KEJANG DEMAM
Keperawatan ANAK
4116111
BANDUNG
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi
tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-
anak yang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan kepada anak-anak yang
cenderung mengalami kejang demam, saat mereka menderita demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui
mulut maupun melalui rektal). Untuk mengatasi demam bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Aspirin
sebaiknya tidak digunakan untuk mengobati demam pada anak-anak karena resiko terjadinya sindrom reye. Kejang
merupakan hal paling dicemaskan oleh orang tua meski tidak membahayakan dan pada umumnya tidak
berdampak buruk pada tumbuh dan berkembangnya anak nantinya. (Mansjoer,Arif,2000)
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah tebukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38oC)
yang disebabkan oleh sutu proses ekstranium (diluar rongga kepala). (Febrile Seizures,1980)
Kejang merupakan mal fungsi pada system listrik otak. Kejang merupakan disfungsi neurologic yang paling
sering terlihat pada anak-anak dan dapat terjadi dengan berbagai keadaan yang melibatkan SSP (Sistem Saraf
Pusat). Manifestasi kejang di tentukan oleh lokasi asal gangguan dan dapat meliputi keadaan tidak sadar atau
perubahan kesadaran. Misalnya gerakan infolunter dan perubahan dalam persepsi dan juga perubahan postur
tubuh. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi
dari ion K&Na melalui membran inti, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup
besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi
kejang. Kejang disebabkan oleh pelepasan hantaran listrik yang abnormal di otak. Gejala-gejala yang timbul dapat
bermacam-macam tergantung pada bagian otak yang terpengaruh, tetapi umumnya kejang berkaitan dengan
suatu sensai aneh, kekakuan otot yang tidak terkendali dan hilangnya kesadaran. (Mansjoer,2000)
Kejang dapat terjadi akibat adanya kelainan medis. Rendahnya kadar gula darah, infeksi, cedera kepala,
keracunan, atau overdosis obat-obatan dapat menybabkan kejang dan juga terdapat faktor riwayat kejang demam
pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonates, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrum rendah. Setelah kejang demam pertama. Resiko rekurensi meningkat dengan
usia dini, cepatnya anak mendapatkan kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsy. (Mansjoer,2000)
Kejang demam terjadi dalam waktu singkat, umumnya pada rentang waktu dibawah 15 menit. Diatas
rentang waktu 15 menit, serangan tersebut perlu diwaspadai, karena tergolong serangan kompleks yang bisa
terjadi lebih dari 1 kali dalam kurun waktu 24 jam. Kejang terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan
(demam) yang tinggi dan cepat hingga mencapai suhu luar tubuh 38oC atau lebih. Wujud kejang dapat berupa
(bola) mata ke atas disertai kekakuan atau kelemahan. Atau, terjadi gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan pada anggota gerak. Anak tidak responsif untuk bebrpa waktu, napas akan terganggu dan kulit akan
tampak lebih gelap. Untuk kasus kejang demam kompleks, biasanya penderita memiliki kelainan neurologis dan
atau memiliki riwayat kejang bahkan epilepsi dalam keluarganya penderita biasanya akan tidur pulas atau nyenyak
setelah mengalami kejang demam. (Mansjoer,2000)
Di Sulawesi Selatan, pada anak yang berumur 0 bulan sampai 5 tahun terdapat 50% yang terkena kejang
demam. Hasil yang diperoleh didapat demam dengan suhu >37,8oC mempunyai resiko kejadian kejang demam
sebesar 42,3 kali, umur <24 bulan mempunyai resiko kejadian kejang demam sebesar 4,32 kali, riwayat keluarga
mempunyai resiko kejadian kejang demam sebesar 7,04 kali, Trauma persalinan mempunyai resiko kejadian kejang
demam 3,88, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyi resiko kejadian kejang demam sebesar 0,13 kali.
Kesimpulan didapatkan bahwa faktor demam, umur, riwayat keluarga, trauma persalinan, BBLR, mempunyai resiko
kejadian kejang demam. (Rahma, 2008)
Secepatnya menurunkan panas badan adalah hal utama menghindari kejang. Longgarkan pakaian yang
ketat atau berbahan dasar dengan sifat memerangkap panas. Gunakan kompres air hangat dan perbanyak minum
air putih untuk merangsang turunnya panas badan penderita, hindari penggunaan air dingin dan kompres alkohol.
Obat penurunan panas dapat puka digunakan bila dibutuhkan. Hindari penggunaan kopi sebagai anti kejang,
gunakan obat pencegah kejang yang diberikan lewat bubur jika penderita tidak dapat mengkonsumsi obat. Bila
terjadi kejang, jangan menahan gerakan-gerakan anak seperti memegani tangan atau kakinya. Segera miringkan
anak apabila kejang telah berhenti. (Fatimah,2004)
Keadaan ini tidak edentik dengan epilepsi, dimana serangan kejang terjadi berulang-ulang tanpa demam.
Ada sekitar 15% kasus epilepsi yang didahului dengan gejala kejang demam. Namun, kurang dari 5% anak kejang
demam berkembang menjadi epilepsi. Tetap monitor suhu tubuh penderita selama 16 hingga 24 jam sejak awal
serangan. Karena kemungkinan serangan ulang masih mengintainya. Yang paling penting tetap tenang dan tidak
panik saat menghadapi gejala dan serangan kejang demam yang terjadi pada pendeita. Kejang demam yang yang
banyak dialami anak balita yang memiliki sifat bawaan mudah mendapatkan gangguan kesehatan tersebut. Tidak
seperti epilepsi, kejang demam pada umumnya demam tinggi. (Fatimah,2004)
Namun bila serangan itu berlanjut lebih dari lima menit, segeralah mencari bantuan dokter. Orang tua
disarankan tetap waspada terhadap kemungkinan serangan kejang demam. Kalau serangan datang, orang tua
hendaknya tetap tenang. Menulis dan mengatakan untuk tetap tenang memang tidak semudah melakukannya saat
kita berhadapan dengan penderita, apalagi bila penderita adalah buah hati tercinta. Kejang umumnya berhenti
sendiri begitu kejang berhenti, anak tidak akan memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpda kelainan saraf. Ketika seorang perawat yang dihadapkan
dengan kilien yang berbeda budaya, maka perawat profesional tetap memberikan asuhan keperawatan yang
tinggi, demi terpenuhinya kebutuhan dasar klien tersebut. (Fatimah,2004)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 oc)
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu
kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
B. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi :
a. Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada anakmya.
b. Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami
2. Faktor presipitasi
a. Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media
b. Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu homeostatis kimiawi
neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia,
c. Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi
dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah
menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dengan mudah dapat
dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion
didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra
selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %.
Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi
difusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran
sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang.
Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa tetapi
kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi
untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
D. Gejala klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media
akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,berlangsung singkat
1. Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi
matang
2. Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan
neurologis
3. Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit)
4. Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme
5. Kematian
F. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Elektrolit
b. Glukosa
c. Ureum / kreatinin
Meningkat (ureum normal 10 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL)
e. Lumbal punksi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat
mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
1) Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi
c) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
2. EEG (electroencephalography)
EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan
adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan
pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan
3. CT Scan
Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya
4. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intrakranial
b. Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem
ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri,
hidrosefalus araknoiditis
c. Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan atau peregangan.
G. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran,
tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan
pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila
kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi
jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg
(BB10 kg) atau 10 mg(BB10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1
mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang
berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara
intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.
Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa
dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi
pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh
demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati
infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam
otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif
3. Pengobatan rumat
a. Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau
pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat
untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam
dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk
anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam
b. Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada
1) Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau perkembangannya.
2) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
5. Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan
6. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2\
I. PERENCANAAN KEPERAWATAN
HYD: suhu normal 36oC 37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari
Intervensi:
R/ hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun
secara sistematik
b. Observasi TTV
R/ pada klien hipertermi terjadi kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal ni disebabkan karana
R/ daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga proses vasodilatasi
pembuluh darah lebih cepat sehinggga pergerakan-pergerakan molekul cepat sehinga evaporasi meningkat
dengan cepat
R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di dalam tubuh
Intevensi
a. Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit)
R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi kejang
(lidah tergigit)
R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan
Intervensi:
Intervensi:
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan terentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi
jaringan otak
R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal
b. Observasi TTV
c. Pertahankan leher atau kepala pada posisi tengah kemudian sokong dengan handuk kecil atau bantal kecil
R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jungularis dan menghambat aliran darah vena yang
R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif
R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat otak tengah atau batang otak yang sangat
R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien.
Intervensi :
R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik dalam proses keperawatan.
b. Beri sopport pada keluargaa bahwa klien akan sembuh kalau rutin dalam perawatan dan pengobatan
R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan mengkonsummsi obat dapat mempercepat proses
penyembuhan.
c. Berikan kesempatan mengungkapakan perasaannya (apa yang dirasakan orang tua saat itu)
R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek emosional secara efektif dan cepat.
d. Beri informasi tentang cara mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di tempat yang datar, kepalanya
dimiringkan dan pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain bersih.
e. Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua
2.2.4. Manifestasi Klinis
Umunya kejang demam berlangsung singkat,berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral.
Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekauan
fokal. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15
menit. Seringfkali kejang berhenti sensiri setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defidit neirologis.
Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (Hemiparesisi Toddd) yang berlangsung bebebrapa jam sampai
bebebrapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
2.2.6. Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu (1) pengobatan fase akut; (2) mencari dan mengobati penyebab; dan (3)
pengobatan profilaksis terhadap berulang kejang demam
1. Pengobatan fase akut.Sering kali kejang berhenti sendiri pad waktu kejang pasien di miringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar orgenasi terjamin.Perhatikan keadaan vital
seperti kesadarantekanan darah,suhu,pernafasan dan fungsi jantung suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian anti piretik.Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,hentikan penyuntikan,
tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila dizepam tidak tersedia atau pemberianya sulit
gunakan diazepam intraktel 5 mg (BB<10kg) atau 10 mg (BB>10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang lagi
lima menit kemudian. Bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena
pelahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenition harus dilakukan pembilasan dengan NaCI fisiologis
karena fenition bersifat basa dan meyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan iazepam lanjutkan dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan umur
1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk dua
hari pertama dengan dosis 8-10 mg/khBB/hari dibagi 2 dosis.Selama keadaan belum membaik obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral.Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek
samping adalah hipotensi penuruanan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin
lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari,12-24 jam setelah dosis awal
2. Mencari dan menobati penyeba. Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk meyingkirkan
kemungkinan meningitis terutama pada pada pasien kejang demam yang pertama. Walapun demikian kebanyakan
dokter melakukan fungsi lubal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis misalnya bila ada gejala
meningitis atau bile kejang demam berlangsung lama
3. Pengobatan profilaksis. Ada dua cara profilaksis, yaitu(1) profilaksis intermiten saat demam dan (2)
profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis intermiten di berikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3
dosis saat pasien demam diazepam dapat dpat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB,10
kg) dan 10 mg (BB>10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 derajat C efek samping diazepam adalah
ataksia,mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus tiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/khBb/hari dibagi dlam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adlah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.Antikonvulsan profilaksis terus menerus
diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 tahun. Profilaksis terus-
menerus dapat dipertimbangkan bila ada dua kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan(misalnya
serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit,fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam
datu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksi
intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazipam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.
BAB III
Asuhan Keperawatan pada An K Dengan Kejang Demam
I. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : An.K
Umur : 11 Bulan
Jenis Kelami : Laki laki
Pendidikan Terakhir : Belum Sekolah
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Sunda / Indonesia
Alamat : Kp Cigadog Rt.03/01 Simpenan
Tanggal Masuk RS : 09 -11 - 2016
Tanggal Pengkajian : 10 11- 2016
No. Register : 257466
Diagnosa Medis : Demem Kenjang
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn Y
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan Terakhir : SLTA
Pekerjaan : kary Swasta
Agama : Islam
Alamat : Kp Cigadog Rt.03/01 Simpenan
Hub dengan Klien : Ayah Klien
Pasien datang dengan keluhan kejang demam dan badannya panas. Ke Rumah Sakit Umum daerah
Palabuan ratu pada tanggal 10 Nov 2016 jam 10.58 WITA. Sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit klien
badanya panas dan kejang. Klien di diagnosa medis Demam Kejang pada tanggal 10 Nov 2016.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak pernah di rawat di Rumah Sakit sebelumnya. Klien pernah
demam tapi tidak seperti sekarang yang di alami klien klien tidak menderita penyakit menular maupun
keturunan.
Compost Mentis ( sadar sepenuhnya ) dan sebelum terpasang infus. Pengukuran tanda-tanda vital, pada tanggal 10
Nov 2016
Pukul 09.00 pagi :
BB : 8,5 kg
N : 100 x /menit
R : 28 x /menit
T : 39,5oc
b) Kulit
Inpeksi : Kulit klien kelihatan bersih, tidak tidak ada lesi atau peradangan
Palpasi : Tidak ada luka tekan pada kepala dan leher, tidak ada benjolan dan perdarahan
Inpeksi : Struktur mata,kelihatan bersih, tidak ada sekret yang tampak, tidak ada benjolan peradangan
Inpeksi : Hidung klien terlihat bersih, tidak ada perdarahan dan peradangan
Inpeksi : Struktur telinga simetris, kebersihan telinga cukup bersih, tidak ada perdarahan dan peradanga.
Inspeksi : Kebersihan gigi dam mulut cukup bersih, warna mukosa bibir tampak lembab,tidak ada sariawan dan
tidak ada perdarahan dan peradangan
Palpasi : Tidak ada lika tekan dan nyeri pada dada, tidak ada benjolan dan pendarahan.
Perkusi : Terdengar redup pada dada sebelah kanan
Auskultasi : Dada bagian terdengar ronchi basah
i) Abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri saat ditekan, perut teraba kembung, tidak ada benolan, berdarah, dan tidak lesi atau
odema
Klien tidak pernah terkena penyakit kelamin, klien berjenis kelamin perempuan, tidak ada nyeri saat BAK
Ekstremitas Atas : Tidak ada keterbatasan aktivitas, tidak ada kelainan bentuk tulang, ekstremitas atas sebelah
kanan terpasang infus nacl 0.9 TPm. Dalam sehari menghabiskan 2 botol infus.
Ekstrimitas Bawah : Tidak ada keterbatasan aktivitas maupun kelainan bentuk tulang dan tidaka ada trauma pada
ekstrimitas bawah.
Dirumah : Klien masih anak-anak dan klien tidur siangnya selama 3 4 jam dan tidur malamnya klien 9 10 jam
sehari.
Di RS : Klien hanya berbaring diatas tempat tidur dan digendongnya oleh ibunya dan kondisinya masih lemah.
b. Personal Hgyiene
Di RS : Selama di RS klien tidak pernah mandi hanya diseka 1x sehari oleh keluarganya.
c. Nutrisi
Di rumah : Klien makan 3x/ hari, makan SUN, dan minumnya setelah makan dan apabila haus minum susu.
Di RS : Klien makan 2x sehari, minum air putih, dan juga minum susu
d. Eliminasi
e. Sexsual
Klien berjenis kelamin perempuan, klien tidak pernah mengalami penyakit kelamin.
f. Pisiko Sosial
Hubungan klien dengan keluarga sangat baik karena banyaknya keluarga yang mengunjungi klien, hubungan
dengan perawat, dokter dan tenaga medis lainnya baik dan dapat bekerjasama dalam perawatanya.
g. Spiritual
Klien beragama islam, keluarga klien hanya bisa berdoa untuk kesembuhan klien
V. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b.d peningkatan metabolisme penyakitnya.
Tujuan : dalam 3 hari suhu badan klien kembali normal, tidak terjadi kejang lagi.
Kriteria hasil : suhu badan normal, tidak ada kejang, kembali segar.
Rencan :
1) Observasi TTV
3) Anjurkan keluarga untuk memakaikan baju yang menyerap keringat untuk klien
Jelaskan tentang :
- Penyebab penyakit
Jelaskan tentang :
Anjurkan keluarga untuk membawa anak selalu kontrol setelah pulang dari rumah sakit
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh (suhu Tubuh > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan
terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk
beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan
segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin pada
anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah
sedini mungkin
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11.
Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG