Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

Kejang demam

Rs Tgl Nilai Tgl Nilai Rata-rata

Ruang Paraf CI Paraf


dosen

A. Konsep teori
1. Definisi kejang demam

Definisi kejang demam menurut National Institutes of Health


Consensus Conference adalah kejadian kejang pada bayi dan anak,
biasanya terjadi antara usia 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan
dengan demam tanpa adanya bukti-bukti infeksi atau sebab yang jelas
di intrakranial. Kejang disertai demam pada anak yang sebelumnya
menderita kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini.

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan


tinggi( suhu tubuh di atas 38,0C) karena terjadi kelainan eksternal.

Kejang demam terjadi pada 2-4 % anak berumur 6 bulan hingga 5


tahun. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam.

Secara umum, kejang demam dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

 Kejang demam sederhana. Ini adalah kejang demam


sederhana yang terjadi hanya 1 kali dalam 24 jam, dengan durasi kejang
kurang dari 15 menit. Kejang umumnya terjadi pada seluruh tubuh
(tidak hanya sebagian tubuh saja).
 Kejang demam kompleks. Kejang demam tipe ini terjadi
lebih dari 15 menit atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang hanya
terjadi pada sebagian tubuh saja.
2. Patofisiologi kejang demam
Unit dasar sistem saraf adalah sel khusus yang dinamakan neuron.
Neuron memiliki perbedaan sangat jelas dalam ukuran dan
penampilannya, tetapi memiliki karakteristik tertentu. Neuron
memiliki dendrit dan badan sel yang berfungsi menerima impuls saraf
dari neuron di dekatnya dan selanjutnya ditransferkan ke akson. Pada
ujung akson terdapat sejumlah kolateral yang berakhir dalam sinap
terminal. Sinap terminal ini tidak menempel pada neuron yang akan
distimulasi melainkan pada celah sinaptik. Jika suatu impuls saraf
berjalan melalui akson dan sampai di sinap terminal maka akan
memicu sekresi neurotransmitter. Neurotransmitter ini akan berdifusi
melewati celah sinaptik dan menstimulasi neuron selanjutnya.
Infeksi berulang menjadi salah satu faktor risiko yang lebih sering
mengalami infeksi, karena infeksi berulang menjadi faktor risiko untuk
terjadinya kejang demam. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa
anak yang sehari hari dirawat di tempat penitipan anak memiliki risiko
terkena infeksi lebih besar sehingga lebih sering menderita demam dan
meningkatkan risiko terjadinya kejang demam. Infeksi dengan panas
lebih dari 4 kali dalam setahun bermakna merupakan faktor risiko
timbulnya bangkitan kejang demam. Dan didapatkan bahwa infeksi
yang paling sering adalah infeksi saluran nafas atas (ISPA) dan
gastroenteritis, virus juga lebih banyak menyebabkan infeksi
dibandingkan bakter
Pathway
3. Etiologi kejang demam

Etiologi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang memicu


eksitasi sel saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Semua kenaikan
suhu tubuh bisa menyebabkan kejang demam. Kenaikan suhu ini
paling sering disebabkan oleh:
Infeksi virus lebih sering menyebabkan demam yang berujung
pada kejang demam bila dibandingkan dengan infeksi bakteri. Infeksi
virus menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang tinggi, seperti
contohnya adalah campak, cacar air dan rubella.

4. Maninfestasi klinik
Menurut Arif Mansjoer (2000), kejang demam umumnya
berlangsung singkat, yaitu berupa serangan kejang klonik atau tonik-
klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti
mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,
gerakan sentakan berulang tanpa didahului dengan kekakuan atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang
dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti
dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberikan
reaksi apapun untuk sementara waktu, tetapi setelah beberapa detik
atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa ada defisit
neurologis. Kejang dapat diikuti dengan hemiparesis sementara.
(Todd’s hemiparesis) yang berlangsung selama beberapa jam hingga
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
lebih sering terjadi pada kelang demam yang pertama.
5. Pemeriksaaan diagnostik
Menurut Mansjoer (2000), beberapa pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien dengan kejang demam adalah meliputi:

1.Elektro encephalograft (EEG) Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang


mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan
untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi.

2.Pemeriksaan cairan cerebrospinal Hal ini dilakukan untuk


menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien
kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali
gejala meningitis fidak jelas sehingga. harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk
yang berumur kurang dari 18 bulan.

6. Penatalaksanaan medis
Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam
penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan
yaitu : Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang anak
datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang
2. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian
ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi
isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin
kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur
dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB
dibagi 2 dosis per hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi
2 dosis pada hari berikutnya.
4. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab kejang demam adalah
infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian
antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada
pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti
fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila
perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi.

7. Konsep tumbuh kembang


Istilah tumbuh kembang lebih dikaitkan dengan pertumbuhan
organ, serta merupakan aspek fisik interaksi tersebut. Sedangkan
istilah kembang lebih dikaitkan dengan aspek psikososial. Menurut
Sigmun Freud pada tumbuh kembang awal masa sekolah (512 tahun)
merupakan masa pertumbuhan relatif mantap, yang kemudian akan
berakhir dengan suatu percepatan tumbuh sekitar umur 10 tahun pada
anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki. Penambahan berat
badan usia ini lebih kurang 205 kg dan tinggi badan kira-kira 5 cm per
tahun. Pertumbuhan lingkar kepala berjalan lambat, yaitu dari 50 cm
menjadi 52-53 cm. Pada akhir masa pertumbuhan ini sebenarnya
lingkar kepala telah mencapai ukuran kepala orang dewasa (Markum,
199 1).
Pertumbuhan berat anak (11-14 tahun) adalah 46 kg dan tinggi
badan 157 cm. Karakteristik primer wanita adalah pembesaran organ
genital eksterna dan interna, perubahan endometrium dan cairan
vagina, ovulasi dan menarche (sekitar usia 12-13 tahun), karakteristik
sekunder yang nampak adalah pembesaran buah dada, pertumbuhan
tulang, dasar metabolik basal, perubahan bentuk pinggul, pubis, dan
tumbuhnya rambut pada ketiak, meningkatnya lemak dalam dada,
pantat dan paha serta kulit menjadi halus dan lembut (Cindy Smith,
1988).
8. Konsep hospitalisasi
Menurut Wong (1995: 45) hospitalisasi adalah suatu keadaan sakit
dan hares dirawat dirumah sakit, yang terjadi pada anak maupun
keluarganya. Yang mana menimbulkan suatu kondisi krisis baik anak
maupun keluarganya. Krisis hospitalisasi dapat disebabkan oleh stress
akibat dari perubahan status kesehatan dan keterbatasan mekanisme
koping pada anak untuk memecahkan kejadian strees. Reaksi anak
terhadap kondisi tersebut, sangat dipengaruhi oleh usia perkembangan.
Pada masa perkembangan bayi adalah masa terbentuknya rasa
percaya, yang dimungkinkan dengan sikap konsisten dan kasih sayang
dari ibu. Bayi mengendalikan diri terhadap lingkungan dengan cara
menangis atau tersenyum. Rasa tidak percaya dan menurunnya
pengendalian diri bayi dapat jugs terjadi jika tindakan keperawatan
yang diberikan tidak konsisten dan terjadi perubahan aktifitas rutin.
Kekuatari -akan trauma fisik dan nyeri Bering sekali terjadi pada
anak. Sehingga perawat perlu memberikan perhatian khusus terhadap
respon nyeri sesuai dengan tahap perkembangan. Karakteristik respon
nyeri pada bayi bisa berupa menangis kuat dengan mats tertutup,
menyentak-nyentakkan tangan dan menggeliat.
Secara umum respon yang muncul dari orang tea terhadap
hospitalisasi anak adalah rasa tidak percaya, march, merasa bersalah,
takut, cemas dan frustasi. Sedangkan mekanisme koping keluarga
terhadap hospitalisasi anak yaitu orang tua merasa tidak percaya jika
penyakit timbul secara tiba-tiba dan anak harus dirawat yang akhirnya
mendorong orang tua mencari penyebabnya. Takut dan cemas biasanya
dikaitkan dengan tingkat keseriusan penyakit dan jenis prosedur medis
yang dialami anak. Kurangnya informasi tentang prosedur dan
pengobatan , pengaturan rumah sakit yang masih asing menimbulkan
perasaan frustasi pada orang tua
B. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian/ Amnamnesa
pengkajian merupakan tahap penting dan menentukan dalam tahap-
tahap selanjutnya. Data yang komprehensif dan valid akan menentukan
penetapan 12 diagnosis keperawatan dengan tepat dan benar, serta
selanjutnya akan berpengaruh dalam perencanaan keperaawatan .
Tujuan dari pengkajian adalah didapatkan nya data yang
komprehensif yang mencakup data biopsiko dan spiritual (Nurrarif dan
Kusuma 2013) Pengkajian pada anak kejang demam dengan
peningkatan suhu tubuh menurut (Lestari, 2016) meliputi :
a. Observasi manifestasi klinis demam
b. Riwayat kejang
c. Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
d. Kulit kemerahan
e. Kulit hangat jika di sentuh
f. Peningkatan frekuensi pernafasan
g. Takikardia

2. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : Stupor dan penampilan nampak lemah.
b. Pemeriksaan antropometri : Pada klien demam kejang biasanya
terjadi penurunan berat badan.
c. Tanda-tanda vital : Pada klien demam kejang biasanya terdapat
suhu tubuh dan peningkatan denyut nadi serta peningkatan
respirasi.
d. Mata dan kepala : Kepala, rambut dan kulit kepala biasanya
tidak terdapat kelainan, ubun-ubun biasanya cembung. Mata,
biasanya terjadi juling.
e. Dada dan Abdomen
i. Dada : bunyi paru dan pergerakan dada tidak ada
kelainan,tidak ditemukan tanda-tanda kelainan
jantung.
ii. Perut : datar lembut, ditemukan adanya peningkatan
peristaltik usus tidak ditemukan luka iritasi.
f. Genetalia dan anus : Bentuk genetalia tidak ditemukan adanya
kelainan atau lesi.
g. Ektrimitas atas dan bawah : Tidak ada kelainan bentuk pada
ekstremitas atas dan bawah hanya dalam pemeriksaaan tonus
otot yang abnormal.

3. Diagnosa keperawatan minimal 3 diagnosa keperawatan

Menurut Carpenito (2009) sebagaimana dikemukakan oleh


Tarwoto dan Wartonah (2015), Diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau masalah aktual
atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi
keperawatan yang mengurangi, menghilangkan, atau mencegah
masalah kesehatan yang ada pada tanggung jawabnya. Diagnosa yang
sering muncul pada anak kejang demam dengan gangguan kebutuhan
cairan menurut (Lestari, 2016) yaitu :

a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit. Batasan Karakteristik :


Gelisah, Kejang, Kulit Kemerahan, Kulit terasa hangat

b. Resiko cidera berhubungan dengan Kejang. Faktor Resiko :


Biologis (misalnya, tingkat imunisasi komunitas, mikroorganisme),
Zat Kimia (misalnya, racun, polutan, obat, agens farmasi, akohol,
nikotin, pengawet, kosmetik, pewarna).

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan


untuk makan). Batasan Karaketristik: Berat badan 10% atau lebih di
bawah rentang berat badan ideal, Kurang minat pada makanan,
Membran mukosa pucat,Penurunan berat badan dengan asupan makan.
4. Intervensi keperawatan untuk setiap diagnosa keperawatan minimal 5 intervensi mandiri dan 2 intervensi kolaborasi
berserta rasional nya

No. Masalah Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Hipertermia setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
berhubungan keperawatan selama....x 24 a. Observasi a. Observasi
dengan penyakit. jam maka, Termoregulasi  Identifikasi penyebab  Untuk
Batasan membaik dengan kriteria hipertermia (mis. mengidentifikasi
Karakteristik : hasil : Dehidrasi, terpapar penyebab hipertermia
Gelisah, Kejang,  Suhu tubuh lingkungan panas, (mis. Dehidrasi,
Kulit Kemerahan, membaik penggunaan inkubator) terpapar lingkungan
Kulit terasa  Suhu kulit  Monitor suhu tubuh panas, penggunaan
hangat membaik  Monitor kadar elektrolit inkubator)
 Kadar glukosa  Monitor keluaran urine  Untuk memonitor
darah membaik  Monitor komplikasi akibat suhu tubuh
 CRT membaik bipertermia  Untuk memonitor
 Tekanan darah b. Terapeutik kadar elektrolit
membaik  Sediakan lingkungan yang  Untuk memonitor
 Menggigil menurun dingin keluaran urine
 Kulit merah  Longgarkan atau lepaskan  Untuk memonitor
menurun pakaian komplikasi akibat
 Kejang menurun  Basahi dan kipasi hipertermia

 Akrosianosis permukaan tubuh b. Terapeutik

menurun  Berikan cairan oral  Untuk membantu

 Piloereksi menurun  Ganti linen setiap hari menurunkan suhu

 Vasokonstriksi atau lebih serin jika tubuh

perifer menurun mengalami hiperhidrosis  Agar tidak gerah

 Pucat menurun (keringat berlebih)  Agar pasien nyaman

 Takikardi menurun  Lakukan pendinginan  Untuk memenuhi keb.

 Takipnea mneurun eksternal (mis. Selimut Nutrisi oral

 Bradikardi
hipotermia atau selimut  Untuk membantu
dingin pada dahi, leher, menurunkan suhu
menurun
dada, abdomen, aksila) tubuh
 Dasar kuku
 Hindari pemberian  Untuk memenuhi keb.
sianolik menurun
antipiretik atau aspirin Oksigen, jika perlu
 Hipoksia menurun  Berkan oksigen, jika perlu
c. Edukasi c. Edukasi
 Anjurkan tirah baring  Agar pasien dapat
d. Kolaborasi istirahat dengan cukup
 Kolaborasi pemberian d. Kolaborasi
cairan dan elektrolit  Untuk memenuhi keb.
intravena, jika perlu Cairan dan elektrolit,
jika perlu
2. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan Manajemen keselamatan Manajemen keselamatan
berhubungan keperawatan selama...x 24 lingkungan lingkungan
dengan Kejang. jam maka, Tingkat cedera a. Observasi a. Observasi
Faktor Resiko : menurun dengan kriteria  Identifikasi kebutuhan  Mengidentifikasi
Biologis hasil : keselamatan (mis. Kondisi kebutuhan
(misalnya, tingkat  Toleransi fisik, fungsi kognitif dan keselamatan (mis.
imunisasi aktivitas riwayat perilaku) Kondisi fisik, fungsi
komunitas, meningkat  Monitor perubahan status kognitif dan riwayat
mikroorganisme),  Nafsu makan keselamatan lingkungan perilaku)
Zat Kimia meningkat  Memonitor perubahan
(misalnya, racun,  Toleransi status keselamatan
polutan, obat, makan lingkungan
agens farmasi, meningkat b. Terapeutik b. Terapeutik
akohol, nikotin,  Kejadian/cedera  Hilangkan bahaya  Menghilangkan
pengawet, menurun keselamatan lingkungan bahaya keselamatan
kosmetik,  Luka/lecet (mis. Bahaya fisik, lingkungan, jika
pewarna). menurun biologis, kimiawi), jika memungkinkan
 Ketegangan memungkinkan  Memodifikasi
otot menurun  Modifikasi lingkungan lingkungan untuk
 Fraktur untuk meminimalkan meminimalkan resiko
menurun resiko  Menyediakan alat
 Perdarahan  Sediakan alat bantu bantu keamanan
menurun keamanan lingkungan lingkungan
 Ekspresi wajah (mis. Commode chair dan  Menggunakan
kesakitan pegagan tangan) perangkat pelindung
menurun  Gunakan perangkat  Menghubungi pihak
 Agitasi pelindung, (mis. berwenang sesuai
menurun Pengekangan fisik, rel masalah komunitas
 Iritabilitas samping, pintu terkunci,  Memfasilitasi relokasi
menurun pagar) ke lingkungan yang
 Gangguan  Hubungi pihak berwenang aman
mobilitas sesuai masalah komunitas  Melakukan program
menurun (mis. Puskesmas, polisi, skrining bahaya
 Gangguan damkar) lingkungan
kognitif  Fasilitasi relokasi ke
mrnurun lingkungan yang aman
 Tekanan darah  Lakukan program skrining
membaik bahaya lingkungan (mis.
 Frekuensi nadi timbal)
membaik c. Edukasi c. Edukasi

 Frekuensi nafas  Ajarkan individu,  Mengajarkan individu,


membaik keluarga dan kelompok keluarga dan kelompok

 Denyut jantung resiko tinggi bahaya resiko tinggi bahaya

apikal membaik lingkungan lingkungan

 Denyut jantung
radialis
membaik
 Pola
istirahat/tidur
membaik

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan Manajemen cairan


berhubungan keperawatan selama ...x 24 a. Observasi a. Observasi
dengan faktor jam maka, status nutrisi  Monitor status hidrasi  Untuk mengetahui
psikologis membaik dengan kriteria (mis. Frekuensi nadi, status hidrasi (mis.
(keengganan hasil : kekuatan nadi, akral, Frekuensi nadi,
untuk makan).  Porsi makanan CRT, kelembapan kekuatan nadi, akral,
Batasan yg dihabiskan mukosa, turgor kulit, CRT, kelembapan
Karaketristik:  Berat badan tekanan darah) mukosa, turgor kulit,
Berat badan 10% membaik  Monitor BB harian tekanan darah)
atau lebih di  Frekuensi  Monitor BB sebelum dan  Untuk mengetahui BB
bawah rentang makan sesudah dialisis harian
berat badan ideal, meningkat  Monitor hasil  Untuk mengetahui BB
Kurang minat  Bising usus pemeriksaan laboratorium sebelum dan sesudah
pada makanan, membaik (mis. Hematokrit, Na, Cl, dialisis
Membran mukosa  Nafsu makan K, berat jenis urine, BUN)  Untuk mengetahui
pucat,Penurunan meningkatt  Monitor status hasil pemeriksaan
berat badan  Membran hemodinamik (mis. MAP, laboratorium
dengan asupan mukosa CVP, PAP, PCWP) jika  Untuk mengetahui
makan. membaik ada status hemodinamik,
 Perasaan cepat jika ada
kenyang b. Terapeutik b. Terapeutik
menurun  Catat intake-output dan  Untuk mengetahui
 Nyeri abdomen hitung balance cairan intake-output dan
menurun selama 24 jam balance cairan selama
 Sariawan  Berikan asupan cairan 24 jam
menurun sesuai kebutuhan  Untuk memenuhi
 Berikan cairan IV jika asupan cairan sesuai
perlu kebutuhan

c. Kolaborasi c. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian  Untuk membantu
diuretik jika perlu membuang garam berlebih
dalam tubuh melalui urine
C. Daftar pustaka
1. http://eprints.umpo.ac.id/5321/3/BAB%202.pdf
2. https://www.klikdokter.com/penyakit/kejang-
demam
3. http://eprints.undip.ac.id/44900/3/Bab_2_New.p
df
4. http://eprints.ums.ac.id/16764/2/BAB_I.pdf
5. http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/135/jtptun
imus-gdl-avidbintar-6716-2-babii.pdf
6. http://eprints.ums.ac.id/16707/2/BAB_I.pdf
7. http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1011/5/BAB
%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai