
5) Penolong
Penolong persalinan perlu kesiapan, dan menerapkan asuhan sayang ibu. Asuhan
sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan
sang ibu. Beberapa prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikut
sertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan
selama persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai
proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan
rasa aman dan hasil yang lebih baik. Disebutkan pula bahwa hal tersebut diatas
dapat
mengurangi terjadinya persalinan dengan vakum, cunam, dan seksio sesar,dan
persalinan berlangsung lebih cepat
6) Psikologis
Wanita bersalin biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya jika ditanya.
Perilaku dan penampilan wanita serta pasangannya merupakan petunjuk berharga
tentang jenis dukungan yang akan diperlukannya. Pengalaman seorang ibu dan
kepuasan selama proses persalinan serta kelahiran dapat ditingkatkan bila ada
koordinasi tujuan diadakannya kolaborasi antara ibu dan tenaga Kesehatan dalam
rencana perawatan. Jika cemas ibu berlebihan maka dilatasi/ pelebaran serviks
akan terhambat sehingga persalinan menjadi lama serta meningkatkan persepsi
nyeri. Jika ibu mengalami kecemasan maka akan meningkatkan hormone yang
berhubungan dengan stress seperti beta-endhorphin, hormone adrenocorticotropic,
kortisol dan epineprin. Hormon-hormon tersebut mempengaruhi otot polos uterus.
Jika hormone tersebut meningkat maka menurunkan kontraktilitas (kontraksi)
uterus.
f. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urine protein (albumin) dan gula, pemeriksaan darah.
- USG (Ultrasonografi)
- Kardiotokografi
Untuk mendeteksi frekuensi jantung janin dan tokodynometer untuk mendeteksi
kontraksi uterus yang kemudian keduanya direkam pada kertas yang sama
sehingga terlihat gambaran keadaan jantung janin dan kontraksi uterus pada saat
yang sama.
Posisikan badan ibu dengan posisi litotomi/dorsal recumbent, tepat berada di depan
bidan. Hindari posisi bidan yang berada di sisi ibu saat menjahit, karena hal ini
dapat mengganggu kelancaran dan kenyamanan Tindakan.
g. Persiapan Persalinan
Persiapan persalinan ibu yaitu :
1. Gurita, 3 buah
2. Baju tidur, 3 buah
3. Underware secukupnya
4. Handuk, sabun, shampoo, sikat gigi dan pasta gigi
5. Pembalut khusus, 1 bungkus
6. Under pad (dapat dibeli di apotik), 3 lembar
Persiapan persalinan bayi yaitu :
1) Popok dan gurita bayi, 1-2 buah.
2) Baju bayi, 1-2 buah
3) Diaper (popok sekali pakai) khusus new baby born, 1-2 buah.
4) Selimut, topi dan kaos tangan kaki bayi
5) Perlengkapan Resusitasi bayi baru lahir
Persiapan persalinan penolong yaitu :
1) Memakai APD, terdiri dari : Sarung Tangan steril, Masker, Alas kaki,
celemek.
2) Menyiapkan tempat persalinan, perlengkapan dan bahan Penolong persalinan harus
menilai ruangan dimana proses persalinan akan berlangsung. Ruangan tersebut
harus memiliki pencahayaan atau penerangan yang cukup. Tempat tidur dengan
kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal, danpelapis anti bocor.
Ruangan harus hangat (tetapi jangan panas), harus rersedia meja atau permukaan
yang bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan yang diperlukan.
3) Menyiapkan tempat dan lingkungan kelahiran bayi.
Memastikan bahwa rungan tersebut bersih, hangat (minimal 25 oC, pencahayaan
cukup dan bebas dari tiupan angin.
