Anda di halaman 1dari 103

PENGKAJIAN KEGAWAT

DARURATAN PADA
KASUS TRAUMA

Rita Fitri Yulita, S.Kep.,Ners.,M.Kep


Trauma Yang Berhubungan Dengan
Organ Sistem Pernapasan (Breath)
Trauma Dada
• 25 % pasien trauma dada → kematian
• 2/3 pasien trauma dada → akan hidup bila segera di
bawa ke RS
•15 % pasien trauma dada → memerlukan tindakan
operasi

Trauma dada dapat mengakibatkan :


• HIPOMA
• HYPOVOLEMIA
• VENTILASI/PERFUSI
12 keadadaan yang dapat menyebabkan
mengancam nyawa → “deadly dozen”

 PRIMARY SURVEY :  SECONDARY SURVEY :


1. Obstruksi jalan 1. Myocardial contusio
napas 2. Robekan aorta
2. Pneumothorak 3. Cidera tracheal dan
terbuka bronkus
3. Flail chest 4. Robekan pada
4. Tension diafragma
pneumothorak 5. Cidera pada
5. Massive hemothorak esophagus
6. Cardiac tamponade 6. Contusio paru
OPEN PNEUMOTHORAK
OBSTRUKSI JALAN NAPAS • Luka tembus rongga dada
• Karena benda asing • Sucking Chest Wound pada
• Lidah jatuh ke belakang luka
• Aspirasi
• Bekuan darah
• Pastikan Airway baik
• Berikan oksigen dengan high
ABC → definitif (intubasi) flow
• Tutup luka dengan kassa 3
sisi / dengan asherman
chestseal
• Monitor SPO2
• Segera Evakuasi
FLAIL CHEST + KONTUSIO PARU
• 3 / > tulang rusuk berdekatan patah
(anterior dan lateral)
• Palpasi bunyi krepitasi
• Flail segmen besar menimbulkan
distress pernapasan → hipoksia

• Pastikan Airway baik


• Berikan oksigen dengan high flow
oksigen
• Fiksasi tempat yang patah dengan
balut tekan manual plesterkan ke dada
pasien
• Evakuasi
• Pasang infus dan beri bolus cairan
untuk mencegah syok
• Monitor SPO2
TENSION PNEUMOTHORAK
• Dyspneu
• Distensi vena jugularis
• Auskultasi menurun
• Perkusi hipersonor
• Inspeksi dada tidak
mengembang
• Trachea dan mediastinum
terdorong
• Hipotensi dan syok
• Penurunan kesadaran

• Pastikan Airway baik


• Berikan oksigen high flow
• Needle thorakosintesis pada
ICS 2 mid klavikula
• WSD
MASSIVE HEMOTHORAX
• Perdadarahan dalam rongga
thorak > 1500 cc/ 200cc/jam
• Syok, anemis
• Inspeksi tidak simetris
• Auskultasi penurunan / tidak
terdengar
• Perkusi redup/dullnes

• Chest tube
• Jika masiv : Thorakotomi
Trauma Yang Berhubungan Dengan
Organ Sirkulasi Darah (Blood)
CARDIAC TAMPONADE
• Hipotensi → syok
• Distensi vena jugularis
• Auskultasi jantung sangat
kecil

• ABC
• EKG → PEA (Pulse
Elektrical Aktiviti)
• Perikardiosintesis
• Tindakan pembedahan
TRAUMATIC Aortic Rupture MYOCARDIAL CONTUSIO
• Terjadi syok • Sobeknya otot penyangga
• Penurunan kesadaran jantung dan katup jantung
• Distress pernapasan • Nyeri dada
• Perfusi kapiler jelek • Krepitasi pada tulang rusuk
• Gerakan dada abnormal ketika
bernapas
• ABC • Palpasi lunak pada area dada
• Intubasi
• Pembedahan
• ABC
• Pembedahan
Trauma Yang Berhubungan Dengan
Kepala dan Otak (Brain)
TRAUMA KEPALA

 Kasus Trauma kepala merupakan keadaan yang


serius → kasus terbanyak yang dapat
menyebabkan kematian dan kecacatan
 40 % trauma pada kepala dapat mengenai
central nevous system (susunan syaraf pusat)
 10 % dari penderita meninggal sebelum ke
rumah sakit
 Trauma kepala : trauma yang mengenai kulit kepala,
tengkorak, dan otak yang disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tembus.
 Etiologi