4) Alat
Partus Set (didalam wadah stenis yang berpenutup):
a) 2 klem Kelly atau 2 klem kocher
b) Gunting tali pusat
c) Benang tali pusat
d) Kateter nelaton
e) Gunting episiotomy
f) Alat pemecah selaput ketuban
g) 2 pasang sarung tangan dtt
h) Kasa atau kain kecil
i) Gulungan kapas basah
j) Tabung suntik 3 ml dengan jarum i.m sekali pakai
k) Kateter penghisap de lee (penghisap lender)
l) 4 kain bersih
m) 3 handuk atau kain untuk mengeringkan bayi
5) Bahan
a) Partograf
b) Termometer
c) Pita pengukur
d) Feteskop/ dopler
e) Jam tangan detik
f) Stetoskop
g) Tensi meter
h) Sarung tangan bersih
6) Obat-Obatan Ibu
a) 8 Ampul Oksitosin 1 ml 10 U (atau 4 oksitosin 2ml U/ml.
b) 20 ml Lidokain 1% tanpa Epinefrin atau 10ml Lidokain 2% tanpa Epinefrin.
c) 3 botol RL
d) 2 Ampul metal ergometrin maleat ( disimpan dalam suhu 2-80C)
e) Salep mata tetrasiklin
f) Vit K 1 mg
h. 60 Langkah Asuhan Persalinan Normal
PERSALINAN NORMAL
25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan
posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu
pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian
pusat.
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan
urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2
cm dari klem pertama (ke arah ibu).
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut
yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat
terbuka.Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai.
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya
dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10
unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih
dahulu.
34. Memindahkan klem pada tali pusat.
35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus.Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah
bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah
pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang
(dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio
uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, menghentikan penegangan tali
pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
● Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk
melakukan ransangan puting susu.
37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke
arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil
meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
● Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10
cm dari vulva.
● Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit
38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan
hat-ihati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut
perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
● Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-
jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
melepaskan bagian selapuk yang tertinggal
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus,
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
● Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selam 15 detik
mengambil tindakan yang sesuai.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan akti
42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik. Mengevaluasi
perdarahan persalinan vagina.
43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air
disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan
kering.
44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan
tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm
dari pusat.
45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan simpul
mati yang pertama.
46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %.
47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk
atau kainnya bersih atau kering.
48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
● 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
● Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
● Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
● Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai
untuk menatalaksana atonia uteri.
50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah.
52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pasca persalinan.
53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
(10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi.
54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering.
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan
keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan
bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
60. Melengkapi partograf
i. PARTOGRAF
a. Pengertian Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi
dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat dipakai untuk memberikan peringatan awal
bahwa suatu persalinan berlangsung lama, adanya gawat ibu dan janin, serta perlunya
rujukan
b. Waktu pengisian partograf.
Waktu yang tepat untuk pengisian partograf adalah saat proses persalinan telah berada
dalam kala I fase aktif yaitu saat pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm dan berakhir
pada pemantauan kala IV
c. Isi partograf
Partograf dikatakan sebagai data yang lengkap bila seluruh informasi ibu, kondisi janin,
kemajuan persalinan, waktu dan jam, kontraksi uterus, kondisi ibu, obat-obatan yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang
diberikan dicatat secara rinci sesuai cara pencatatan partograf28
Isi partograf antara lain:
1) Informasi tentang ibu
a) Nama dan umur;
b) Gravida, para, abortus.;
c) Nomor catatan medik/nomor puskesmas;
d) Tanggal dan waktu mulai dirawat;
e) Waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi janin:
a) Denyut jantung janin; b) Warna dan adanya air ketuban; c)
Penyusupan(molase) kepala janin.
3) Kemajuan persalinan
a) Pembukaan serviks;
b) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
c) Garis waspada dan garis bertindak.
4) Waktu dan jam
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
5) Kontraksi uterus
a) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit.
b) Lama kontraksi (dalam detik).
6) Obat-obatan yang diberikan
a) Oksitosin.
b) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
7) Kondisi ibu
a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh.
b) Urin (volume, aseton atau protein).
d. Cara pengisian partograf.
Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan berakhir titik dimana
pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1
cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada.
Kondisi ibu dan janin dinilai dan dicatat dengan cara:
1) Denyut jantung janin : setiap 30 menit.
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit.
3) Nadi : setiap 30 menit.
4) Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
5) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
6) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam30
7) Produksi urin (2 – 4 Jam), aseton dan protein : sekali
Cara pengisian partograf adalah sebagai berikut:
1) Lembar depan partograf.
a) Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan ditulis sebagai jam. Catat
waktu pecahnya selaput ketuban, dan catat waktu merasakan mules27
b) Kondisi janin.
(1) Denyut Jantung Janin.
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika terdapat
tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Kisaran normal DJJ
tertera diantara garis tebal angka 180 dan 100. Bidan harus waspada jika DJJ mengarah di
bawah 120 per menit (bradicardi) atau diatas 160 permenit (tachikardi). Beri tanda ‘•’
(tanda titik) pada kisaran angka 180 dan 100. Hubungkan satu titik dengan titik yang
lainnya30
(2) Warna dan adanya air ketuban.
Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina, menggunakan lambang-
lambang berikut:
U : Selaput ketuban Utuh.
J : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih.
M : Air ketuban bercampur Mekonium.
D : Air ketuban bernoda Darah.
K : Tidak ada cairan ketuban/Kering.
(3) Penyusupan/molase tulang kepala janin.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan
lambang-lambang berikut:
0 : Sutura terpisah.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki.
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
Sutura/tulang kepala saling tumpang tindih menandakan kemungkinan adanya CPD
( cephalo pelvic disproportion).
c) Kemajuan persalinan.
Angka 0-10 di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
(1) Pembukaan serviks.
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari setiap
pemeriksaan. Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam. Menyantumkan tanda ‘X’
di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
(2) Penurunan bagian terbawah janin.
Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka 1-5 yang sesuai dengan
metode perlimaan. Menuliskan turunnya kepala janin dengan garis tidak terputus dari 0-5.
Berikan tanda ‘0’ pada garis waktu yang sesuai.
(3) Garis waspada dan garis bertindak.
(a) Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke 0), dan berakhir pada
titik di mana pembukaan lengkap (6 jam). Pencatatan dimulai pada garis waspada. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada, maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit.
(b) Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam) pada garis
waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis
bertindak maka menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelasaikan persalinan.
Sebaiknya ibu harus berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
d) Jam dan waktu.
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan.
Menyantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan.
e) Kontraksi uterus.
Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama kontraksi dengan:
(1) :titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya < 20 detik.
(2) : garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40
detik.
(3) :Arsir penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya > 40 detik.
f) Obat-obatan dan cairan yang diberikan.
(1) Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah
unit oksitosin yang diberikan per volume cairan dan dalam satuan tetes per menit.
(2) Obat lain dan caira IV. Mencatat semua dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.
g) Kondisi ibu.
(1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.
(a) Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pad kolom yang sesuai.
(b) Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika diduga ada penyulit.
Memberi tanda panah pada partograph pada kolom waktu yang sesuai.
(c) Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih sering jika terjadi peningkatan
mendadak atau diduga ada infeksi. Mencatat suhu tubuh pada kotak yang sesuai.
(2) Volume urine, protein dan aseton.
Mengukur dan mencatat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap ibu berkemih). Jika
memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urine.
2) Lembar belakang partograf.
Lembar belakang partograf merupakan catatan persalinan yang berguna untuk mencatat
proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III, kala IV, bayi baru lahir.
a) Data dasar.
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat persalinan,
catatan, alasan merujuk, tempat merujuk, pendamping saat merujuk dan masalah dalam
kehamilan/ persalinan.
b) Kala I.
Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada,
masalah lain yang timbul, penatalaksanaan, dan hasil penatalaksanaannya.
c) Kala II.
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu dan
masalah dan penatalaksanaannya.
d) Kala III.
Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala III, pemberian oksitosin,
penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri, kelengkapan plasenta, retensio
plasenta > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah lain,
penatalaksanaan dan hasilnya.
e) Kala IV.
Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh,tinggi fundus uteri, kontraksi
uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
f) Bayi baru lahir.
Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi
baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.
e. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengisian Partograf
Menurut Yisma (2013) hal – hal yang mempengaruhi penggunaan partograf antara lain
adalah pengetahuan dan pengalaman kerja Menurut Fahdhy (2005) hal yang
mempengaruhi antara lain adalah sikap, lama bekerja ,pendidikan dan pengetahuan
j. Konsep KPD
Pengertian
KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut KPD pada kehamilan prematur.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPD
(Prawirohardjo, 2014). Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadi
pada kehamilan preterm atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu ke-
37 usia kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan
terjadi setelah minggu ke-37 dari usia kehamilan.Pada KPD kehamilan preterm dan
KPD kehamilan aterm kemudian dibagi menjadi KPD awal yaitu kurang dari dua
belas jam setelah pecah ketubandan KPD berkepanjangan yang terjadi dua belas
jam atau lebih setelah pecah ketuban (Lowing, Lengkong dan Mewengkang, 2015).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda
yang memperlihatkan adanya persalinan (Legawati dan Riyanti, 2018). Menurut
POGI tahun (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm merupakan pecahnya ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu
sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm yaitu pecahnya ketuban pada umur
kehamilan antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat
umur kehamilan anatara 34 sampai kurang dari 37 minggu minggu.
b. KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm merupakan pecahnya ketuban sebelum waktunya yag
dibuktikan dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+ ) pada
b. Etiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
Penyebab terjadinya KPD masih belum ditemukan secara pasti. Dalam kebanyakan
kasus, berbagai faktor risiko saling berinteraksi sebagai penyebab KPD, mesikupun
secara garis besar KPD dapat terjadi karena lemahnya selaput ketuban, di mana
terjadi abnormalitas berupa berkurangnya ketebalan kolagenatau terdapatnya enzim
kolagenase dan protease yang menyebabkan depolimerisasi kolagen sehingga
elastisitas dari kolagen berkurang. Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu (Morgan,2009):
a. Usia
Menurut Sudarto (2016) karakteristik usia pada ibu hamil sangat berpengaruh pada
kesiapan ibu selama kehamilan dan dalam mengahdapi persalinan. Usia yang
optimal untuk reproduksi bagi seorang wanita yaitu antara umur 20-35 tahun. Di
bawah atau di atas usia tersebut akan berisiko pada kehamilan dan persalinannya.
Semakin tinggi usia seseorang maka akan mempengaruhi sistem reproduksinya
dikarenakan kemampuannya dan keelastisan organ-organ reproduksinya sudah
mulai berkuarng didalam menerima kehamilan.
b. Sosial Ekonomi
Menurut BPS (2005), pendapatan biasanya berupa uang yang dapat mempengaruhi
c. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu mulai dari anak pertama
sampai dengan anak yang terakhir. Paritas dibedakan menjadi 3 bagian ,yaitu:
1) Primipara
Primipara merupakan seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana
2) Multipara
usia kehamilan 28 minggu dan sudah melahirkan buah kehamilan 2 kali atau
lebih.
3) Grande multipara
Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan
Seorang ibu yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD
terhadap kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang dekat diyakini lebih
berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008). Pada
struktur serviks telah rusak pada persalinan sebelumnya. Umumnya KPD sering
jaringan ikat, vaskularisasi dan servik yang sudah membuka satu cm akibat
persalinan
d. Anemia
Anemia yang terjadi pada saat kehamilan merupakan anemia yang disebabkan
karena kekurangan zat besi. Pada kehamilan relatif terjadi anemia dikarenakan
darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau pengencangan dengan penigkatan
volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu.
Ciri-ciri ibu hamil yang mengalami anemia biasanya lemas, pucat, cepat lelah,
mata berkunangkunang. Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga.Dampak dari anemia
terhadap janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat
badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah nfeksi, sedangkan pada ibu saat
kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman
dekompensasikordis dan ketuban pecah dini (Manuaba, 2009).
e. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau berada dilingkungan dengan intensitas rokok tinggi dapat
mempengaruhi kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih dari 2.500 zat kimia
ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).
f. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah
Riwayat KPD sebelumnya mempunyai risiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah
dini
pecah dini dan ketuban pecah preterm. Ibu yang pernah mengalami KPD pada
kehamilan menjelang persalinan maka di kehamilan berikutnya akan lebih beresiko
besar dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya dikarenakan
Inkompetensia serviks merupakan suatu istilah dalam menyebut kelainan pada otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lentur dan lemah, sehingga bisa sedikit
desakan dari janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks merupakan serviks
uteri atau merupakan kelainan kongenital pada serviks yang memicu terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa disertai perasaan nyeri dan mules di masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan, robekan
1) Trauma :
2) Gemelli :
Kehamilan kembar dalam suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
jumlahnya berlebih, isi rahim lebih besar sedangkan selaput ketuban relative
kecil dan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga dapat mengakibatkan
muda, dan pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya
rahim, dan gerakan janin. Pada trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada
Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis.
infeksi yang menjalar dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada
Menurut Sunarti (2017), tanda yang terjadi yaitu keluarnya cairan ketuban yang
merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak berbau seperti
amoniak, berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering dikarenakan
uterus terus diproduksi sampai kelahiran mendatang. Akan tetapi, jika duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya dapat “mengganjal”
atau
nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
yang biasanya terjadi. Ketuban pecah ditandai dengan adanya air yang mengalir
dari vagina yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Cara membedakan antara air
ketuban dengan air seni yaitu diketahui dari bentuk dan warnanya. Air seni
biasanya berwarna kekuningkuningan dan bening, sedangkan air ketuban keruh dan
bercampur dengan lanugo atau rambut halus dari janin dan mengandung fernik
kaseosa atau lemak pada kulit janin.
Apabila kebocoran kulit ketuban tidak disadari oleh ibu maka sedikit demi sedikit
air ketuban akan habis dan dapat menimbulkan rasa sakit apabila janin bergerak
dikarenakan janin berhubungan langsung dengan uterus
e. Pemeriksaan Penunjang
(KPD), yaitu:
Tes lakmus (Nitrazine Test) adalah suatu tes untuk mengetahui pH cairan, di mana
cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada
cairan
vagina dengan pH 4,5-5,5. Apabila kertas lakmus merah berubah menjadi warna
biru
maka menunjukan adanya air ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar antara
7-
7,5.
Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009), tujuan dari pemeriksaan ini
yaitu
untuk melihat banyaknya cairan ketuban yang terdapat didalam kavum uteri.
Umumnya pada kasus KPD jumlah cairan ketuban yang terlihat sedikit, akan tetapi
mendiagnosis KPD cukup banyak cara dan macamnya, akan tetapi biasanya KPD
PROM-ROM AmniSure tes ditemukan pada tahun 2008 di Amerika Serikat dan
luar
negeri yang telah disetujui di Amerika Serikat oleh Food and Drug Administration
yang terdapat dalam cairan ketuban (2000-25,000 ng / mL), akan tetapi didalam
darah
ibu konsentrasinya lebih sedikit yaitu (5-25 ng / mL). Protein dalam konsentrasi
yang
,54-56 ini 1000 - 10.000 kali lipat perbedaan konsentrasi antara air ketuban dan
harus cukup sensitif untuk mendeteksi KPD dengan akurasi sekitar 99% (Caughey,
f. Penatalaksanaan
Prinsip utama dari penatalaksanaan KPD yaitu untuk mencegah mortilitas dan
morbiditas perinatal terhadap ibu maupun bayi yang dapat meningkat karena
infeksi atau akibat kelahiran preterm kurang dari 37 minggu. Kebanyakan 90%
pasien akan
mengalami persalinan spontan dalam waktu 24 jam jika mengalami KPD aterm.
Pengelolaan pasien tergantung dari keinginan mereka sendiri namun risiko ibu
tentang infeksi intrauterine harus diingat. Risiko infeksi intrauterine akan
meningkat dengan adanya durasi KPD yang lama (Sulistyowati, 2013). Selain itu
usia gestasi dari ibu juga perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan proses
kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila
dilakukan persalinan maupun tokolisis (POGI, 2014). Berdasarkan penelitian yang
sudah dilakukan, terdapat sekitar 50% dari perempuan dengan KPD, akan
melahirkan pada 7 hari pertama, kebanyakan dari mereka pada 48 jam terakhir
(APEC, 2015). Penggunaan antibiotic pada kasus KPD memiliki dua fungsi yaitu
dapat mencegah terjadinya disabilitas neurologik dan pernapasan dan dapat
memperpanjang periode laten (Kenyonet al, 2013).Terdapat dua macam
1. Penatalaksanaan aktif
2. Penatalaksanaan ekspetatif
a) Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm dengan
atau tanpa komplikasi harus segera dirujuk ke rumah sakit. Jika janin hidup serta
terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari
badannya dan jika memungkinkan dapat dilakukan posisi sujud. Dorong kepala
janin keatas dengan 2 jari supaya tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat
di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Apabila terdapat demam
atau dikhawatirkan terjadinya infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari
6 jam, maka bisa diberikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular
hari. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam
kemudian induksi persalinan. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan terdapat
his maka pimpin meneran dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi
persalinan. jika ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5
cm atau ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni,
2013). Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan lebih dari 37
minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat
(Khafidoh,2014).
Perubahan fisiologis UK 37-42 minggu: Menurunnya progesteron, oksitosin
dan prostaglandin meningkat, peregangan otot rahim.
3. a. Pohon Masalah
Tanda Inpartu
Proses persalinan
memanjang jaringan
Penurunan Kurangnya uterus
Luka
NYERI MELAHIRKAN
plasenta
posisi janin informasi tidak
Tindakan episiotomy/
tentang adekuat
amniotomi robekan
Dilatasi persalinan Kala I Pembuluh
perinium
persalinan
KETIDAKNYA
Kemajuan
akan kondisi
lambat
serviks melambat darah uterus
Khawatir
DEFISIT PARTUM
PENGETAHUN Resiko menutup
Pembukaan
cedera pada lengkap
janin Pembukaan RESIKO
janin
Pengeluar an
RESIKO INFEKSI
KELETIHAN
ANSIETAS
INFEKS
RESIKO
Penekanan
perineum
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
Asuhan keperawatan pada ibu bersalin dibagi ke dalam empat kala. Asuhan keperawatan
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan. Berikut uraiannya satu per satu (Karjatin, 2016).
1) Pengkajian
Kala I
a) Keluhan
Mengkaji alasan klien datang ke rumah sakit. Alasannya dapat berupa keluar darah
bercampur lendir (bloody show), keluar air–air dari kemaluan (air ketuban), nyeri
pada daerah pinggang menjalar ke perut/kontraksi (mulas), nyeri makin sering dan
teratur.
b) Pengkajian riwayat obstetrik
Kaji kembali HPHT, taksiran persalinan, usia kehamilan sekarang. Kaji riwayat
kehamilan masa lalu, jenis persalinan lalu, penolong persalinan lalu, kondisi bayi saat
lahir. Kaji riwayat nifas lalu, masalah setelah melahirkan, pemberian ASI dan
kontrasepsi.
c) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran, tanda–tanda vital (TTV) meliputi tekanan darah,
nadi, suhu, respirasi, tinggi badan, dan berat badan.
Kaji tanda–tanda in partu seperti keluar darah campur lendir, sejak kapan
dirasakan kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang meningkat, waktu
keluarnya cairan dari kemaluan, jernih atau keruh, warna, dan jumlahnya.
Kaji TFU, Leopold I, II, II, dan IV (lihat kembali modul 2 atau pedoman
praktikum pemeriksaan fisik ibu hamil).
Kaji kontraksi uterus ibu. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui derajat
dilatasi (pembukaan) dan pendataran serviks, apakah selaput ketuban masih utuh
atau tidak, posisi bagian terendah janin.
Auskultasi DJJ.
Kala II
a) Periksa TTV (TD, nadi, suhu, respirasi), tanda–tanda persalinan kala II dimulai sejak
pukul, evaluasi terhadap tanda–tanda persalinan kala II (dorongan meneran, tekanan
ke anus, perineum menonjol, dan vulva membuka).
b) Periksa kemajuan persalinan VT (status portio, pembukaan serviks, status selaput
amnion, warna air ketuban, penurunan presentasi ke rongga panggul, kontraksi
meliputi intensitas, durasi frekuensi, relaksasi).
c) DJJ, vesika urinaria (penuh/ kosong).
d) Respon perilaku (tingkat kecemasan, skala nyeri, kelelahan, keinginan mengedan,
sikap ibu saat masuk kala II, intensitas nyeri).
Nilai skor APGAR dinilai pada menit pertama kelahiran dan diulang pada menit kelima.
A (appearance/warna kulit),
P (Pulse/denyut jantung),
G (Grimace/respon refleks),
A (Activity/tonus otot),
R (respiration/pernapasan).
Nilai kelima variabel tersebut dijumlahkan. Interpretasi hasil yang diperoleh:
1) Bila jumlah skor antar 7–10 pada menit pertama, bayi dianggap normal.
2) Bila jumlah skor antara 4–6 pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan medis
segera seperti pengisapan lendir dengan suction atau pemberian oksigen untuk
membantu bernafas.
Kala III
1) Kaji TTV (TD, nadi, pernafasan, nadi)
2) Kaji waktu pengeluaran plasenta
3) Kondisi selaput amnion
4) Kotiledon lengkap atau tidak
5) Kaji kontraksi/HIS
6) Kaji perilaku terhadap nyeri
7) Skala nyeri
8) Tingkat kelelahan
9) Keinginan untuk bonding attachment
10) Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Kala IV
Pengkajian kala IV, dikaji selama 2 jam setelah plasenta lahir. Pada satu jam pertama, ibu
dimonitoring setiap 15 menit sekali, dan jam kedua ibu dimonitoring setiap 30 menit.
Adapun yang dimonitoring adalah, tekanan darah, nadi, kontraksi, kondisi vesika urinaria,
jumlah perdarahan per vagina, intake cairan.
a.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga, atau
komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Berikut adalah
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien persalinan normal menurut SDKI
(2017):
a. Nyeri melahirkan (D.0079) b.d. proses persalian, d.d ibu mengeluh nyeri, tampak
meringis dan kesakitan, frekuensi HIS terus meningkat.
b. Ansietas (D.0080) b.d krisis situasional d.d ibu tampak cemas
c. Keletihan (D.0057) b.d kelesuan fisiologis (kehamilan) d.d kelelahan, penurnan
performa, kurang energy
d. Risiko perdarahan (D.0012) b.d komplikasi kehamilan / komplikasi pasca partum
e. Risiko infeksi (D.0142) post partum b.d. luka perineum, ditandai dengan ibu takut
BAK, vesika urinaria penuh.
f. Ketidaknyamanan pasca partum (D.0075) b.d trauma perineum selama persalinan dan
kelahiran, involusi uterus d.d mengeluh tidak nyaman, tampak meringis, terdapat
kontraksi uterus, luka episiotomi
Rencana Tindakan Keperawatan
4 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan perawatan selama Pencegahan Infeksi (I. 14539)
.
...x24 jam, diharapkan resiko infeksi klien Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Tingkat Infeksi (L.14137) local dan sistemik
Indikato Skor Skor 2. Monitor nafsu makan
r Awal Akhir
Demam Skala 2 Skala 4 Terapeutik
(Cukup (Cukup
Meningkat Menurun 2. Cuci tangan sebelum dan
) ) sesudah melakukan tidakan
Nyeri Skala 2 Skala 4
(Cukup (Cukup perawatan,
Meningkat Menurun
) ) 3. Pertahankan teknik aseptic
4. Batasi jumlah pengunjung
Kadar Sel Skala 2 Skala 4
darah putih (Cukup (Cukup
Memburuk Membaik Edukasi
) )
5. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan
benar
6. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan
7. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
Kolaborasikan pemberian antibiotik
5 Risiko Perdarahan Setelah dilakukan perawatan selama Pencegahan Perdarahan (I.02067)
. (D.0012) Observasi
...x24 jam, diharapkan resiko perdarahan
1. Monitor tanda dan gejala
klien menurun dengan kriteria hasil: perdarahan
Tingkat Perdarahan ( L.02017)
2. Monitor nilai hematokrit/
Indikato Skor Skor
r Awal Akhir hemoglobin sebelum dan setelah
Tekanan Skala 2 Skala 4
darah (Cuku (Cuk kehilangan darah
p up 3. Monitor tanda-tanda vital
Memb Mem 4. Monitorkontraksiuterus
uruk) baik)
Pendar Skala 2 Skala 4
ahan (Cuku (Cuk Terapeutik
vagina p up
Menin Men
gkat) urun) 5. Pertahankan bed rest selama
Hemoglo Skala 2 Skala 4
bin (Cuku (Cuk perdarahan
p up 6. Batasi tindakan invasif, jika perlu
Memb Mem
uruk) baik)
Edukasi
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
10. Kolaborasi pemberian produk
darah jika perlu
Edukasi
https://publikasi.lldikti10.id/index.php/endurance/article/view/1007
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/aimj/article/download/7145/pdf
Dewi, P.I.S dan K.Y. Aryawan. 2020. Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten pada
Ibu Inpartu Menggunakan Birth Ball Exercise. Jurnal Keperawatan Silampari. 3(2):
456- 465.
Fauziah, S. 2017. Keperawatan Maternitas. Jakarta: Aditya Andrebina Agung Karjati,
A. 2016. Keperawatan Maternitas. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Kurniarum, A. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta Selatan:
Pusdik SDM Kesehatan Kemenkes RI.
Moorhead, Sue., M. Johnson, M. L. Maas. dan E. Swanson. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes Fifth Edition Terjemahan
oleh Nurjannah, I. dan Tumanggor, R.D. 2016. United States: Mosby Elsevier.
Mutmainnah, A. U., H. Johan, dan S. S. Llyod. 2017. Asuhan Persalinan Normal Dan Bayi
Baru Lahir. Yogyakarta: Andi.
PPNI. 2018. Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
TindakanKeperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Raehan, R., & Irfan, I. 2022. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemilihan
Tempat Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Sendana I. J-HEST Journal of Health
Education Economics Science and Technology. 2(1): 46-51
Ricci, S.S. 2017. Essentials of Maternity,Newborn, and Woman’s Health Nurssing. 4th
edition. Philadelpha: Wolter Kluwer.
Standard Operational Prosedure (SOP)
F.Kep
Unive
rsitas
Jembe
r
Pro No No Revisi :- Halaman
sed Dokumen :
ur Tanggal Ditetapkan Oleh
Tet Terbit:
ap
1 Pengertia Asuhan persalinan normal adalah pemberian tindakan
n pada ibu yang siap bersalin yaitu pada Kala II Inpartu,
dimana tidak ada penyulit kehamilan maupun penyulit
persalinan.
2 Tujuan Menolong persalinan dan memberikan asuhan mulai
kala I - Kala IV pada persalinan normal
4 Ko Persalinan patologi
ntr
a
Ind
ika
si
5 Persi a. Pastikan identitas klien
apan b. Kaji kondisi klien
Pasi c. Jaga privacy pasien
en Jelaskan maksud dan
tujuan
6 Persi a. Troli persalinan / meja kerja
apan b. Partus set :
Alat - Benang tali pusat
- 2 klem arteri
- gunting tali pusat
- ½ kocher
- gunting episiotomip
- sarung tangan DTT
- duk steril
- kassa steril
c. Sarung tangan DTT
d. Sputi
e. Obat uterotonika (oksitosin 10 iu)
f. Celemek
g. Kapas steril dalam kom
h. Baskom berisi larutan klorin 0,5%
i. Funandoskop
j. Handuk
k. Kain bersih
l. Tempat sampah kering
m. Gendok (tempat plasenta)
n. Bengkok
o. Baju ibu dan celana dalam
p. Pembalut
q. Waslap dan baskom
r. Kapas alkohol pada tempatnya