 Kecelakaan
 Jatuh
 Terkena Pukulan
 Benturan
 Tertusuk
 Peluru
KLASIFIKASI BERDASARKAN PATOFISIOLOGI
 Komosio Serebri :
Tidak ada jaringan otak yang rusak tp hanya kehilangan
fungsi otak sesaat. (pingsan < 10 mnt) atau amnesia
pasca cedera kepala.
 Kontusio Serebri :
Kerusakan jar. Otak + pingsan > 10 mnt atau terdapat lesi
neurologik yg jelas.
 Laserasi Serebri :
kerusakan otak yg luas + robekan duramater + fraktur tl.
Tengkorak terbuka.
BERDASARKAN GCS :
 GCS 13-15 : Cedera Kepala Ringan
 GCS 9-12 : Cedera Kepala Sedang
 GCS 3-8 : Cedera Kepala Berat
TANDA DAN GEJALA

 Gangguan  Disfungsi sensory


Kesadaran
 Abnormalitas  Kejang
Pupil
 Defisit  Sakit kepala
Neurologi
 Perubahan  Vertigo
TTV
 Gangguan  Gangguan pergerakan
Penglihatan
 Gangguan Pendengaran
PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN

 Epidural Hematom : Terdapat pengumpulan darah


diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah

 Subdural Hematoma : Terkumpulnya darah antara


duramater dan jaringan otak

 Perdarahan Intraserebral : Perdarahan di jaringan otak


karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.

 Perdarahan Subarachnoid : Robeknya pembuluh darah


dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera
kepala yang hebat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 CT Scan mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak
 Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan,
trauma.
 X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan/edema.
 Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenasi) jika peningkatan TIK
 Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan TIK
PERTOLONGAN PERTAMA

Tindakan Umum
Periksa segera (A,B,C,D,E)
Airway : bebaskan jalan nafas
Breathing : suara/pergerakan dinding dada/frekuensi
pernapasan/oksigenasi
Cirkulasi : denyut jantung, tekanan darah, perfusi, atasi
sumber perdarahan
Disability : GCS, status neurologi
Exposure : lihat trauma yang lain, cegah hipotermia
Kriteria Tidak Perlu MRS

 Orientasi baik
 Tidak ada gejala fokal neurologis
 Tidak muntah-muntah
 Tidak sakit kepala
 Tidak ada fraktur tulang kepala
 Ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah
 Tempat tinggal dalam rumah
 Diberikan lembar penjelasan dan pengawasan
Lembar Penjelasan dan Pengawasan

 Harus segera ke RS bila :


 Dibangunkan tiap 1-2 jam sekali → mengantuk terus (tidak
mau bangun/ tidak sadar)
 Muntah-muntah terus
 Kejang

 Ada kelumpuhan / kelemahan anggota gerak


 Sakit kepala berat
 Bingung/ gelisah → prilaku yang tidak biasa
 Jalan sempoyongan
Kriteria Harus MRS

 Gangguan kesadaran, GCS < 15


 Ada gejala fokal neurologis (anisokor, hemiparese, kejang)
 Nyeri kepala atau muntah-muntah menetap
 Fraktur tulang kepala
 Fraktur basis kranii
 Luka tusuk atau tembak
 Tidak ada yang mengawasi di rumah
 Tempat tinggal di luar kota
 Disertai mabuk atau epilepsi
MEDIKAMENTOSA PADA TRAUMA
KEPALA

Cairan intravena :
 Baik diberikan cairan RL
 Tidak di anjurkan cairan glukosa menyebakan hiperglikemia
 Kadar natrium harus di perhatikan karena apabila hiponatremia
dapat mengakibatkan odema otak

Hiperventilasi :
 Hiperventilasi yang lama akan menurunkan perfusi otak →
PCO2 < 25 mmHg hiperventilasi harus dicegah
Manitol
 Untuk menurunkan TIK
 Dosis 1 gr/kgBB
 Untuk penderita hipotensi tdk boleh diberikan karena akan
memperberat hipovolemi
Furosemid
 Diberikan bersamaan dengan monitol
 Akan meningkatkan diuresis
 Dosis 0,3-0,5 mg/kgBB IV
Antikovulsan
 Dianjurkan hanya untuk minggu pertama terjadi kejang
Trauma Yang Berhubungan Dengan
Organ Traktus Digestif (Bowel)
TRAUMA ABDOMEN
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah
abdomen yang meliputi :
• Daerah retroperitoneal :
 Atas : diafragma, hepar, lien, gaster & colon
transversum
 Bawah : usus halus, colon ascendens, colon
descendens, colon sigmoid, organ reproduksi
• Pelvis : rectum, vesica urinaria, vena illiaca
• Organ peritroneal : aorta abdominal, vena cavainferior,
duodenum, pankreas, ginjal, uretra
Tipe Trauma Abdomen

 Trauma Tajam
 Luka tusuk atau luka tembak (kecepatan rendah) →
laserasi→ kerusakan jaringan
 Luka tembak kecepatan tinggi → kerusakan organ viscera
 Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus
halus(30%), diafragma (20%), dan colon (15%).
 Luka tembak tersering mengenai usus halus (50%),
colon(40%), hepar (30%), dan pembuluh darah
abdominal (25%)
 Trauma Tumpul

 Trauma di daerah abdomen yang tidak


menyebabkan perlukaan kulit / jaringan tetapi
dapat menyebabkan perdarahan akibat trauma
 Organ berisiko cedera :
 Hepar 40 -55 %
 Limpa 35 % - 45 %
Tanda dan Gejala Trauma

Pecahnya organ solid (tidak berongga)


 Hepar atau lien yang pecah → perdarahan
 Penderita tampak pucat
 Perdarahan >> gejala syok hemoragik
 Nyeri abdomen, ringan → berat
 Auskultasi bising usus menurun
 Nyeri tekan, terkadang nyeri lepas dan defans muskular
(kekakua notot)
Pecahnya organ berlumen (berongga)
 Pecahnya gaster, usus halus atau kolon
 Peritonitis

 Keluhan nyeri seluruh abdomen


 Bising usus menurun
 Palpasi ada defans muskular, nyeri tekan dan
nyeri lepas
 Pada perkusi di dapati nyeri
Penatalaksanaan Trauma Abdomen

 Primary Survey (ABCDE)


 Bila penurunan kesadaran dan syok → berikan oksigen high
flow, bila memburuk → intubasi, pasang infus 2 line dgn
cairan kristaloid guyur
 Bila ada perdarahan eksternal → hentikan perdarahan
dengan balut tekan
 Bila ada organ yang keluar jangan dimasukan → tutup
dengan kassa yang sudah di basahi Nacl 0,9% pertahankan
kelembaban dan tutupi dengan mangkuk agar tidak terurai
 Bila benda masih tertancap dilakukan fiksasi dan stabilisasi
dengan menggunakan balut cincin dan balut tekan
sekitar benda yang tertancap → jangan di cabut
 Periksa secondary survey → PEMFIS

INSPEKSI
• Umumnya pasien diperiksa tanpa pakaian
• Periksa adanya memar (ekimosis)
 Ekimosis umbilikal → perdarahan peritonial.
 Ekimosis panggul → perdarahan organ retroperitoneal
 Ekimosis perineum, scrotum atau labia → fraktur pelvis
• Periksa adanya laserasi, liang tusukan, benda asing yang
menancap atau bagian usus yang keluar
• Harus dilakukan log-roll agar pemeriksaan lengkap
AUSKULTASI
• Dengarkan bising usus di semua kuadran
• Apabila bising usus menurun atau hilang →
kemungkinan perdarahan / perforasi pada organ
abdomen

PERKUSI
• Nada timpani akibat dilatasi lambung akut di
kuadran kiri atas
• Bunyi redup → hemoperitoneum
PALPASI
 Nyeri pada kuadran kiri atas menyebar ke arah bahu →
trauma limpa / diafragma.
 Nyeri abdomen berat, tegang dan spasme otot (defans
muskular) → indikasi proses inflamasi (peritonitis).
 Nyeri lepas → peritonitis (terjadi akibat kontaminasi isi
usus)
 Tekan dengan hati-hati ada tidak krepitasi pada pelvis.
 Pasang NGT untuk diagnosa ada perdarahan
lambung ataupun untuk dekompresi lambung
 Bila tidak ada trauma pelvis dan area kandung
kemih → pasang urine kateter untuk monitor intake-output
 Evakuasi → tindakan pembedahan (Laparatomi)
Trauma Yang Berhubungan Dengan
Organ Urogenital (Blader)
Trauma Urogenital

 Trauma Ginjal
 Trauma Ureter
 Trauma Buli-buli
 Ruptura Uretra
TRAUMA GINJAL

Terjadi karena :
 Langsung kena benturan
 Cedera deselerasi
 10% trauma abdomen mengenai ginjal
 Karena trauma tumpul, trauma tajam maupun
luka tembak
 Guncangan pada ginjal dapat menyebabkan
robeknya capsul ginjal bahkan parenchym
Derajat trauma ginjal
 Derajat I : Kontusio ginjal/hematom
 Derajat II : Laserasi ginjal pada cortex
 Derajat III : Laserasi sampai medulla
 Derajat IV : sampai mengenai calixes
 Derajat V : avulsi pedikel ginjal sampai terbelah
Tanda dan Gejala
 Ada riwayat trauma didaerah pinggang
 Ada hematuria
 Fractur costa VIII – XII
 Trauma tembus abdomen sampai pinggang
 Jatuh dari ketinggian
 Multiple trauma
Pemeriksaan Diagnostik
 USG
 FPA (foto polos abdomen)
 CT SCAN

Penatalaksanaan
 Primary Survey
 Secondari survey
 Konservatif :
 Resusitasi napas
 Observasi  Tanda vital
 Observasi massa di pinggang
 Periksa Hemoglobin, urine lebih pekat merupakan
tanda-tanda perdarahan hebat, kebocoran urin →
segera eksplorasi drainase urine, segera hentikan
perdarahan.
 Operatif
 Tindakan bedah dilakukan jika ada perdarahan dengan
syok yang tidak dapat diatasi atau syok berulang.
 Selanjutnya diperlukan debridement, reparasi ginjal
(renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak
jarang harus dilakukan nefroktomi parsial bahkan total
karena kerusakan ginjal yang berat.
TRAUMA URETER

 Biasanya akibat operasi ginekologi

Tanda dan Gejala :


 Nyeri pinggang
 Biasanya anuria

Pemeriksaan Diagnostik :
 Tes fungsi ginjal menjadi abnormal bila traumanya bilateral
 Urografi ekskresi memperlihatkan obstruksi parsial atau
lengkap
 Urografi retgrorad menentukan sifat dan letak trauma
 Penatalaksanaan

 Primary Survey
 Secondari survey
 Pasang kateter → apabila ada fraktur pelvis
tidak boleh di pasang kateter → Pasang Blast
fungsi (2 jari di atas simpisis pubis → keluar
urin / cairan)
 Persiapan operasi
Blast Fungsi
TRAUMA BULI-BULI

Terjadi Akibat :
 Trauma tumpul
 Luka tusuk
 Luka tembak
 Spoeling buli yang salah
 Endourologi

 Operasi
Tanda dan Gejala :
Nyeri supra pubik
Bisa hematom
Hematuria

Anuria / oliguria

Pemeriksaan Diagnostik :
Sistosgram dan sistoskopi: pemeriksaan bagian dalam kandung
kemih dan uretra (saluran penghubung kandung kemih)
menggunakan sebuah tabung tipis fleksibel berlensa yang
disebut sistoskop
 Penatalaksanaan :
 Primary Survey
 Secondari survey
 Pasang kateter → apabila ada fraktur pelvis
tidak boleh di pasang kateter → Pasang Blast
fungsi (2 jari di atas simpisis pubis → keluar
urin / cairan)
 Operasi
RUPTUR URETRA

Terjadi Akibat :
 Ruptur uretra posterior → karena fraktur pelvis
 Ruptur uretra anterior → karena straddle injury
Tanda dan Gejala :
 Retensio urine
 Meatal bleding
 Hematoma perineal / suprapubik
 Nyeri di perineum
Pemeriksaan Diagnostik :
Foto Uretragram retrograd : pencitraan
dengan menggunakan foto Rontgen untuk
melihat kondisi cedera pada uretra
Penatalaksanaan :

 Primary Survey
 Secondari survey
 Sistostomi
 Operasi
Sistostomi
Trauma Yang Berhubungan Dengan Tulang
dan Jaringan Penyangganya (Bone)
Pendahuluan

 Sistem muskuloskeletal (otot rangka) memungkinkan manusia untuk


berdiri tegak dan bergerak selain melindungi alat-alat vital dalam
tubuh
 Secara umum cidera muskuloskeletal dapat berupa :
 Fraktur
 Dislokasi
 Strain
 Sprain
 Memar jaringan lunak
Tipe Cedera
 Terbuka → Terjadi kerusakan kulit dan disertai perdarahan.
 Tertutup → Tdk terjadi kerusakan kulit tetapi kemungkinan
adanya perdarahan di dalam bisa terjadi

PERHATIKAN CEDERA PENYERTA


 Cedera saraf
 Cedera arteri
 Cerera vena
 Cedera jaringan lunak
Tindakan Yang Harus Diperhatikan Pada
Trauma Muskuloskeletal : 4R

R – Recognition
R – Reduction (reposisi)
R – Retaining (Immobilisasi)
R - Rehabilitation
Fraktur

 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya


kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa (trauma)

Etiologi

 Kekerasan langsung
 Kekerasan tidak langsung
 Kekerasan akibat tarikan otot
Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Klinis

Fraktur tertutup

Dimana ujung tulang yang patah masih berada di dalam kulit


Fraktur terbuka

Dimana kulit di permukaan daerah yang patah terluka.


 Pada kasus berat bagian tulang patah terlihat dari luar
 Patah tulang terbuka merupakan kasus gawat darurat
Derajat kerusakan tergantung dari trauma, kerusakan jaringan lunak dan

tulang
Fraktur Luka Terbuka

 Fraktur terbuka memiliki resiko terjadinya kontaminasi


dapat menyebabkan infeksi yang mengganggu penyembuhan
tulang dan kadang terjadi komplikasi sepsis
 Pada patah tulang terbuka prinsip pengobatan yang harus
diperhatikan tergantung derajat luka (Gustilo)
Derajat Luka Pada Fraktur Terbuka

 Gusfilo membagi derajat luka pada patah tulang :


 Derajat I : luka kecil dengan ukuran kurang 1 cm, relatif
bersih tanpa kerusakan jaringan yang berarti
 Derajat II : luka dengan ukuran lebih besar dari 1 cm,
tanpa kerusakan jaringan, fraktur avulsi dengan derajat
kemerahan yang sederhana umumnya fraktur terjadi
simple, transverse, atau oblique
 Derajat III : Patah tulang dengan kerusakan jaringan
lunak yang luas seperti kulit, otot, dan gangguan
neurovaskular. Sering diakibatkan oleh trauma tumpul
yang hebat disertai cedera akibat kecepatan tinggi
77
Manifestasi Klinis

 Terdapat trauma atau jejas


 Nyeri di tempat yang patah, baik nyeri tekan maupun nyeri
sumbu disertai gangguan fungsi (function laesia)
 Bengkak (edema) 

 Echimosis (memar) 

 Deformitas
 Kripitasi, terjadi karena pergesekan antara bagian ujung tulang
yang patah
 Pergerakan abnormal, terjadi karena terputusnya kontinuitas
tulang atau akibat gangguan neurovaskular
 Ujung tulang terlihat keluar dari luka (pada patah tulang
terbuka), ujung tulang yang patah dapat keluar menembus
kulit disertai perdarahan yang banyak
Pengkajian

 Pengkajian primer :
 CABDE
 Menghentikan perdarahan
 fraktur femur perdarahan kelas III (kehilangan 30-40%
darah)
 Segera resusitasi cairan
 Hentikan perdarahan
 Imobilisasi fraktur, traksi sementara, pembidaian
 Pengkajian sekunder
 Riwayat trauma. Biomekanik trauma
 Pemeriksaan fisik head to toe :
CARA MELAKUKAN
 Look / inspeksi
 Feel / palpasi
 Power / kekuatan otot
 Move / gerakan
Inspeksi (Look) :
 Raut muka pasien, cara berjalan/duduk/tidur
 Lihat kulit, jaringan lunak, tulang dan sendi

Palpasi (Feel) :
 Suhu kulit panas atau dingin, denyutan arteri
teraba/tidak, adakah spasme otot
 Nyeri tekan

Kekuatan otot (Power) :


 Grade 0,1,2,3,4,5 (Lumpuh s/d normal)

Pergerakan (Move) :
 ROM (Range of Movement)
 Pergerakan sendi : abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi dll
Penatalaksanaan

 Hentikan perdarahan
 Pemasangan IVFD bila ada tanda perdarahan
 Immobilisasi spalk, prinsip spalk meliputi 2 sendi
 Manajemen nyeri analgetika
 Rontgen : pada daerah yang dicurigai fraktur
Penatalaksanaan Fraktur Tertutup dengan
Gangguan Neurovaskular

 Patah tulang panjang → perdarahan yang cukup


banyak → tekanan pada “compartement otot”
dan menunjukkan gejala “compartement
syndrome” → kematian jaringan distal hingga
perlu di amputasi
Compartment Syndrome

 Terjadi peningkatan tekanan jaringan dalam rongga


yang terbatas yang akan memperburuk peredaran
darah dan fungsi jaringan
 Gejala :
 Perubahan warna (sianosis/pucat)
 Parastesia/kebas
 Nyeri
 Pembengkakan
5 P tanda lanjut dari Compartement
syndrome:
 Paint : Nyeri yang hebat
 Paloor : Pucat
 Pulselessness : nadi mulai menghilang
 Parastesia : kesemutan
 Paralisis : kelemahan
Sindrom kompartemen
Pendarahan
Trauma yang sulit
berhenti

Penimbunan darah
dan akhirnya
membeku

Penekanan
pada jaringan
Nekrosis
normal otot
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

 Derajat I dan II : ORIF (Open Reduktion and Fixation)


 Derajat III :
 III A : setelah dilakukan debridement, kulit dapat ditutup secara adekuat
 III B : bila terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas / kehilangan
jaringan lunak → “skin graft atau biodressing”
 III C : patah tulang terbuka disertai cedera arteri harus diperbaiki
tanpa melihat luasnya kerusakan jaringan → kegagalan sirkulasi
arteri, terutama bila kerusakan tidak diperbaiki segera (4-6 jam
setelah kejadian) → dilakukan amputasi
SPRAIN

 Cedera ligamen akibat tarikan dan peregangan berlebihan


→ robek atau terputusnya jaringan ikat di sekitar sendi
 Tanda dan gejala :
 Tidak berfungsinya bagian tubuh
 Pembengkakan, nyeri
 Keterbatasan gerak dalam 2-3 jam
 Rongent → untuk mengetahui kemungkinan fraktur
TINDAKAN :
 Tindakan awal dengan RICE
 Rest : Istirahatkan bagian yang cedera
 Ice : Kompres es (15-20 menit)
 Compression : Bebat dengan verban elastis.
 Elevation : Tinggikan bagian yang cedera
 Kolaborasi dalam pemberian analgetik
STRAIN

 Pereganganan pada otot dan tendon yang berlebihan


 Tanda dan gejala :
 Nyeri yang sangat berat
 Pembengkakan
 Ekimosis sesudah beberapa hari
 Rongent → ada atau tidaknya fraktur
TINDAKAN :
 Tindakan awal dengan RICE
 Pembedahan → jika rupture jaringan
 Penyembuhan : 4-6 minggu → aktifitas ringan
DISLOKASI

 Suatu keadaan dimana terjadi perubahan dari letak


permukaan tulang satu terhadap lainnya yang
membentuk persendian
 Bila terjadi pada sendi besar dpt menjadi darurat →
jepitan neurovaskuler dapat menyebabkan nekrotik
yang berakhir amputasi
 Penting untuk menilai PMS (pulse, motorik, sensori)
 Tanda dan Gejala Dislokasi
 Korban sangat kesakitan
 Sendi tidak bisa bergerak
 Perubahan bentuk sendi
 Lemah pada sendi, pada awalnya hilang rasa
sakit / baal
 Segera terjadi perubahan warna dan bengkak
pada sendi
Tindakan :
 Reposisi segera → neurovaskular nekrosis menyebabkab nyeri sendi
dan kekakuan sendi
 Setelah 5-20 menit → fase shock lokal karena terjadi relaksasi otot sekitar
sendi dan terjadi rasa baal (hyperstesia) → reposisi tanpa anesthesi
 lebih dari fase tersebut → reposisi harus menggunakan pembiusan
untuk merelaksasi otot agar dapat dilakukan reposisi dan sendi kembali ke
semula
 Bila reposisi tidak dilakukan → “ Button hole rupture” dari kapsul sendi
yang dapat menggangu sirkulasi → reposisi terbuka
 Rongent → ada atau tidaknya fraktur
 Imobilisasi dengan bantalan lunak → 2 - 3 minggu pada cedera
MEMAR JARINGAN

 Disebabkanterjatuh, terpental, tertendang atau


terpukul pada anggota gerak → terjadi
perdarahan di jaringan bagian dalam
mengakibatkan memar pada jaringan dan kulit

 Tanda :
 Rasa sakit
 Bengkak
 Tanda memar/ kebiruan
 Lemah
Penatalaksanaan :
R (rest)
I (Ice Pack) : selama 20 menit di ulang tiap 2
jam pd hari pertama → pada hari selanjutnya
setiap 4 jam apabila bengkak dan memar masih
ada
C (Compression)
E (Elevation)
SELESAI

SELAMAT BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai